MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA STRATEJIK MAKALAH diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen SDM Stratejik Dosen pengampu: Ade Fauji.SE,MM oleh: Munkidah 11131612 6.B Manajemen SDM PROGRAM STUDI MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI STIE BINA BANGSA 2016
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA STRATEJIK
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen SDM Stratejik
Dosen pengampu: Ade Fauji.SE,MM
oleh:
Munkidah
11131612
6.B Manajemen SDM
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
STIE BINA BANGSA
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas tentang materi Manajemen Sumber Daya Manusia
Stratejik.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
.
Serang,12 Juni 2016
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar
BAB I
Latar Belakang.......................
BAB II
Manajemen Stratejik
BAB III
Lingkungan Ekternal dan Global Serta Sumber Daya Manusia
BAB IV
Analiais Pekerjaan dan Rancang Bangun Pekerjaan
BAB V
Perencanaan Pekerjaan Sumber Daya Manusia
BAB VI
Analisis Kebutuhan Sumber Daya Manusia
BAB VII
Rekrutmen dan Seleksi
BAB VIII
Teknik Wawancara
BAB X
Pelatihan dan Pengembangan
BAB XI
Orientasi, Penempatan dan PHK
BAB XII
Perencanaan dan Pengembangan Karir
BAB XIII
Penilaian Kinerja
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu organisasi Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang paling penting,
maka dapat kita lihat kenyataannya, ada organisasi atau perusahaan yang memiliki
Teknologi, Prosedur kerja dan Struktur organisasi yang sama, tetapi dinamika atau mobilitas
organisasi atau perusahaan yang satu dengan yang lain berbeda- beda.
Adanya mobilitas atau dinamika yang rendah tersebut tentunya sangat tidak diharapkan
oleh siapapun, apalagi diera globalisasi dimana terjadi persaingan yang sangat ketat, maka
organisasi yang berkinerja rendah akan digilas oleh kompetitor atau pesaing. Bila organisasi
yang tergilas oleh kompetitor tersebut, tetap juga tidak melakukan perubahan, maka tidak
mustahil organisasi tersebut berada pada kondisi yang kritis, bahkan lebih mendekati
kehancuran.
Secara makro bebrapa negara di dunia ini banyak yang berhasil menjadi negara industri
dan negara maju, kemajuan yang luar biasa tersebut bukan karena mereka memiliki sumber
daya alam yang melimpah, tetapi mereka unggul dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM).
Keberadaan sumber daya alam yang melimpah namun produktivitas manusianya
rendah, maka ketersediaan sumber daya alam yang banyak tersebut tidak akan mampu
memberikan kontribusinya yang maksimal untuk manusia. Sebaliknya jika produktivitas
tinggi, walaupun sumber daya alam kurang mendukung, namun mampu membawa organisasi
atau sebuah negara menjadi negara yang makmur.
Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa jumlah sumber daya manusia yang
banyak juga belum dapat digunakan sebagai pegangan bahwa sebuah negara atau organisasi
akan maju, jika SDM yang ada tersebut kualitasnya rendah atau tidak produktif, bahkan
disebuah negara yang jumlah manusia banyak namun tidak produktif justru dapat menjadi
benalu untuk memberatkan negara.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA STRATEJIK
Tugas dan prioritas SDM berkembang dari waktu kewaktu karena mereka harus menyesuaikan atau masuk akal dalam arah strategis perusahaan. Seperti akan kita lihat, tugas utama SDM adalah menyediakan satu set pelayanan yang masuk akal bagi strategi perusahaan. Strtegi adalah rencana perusahaan untuk menyeimbangkan kekuatan dan kelemahan internal dengan kesempatan dan ancaman eksternal dalam mempertahankan keuntungan yang kompetitif. Untuk itu setiap perusahaan memiliki kebijakan dan praktik SDM yang berbeda.
Trend seperti globalisasi dan meningkatnya persaingan telah menempatkan SDM pada barisan depan dan posisi kunci dalam kebanyakan usaha perencanaan strategis. Seperti kita lihat, manajer SDM saat ini terlibat dalam berekanan dengan manajer puncak mereka dalam mendesain ataupun mengimplementasikan strategi perusahaan. Fokus pada kekompetitifan dan operasional juga bahwa semua manajer harus lebih ahli mengekspresikan rencana departemen mereka dan menyelesaikan dengan istilah yang terukur. Manajemen puncak ingin melihat bagaimana rencana manajer untuk membuat perusahaan lebih bernilai, meningkatkan semeangat kerja, dan meningkatkan prestasi.
2.2 Tantangan stratejik SDM
Rencana stratejik adalah rencana agar perusahaan dapat menyesuaikan kekuatan dan kekuatan internal dengan kesempatan dan ancaman dari luar dalam rangka memelihar a keuntungan kompetitif. Dan kemudian manajer SDM memformulasikan strtegi khusus SDM untuk membawa perusahaan berpijak menuju sasaran yang ingin dicapai perusahaan. Strategi adalah arahan tindakan. Beraneka ragam strategi perusahaan misalnya strategi SDM, penjualan, keuangan, manufactur yang harus mendukung rencana stratejik perusahaan. Salah satu contoh strategi perusdahaan adalah mendorong kualitas kewasapadaan karyawan melalui penyaringan dan pelatihan yang ditingkatkan. Dalam memformulasikan SDM, manajer harus memikirkan tiga tantangan mendasar, pertama, keharusan mendukung produktivitas dan upaya peningkatan kinerja perusahaan. Kedua, karyawan memainkan peran yang luas dalam usaha perbaikan kinerja pengusaha. Ketiga, SDM harus terlibat lebih jauh dalam mendesain, tidak hanya melaksanakan, rencana stratejik perusahaan.
2.4 Proses manajemen stratejik
Perencanaan stratejik adalah bagian dari proses manajemen strtejik perusahaan. Mencakup empat tugas utama yaitu melakukan evaluasi situasi intrernal dan eksternal, mendefinisikan bisnis dan mengembangkan misi, menerjemahkan misi kedalam tujuan stratejik, dan merangkai strategi atau arahan tindakan.
Proses manajemen stratejik terdiri dari beberapa tugas yang berkaitan:1. Mendevinisikan bisnis dan misi
Untuk menetapkan tujuan, seorang pemimpin harus sudah mengembangkan opini pem
ikiran mengenai kondisi masa depan yang mungkin dan di inginkan oleh organisasi. Opini ini dinamakan visi, mungkin tidak sama pastinya dengan dengan mimpi atau sama pastinya dengan pernyataan tujuan. Inti pentingnya adalah visi menjelaskan sisi pandang masa depan yang realistis, terpercaya, menarik untuk organisasi, suatu kondisi yang dalam beberapa hal lebih baik daripada saat ini.
