Page 1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.banyak nikmat
yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat.
Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang
tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul ”Aplikasi Manajemen Di Ruangan”.
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua yang telah memberikan dukungan,
kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua
kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan
sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik
lagi.
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.
1
Page 2
Surabaya, 2 Juni
2014
Penyusun
Kelompok Hanters
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................1
DAFTAR ISI...........................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..........................3
1.2 Rumusan Masalah.................................3
1.3 Tujuan..........................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perumusan Filosofi, Visi, dan Misi.............6
2.2 Standart Kerja.................................7
A. Tata Tertib Perawat............................7
B. Tata Tertib Pengunjung dan Pasien..............8
C. Koordinasi Kerja...............................9
D. Ketentuan Seragam..............................10
2
Page 3
E. Jam Kerja......................................11
F. Reward dan Punishment..........................11
2.3.................................................SPO
..................................................12
A. SPO Manajemen..................................12
B. SPO Prasat.....................................43
2.4 SAK.............................................75
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................164
3.2 Saran...........................................164
DAFTAR PUSTAKA.............................................165
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan rumah sakit sebagai suatu lembaga yang
menyediakan pelayanan jasa kesehatan sering kali menimbulkan
tekanan psikologis dan ekonomi bagi konsumennya. Selama ini
masyarakat awam lebih mengenal rumah sakit sebagai tempat
3
Page 4
mengobati dengan bayangan perlakuan medis yang akan diterima
melalui peralatan kedokteran. Kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan akhir – akhir ini meningkat hingga
mencapai angka 85 %. Ditambah dengan fenomena sekarang yang
menunjukkan adanya kecenderungan konsumen yang lebih memilih
untuk berobat ke luar negeri, yang memang harus diakui
fasilitas dan layanannya jauh lebih baik dari yang dimiliki di
dalam negeri. Sebuah rumah sakit yang baik tentunya
mengutamakan mutu dan kualitas dari pelayanan pada konsumen.
Namun disamping itu, bentuk fisik dan interior juga berperan
menentukan baik buruknya penilaian konsumen terhadap rumah
sakit tersebut.setidaknya dengan bentuk fisik dan interior
dari bangunan rumah sakit yang baik akan dapat mengurangi
kesan menyeramkan sehingga mempercepat proses penyembuhan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tempat, ruang dimana seseorang
yang akan beraktifitas dapat berpengaruh terhadap perilaku
psikologis orang tersebut. Setiap ruang dalam rumah sakit
akan membawa pengaruh yang cukup kuat terhadap pola tingkah
laku dan sikap manusia yang beraktivitas di dalamnya. Dengan
demikian desain interior yang menunjang untuk tempat pelayanan
kesehatan semakin diperlukan dalam menghadapi teknologi yang
semakin maju. Tuntutan kenyamanan dan keselamatan menjadi
prioritas utama bagi pasien. Bila perencanaan interior rumah
sakit mencapai sasaran yang mengacu pada fungsional maka akan
menguntungkan berbagai pihak.
1. Bagi pasien ( konsumen utama )
Tata ruang yang baik dapat memberikan kenyamanan dan
membantu proses penyembuhan pasien. 4
Page 5
2. Bagi keluarga pasien dan pegunjung
Tenang dan percaya akan kemampuan rumah sakit dalam
menangani pasien yang menyatakan tersirat dalam interiornya.
3. Bagi tenaga medis
Akan bekerja lebih nyaman dan memberi pelayanan yang baik
untuk kepentingan pasien dan keluarga, terbentuk dari suasana
yang mendukung psikologisnya.
4. Bagi pihak rumah sakit
Memperoleh keuntungan melalui promosi gratis dari konsumen,
pengunjung yang datang dan mendapat pelayanan dan kenyamanan
dari rumah sakit. Dari latar belakang diatas dirasa perlu
menciptakan sebuah fasilitas pelayanan kesehatan dengan
penataan dan penampilan interior yang tepat dan fungsional
sesuai dengan aktifitas yang berlangsung didalamnya tanpa
meninggalkan faktor kenyamanan untuk mencapai tujuan derajat
kesehatan yang optimal.
Oleh karena besarnya tuntutan akan pelayanan keperawatan
professional di era sekarang ini, maka dibutuhkan suatu metode
yang dapat mengelola agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat
berjalan secara optimal. Model praktik keperawatan
professional (MPKP) adalah suatu system (struktur,proses, dan
nilai-nilai profesional) yang memfasilitasi perawat
professional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk
lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan.
.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana perumusan visi dan misi di ruangan?
b. Apa saja tata tertib perawat di ruangan?
5
Page 6
c. Apa saja tata tertib pengunjung dan pasien di ruangan ?
d. Bagaimana koordinasi kerja di ruangan?
e. Bagaimana ketentuan seragam di ruangan?
f. Bagaimana jam kerja di ruangan?
g. Apa saja reward dan punishment di ruangan?
h. Apa saja SPO manajemen di ruangan?
i. Apa saja SPO prasat di ruangan?
j. Apa saja SAK di ruangan?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami tentang aplikasi model
praktik keperawatan professional.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang perumusan visi,
dan misi di ruangan.
b. Mahasiswa dapat menyebutkan tata tertib perawat di
ruangan.
c. Mahasiswa dapat menyebutkan tata tertib pengunjung
dan pasien di ruangan.
d. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang koordinasi kerja
di ruangan.
e. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang ketentuan seragam
di ruangan
f. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang jam kerja di
ruangan.
