MAKALAH MANDIRI PBL
Human Imunnodeficiency Virus
Adhe William Fanggdae102007122Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
I. PENDAHULUAN
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan
suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh
Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh.
Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi
mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang
dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali
ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan
virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.
Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara
didunia (pandemi), termasuk diantaranya Indonesia. Hingga November
1996 diperkirakan telah terdapat sebanyak 8.400.000 kasus didunia
yang terdiri dari 6,7 juta orang dewasa dan 1,7 juta anak-anak. Di
Indonesia berdasarkan data-data yang bersumber dari Direktorat
Jenderal P2M dan PLP Departemen Kesehatan RI sampai dengan 1 Mei
1998 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 685 orang yang dilaporkan
oleh 23 propinsi di Indonesia. Data jumlah penderita HIV/AIDS di
Indonesia pada dasarnya bukanlah merupakan gambaran jumlah
penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini berlaku teori Gunung
Es dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang
semestinya. Untuk itu WHO mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita
yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV
yang belum diketahui.
Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam
waktu singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda
semakin banyak negara. Dikatakan pula bahwa epidemi yang terjadi
tidak saja mengenai penyakit (AIDS ), virus (HIV) tetapi juga
reaksi/dampak negatif berbagai bidang seperti kesehatan, sosial,
ekonomi, politik, kebudayaan dan demografi. Hal ini merupakan
tantangan yang harus dihadapi baik oleh negara maju maupun negara
berkembang.
Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu
memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan. Salah
satu alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah
penderita yang terus meningkat adalah upaya pencegahan yang
dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat
dalam lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang
HIV.
II. Isi 1) Anamnesis Identitas pasien
Keluhan utama
- Merasa lemah selama 3 bulan terakhir (malaise)
- Demam
- Berat badan turun
- Batuk dengan dahak sedikit darahKeluhan penyerta
-diare
-sesak nafas
Riwayat Sosial
- sudah menikah atu belum
- Berganti ganti partner sexual
- Tidak pernah memakai kondom saat berhubungan intim
2) Pemeriksaan fisik
a) Umum
Tanda vital :
Tekanan darah
Suhu
RR
Nadi
TB
BB
b) Lokalis
Palpasi
Pemeriksaan KGB
Auskultasi3) Penunjang
a) Laboratorium
Leukosit
Hematokrit
b) Elisa
Pada pemeriksaan didapatkan anti HIV : +
Tes HIV (Elisa)
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah
seseorang terinfeksi HIV sangatlah penting, karena pada infeksi HIV
gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah bertahun tahun
lamanya.
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk
memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi
menjadi pemeriksaan serologic untuk mendeteksi antibody terhadap
HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. Deteksi
adanya virus dilakukan dengan isolasi dan biakan virus, deteksi
antigen, dan deteksi materi genetic dalam darah pasien.
Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan
terhadap antibody HIV . Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik
ELISA, aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Metode yang
biasanya digunakan di Indonesia adalah ELISA.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap
antibody HIV ini yaitu adanya masa jendela. Masa jendela adalah
waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya antibody
yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibody mulai terbentuk
pada 4-8 minggu setelah infeksi. Jadi jika pada masa ini hasil tes
HIV pada seseorang yang sebenarnya sudah terinfeksi HIV dapat
memberikan hasil negative. Untuk itu jika kecurigaan akan adanya
risiko terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan
3 bulan kemudian.
c) Western blot test
Digunakan sebagai pemeriksaan konfirmasi setelah dilakukan
pemeriksaan ELISA dengan hasil positif pada sample serum.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antibody terhadap protein HIV
dengan berat molekul spesifik. Antibody terhadap protein inti virus
p24 atau glikoprotein selubung gp41, gp120, atau gp160 adalah
antibody yang paling sering terdeteksi.
d) CD4
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. limfosit CD4+
berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang
penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons
imun yang progresif. Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilens
ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau CD4+ kurang
dari 200sel/mm3.