2. Menghadirkan audit eksternal dan internal
Hal mendasar dari rencana stratejik adalah memilih arah tindakan perusahaan yang msuk akal, berkaitan dengan kesempatan dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dan kekuatan serta kelemahan internal yang dimiliki. Banyak menajer yang melakukan dengan analisis SWOT yaitu dengan identifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman perusahaan.
3. Menerjemahkan misi kedalam tujuan stratejik
Mengatakan misi anda adalah mengevaluasi dan bertindak melalui kerja sama publik dan swasta untuk meningkatkan sistem energi. Manajer perusahaan butuh tujuan stratejik jangaka panjang dan spesifik.
4. Memformulasikan strategi untuk mencapai tujuan
Strategi stratejik perusahaan adalah jembatan penghubung perusahaan berada sekarang dengan perusahaan berada dimasa yang akan datang. Strategi adalah serangkaian tindakan, untuk itu seorang karyawan harus mengimplementasikan karena perusahaan membentuk strtegi yang bisa dikomunikasikan
5. Implementasi strategi implementasi
Melibatkan, menggunakan, dan mengaplikasikan seluruh fungsi manajemen, perencanaan, pengorganisasian, penyususnan staff, dan pengontrolan.
2.5 Evaluasi kinerjaStrategi tidak selamanya berhasil, untuk itu harus dikelola lebih lanjut sesuai yang terjadi. Kontrol stratejik menjaga strategi perusahaan mengikuti perkembangan zaman. Ini adalah proses evaluasi kemajuan yang dicapai melalui tujuan strtejik dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan.dan peran manajemen adalah mengawasi berjalanya agar sesuai dengan dengan tujuan stratejik.
2.6 Jenis perencanaan stratejikStrategi pada tingkatan korporasi mengidentifikasi porto folio bisnis secara keseluruhan, terdiri dari hubungan perusahaan dengan yang lain. Misal strategi diversifikasi perusahaan memberikan dampak perusahaan akan diperluas dengan menambah jalur produk baru. Stratgi integrasi vertikal berarti perusahaan memperluas misalnya memproduksi material sendiri dan menjual langsung produknya. Konsulidasi menguragi ukuran perusahaan perusahaan dan perluasan geografis misal dengan membawa produknya keluar negeri.
Banyak perusahaan yang melalukan usaha untuk mencapai keuntungan kompetitif. Keuntungan kompetitif sebagai semua faktoryang memungkinkan organisasi dideferensiasikan produk atau jasa dari produk dan jasa pesaing untuk meningkatkan prosentase pangsa pasar. Misal perusahaan menggunakan suatu kepemimpinan yang berbiaya rendah, itu berarti tujuan bisnis adalah menjadi pemimpin yang berbiaya rendah dalam suatu industri. Agar kompetitif maka, banyak perusahaan yang menyusun perusahaanya kedalam berbagai departemen. Misal manufacturing, penjualan, dan manajemen SDM.
2.7 Pencapaian kesesuaian stratejik
Ahli perencanaan stratejik Michael Porter menekankan pandangan ‘kesesuaian’, yaitu bahwa semua aktivitas perusahaan harus dirangkai untuk atau sesuai dengan strateginya. Dengan memastikan bahwa strategi fungsional perusahaan mendukung strategi korporasi yang kompetitif. Karena kesesuaian ini memberikan nafas kehidupan pada strategi perusahaan.
Ahli strategi Gary Hamel dan C.K Prahalad berhati hati dengan menjadi terlalu menyanjung ide kesesuaian strategi. Emereka setuju bahwa harus menyingkronkan sumber daya dan tanggung jawabnya. Tapi mereka sadar bahwa kalau hanya 2.memikirkan penyingkronan maka hanya akan membatasi pertumbuhan. Mereka juga mengatakan bahwa sumber daya yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi, memberikan tambahan pada yang telah
dimiliki, dan melakukan lebih apa yang anda miliki daripada hanya menyesuaikan rencana stratejik sumber daya yang ada saat ini.
2.8 SDM dan keuntungan kompetitif
Dlam rangka keuntunga yang kompetitif yang efektif, perusahaan harus memiliki satau atau lebih keuntungan kompetitif, ‘faktor faktor yang memungkinkan organisasi untuk mendeferensikan produk dan pelayananya’. Keuntungan kompetitif dapat berwujud dalam beberapa bentuk.
2.9 Manajemen SDM stratejik
Mengacu pada serangkaian tindakan spesifik manajemen SDM yang didorong oleh perusahaan untuk mencapai tujuan. Manajemen sumberdaya manusia strtejik berarti memformulasikan dan melaksanakan sistem SDM- kebijakan aktivitas- yang menghasilkan kompensasi dan perilaku karyawan yang dibutuhkan perusahaan untuk mencapai tujuan stratejik.
2.10 Peran stratejik SDM
Study Universitas Michingan menyimpulkan bahwa kinerja tinggi SDM profesional perusahaan mengidentifikasi masalah manusia yang sangat penting bagi strategi bisnis dan membantu membangun dan melaksanakan strategi.
2.11 Peran SDM dalam melaksanakan strategi
Saat ini manajer SDM melakukan dua peran mendasar perencanaan stratejik. Merencanakan dan memformulasikan strategi. Melaksanakan strategi secara tradisional adalah inti dari perencanaan stratejik manajer SDM. Lalu diformulasikan kedalam strategi fungsional yang luas. Peraturan dasarnya adalah aktivitas, kebijakan, dan strategi departemen SDM yang harus masuk akal dan berkaitan dengan strategi kompetitif dan korporasi perusahaan. Dan biasanya manajemen SDM mendukung implementasi strategi dengan cara yang berbeda.
2.12 Peran SDM dalam formulasi strategi
Dengan pentingnya pelaksanaan, SDM memainkan peranan yang semakin penting dalam perencanaan stratejik yang luas saat ini. SDM membantu manajemen memformulasikan strategi dengan berbagai cara. Misal dengan identifikasi, analisis, dan keseimbangan antara kesempatan dan ancaman dari luar perusahaan, dan disisi lain, dan kelemahan dan kekuatan internal.
2.13 Menciptakan sistem SDM yangt berorientasi pada strategi
Proses SDM terdiri dari tiga komponen dasar, ada profesional SDM yng memiliki keahlian stratejik dan lainya yang dibutuhkan untuk membangun sistem yang berorientasi pada strategi. Ada kegiatan dan kebijakan SDM (merekrut, meyeleksi, dan melatih serta memberikan penghargaan pada keryawan) yang terdiri dari sistem itu sendiri.1
1 Gary Desler https://agusuns.wordpress.com/2013/04/05/manajemen-stratejik-sumber-daya-manusia/
BAB III
3.1 Lingkungan External & Global serta SDMlingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal meliputi variabel-variabel di luar organisasi yang dapat berupa tekanan
umum dan tren di dalam lingkungan societal ataupun faktor-faktor spesifik yang beroperasi di
dalam lingkungan kerja (industri) organisasi. Variabel-variabel eksternal ini terbagi menjadi
dua jenis, yaitu ancaman dan peluang, yang mana memerlukan pengendalian jangka panjang
dari manajemen puncak organisasi.