6
Page 7
g. Mahasiswa dapat menyebutkan reward dan punishment di
ruangan.
h. Mahasiswa dapat menyebutkan SPO manajemen di ruangan
i. Mahasiswa dapat menjelaskan SPO prasat di ruangan
j. Mahasiswa dapat menyebutkan SAK di ruangan.
BAB II
7
Page 8
PEMBAHASAN
2.1 Perumusan Visi dan Misi ruangan
A. Visi Ruangan
“Menjadi ruangan yang mampu dan handal dalam pelayanan
keperawatan di Rumah Sakit dengan pelayanan secara utuh bio-
psiko-sosio dan spiritual”
B. Misi Ruangan
1. Kami dapat melayani pasien dengan layanan sepenuh hati -
Kami akan selalu berkomunikasi dengan pasien secara
terapeutik
2. Kami akan optimalisasi sarana pelayanan sehingga bisa
efektif dan efisien - Menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang prima, berfokus pada kesehatan dan
kepuasan pasien dengan tetap memperhatikan aspek sosial
C. Moto
“Kami diciptakan untuk berbuat baik dengan sesama”
D. Tujuan khusus keperawatan medical bedah
1. Memberi asuhan keperawatan kepada klien penyakit bedah
secara holistik dan seoptimal mungkin berdasarkan kasih
Allah.
2. Mempersiapkan klien (fisik, mental dan spiritual) yang
akan menjalani pembedahan, menjaga agar klien terhindar
dari komplikasi pasca bedah.
8
Page 9
3. Memberi semua bantuan yang diarahkan untuk memelihara
rasa aman dan nyaman klien.
4. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien penyakit
bedah, digunakan standar asuhan keperawatan dengan lima
langkah proses keperawatan.
5. Memberi penyuluhan kepada klien, sehingga mandiri merawat
diri setelah pembedahan maupun setelah klien pulang.
6. Memelihara hubungan kerja yang harmonis sesama tim
kesehatan yang ada di lingkungan kerja.
7. Menciptakan iklim kerja yang kondusif untuk proses
belajar mengajar dalam kegiatan pendidikan bagi peserta
didik/magang.
8. Menunjang program pendidikan berkelanjutan bagi
pengembangan staf dalam pelayanan keperawatan.
E. Falsafah keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Rumah sakit perawat
meyakini:
1. Manusia adalah individu yang memiliki kebutuhan bio,
psiko, sosio, kultur dan spiritual, di mana unsur
spiritual merupakan unsur terpenting. Kebutuhan ini
penting selalu diperhatikan dalam setiap pemberian asuhan
keperawatan di lingkungan RS
2. Keperawatan merupakan karya Tuhan Yang Maha Esa bagi umat
manusia melalui tim keperawatan yang bertujuan
meningkatkan derajat kesehatan secara optimal, kepada
semua yang membutuhkan dengan tidak membedakan suku,
bangsa, agama maupun status sosial di tempat pelayanan
9
Page 10
keperawatan berdasarkan dorongan kasih dari Allah.
3. Tujuan asuhan keperawatan dicapai melalui anugerah Allah
dan usaha bersama tim keperawatan, tim kesehatan lainnya
dan klien.
4. Asuhan keperawatan diberikan dengan menggunakan proses
keperawatan dalam lima tahap untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan klien.
5. Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat serta
memiliki wewenang melakukan asuhan keperawatan secara
utuh berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan.
6. Pendidikan keperawatan berkelanjutan dilaksanakan secara
terus menerus untuk pertumbuhan dan perkembangan staf
keperawatan.
2.2 Standart Kerja
A. Tata Tertib perawat
1. Sebelum jam dinas dilaksanakan, masing-masing
perawat di harapkan berdo`a dalam memulai aktivitas
hariannya.
2. Tidak dibenarkan menukar/mengganti jadwal dinas
yang telah ditentukan tanpa sepengetahuan kepala
ruangan atau kepala tim.
3. Perawat tidak dibenarkan, meninggalkan lahan
praktik, tanpa seizing kepala ruangan atau ketua
tim
4. Perawat yang meninggalkan lahan praktik lebih dari
1 jam istirahat yang telah ditentukan, wajib
10
Page 11
mengganti jam dinas sebanyak waktu yang di
tinggalkan.
5. Perawat yang tidak hadir wajib melaporkan secara
lisan atau tertulis kepada kepala ruangan atau
ketua tim.
6. Ketidak hadiran dengan alasan sakit harus disertai
surat keterangan sakit dari dokter dan diserahkan
kepada kepala ruangan atau ketua tim.
7. Ketidak hadiran tanpa alasan atau keterangan apapun
(alpa) wajib mengganti sebanyak 3x lipat dari hari
yang ditinggalkan.
8. Penggantian dinas ijin dilakukan sesuai dengan hari
ijin.
9. Perawat sudah berada di ruangan 15 menit sebelum pre
conference dengan pakaian dinas lengkap.
10. Perawat wajib mengisi daftar kehadiran.
11. Selama melakukan tindakan di ruangan tidak
diperkenankan memakai perhiasan dalam bentuk
apapun.