e) PCR
Umumnya digunakan untuk mendeteksi virus RNA pada specimen
klinis. Pemeriksaan ini menggunakan metode enzimatik untuk
mengamplifikasi RNA HIV. Tes yang berdasarkan molecular ini sangat
sensitive dan membentuk dasar penentuan plasma viral load. Kadar
RNA HIV penting untuk penanda perkiraan perkembangan penyakit dan
alat yang bermanfaat untuk memantau efektivitas pengobatan
antivirus.f) Radiologi
Karena kuat timbulnya infeksi oportunistik, maka pasien AIDS
umumnya mudah terserang penyakit paru (seperti TB paru kompleks)
meski penyakit ini jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki
kekebalan tubuh yang baik. Sehingga pada gambaran foto thorax
terdapat warna putih (opaq) pada lapang pandang paru yang disebut
kompleks Ghon yang merupakan penampakan khas pada TB paru kompleks
primer, karena adanya mekanisme pertahanan tubuh pada daerah yang
diserang oleh kuman.III. DIAGNOSIS
a) Working diagnosis: HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili
retroviridae.Seorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan
pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan
metode pemeriksaan antibody atau pemeriksaan untuk mendeteksi
adanya virus dalam tubuh.
Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilens ditegakkan apabila
terdapat infeksi oportunistik atau CD4+ kurang dari 200sel/mm3.
b) Diferensial diagnosis
1. TB paru
Sebenarnya gambaran klinis TB non AIDS dan TB AIDS sangat mirip
sehingga sulit untuk membedakan mana yang disertai infeksi HIV dan
mana yang tidak. Namun demikian ada perbedaan-perbedaan yang
menjadi karakteristik infeksi TB pada AIDS, yaitu pada TB AIDS akan
lebih sering dijumpai kelainan di luar paru-paru, khususnya
kelenjar getah bening. Sedangkan kelainan paru lebih sering
dijumpai di lobus bawah. Pemeriksaan laboratorium untuk sputum BTA
seringkali negatif walaupun gambaran foto rontgen dadanya
menunjukkan kelainan yang luas.
Setidaknya ada tiga mekanisme yang menyebabkan terjadinya TB
pada penderita HIV, yaitu reaktivasi, adanya infeksi baru yang
progresif serta terinfeksi.
Seperti telah disebutkan diatas, pada infeksi HIV terjadi
penurunan CD4. Penurunan ini berakibat pada reaktivasi kuman TBC
yang dorman. Mekanisme lain adalah timbulnya infeksi baru yang
progresif akibat terpaparnya pengidap HIV oleh kuman TB.
Pengobatan yang diberikan pada penderita TB dan AIDS pada
dasarnya serupa dengan pengobatan TB pada umumnya. Hanya saja, fase
lanjutan sebaiknya diperpanjang (6 bulan sejak BTA-nya negatif).
Walaupun prinsip pengobatannya sama, hasil akhir pengobatan
tidaklah demikian. Mungkin saja pengobatan dengan obat anti TB
menunjukkan hasil yang baik dari sudut penanganan tuberkulosisnya,
tetapi prognosis umum penderita tetap saja buruk. Selain itu efek
samping obat juga lebih mudah terjadi pada penderita. Sebaiknya
pada penderita HIV diberi obat pencegah dengan INH, khususnya di
negara dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, seperti
Indonesia.
AIDS merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan TBC
beberapa tahun belakangan ini. Infeksi HIV adalah faktor risiko
yang amat kuat untuk terjadinya penyakit tuberkulosis. Pada
negara-negara dengan angka kejadian TBC yang tinggi (seperti
Indonesia) maka sekitar 50 % atau lebih penduduk dewasanya telah
terinfeksi kuman TB, dan di dalam tubuhnya terdapat kuman TB dalam
keadaan menetap. Mereka tidak menjadi sakit karena daya tahan
tubuhnya masih dalam keadaan baik. Bila daya tahan tubuh tersebut
rusak oleh karena AIDS, maka penyakit TBnya akan dapat muncul,
karena ada reaktivasi endogen dari kuman dormant dalam tubuh. Di
sisi lain, mereka yang telah terinfeksi HIV tidak dapat menahan
dirinya terhadap kemungkinan infeksi baru tuberkulosis secara
eksogen dari sekitarnya.