Ada dua lingkungan yang berpengaruh disini, yaitu lingkungan societal dan lingkungan kerja.
Lingkungan societal meliputi tekanan-tekanan umum yang mempengaruhi secara luas,
misalnya tekanan di bidang ekonomi, teknologi, politik, hukum, dan sosial budaya. Tekanan
ini terutama sering berpengaruh pada keputusan jangka panjang organisasi. Sementara itu,
lingkungan kerja memasukkan semua elemen yang relevan dan mempengaruhi organisasi
secara langsung. Elemen-elemen tersebut dapat berupa pemerintah, kreditur, pemasok,
karyawan, konsumen, pesaing, dan lainnya.
Globalisasi
Hill (2007:5) dalam bukunya International Business menjelaskan globalisasi sebagai
pergeseran menuju ekonomi dunia yang lebih terintegrasi dan saling bergantung satu sama
lain. Globalisasi dapat berupa globalisasi pasar dan globalisasi produksi. Faktor utama
pendorong globalisasi adalah menurunnya halangan untuk perdagangan dan investasi dan
perubahan teknologi.
3.2 Perusahaan di Era Globalisasi
Pasar yang semakin terbuka dan efisiensi yang tinggi telah mendorong banyak
perusahaan untuk menjadi global, atau setidaknya go international. Perusahaan dapat
dikatakan global apabila telah beroperasi di tiga kawasan besar dunia yang disebut TRIAD,
yaitu Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Indonesia sendiri juga menjadi sasaran investasi
berbagai merek global, diantaranya Toyota, Nokia, Samsung, Johnson & Johnson, Citigroup,
Unilever, Procter & Gamble, dan Coca Cola.
Keputusan strategik pada perusahaan yang beroperasi di negara sendiri sangat berbeda
dengan apabila ia beroperasi di negara lain. Setiap negara berbeda dalam hal budaya, sistem
politik, sistem ekonomi, sistem hukum, dan tingkat pertumbuhan ekonomi. ada pada bagian
Pengertian dan Macam-Macam Wawancara 2.1.1 Pengertian interview/wawancara
Peneliti dalam penelitian kualitatif juga bertindak sebagai instrumen. Fasilitas yang ada pada
peneliti untuk menjadi instrumen adalah sepasang mata, telinga, bibir, dan kelisanannya
(berkomunikasi). Komunikasi inilah yang dijadikan pedoman dalam pengumpulan data
kualitatif melalui wawancara. Komunikasi yang baik dalam berwawancara adalah interaksi
yang terrencana, dan wawancara harus ditujukan untuk mendapatkan informasi atau data
yang diperlukan untuk mecapai tujuan (Alwasilah, 2003, halaman 191).
Sebagai penginterviewe (pewawancara) hendaknya berupaya agar kata-kata
responden tidak berhamburan (tidak karuan bicaranya) atau making words fly. Oleh sebab
itu, sebagai peneliti harus memahami lebih dahulu makna wawancara sebelum melakukan
pengumpulan data melalui wawancara. Definisi wawancara menurut Moleong (2009,
halaman 186),
wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Menurut Benney & Hughes (dalam Denzin, 2009,
halaman 501),
wawancara adalah seni bersosialisasi, pertemuan “dua manusia yang saling
berinteraksi dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesetaraan status, terlepas apakah hal
tersebut benar-benar kejadian nyata atau tidak”. Dengan demikian, wawancara dapat menjadi
alat/perangkat dan juga dapat sekaligus menjadi objek. Menurut Sanapiah Faisal (1982,
halaman 213),
wawancara merupakan angket lisan, maksudnya responden atau interviewee
mengemukakan informasinya secara lisan dalam hubungan tatap muka, jadi responden tidak
perlu menuliskan jawabannya secara tertulis.
5 Dari uraian dan pendapat tersebut, interview atau wawancara merupakan suatu
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab secara lisan, baik langsung atau
tidak langsung dengan sumber data responden (terwawancara). Wawancara langsung yaitu
ditujukan langsung kepada orang yang diperlukan keterangan/datanya dalam penelitian.
Sedangkan wawancara tidak langsung, yaitu wawancara yang ditujukan kepada orang-orang
lain yang dipandang dapat memberikan keterangan mengenai keadaan orang yang diperlukan
datanya.
8.2 Macam-macam interview/wawancara
Didalam penerapannya, maka interview atau wawancara dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa tipe wawancara. Menurut fungsinya, maka terdapat wawancara diagnostic,
wawancara penyembuhan atau perawatan, wawancara penelitian, wawancara sample,
wawancara bantuan hukum, dan seterusnya (Millan, 2001, halaman 410). Disamping itu,
menurut Patton (Moleong, 2009, halaman 187–188) yang didasarkan atas perencanaan
pertanyaan, wawancara dibedakan antara tipe wawancara pembicaraan informal, wawancara
dengan pendekatan menggunakan petunjuk umum, dan wawancara baku terbuka. Selanjutnya
menurut data dan informasi yang diinginkan dibedakan menjadi wawancara sejarah
kehidupan, wawancara ethnografi, wawancara postmodern, dan wawancara feminis
(Pattilima, 2007, halaman 66).