12. Perawat diwajibkan melakukan tindakan keperawatan
sesuai dengan SPO
13. Perawat diwajibkan melakukan asuhan keperawatan
sesuai dengan SAK.
B. Tata tertib pengunjung dan pasien
1. Pasien disarankan agar tidak membawa barang berharga
selama dalam masa perawatan. Apabila terjadi
kerusakan atau kehilangan, maka tidak menjadi
tanggung jawab pihak Rumah Sakit.
11
Page 12
2. Untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi, anak-
anak berusia dibawah lima tahun dilarang masuk ke
ruang perawatan.
3. Penunggu yang diperbolehkan ada di ruang rawat inap
maksimal 2 (dua) orang, poliklinik hanya 1 (satu)
orang.
4. Peralatan tidur penunggu (tikar, bantal, dll) hanya
boleh dipergunakan mulai pukul 18.00 s.d 06.00 WIB.
Diluar jam tersebut, mohon disimpan dengan rapi.
5. Penunggu/tamudilarang duduk/tidur di tempat tidur
pasien.
6. Dilarang membawa senjata tajam/senjata api, minuman
keras, dan obat-obatan terlarang.
7. Dilarang berkunjung di luar jam kunjung yang telah
di tetapkan.
Jam Kunjung Pasien :
Siang : Jam 11.00 WIB – 13.00 WIB
Sore : Jam 17.00 WIB – 21.00 WIB
8. Pasien, penunggu, dan pengunjung wajib menjaga
kebersihan dan ketertiban ruang perawatan, sebagai
berikut:
a. Tidak merokok di dalam area rumah sakit..
a. Tidak mengotori ruang perawatan.
b. Tidak membuat gaduh & keributan di ruang
perawatan.
9. Wajib menjaga (tidak merusak ataupun membawa pulang)
fasilitas yang ada di ruang perawatan.
12
Page 13
C. Koordinasi kerja
- Organisasi Dan Uraian Tugas (Job Description)
13
KARU
Br. Choririn
Erick
TIM I
KATIM I
Zr. LaelaKATIM II
Zr. Diana
Anggi
TIM II
Anggota TIM :Perawat
Pelaksana
1. Zr.Fajri
Anggota TIM :Perawat
Pelaksana
1. Br. Doni
Daftar Pasien:
1. Tn……2. Tn…..3. Tn…..4. Tn……
Daftar Pasien
:
1. Tn……2. Tn…..3. Tn…..4. Tn…...5. Tn……
Page 14
- Uraian tugas masing-masing personil diatas antara lain
adalah :
a. Kepala ruangan :
Membuat rencana tahunan, bulanan, mingguan dan harian.
Mengorganisir pembagian tim dan pasien
Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya,
Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada
di ruangannya,
Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan
yang lainnya,
Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di
ruangannya, kemudian menindak lanjutinya
Mewakili MPKP dalam koordinasi dengan unit kerja lainnya,
b. Ketua tim/perawat primer:
Membuat rencana tahunan, bulanan, mingguan dan harian
Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan
kepala ruangan
Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
asuhan keperawatan bersama-sama anggota timnya,
Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan,
Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan,
Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi
tanggungjawab timnya,
Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan,
14
Page 15
c. Uraian tugas perawat pelaksana:
Membuat rencana harian asuhan keperawatan yang menjadi
tanggungjawabnya.
Melaksanakan asuhan keperawatan dengan melakukan
interaksi dengan pasien dan keluarganya
Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
D. Ketentuan Seragam
Seragam yang digunakan adalah :
- Dinas Pagi : Atas dan bawah putih
- Dinas Sore : Atas dan bawah biru
- Dinas Malam : Atas dan bawah hijau.
- Dilengkapi dengan kap/kerudung sesuai jadwal dinas
- Sepatu hitam tertutup, hak maksimal 3 cm dan tidak
bersuara.
E. Jam Kerja
• Dinas Pagi: 7 jam ( pkl 7.00 – 14.00)
• Dinas Sore: 7 jam ( pkl 14.00 – 21.00)
• Dinas Malam: 10 jam (pkl 21.00-7.00).
• Daftar dinas disusun berdasarkan tim, yang dibuat dalam 1
minggu sehingga perawat sudah mengetahui dan
mempersiapkan dirinya untuk melakukan dinas. Pembuatan
jadual dinas perawat dilakukan oleh kepala ruang pada
hari terakhir minggu tersebut untuk jadual dinas pada
minggu berikutnya bekerja sama dengan ketua tim. Setiap
tim mempunyai anggota yang berdinas pada pagi, sore dan
malam, dan yang lepas dari dinas (libur) malam hari dan
15
Page 16
yang libur.
N
o
Nama Senin Selas
a
Rabu Kamis Jumat Sabtu Mingg
u1 Br.