Biasanya dibutuhkan waktu bertahun-tahun antar terjadinya
infeksi HIV dengan timbulnya AIDS. Timbulnya tuberkulosis dapat
merupakan salah satu gejala pertama yang menunjukkan bahwa
seseorang telah terinfeksi HIV. Sebuah laporan WHO tahun 1995
menyebutkan bahwa TB merupakan komplikasi serius pada 50%-70% kasus
AIDS di Asia.
2. Sifilis
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya
dapat menyerang hampir semua alat tubuh, yang dapat menyerupai
banyak penyakit mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu
ke janin.
Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo
Spirochaetales, amiia Spirochaetaceae, dan genus Treponema.
Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya natara 6-15 um, lebar
0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan.
Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan
pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium
aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak
dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat
mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup tujuh puluh
dua jam.
Klasifikasi
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis
akuisita(didapat). Sifilis kongenita dibagi menjadi : dini (sebelum
2 tahun), lanjut (sesudah dua tahun), dan stigmata. Sifilis
akuisita dibagi menurut dua cara, secara klinis dan epidemiologik.
Menurut cara pertama sifilis dibagi menjadi tiga stadium : stadium
I (S I), stadium II (S II), dan stadium III (S III). Secara
epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi :
1. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi),
terdiri atas S I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten
dini.
2. Stadium lanjut tak menular (dalam satu tahun sejak infeksi),
terdiri atas stadium laten lanjut dan S III.
Pembantu diagnosis
Sebagai pembantu diagnosis ialah:
I. Pemeriksaan T. Palidium (mikroskop lapangan gelap)
II. Tes Serologik Sifilis ( T. S. S)
- Treponemal : TPI, TPHA, FTA-ABS
- Non Treponemal (tes reagen) : VDRL, RPR3. Sarcoma Kaposi
Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi
kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan
jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab
kematian primer. 4. Limfoma maligna
Adalah proliferasi neoplastik pada sistem retikuloendotelial dan
sistem imun tubuh. Terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang
syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun. Pada pasien didapati
gejala limfadenopati, anemia, manifestasi perdarahan (ptekie,
epistaxis, ekimosis), dan hepatosplenomegali.MANISFESTASI KLINIK
Infeksi biasanya terjadi 3-12 minggu setelah pajanan hampir seluruh
kasus mengalami demam, ruam, dan limfadenitis servikal. Infeksi ini
terjadi bersamaan dengan lonjakan kadar RNA HIV plasma >1 juta
kopi/ml (puncak 4-8minggu) dan penurunan cd4 hingga 300-400.
Pemulihan simtomatik terjadi setelah 1-2 minggu meskipun kadar cd4
jarang kembali ke nilai sebelumnya. Diagnosis ditegakan melalui
deteksi RNA HIV dalam serum atau melalui uji imunoblot.
Fase asimtomatik (klasifikasi CDC kategori A)
Selama kurun waktu yang bervariasi individu yang terinfeksi
biasanya tetap sehat tanpa bukti penyakit HIV kecuali untuk
kemungkinannya adanya limfadenopaty generalisata persisten
(persistent generalized lympadenopathy, PGL : didefenisikan sebagai
pembesaran kelenjar pada dua tau lebih lokasi ekstraingiunal)
terdapat penurunan pada cd4 50-150.Fase simtomatik (kategori B
)
Bukti klinis gangguan ringan sistem imun selanjutnya
menggambarkan pindahan dari orang menjadi sindrom yang terkait
denga AIDS . berdsarkan definis bukan kondisi penentu AIDS dan
termasuk, penurunan berat badan kronik, demam, atau diare,
kandidiasis oral atau vagina, infeksi herpes zooster rekuren,
penyakit radang panggul berat.
AIDS (kategori C)
Penyakit tahap lanjut saat menghitung cd4 menurun hingga