Selanjutnya Esterberg (2002, dalam Sugiyono, 2009, halaman 73–75) membagi
wawancara menjadi wawancara terstruktur, wawancara tak terstruktur, dan wawancara
semiterstruktur. Pembahasan lebih lanjut pada makalah ini akan ditekankan pada pembahasan
wawancara dari tipe terstruktur, tak terstruktur, dan wawancara kelompok, karena dalam
pembagian wawancara disini semua tinjauan baik tinjauan jumlah orang terwawancara,
fungsi, data, dan informasi, maupun perencanaan pertanyaannya sudah masuk ke dalam
pembahasan. 6 a. Wawancara terstruktur Tipe Wawancara ini disebut juga wawancara
terkendali, yang dimaksudkan adalah bahwa seluruh wawancara didasarkan pada suatu sistem
atau daftar pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya. Wawancara terstruktur ini mengacu pada
situasi ketika seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan kepada responden berdasarkan
kategori-kategori jawaban tertentu atau terbatas. Namun, peneliti dapat juga menyediakan
ruang bagi variasi jawaban, atau peneliti dapat juga menggunakan metoda pertanyaan terbuka
yang tidak menuntut keteraturan, hanya saja pertanyaannya telah disiapkan terlebih dahulu
oleh peneliti. Dalam hal ini, peneliti sebaiknya mencatat semua jawaban-jawaban terbuka
dari responden dengan menggunakan skema kode (coding scheme) yang sudah dibuat oleh
peneliti sendiri (Moleong, 2009, halaman 189). Dalam menggunakan tipe wawancara ini,
peneliti perlu mengurutkan kuesioner atau pertanyaan yang akan diajukan kepada responden
(layaknya skenario pembelajaran), sehingga dapat mengendalikan proses wawancara yang
sedang berlangsung. Ada beberapa pedoman instruksional yang penting untuk diikuti oleh
peneliti selama proses wawancara berlangsung, antara lain (Denzin, 2009, halaman 504):
Jangan menggunakan pemaparan atau uraian yang panjang tentang
penelitian yang berlangsung, namun gunakan penjelasan seperlunya saja. Jangan lupa
menjelaskan tujuan penelitian, dan bahasa pertanyaan
yang digunaklan serta urutan pertanyaan. Jangan biarkan orang lain mengiterupsi proses
wawancara, dan jangan
biarkan orang lain mewakili jawaban responden, atau menawarkan opini pengganti dari
pertanyaan yang seharusnya dijawab responden. Jangan pernah menawarkan bantuan
jawaban kepada responden.
Jangan pernah menyampaikan pandangan personal (sebagai peneliti) tentang topik
pertanyaan.
BAB IX
9.1 Pengertian pelatihan dan pengembangan.
Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan
keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenga kera.
(Simamora:2006:273). Menurut pasal I ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003. Pelatihan
kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat
ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan
pekerjaan.
Pengembangan (development) diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul
tanggung jawab yang berbeda atau yang Iebih tinggi dalam perusahaan, organisasi, lembaga
atau instansi pendidikan,
Menurut (Hani Handoko:2001:104) pengertian latihan dan pengembangan adalah
berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagal
ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan
rnenyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang.
Sedangkan pengembangan (Developrnent) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam upaya
untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dlan sifat-sifat
kepribadian.
(Gomes:2003:197) Mengemukakan pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki
performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya.
Menurutnya istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan, perbedaannya
kalau pelatihan langsung terkait dengan performansi kerja pada pekerjaan yang sekarang,
sedangkan pengembangan tidaklah harus, pengembangan mempunyai skcope yang lebih luas
dandingkan dengan pelatihan.
Pelatihan Iebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi
yang berkaitan dengan jabtan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang
bersangkutan saat ini ( current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dan suatu program
pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsi saat ini.
Pengembangan cenderung lebih bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan
dan keahhan individu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang.
Sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas yaitu peningkatan
kemampuan individu untuk mengantisipai perubahan yang mungkin terrjadi tanpa
direncanakan(unplened change) atau perubahan yang direncanakan (planed change).
(Syafaruddin:200 1:2 17).
Hal serupa dikemukakan (Hadari:2005:208). Pelatihan adaah program- program untuk
memperbaiki kernampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok dan/atau
berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi atau perusahaan. Sedangkan pengembangan
karir adalah usaha yang diakukan secara formal dan berkelanjutan dengan difokuskan pada
peningkatan dan penambahan kemampuan seorang pekerja. Dan pengertian ini menunjukkan
bahwa fokus pengernbangan karir adalah peningkatan kemampuan mental tenaga kerja.
lstilah pelatihan dan pengembangan merujuk pada struktur total dan program di dalam
dan luar pekerjaan karvawan yang dimanfaatkan perusahaan dalam mengembangkan
keterampilan dan pengetahuan, utamanya untuk kinerja pekerjaan dan promosi karir.
Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan bekerja (vocational) yang dapat
digunakan dengan segera. (Sjafri :2003: 135).
.
9.2. Jenis pelatihan dan pengembangan
Terdapa banyak pendekatan untuk pelatlian. Menurut (Simamora:2006 :278) ada lima
jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan:
1. Pehtihan Keahlian.
Pelatihan keahlian (skils training) merupakan pelatihan yang sering di jumpai dalam
organisasi. program pelatihaannya relatif sederhana: kebutuhan atau kekuragan diidentifikasi
rnelalui penilaian yang jeli. kriteria penilalan efekifitas pelatihan juga berdasarkan pada
sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.
2. Pelatihan Ulang.
Pelatihan ulang (retraining) adalah subset pelatihan keahilan. Pelatihan ulang berupaya
memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang mereka butuhkan untuk
menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Seperti tenaga kerja instansi pendidikan yang
biasanya bekerja rnenggunakan mesin ketik manual mungkin harus dilatih dengan mesin
computer atau akses internet
3. Pelatihan Lintas Fungsional.
Pelatihan lintas fungsional (cros fungtional training) melibatkan pelatihan karyawan untuk
melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dan pekerjan yang ditugaskan.
4. Pelatihan Tim.
Pelatihan tim merupakan bekerjasarna terdiri dari sekelompok Individu untuk menyelesaikan
pekerjaan demi tujuan bersama dalam sebuah tim kerja.
5. Pelatihan Kreatifitas.
Pelatihan kreatifitas(creativitas training) berlandaskan pada asumsi hahwa kreativitas dapat
dipelajari. Maksudnya tenaga kerja diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan sebebas
mungkin yang berdasar pada penilaian rasional dan biaya dan kelaikan.
Adapun perbedaan antara pelatihan dan pengembangan menurut
(Syafaruddin:2001 :217).
a. Pelatihan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan saat ini. Sasaran:
Peningkatan kinerja jangka pendek.
Orientasi: Kebutuhan jabatan sekarang.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif rendah.
b. Pengembangan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan yang akan datang.
Sasaran: Peningkatan kinerja jangka panjang.
Orientasi: Kebutuhan perubahan terencana atau tidak terencana.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif tinggi.
.
9.3. Tahapan proses pelatihan dan pengembangan.
Sebelum pelatihan dapat diselenggarakan, kabutuhan akan hal itu perlu dianalisis
lebih dahulu. Hal demikian disebut sebagai langkah/tahapan penilaian dari proses pelatihan.
Menurul (Sjafri:2003:140). setelah tahap analisis kebutuhan dilakukan, maka harus
melakukan beberapa tahapan berikutnya:
1. Penilaian kebutuhan pelatihan.
a. Penilaian kebtuhan perusahaan.
b. Penilaian kebutuhan tugas.
c. Penilaian kebutuhan karyawan.
2. Perumusan tujuan pelatihan.
Perumusan tujuan pelatihan harus ada keterkaitan antara input, output, outcome, dan
impact dan pelatihan itu sendiri.