Choririn
P P P P P L L
2 Zr. Laela P L P S L S S3 Zr. Fajri S L M L M M M4 Zr. Yeni L M S M P L P5 Zr. Anis M S L L S P M6 Zr. Diana P P P L S L S7 Br. Doni M L M M M S L8 Zr. Lisa S M L P P M L9 Br. Joko L S S S L P P
F. Reward dan Punissment
Sanksi diberlakukan bagi perawat yang tidak mengikuti aturan
baik yang disengaja atau tidak disengaja
- Bentuk sanksi :
1. RINGAN : Berupa teguran lisan dari karu /
katim
2. SEDANG : Berupa surat pernyataan dari
karu / katim
3. BERAT : Berupa surat peringatan terakhir
dari karu / katim
4. SANGAT BERAT : Yaitu diberhentikan sementara dari
seluruh kegiatan sampai ditentukan melalui rapat
- Kategori Sanksi :16
Page 17
1. Ringan : Jika melakukan pelanggaran tata tertib
1-2 kali
2. Sedang : Jika melakukan pelanggaran tata tertib
3-4 kali
3. Berat : Jika melakukan pelanggaran tata tertib
4-5 kali
4. Sangat Berat : Jika melakukan pelanggaran tata
tertib > 5 kali
- Perawat yang mematuhi aturan yang ditetapkan akan
diberikan reward berupa kenaikan jabatan dalam periode
tertentu dan kenaikan bonus dari kepala ruangan
2.3 SPO (STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL)
A. SPO Manajemen
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 001
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Timbang Terima
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
5Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
17
Page 18
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Timbang terima ( operan ) merupakan teknik atau
cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu
( laporan ) yang berkaitan dengan keadaan klien.
Timbang terima sering disebut dengan operan atau
over hand. Operan adalah suatu cara dalam
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang
berkaitan dengan keadaan klien. Harus dilakukan
seefektif mungkin dengan secara singkat, jelas
dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat,
tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum
dan perkembangan saat itu Informasi yang
disampaikan harus akurat, sehingga kesinambungan
asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna
2. Tujuan
1. Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara
paripurna.
2. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
3. Akan terjalin suatu hubungan kerjasama yang
bertanggung jawab antar anggota tim perawat.
4. Terlaksananya asuhan keperawatan terhadap klien
yangberkesinambungan.
3. Prosedur
3.1 Persiapan
a. kedua kelompok dalam keadaan siap
18
Page 19
b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan
buku catatan
3.2 Pelaksanaan
1. Kedua kelompok dinas sudah siap.
2. Perawat yang melaksanakan timbang terima mengkaji
secara penuh terhadap masalah, kebutuhan dan
segenap tindakan yang telah dilaksanakan serta hal
yang penting lainnya selama masa perawatan
( tanggung jawab )
3. Hal-hal yang sifatnya khusus, memerlukan perincian
yang matang sebaiknya dicatat khusus untuk
kemudian diserahterimakan kepada petugas
berikutnya.
4. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam timbang
terima :
a. Identitas klien dan diagnosa medis.
b. Masalah Keperawatan yang masih muncul.
c. Tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
( secara umum )
d. Intervensi kolaboratif yang telah
dilaksanakan.
e. Rencana umum dan persiapan yang perlu
dilakukan dalam kegiatan operatif,
pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan
penunjang lain, persiapan untuk konsultasi
19
Page 20
atau prosedur yang tidak rutin dijalankan.
Prosedur rutin yang biasa dijalankan tidak
perlu dilaporkan.
5. Perawat yang melakukan timbang terima dapat
melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan
validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbang
terimakan atau berhak terhadap keterangan-
keterangan yang kurang jelas.
6. Sedapat-dapatnya, mengupayakan penyampaian yang
jelas, singkat dan padat.
7. Lama timbang terima tiap pasien tidak lebih dari 5
menit,kecuali dalam kondisi khusus dan memerlukan
keterangan yang rumit.
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Dilaksanakan tepat waktu pada saat pergantian dinas
yang disepakati.
2. Dipimpin oleh penanggung jawab klien / perawat
primer.
3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan
dinas.
4. adanya unsur bimbingan dan pengarahan dari
penanggung jawab.
5. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat,
sistematik dan menggambarkan kondisi klien pada saat
ini serta kerahasiaan klien.
6. Timbang terima harus berorientasi pada masalaha
keperawatan yang ada pada klien, dengan kata lain20
Page 21
informasi yang diberikan berawal dari masalahnya
terlebih dahulu ( setelah diketahui melalui
pengkajian ), baru kemudian terhadap tindakan yang
telah dilakukan dan belum dilakukan serta
perkembangan setelah dilakukan tindakan.
7. Timbang terima dilakukan didekat pasien, menggunakan
volume suara yang pelan dan tegas ( tidak berbisik )
agar klien disebelahnya tidak mendengarkan apa yang
dibicarakan untuk menjaga privacy klien, terutama
mengenai hal-hal yang perlu dirahasiakan sebaiknya
tidak dibicarakan secara langsung di dekat klien.
8. Bila ada informasi yang mungkin membuat klien
terkejut sebaiknya jangan dibicarakan didekat klien
tetapi diruang perawat.
5. Efek shift kerja atau operan
Shif kerja atau operan memiliki efek-efek yang sangat
mempengaruhi diri seorang perawat sebagai pemberi
layanan kepada pasien. Efek-efek dari shift kerja atau
operan adalah sebagai berikut:
1. Efek Fisiologis
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif
tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan
waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja
malam. Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat
timbulnya perasaan mengantuk dan lelah. Menurunnya
nafsu makan dan gangguan pencernaan.
2. Efek Psikososial
Efek ini berpengeruh adanya gangguan kehidupan
21
Page 22
keluarga, Efek fisiologis hilangnya waktu luang, kecil
kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan
mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat. Saksono
(1991) mengemukakan pekerjaan malam berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan
pada siang atau sore hari. Sementara pada saat itu bagi
pekerja malam dipergunakan untuk istirahat atau tidur,
sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif dalam
kegiatan tersebut, akibat tersisih dari lingkungan
masyarakat.
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang
diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial.
Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental
menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan
pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan.
4. Efek Terhadap Kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal,
masalah ini cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun.
Shift kerja juga dapat menjadi masalah terhadap
keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita
diabetes.
5. Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja yang dilakukan Smith et. Al (dalam
Adiwardana, 1989), melaporkan bahwa frekuensi
kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi
shift kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan
22
Page 23
0,69 % per tenaga kerja. Tetapi tidak semua penelitian
menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri
terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan
bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift
pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam.
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 002
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Pre Conference
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
5Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Komunikasi kepala tim dan perawat pelaksana setelah
selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift
tersebut yang dipimpin oleh katim atau penanggung
jawab tim . Jika yang dinas pada tim tersebut hanya
23
Page 24
1 orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre
conference adalah rencana tiap perawat (rencana
harian) dan tambahan rencana dari kepala tim dan
penanggung jawab tim
2. Tujuan
a. Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah
pasien, merencanakan asuhan dan merencanakan
evaluasi hasil
b. Mempersiapkan hal-hal yang akan di temui di
lapangan
c. Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang
keadaan pasien
3. Prosedur
3.1 Persiapan
a. Pre conference dilaksanakan sebelum pemberian
asuhan keperawatan
b. Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit
c. Topic yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya
tentang keadaan pasien, perencanaan tindakan
rencana dan data-data yang perlu ditambahkan
d. Yang terlibat dalam conference adalah kepala
ruangan, ketua tim dan anggota tim
3.2 Pelaksanaan
1. Kepala tim atau penanggung jawab tim membuka acara
2. Kepala tim atau penanggung jawab tim menanyakan
rencana harian masing-masing perawat pelaksana
24
Page 25
3. Kepala tim atau penanggung jawab tim memberikan
masukan dan tindakan lanjut terkait dengan asuhan
yang diberikan saat itu
4. Kepala tim atau penanggung jawab tim memberikan
reinforcement
5. Kepala tim atau penanggung jawab tim menutup acara
4. Panduan perawat dalam pelaksanaan
Menurut Ratna Sitorus, 2006 , panduan perawat dalam
pelaksanaan, antara lain:
1. Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah
dilakukan pergantian dinas pagi atau sore sesuai
dengan jadwal perawatan pelaksana
2. Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dan PA
dalam timnya masing-masing
3. Penyampaian perkembangan dan masalah klien
berdasarkan hasil evaluasi kemarin dan kondisi
klien yang dilaporkan oleh dinas malam.
4. Hal-hal yang disampaikan oleh perawat pelaksana
meliputi:
Keluhan utama klien
TTV dan kesadaran
Hasil pemeriksaan laboratorium atau diagnostik
terbaru
Masalah keperawatan
Rencana keperawatan hari ini
Perubahan keadaan terapi medis
25
Page 26
Rencana medis
5. Perawat pelaksana mendiskusikan dan mengarahkan
perawat asosiet tentang masalah yang terkait
dengan perawatan klien yang meliputi:
1. Klien yang terkait dengan pelayanan, seperti:
keterlambatan, kesalahan pemberian makanan,
kebisikan pengunjung lainnya, kehadiran
dokter yang dikonsulkan.
2. Ketepatan pemberian infuse
3. Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran
cairan
4. Ketepatan pemberian obat/injeksi
5. Ketepatan pelaksanaan tindakan lain
6. Ketepatan dokumentasi
7. Mengiatkan kembali standar prosedur yang
ditetapkan
8. Mengingatkan kembali tentang kedisiplinan,
ketelitian, kejujuran, dan kemajuan masing-
masing perawatan asosiet
Membantu perawatan asosiet menyelesaikan masalah yang
tidak dapat diselesaikan
26
Page 27
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 003
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2012
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Post Conference
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
5Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Komunikasi kepala tim dan perawat pelaksana tentang
hasil kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan
kepada shift berikutnya.
Isinya adalah hasil asuhan keperawatan tiap
perawatan dan hal penting untuk operanI(tindak
lanjut). Post conference dipimpin oleh kepala tim
atau penanggung jawab tim.
2. Tujuan
a. Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan
penyelesaian masalah dan membandingkan masalah
27
Page 28
yang dijumpai.
3. Prosedur
3.1 Persiapan
e. Pre conference dilakukan sesudah pemberian asuhan
keperawatan
f. Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit
g. Topic yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya
tentang keadaan pasien, perencanaan tindakan
rencana dan data-data yang perlu ditambahkan
h. Yang terlibat dalam conference adalah kepala
ruangan, ketua tim dan anggota tim
3.2 Pelaksanaan
1. Kepala tim atau penanggung jawab tim membuka
acara
2. Kepala tim atau penanggung jawab tim menanyakan
kendala dalam asuhan yang telah diberikan
3. Kepala tim atau penanggung jawab tim menyakan
tindakan lanjut asuhan klien yang harus
dioperkan kepada perawat shift berikut nya
4. Kepala tim atau penanggung jawab tim menutup
acara
4. Panduan perawat dalam pelaksanaan
Menurut Ratna Sitorus, 2006 , panduan perawat dalam
pelaksanaan, antara lain:
28
Page 29
a. Konferensi dilakukan setiap hari segera
setelah dilakukan pergantian dinas pagi atau
sore sesuai dengan jadwal perawatan pelaksana
b. Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana
dan PA dalam timnya masing-masing
c. Penyampaian perkembangan dan masalah klien
berdasarkan hasil evaluasi kemarin dan
kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas
malam.