3. Prinsip-prinsip pelatihan.
a. partisipasi
b. pendalaman
c. relevansi
d. pengalihan
e. umpan balik
f. suasana nyaman
g. memiliki kriteria
4. Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan.
a. Pelatihan instruksi pekerjaan
b. Perputaran pekerjaan
c. Magang dan pelatihan
d. Kuliah dan presentasi
e. Permainan peran dan pemodelan perilaku
f. Studi kasus
g. Simulasi
h. Studi mandiri dan pembelajaran program
i. Pelatihan laboratorium
j. Pembelajaran aksi
Dalam tahapan ini menurut (Gomes:2003:204) terdapat paling kurang tiga tahapan
utama dalam pelatihan dan pengembangan, yakni: penentuan kebutuhan pelatihan, desain
program pelatihan, evaluasi program pelatihan.
1. Penentuan kebutuhan pelatihan (assessing training needs)
Adalah lebih sulit untuk menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan bagi para pekerja yang ada
daripada mengorientasikan para pegawai yang baru. Dari satu segi kedua-duanya sama.
Tujuan penentuan kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin
informasi yang relevan guna mengetahui dan atau/menentukan apakah perlu atau tidaknya
pelatihan dalam organisasi tersebut.
Dalam tahapan ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan yaitu:a). General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan data mengenai kinerja dari seseorang pegawai tertentu.b). Oversable performance discrepancies, yaitu jenis penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan evaluasi/penilaian kinerja, dan dengan cara meminta para pekerja untuk mengawasi sendiri hasil kerjanya sendiri.c). Future human resources neeeds, yaitu jenis keperluan pelatihan ini tidak berkaitan dengan ketidak sesuaian kinerja, tetapi Iebih berkaitan dengan sumberdaya manusia untuk waktu yang akan datang.2. Mendesain program pelatihan (desaigning a training program)Sehenarnya persoalan performansi bisa disiatasi melalui perubahan dalam system feedback, seleksi atau imbalan, dan juga melalui pelatihan. Atau akan Iebih mudah dengan melakukan pemecatan terhadap pegawai selama masa percobaannya.
Jika pelatihan merupakan Solusi terbaik maka para manajer atau supervisor harus memutuskan program pelatihan yang tepat yang bagaimana yang harus dijalankan. Ada dua metode dan pririsip bagi pelatihan:a. Metode pelatihan.Metode peIathan yang tepat tergantung kepada tujuannya. Tujuan atau sasaran pelatihan yang berbeda akan berakibat pemakaian metode yang berheda pula.b. Prinsip umum bagi metode pelatihanTerlepas dari berhagai metode yang ada, apapun bentuk metode yang dipilh, metode tersebut harus rnemenuhi prinsip—prnsip seperti: 1 .Memotivasi para peserta pelatihan. 2. Memperlihatkan ketrampilan-ketrampilan. 3. Harus konsisten dangan isi pelatihan. 4.Peserta berpartisipasi aktif. 5. Memberikan kesempatan untuk perluasan ketrampilan. 6. Memberikan feedback. 7. Mendorong dari hasil pelatihan ke pekerjaan. 8. Harus efektif dari segi biaya.3. Evaluasi efektifitas program (evaluating training program effectivenees).Supaya efektif, pelatihan haru merupakan suatu solusi yang tepat bagi permasalahan organisasi, yakni bahwa pelatihan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan keterampilan. Untuk meningkatkan usaha belajarnya,para pekerja harus menyadari perlunya perolheanb informasi baru atau mempelajari keterampilan-keterampilan baru, dan keinginan untuk belajar harus dipertahankan. Apa saja standar kinerja yang telah ditetapkan, sang pegawai tidak harus dikecewakan oleh pelatih yang menuntut terlalu banyak atau terlalau sedikit.Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut efektif di dalam mencapai sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan. Ini menghendaki identifikasi dan pengembangan criteria tertentu.a. Tipe-tipe efektifitas program pelatihan.Program pelatihan bisa dievaluasi berdasarkan informasi yang bisa diperoleh pada lima tingkatan: 1. reaction, 2. learning, 3. behaviors, 4.organizational result, 5. cost efectivity.11
Pemberhentian adalaf fungsi operatif terakhir manajemen sumberdaya
manusia .Istilah pemberhentian sinonim dengan separation,pemisahan,atau pemutusan
hubungan kerja ( PHK) karyawan dari suatu organisasi perusahaan fungsi pemberhentian
harus mendapatkan perhatian yang serius dari manajer perusahaan.14
4.11 Alasan-alasan pemberhentian
1. Undang –undang
2. Keinginan Perusahaan
3. Keinginan karyawan
4. Pensiun
5. Kontrak kerja berakhir
6. Kesehatan karyawan
7. Meninggal dunia
8.Perusahaan dilikuidasi15
Proses pemecatan karayawan harus menurut prosedur sebagai berikut
1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan
2. Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan
3. Musyawarah pimpinan serikat buruh pimpinan perusahaan ,dan P4D
4. Musyawaroh pimpinan serikat buruh ,pimpinan perusahaan, dan P4D
5. Pemutusan berdasarkan keputusan pengadilan Negeri.
Prosedur ini tidak perlu dilakukan semuanya, jika pada tahap tertentu pada tahap tertentu
telah dapat diselesaikan dengan baik, tetapi jika tidak terselesaikan ,penyelesaianya hanya
dengan keputusan pengadilan negeri16
BAB XI
14Malayu Hasibuan (.Manajemen Sumber Daya Manusia ( Jakarta : Bumi aksara ,2007)h. 20815 Op.cit h. 20916 Op.cit h.2014
11.1 Perencanaan dan pengembangan karir
Perencanaan karir adalah” perencanaan yang dilakukan baik oleh individu ( pegawai )
maupun organisasi, terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi oleh seorang pegawai
untuk mencapai tujuan karir tertentu”. Dalam perencanaan karir pegawai, atasan menilai
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki pegawai, mengkaji “ keterampilan “ yang dimiliki
oleh karyawan.
Ada beberapa ketrampilan yang secara umum harus dikuasai oleh seorang karyyawan
sesuai dengan bidang pekerjaannya atau level kepemimpinannya , yaitu :
1. Ketrampilan konseptual / CONSEPTUAL SKILLS adalah kemampuan untuk
mengintepretasikan informasi dari berbagai sumber untuk kepentingan dan kemajuan
perusahaan.
2. Keterampilan kemanusiaan / HUMAN SKILLS adalah kemampuan untuk bekerja
dan memahami orang lain baik sebagai individu maupun sebagai kelompok serta untuk
memperoleh partisipasi mereka baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok.
3. Keterampilan administratif / ADMINISTRATIF SKILLS adalah kemampuan untuk
merencanakan, mengorganisir, pengendalian, dan pengawasan pekerjaan- pekerjaan kantor.