5. Hal-hal yang disampaikan oleh perawat
pelaksana meliputi:
Keluhan utama klien
TTV dan kesadaran
Hasil pemeriksaan laboratorium atau diagnostik
terbaru
Masalah keperawatan
Rencana keperawatan hari ini
Perubahan keadaan terapi medis
Rencana medis
Perawat pelaksana mendiskusikan dan mengarahkan perawat
asosiet tentang masalah yang terkait dengan perawatan
klien yang meliputi:
1. Klien yang terkait dengan pelayanan, seperti:
keterlambatan, kesalahan pemberian makanan,
kebisikan pengunjung lainnya, kehadiran
dokter yang dikonsulkan.
2. Ketepatan pemberian infuse
29
Page 30
3. Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran
cairan
4. Ketepatan pemberian obat/injeksi
5. Ketepatan pelaksanaan tindakan lain
6. Ketepatan dokumentasi
7. Mengiatkan kembali standar prosedur yang
ditetapkan
8. Mengingatkan kembali tentang kedisiplinan,
ketelitian, kejujuran, dan kemajuan masing-
masing perawatan asosiet
Membantu perawatan asosiet menyelesaikan masalah yang
tidak dapat diselesaikan
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 004
SPO – Ners
A1-04Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Supervisi
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
(
)
30
Page 31
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Supervisi mempunyai
pengertian yang luas, yaitu segala bantuan dari
pemimpin/penanggung jawab keperawatan yang
tertuju untuk perkembangan para perawat dan
staf lain dalam mencapai tujuan asuhan
keperawatan. Kegiatan supervisi berupa dorongan,
bimbingan dan kesempatan untuk pertumbuhan keahlian dan
ketrampilan perawat.
Yura dan Helen (1981),
supervisi adalah mengawasi, meneliti dan
memeriksa, yang dipandang sebagai proses
dinamis dengan memberikan dorongan dan
berpartisipasi dalam pengembangan diri staf dan
pelaksanaan keperawatan. Sedangkan menurut Kron
T.(1987), supervisi adalah merencanakan,
mengarahkan, membimbing, mengajar,
mengobservasi, mendorong dan memperbaiki,
mempercayai, mengevaluasi secara terus-menerus
pada setiap tenaga keperawatan dengan sabar,
adil serta bijaksana sehingga setiap tenaga
keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan
dengan baik, trampil, aman, cepat dan tepat
secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan yang mereka miliki. Menurut
Swansburg dan Swansburg (1990), supervisi
adalah suatu proses kemudahan sumber-sumber
31
Page 32
yang diperlukan staf keperawatan untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya.
2. Tujuan supervisi :
Mengorientasikan staf dan pelaksana
keperawatan/khusus tenaga baru
Melatih staf dan pelaksana keperawatan
Memberikan arahan dalam pelaksanaan tugas
agar menyadari dan mengerti terhadap peran,
fungsi dan tugas sebagai staf dan pelaksana
asuhan keperawatan
Memberikan layanan dan bantuan kepada staf
dan pelaksana keperawatan apabila menghadapi
kendala dalam pelaksanaan
Mengembangkan kemampuan staf dan pelaksana
keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan
3. Kompetensi Supervisor
Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas
sehingga dapat dimengerti oleh staf dan
pelaksana keperawatan
Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada
staf dan pelaksana keperawatan
Memberikan motivasi untuk meningkatkan
semangat kerja staf dan pelaksana keperawatan
Proses kelompok
Memberi latihan dan bimbingan yang diperlukan
32
Page 33
staf
Melakukan penilaian terhadap penampilan kerja
perawat
Mengadakan pengawasan agar pelayanan
keperawatan lebih baik
4. Fungsi Supervisi
1. Untuk mengatur dan mengorganisasi proses
pemberian pelayanan keperawatan yang menyangkut
pelaksanaan kebijakan pelayanan keperawatan
tentang staf dan SOP
2. Menilai dan memperbaiki factor-faktor yang
mempengaruhi proses pemberian pelayanan asuhan
keperawatan
3. Briggs, mengungkapkan bahwa fungsi utama
supervisi dalam keperawatan ialah
mengkoordinasi, menstimuli dan mendorong kearah
peningkatan kwalitas asuhan keperawatan
5. Peran Supervisi
1. Menurut Bowe dan Deas Lore, dikutip Yuslis (
1995), menyatakan peranan supervisor dalam
keperawatan menitik beratkan kepada perencanaan,
pelaksanaan tugas, pelimpahan tanggung jawab,
memberi kesempatan pada staf untuk dapat
menyelesaikan tugasnya sesuai dengan standar
asuhan keperawatan, memberi support,
mempertahankan kebersamaan
2. Olivia (1976) mengatakan bahwa peranan
supervisor adalah koordinator, konsultan,
33
Page 34
pemimpin kelompok evaluator
3. Secara umum peranan supervisor dalam
keperawatan adalah leader, koordinator,
pembantu/pelayan, pelatih, pembimbing,
evaluator, peneliti dan inspektur
6. Prinsip-prinsip dalam supervisi
1. Didasarkan atas hubungan professional
dan bukan pribadi
2. Kegiatan yang direncanakan secara matang
3. Bersifat edukatif, suppotif dan informal
4. Memberikan perasaan aman pada staf
5. Membentuk suatu kerja sama
6. Objektif dan sanggup melakukan self
evaluation ( mengkaji diri sendiri ).
7. Progresif, inovatif, fleksibel dan dapat
mengembangkan kelebihan masing-masing
8. Kontruktif dan kreatif dalam
mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan
9. Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam
upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
7. Tehnik supervisi
Individual Technic
Pertemuan percakapan pribadi dengan staf
secara informal/formal
Observasi ke bangsal
Intervisite
Penilaian diri sendiri (self evaluation)
Group Technic
34
Page 35
8. Area supervisi keperawatan
Standar praktek keperawatan/SOP sebagai
acuan .
Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai
pembanding untuk menetapkan kesenjangan
Tindak lanjut berupa upaya mempertahankan
kualitas maupun upaya memperbaiki
Instrumen Supervisi
Tujuan Tercapai Tidak
Tercapai
Keterangan
Standar Sangat
baik
Baik Cukup Kurang Keterang
an
9. Laporan Supervisi
1. Laporan harian
Supervisor : …………
Tanggal : ………………..Masalah Tujuan Rencana Rencana yang
akan datang
35
Page 36
2. Laporan mingguan
Masalah Rencana Penyelesaian
masalah saat ini
. 10. Langkah-langkah supervisi
Mengidentifikasikan kelemahan atau kekurangan
staf
Menentukan metode perbaikan dan peningkatan
kinerja
Memberikan bimbingan dan fasilitas yang
diperlukan dalam perbaikan dan meningkatkan
kinerja
Memonitoring hasil perbaikan dan peningkatan
kinerja perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan
11. Kegiatan rutin supervisor
Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh
supervisor setiap hari ( Bittel,1987 ), sbb:
(15-30’) sebelum pertukaran Shift
1.Mengecek kecukupan fasilitas/peralatan/sarana
untuk hari itu
36
Page 37
2.Mengecek jadwal kerja
(15-30’) pada waktu mulai Shift
1.Mengecek personil yang ada
2.Menganalisa keseimbangan tenaga
3.Mengatur pekerjaan
4.Mengidentifikasikan kendala yang muncul
5.Mencari alternatif penyelesaian masalah
supaya dapat diselesaikan
(6-7 jam ) sepanjang hari.
1.Mengecek pekerjaan setiap perawat,
mengarahkan, mengintruksi, mengoreksi atau
memberi latihan sesuai kebutuhan
2.Mengecek kemajuan pekerjaan
3.Mengecek pekerjaan rumah tangga
4.Mengecek personil, kenyamanan kerja terutama
personil baru
5.Berjaga di tempat bila ada pertanyaan,
permintaan bantuan lain-lain
Mengatur jam istirahat perawat
1.Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul
pada saat itu dan mencari cara memecahkannya
2.Mengecek kembali kecukupan
alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi
operasional
3.Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian
melaporkannya
4.Mengecek kecelakaan kerja
5.Menyiapkan laporan mengenai pekerjaan secara
37
Page 38
rutin
(15-30’) sekali dalam sehari
1.Mengobservasi satu personil atau aneka kerja
secara kontinyu untuk 15’
2.Melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin
terjadi, seperti keterlambatan pekerjaan,
lamanya mengambil barang, kesulitan
pekerjaan, dll
Sebelum pulang
1.Membuat daftar masalah yang belum terpecahkan
dan berusaha untuk memecahkan keesokan
harinya
2.Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan
sepanjang hari dengan mengecek hasilnya,
kecukupan material dan peralatannya
3.Melengkapi laporan harian
4.Membuat daftar pekerjaan untuk keesokan
harinya
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 005
SPO – Ners
A1-04Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Case Confrence
No. Revisi:
01
38
Page 39
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
(
)
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Merupakan kegiatan berdiskusi kelompok untuk
membahas hal-hal yang telah dilakukan pada praktik
klinik atau lapangan, tingkat pencapaian tujuan praktik
klinik hari tersebut, kendala yang dihadapi dan cara
mengatasinya, serta kejadian lain yang tidak
direncanakan, termasuk kejadian kegawatan klien yang
harus dihadapi peserta didik.
1. Konferensi klinik
Merupakan kegiatan berdiskusi antara berbagai
antar profesi kesehatan seperti dokter, perawat
dan ahli gizi yang membahas tentang perkembangan
pasien, ilmu-ilmu terbaru yang bertujuan dalam
perkembangan pelayanan kesehatan dan untuk
kesehatan pasien.
2. Konferensi pra-klinik
Merupakan kegiatan berdiskusi kelompok tentang
praktik klinik yang akan dilakukan keesokan hari.
Tujuan, cara pencapaian tujuan, dan rencana
tindakan (mulai dari fokus pengkajian, sampai
39
Page 40
kepada rencana evaluasi), serta tambahan
didiskusikan bersama.