4. Ketrampilan teknik / TECHNICAL SKILLS adalah kemampuan untuk
menggunakan peralatan- peralatan sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Ada lima syarat yang harus dipenuhi agar perencanaan karir dapat berjalan dengan
baik yaitu adanya dialog, bimbingan, keterlibatan individual dalam perusahaan, umpan balik
dan adanya kejelasan prosedur perencanaan karir yang rinci, formal dan tertulis. Didalam
perencanaan karir tidak hanya berguna untuk menilai kinerja karyawan akan tetapi juga
berguna untuk pembinaan karir karyawan, penentuan bonus, dan mencari masukan untuk
menentukan kebijakan perusahaan.
Seorang Profesional tentu akan terus ingin Bertumbuh dan Berkembang dalam
Karirnya, baik sebagai Individu atau Tim. Memulai Karir dari bawah dan pada akhirnya
menapaki Tahapan yang Progressive tentu merupakan sebuah Prestasi dan Aktualisasi yang
membanggakan.17
17 Loc.cit 206
Melalui perencanaan karir, setiap individu mengevaluasi kemampuan dan minatnya
sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir alternatif, menyusun tujuan karir, dan
merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan praktis. Fokus utama dalam perencanaan
karir haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan kesempatan-kesempatan yang secara realistis
tersedia.(Mondy, 1993:362).
Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas dua elemen utama yaitu perencanaan
karir individual (individual careerplanning) dan perencanaan karir organisasional
(organizational career planning). Perencanaan karir individual dan organisasional tidaklah
dapat dipisahkan dan disendirikan. Seorang individu yang rencana karir individualnya tidak
dapat terpenuhi di dalam organisasi, cepat atau lambat individu tersebut akan meninggalkan
perusahaan. Oleh karena itu, organisasi perlu membantu karyawan dalam perencanaan karir
sehingga keduanya dapat saling memenuhi kebutuhan. (Mondy, 1993:362)
Perencanaan karir individual (individual career planning) terfokus pada individu yang
meliputi latihan diagnostik, dan prosedur untuk membantu individu tersebut menentukan
“siapa saya” dari segi potensi dan kemampuannya. Prosedur ini meliputi suatu pengecekan
realitas untuk membantu individu menuju suatu identifikasi yang bermakna dari kekuatan dan
kelemahannya dan dorongan memimpin kekuatan dan mengoreksi kelemahan.
Adapun ada dua macam perencanaan karier, yaitu:
1. Perencanaan karier (di tingkat) organisasi (organization career planning).
2. Perencanaan karier individual pegawai (individual career planning).
11.2 Perencanaan Karier di Tingkat Organisasi.
Perencanaan karier yang terpusat pada organisasi memfokuskan pada pekerjaan-
pekerjaan dan pada pembangunan jalur karier yang menyediakan tempat bagi kemajuan logis
dari orangorang, diantara berbagai pekerjaan yang ada dalam organisasi. Jalur jalur ini adalah
yang dapat diikuti oleh individu untuk mengembangkan unit-unit organisasi tertentu. Sebagai
contoh, seseorang mungkin saja memasuki departemen penjualan sebagai seorang penasihat
penjualan, kemudian dipromosikan sebagai penanggung jawab laporan keuangan, menjadi
manajer penjualan, dan akhirnya menjadi wakil presiden bagian penjualan.
Perspektif organisasi dalam perencanaan karier:
• Mengidentifikasikan kebutuhan staffing organisasi dimasa mendatang
• Rencana jenjang karier
• Mengukur potensi individual dan kebutuhan pelatihan
• Mencocokan kebutuhan organisasi dengan kemampuan individual
• Mengaudit dan mengembangkan system karir dan organisasi
11.2. Perencanaan karier individual pegawai
Bagi pegawai, perencanaan karir ditingkat organisasi tidak akan dianggap penting bila
ada sangkut pautnya dengan karir sipegawai tersebut. Karena itu, perencanaan karier di
tingkat organisasi harus bisa “diterjemahkan” menjadi perencanaan karier di tingkat individu
pegawai.
Secara umum tahap perencanaan karier terdapat 5 tahapan yaitu pertumbuhan,
penjajakan, pemantapan, pemeliharaan dan kemunduran. Pengelompokan itu didasarkan pada
usia.Dalam tahap pertumbuhan dialami oleh mereka yang berusia dibawah 15 tahun. Tahap
ini di akhiri dengan adanya konsep tentang minat dan kemampuan dan mulai berfikir tentang
alternative keahlian.
Dalam usia 15 sampai 24 tahun, seseorang berada dalam tahap penjajakan. Dalam
usia ini, mereka mulai menggali beberapa keahlian secara serius dan mulai mencoba untuk
bekerja.
Pada usia 24 sampai 44 tahun, seseorang berada dalam tahap pemantapan. Mereka
secara terus menerus melakukan pengujian terhadap kemampuan yang dimilikinya dan
mencoba untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
Dari usia 45 hingga 65, seseorang sudah berada dalam tahap pemeliharaan yang
artinya ia tidak lagi berusaha untuk mencari pekerjaan yang baru, melainkan akan
mempertahankan pekerjaan yang sekarang.
11.3 Langkah –langkah perencanaan karir
Proses yang ditempuh untuk menyusun perencanaan karier terdiri atas hal-hal berikut
ini :
a) Menilai Diri Sendiri
b) Menetepkan Tujuan Karier
c) Menyiapkan Rencana-Rencana
d) Melaksanakan Rencana-Rencana.
11.4 FUNGSI PERENCANAAN KARIR
Fungsi perencanaan karier pada dasarnya adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan karyawan yang dapat dipromosikan Perencanaan karir membantu
didalam penyediaan internal bakat-bakat karyawan yang dapat dipromosikan guna memenuhi
lowongan yang disebabkan oleh pensiun, pengunduran diri dan pertumbuhan.
2. Mengurangi pergantian Meningkatkan perhatian dan kesepakatan karyawan akan
loyalitasnya terhadap perusahaan serta mengurangi tingkat pengunduran diri karyawan.
3. Menyaring potensi karyawan Perencanaan karir mendorong karyawan untuk lebih
selektif dalam menggunakan kemampuannya sebab mereka mempunyai tujuan karir yg lebih
khusus.
4. Mengurangi penimbunan Perencanaan karir menjadikan karyawan sadar akan
pentingnya kualifikasi karyawan, mencegah manajer yang mementingkan dirinya sendiri
serta menyadarkan bahwa departemen SDM bukanlah yang menentukan segalanya.
5. Memuaskan kebutuhan karyawan Adanya kesempatan pada karyawan untuk
tumbuh dan berkembang serta terpenuhinya kebutuhan individu akan harga dirinya
menjadikan karyawan merasa puas.
11.6 FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERENCANAAN KARIER
1. Tahap Kehidupan Karier
2. Dasar Karier
11.7 PENGERTIAN PENGEMBANGAN KARIR
Sudiro (2011:91) mendefinisikan pengembangan karier adalah proses peningkatan
kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karier yang diinginkan.
Martoyo (2007:74) mendefinisikan pengembangan karier merupakan suatu kondisi yang
menunjukkan adanya sebuah peningkatan-peningkatan status seseorang pada suatu organisasi
dalam jalur karier yang telah ditetapkan dalam organisasi yang bersangkutan.Berdasarkan
uraian sebelumnya dapat disimpulkan pengembangan karier merupakan tanggung jawab
suatu organisasi yang menyiapkan karyawan dengan kualifikasi dan pengalaman tertentu,
agar pada saat dibutuhkan organisasi sudah memiliki karyawan dengan kualifikasi tertentu.
Pengembangan karir adalah “ proses pelaksanaan / pengimplementasian perencanaan
karir .“ Proses pengembangan karir dimulai dari mengevaluasi kinerja pegawai/ performance
appraisal, dari aktifitas ini dapat diketahui kemampuan pegawai baik dari potensinya maupun
kinerja aktualnya.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan karir sehingga dapat
berpengaruh terhadap karir pegawai yaitu : 1) Hubungan pegawai dan organisasi. 2)
Personalitas pegawai. 3) Faktor- faktor eksternal. 4) Politicking dalam organisasi. 5) Sistim
penghargaan. 6) Jumlah pegawai. 7) Ukuran organisasi. 8) Kultur organisasi. 9) Type
manajemen.
Proses pengembangan karir dalam suatu pendekatan formal yang diambil organisasi
untuk memastikan bahwa orang-orang dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat tersedia
pada saat dibutuhkan. Sehingga pengembangan karir dapat dikatakan suatu kondisi yang
menunjukkan adanya peningkatan-peningkatan status seseorang dalam organisasi dalam jalur
karir yang telah ditetapkan dalam organisasi yang bersangkutan.
Oleh sebab itu setiap karyawan dalam meniti karirnya, diperlukan adanya
perencanaan karir untuk menggunakan kesempatan karir yang ada. Disamping itu sukses
dalam pengembangan karir yang berarti pegawai mengalami kemajuan dalam bekerja adalah
meningkatkan keterampilan sehingga lebih berprestasi. Seperti yang dikemukakan Moekjizat,
yang paling penting dalam suatu jabatan adalah: (1995:36) 1) Kesempatan untuk melakukan
sesuatu yang membuat pegawai merasa senang, 2) Kesempatan untuk mencapai sesuatu yang
berharga, 4) Kesempatan untuk mempelajari hal-hal yang baru, 5) Kesempatan untuk
mengembangkan kecakapan kemampuan.
Pengembangan karir (career development) meliputi perencanaan karir (career
planning) dan manajemen karir (career management). Memahami pengembangan karir dalam
sebuah organisasi membutuhkan suatu pemeriksaan atas dua proses, yaitu bagaimana masing-
masing individu merencanakan dan menerapkan tujuan-tujuan karirnya (perencanaan karir)
dan bagaimana organisasi merancang dan menerapkan program pengembangan karir /
manajemen karir. Manajemen karir (career management) adalah proses dimana organisasi
memilih, menilai, menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan
suatu kumpulan orang – orang yang berbobot untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa
yang akan datang.
Jika seseorang sudah siap memikul tanggung jawab demikian tujuh hal perlu
mendapat perhatianya.
1. Prestasi kerja yang memuaskan
2. pengenalan oleh pihak lain
3. Kesetiaan apad aorganisasi .
4. Pemanfaatan mentor dan sponsor
5. Dukungan para bawahan 18
18Loc.cith.209
BAB XII
12.1 Manajemen Kompensasi
a. pentingnya kompsensasi tenaga kerja jika kita kaitkan dengan peranan dan pendapatan
dapat digolongkan atas pengusaha dan karyawan atau manajer dan buruh.
Kompensasi merupakan pengeluaran dan biaya bagi perusahaan .Perusahaan
mengharapkan agar kompensasi yang dibayarkan memperoleh imbalan prestasi kerja yang
lebih besar dari karyawan .Jadi ,nilai prestasi kerja karyawan harus lebih besar dari
kompensasi yang dibayar perusahaan, supaya perusahaan mendapatkan laba dan komunitas
perusahaan terjamin.
Drs.Malayu .S.P.Hasibuan
Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang barang langsung atau
tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada
perusahaan.
Kompensasi berbentuk uang artinya keopensasi dibayar dengan sejumlah uang kartal kepada
karyawan yang bersangkutan.
Kompensasi berbentuk barang artinya kompensasi dibayar dengan barang misalnya :
misalnya kompensasi dibayar 10% dari produksi yang dihasilkan ,diJawa Barat penjual padi
upahnya 10 % dari hasil padi yang di tuainya.19
12.2. Pemberian kompensasi
Pemberian kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan
perusahaan ,karyawan ,dan pemerintah atau masyarakat, Supaya tujuannya tercapai
memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program kompensasi ditetapkan
berdasarkan prinsip adil dan wajar ,undang –undang perburuhan ,serta memperhatikan
internal dan ekternal dan ekternal konsistensi.20
19 Op.cit h.11820 Op.cit h. 120
12.3 Tujuan Kompensasi
Tujuan pemberian kompensasi ( balas jasa ) antara lain adalah sebagai ikatan kerja
sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif,motivasi,stabilitas karyawan, disiplin,serta pengaruh
serikat buruh dan pemerintah.
a. Ikatan kerja sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan
dengan karyawan .Karyawan harus mengajarkan tugas-tugas nya dengan baik,
sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian
yang di sepakati.
b. Kepuasan kerja
Denga bals jasa ,akryawan akan dapat memenuhi kebutuhan –kebutuhan fisik ,status
sosial,dan egoistiknya sehungga memperoleh kepuasan kerja dari jabatanya.
c. Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified
untuk perusahaan akan lebih mudah.
d. Motivasi
Jika bals jasa yang diberikan cukup besar ,manajer akan mudah memotivasi
bawahanya .
e. Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta ekternal konsistensi
yang komperatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn over relatif
kecil.
f. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik,
mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
g. Pengaruh serikat buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan
dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaanya.
h. Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang –undang perburuahan yang berlaku
(seperti batas upah minimum ) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.21
21 Op.cit . h .122
12.4 Sistem dan kebijakan kompensasi
1. Sistem kompensasi
Sistem pembayaran kompensasi yang umum di terapkan adalah
a. Sistem waktu
b. Sistem hasil ( Output ) dan
c. Sistem borongan22
12.5 Faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi teori upah insentif
a) penawaran dan permintan tenaga kerja
b) Kemampuan dan kesediaan perusahaan
c) Serikat buruh atau organisasi karyawan
d) Produktivitas kerja karayawan
e) Pemerintah dengan undang- undang dan keppresnya
f) Biaya hidup/ cost of living
g) Posisi jabatan karyawan
h) Pendidikan dan pengalaman karyawan
i) Jenis dan sifat pekerjaan.23
12.6 Teori Upah Insentif
a. Piece Rate
1. Upah perpotong proporsional
2. Upah perpotong taylor
3. Upah perpotong kelompok
b. Time Bonuses
1. Premi berdasarkan waktu yang dihemat meliputi halsey plan dan100% time premium plan
2.premi berdasarkan waktu pengerjaan meliputi rowan plan dan emerson plan
3. upah insentif kombinasi24
22 Op.cit, h .12423 Op.cit, h. 12724 Op.cit ,h. 132
BAB XIII
13.1 Pengertian Penilaian Kinerja Penilaian prestasi kerja menurut Utomo, Tri Widodo W adalah proses untuk mengukur prestasi kerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Standar kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Siagian (1995:225–226) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai yang di dalamnya terdapat berbagai faktor seperti :1. Penilaian dilakukan pada manusia sehingga disamping memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan;2. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif;3. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan lima maksud:a. Apabila penilaian tersebut positif maka penilaian tersebut menjadi dorongan kuat bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi pada masa yang akan datang sehingga kesempatan meniti karier lebih terbuka baginya.b. Apabila penilaian tersebut bersifat negatif maka pegawai yang bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan sedemikian rupa mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.c. Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif, kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya.d. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan secara rapi dalam arsip kepegawaian setiap pegawai sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai bersangkutan;e. Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang dambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri. Penilaian kinerja menurut Mondy dan Noe (1993:394) merupakan suatu sistem formal yang secara berkala digunakan untuk mengevaluasi kinerja individu dalam menjalankan tugas-tugasnya. Sedangkan Mejia, dkk (2004:222-223) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:1. Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa jabatan.2. Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak manajemen menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk.
3. Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai di organisasi yang bersangkutan. 13.2 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:1. Performance Improvement. Memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.2. Compensation Adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.3. Placement Decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.4. Training and Development Needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.5. Carrer Planning and Development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.6. Staffing Process Deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.7. Informational Inaccuracies and Job Design Errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job analysis, job design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.8. Equal Employment Opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif.9. External Challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.10. Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri. 13.4 Elemen Penilaian Kinerja Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian kinerja membutuhkan standar pengukuran, cara penilaian dan analisa data hasil pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran. Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja Werther dan Davis (1996:344) adalah:1. Performance StandardPenilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang dijadikan tolok ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja ini. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar penilaian kinerja yang baik dan benar yaitu validity, agreement, realism, dan objectivity.
a. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.b. Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di atas.c. Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai. berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias-bias penilai2. Kriteria Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).a. Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.b. Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.c. Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.d. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.e. Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.f. Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Dimensi-dimensi ini digunakan dalam penentuan jenis-jenis kriteria penilaian kinerja. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah people-based criteria, product-based criteria, behaviour-based criteria. People-based criteria dibuat berdasarkan dimensi kegunaan fungsional sehingga banyak digunakan untuk selection dan penentuan kompensasi. Kriteria ini dibuat berdasarkan penilaian terhadap kemampuan pribadi, seperti pengalaman, kemampuan intelektual, dan keterampilan. Product-based criteria biasanya dianggap lebih baik daripada people -based criteria. Kriteria ini didasarkan atas tujuan atau jenis output yang ingin dicapai. Behaviour-based criteria mempunyai banyak aspek, bisa dari segi hukum, etika, normatif, atau teknis. Kriteria ini dibuat berdasarkan perilaku-perilaku yang diharapkan sesuai dengan aspek-aspek tersebut. 3. Pengukuran Kinerja (Performance Measures)Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan
kinerja sebenarnya yang terjadi. Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif. Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang bersifat subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang lain. 4. Analisa Data PengukuranSetelah menetapkan standar pengukuran, kemudian mulailah dikumpulkan data-data yang diperlukan. Data-data dapat dikumpulkan dengan melakukan wawancara, survei langsung, atau meneliti catatan pekerjaan dan lain sebagainya. Data-data tersebut dikumpulkan dan dianalisa apakah ada perbedaan antara standar kinerja dengan kinerja aktual. 5. Bias dan Tantangan dalam Penilaian KinerjaPenilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:a. Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;b. Liniency and Severity Effect. Liniency effect ialah penilai cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;c. Central tendency, yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai yang rata-rata.d. Assimilation and differential effect. Assimilation effect, yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect, yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya;e. First impression error, yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang lama;f. Recency effect, penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu tertentu.
13.5 Metode Penilaian Kinerja Metode-metode penilaian kinerja yang sesuai dengan pengkategorian dua tokoh di atas yang paling banyak digunakan menurut Mondy dan Noe (1993:402-414) adalah:a. Written Essays, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan pekerja, kelemahannya, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.b. Critical Incidents, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai.c. Graphic Rating Scales, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala dalam mengukur faktor-faktor kinerja (performance factor ). Misalnya adalah dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, misalnya, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya. Metode ini merupakan metode umum yang paling banyak digunakan oleh organisasi.d. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS), merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya adalah penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima suap dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan. Pada contoh di atas, nilai 4 dideskripsikan dengan tidak menerima suap dari pelanggan. Nilai 7 dideskripsikan dengan menolong pelanggan yang membutuhkan bantuan. Dengan mendeskripsikannya, metode ini mengurangi bias yang terjadi dalam penilaian.e. Multiperson Comparison, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu seorang pegawai dibandingkan dengan rekan kerjanya. Biasanya dilakukan oleh supervisor. Ini sangat berguna untuk menentukan kenaikan gaji (merit system), promosi, dan penghargaan perusahaan.f. Management By Objectives. Metode ini juga merupakan penilaian kinerja, yaitu pegawai dinilai berdasarkan pencapaiannya atas tujuan-tujuan spesifik yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan-tujuan ini tidak ditentukan oleh manajer saja, melainkan ditentukan dan disepakati bersama oleh para pegawai dan manajer. Setiap metode di atas memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing, sehingga tidak baik bagi organisasi untuk menggantungkan penilaian kinerjanya hanya pada satu jenis metode saja. Sebaiknya, organisasi menggabungkan beberapa metode yang sesuai dengan lingkup organisasinya, Mondy dan Noe (1993: 414).25
25 .blogspot.co.id/2014/11/penilaian-kinerja.html
Daftar Pusataka
Sumber buku :
Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :PT. Bumi akasara.
Malayu Hasibuan (.Manajemen Sumber Daya Manusia ( Jakarta : Bumi aksara ,2007