Interdisciplinary Rounds Or Case Conference
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan
setiap hari. Konferensi dilakukan sebelum atau setelah
melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan
jadwal dinas perawatan pelaksanaan. konference
sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat
mengurangi gangguan dari luar.
Konferensi terdiri dari pre conference dan
post conference yaitu :
Pre Conference
Pre conference adalah komunikasi ka tim dan perawat
pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan
pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau
penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut
hanya satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi
pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana
harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ
tim(Modul MPKP, 2006)
2. Post conference adalah komunikasi katim dan
perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang
shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post
conference adalah hasil askep tiap perawatan dan hal
penting untuk operan (tindak lanjut). Post conference
dipimpin oleh katim atau Pj tim (Modul MPKP, 2006)
Tujuan Pre dan Post Conference : Secara umum tujuan
konferensi adalah untuk menganalisa masalah-masalah
40
Page 41
secara kritis dan menjabarkan alternatif penyelesaian
masalah, mendapatkan gambaran berbagai situasi lapangan
yang dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana
antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri
dalam pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara
yang efektif untuk menghasilkan perubahan non kognitif
(McKeachie, 1962). Juga membantu koordinasi dalam
rencana pemberian asuhan keperawatan sehingga tidak
terjadi pengulangan asuhan, kebingungan dan frustasi
bagi pemberi asuhan (T.M.Marelli, et.al, 1997).
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 006
SPO – Ners
A1-05Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Ronde keperawatan
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
(
)
41
Page 42
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Ronde keperawatan merupakan suatu kegiatan dalam
mengatasi masalah keperawatan klien yang
dilaksanakan di samping pasien membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus
tertentu yang dilakukan oleh perawat primer dan
atau konsuler, kepala ruangan, perawat asociate
yang melibatkan seluruh anggota tim. Adapun
kegiatan ini mempunyai karakteristik meliputi
klien dilibatkan secara langsung, klien merupakan
fokus kegiatan, PA/PP dan konsuler melakukan
diskusi, konsuler mengfasilitasi kreatifitas dan
konsuler membantu mengembangkan kemampuan PA dan
PP dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
2. Tujuan
Menumbuhkan cara berfifir kritis
Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan
keperawatan yang berasal dari masalah klien
Meningkatkan faliditas data klien
Menilai kemampuan justifikasi
Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
3. Pengorganisasian
a. Perawat primer (ketua tim) dan perawat asosiet
(anggota tim)
Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah
peranan yang bisa untuk memaksimalkan keberhasilan
42
Page 43
yang bisa disebutkan antara lain :
Menjelaskan keadaan dan adta demografi klien
Menjelaskan masalah keperawatan utama
Menjelaskan intervensi yang belum dan yang
akan dilakukan
Menjelaskan tindakan selanjtunya
Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan
diambil
b. Peran perawat primer (ketua tim) lain dan atau
konsuler
Memberikan justifikasi
Memberikan reinforcement
Menilai kebenaran dari suatu masalah,
intervensi keperawatan serta tindakan yang
rasional
Mengarahkan dan koreksi
Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah
dipelajari
4. Kegiatan
a. Persiapan
Penetapan kasus minimal satu hari sebelum
pelaksanaan ronde
Memberikan informed Concent kepada
klien/keluarga
b. Pelaksanaan ronde
43
Page 44
Penjelasan tentang klien oleh PP.
Difokuskan pada masalah keperawatan dan
rencana tindakan yang akan atau telah
dilaksanakan yang menjadi prioritas dan perlu
didiskusikan.
Diskusi antara anggota tim tentang kasus
tersebut
Pemberian justifikasi oleh PP atau perawat
konsuler/karu tentang masalah
klien dan rencana tindakan.
Tindakan keperaatan pada masalah prioritas
yang telah ditetapkan
c. Paska Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada
klien tersebut serta cara menetapkan tindakan
yang perlu dilakukan.
5. Instrumen Ronde Keperawatan
Diagnosa
Keperawata
n
Intervensi Masalah KetDilaksana
kan
Tida
k
Teratas
i
Tidak
44
Page 45
b. Instrumen Pemecahan Masalah
Masalah Justifikasi Pemecahan
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 007
SPO – Ners
A1-04Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Discharge planning
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
(
)
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Discharge Planning adalah suatu
proses dimana mulainya pasien mendapatkan pelayanan
kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan
45
Page 46
baik dalam proses penyembuhan maupun dalam
mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien
merasa siap untuk kembali ke lingkungannya. Discharge
Planning menunjukkan beberapa proses formal yang
melibatkan team atau memiliki tanggung jawab untuk
mengatur perpindahan sekelompok orang ke kelompok
lainnya (RCP,2001). Perawat adalah salah satu anggota
team Discharge Planner, dan sebagai discharge planner
perawat mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan dan
menggunakan data yang berhubungan untuk
mengidentifikasi masalah actual dan potensial,
menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan
keluarga, memberikan tindakan khusus untuk mengajarkan
dan mengkaji secara individu dalam mempertahankan atau
memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal dan
mengevaluasi kesinambungan Asuhan Keperawatan.
Merupakan usaha keras perawat demi kepentingan pasien
untuk mencegah dan meningkatkan kondisi kesehatan
pasien, dan sebagai anggota tim kesehatan, perawat
berkolaborasi dengan tim lain untuk merencanakan,
melakukan tindakan, berkoordinasi dan memfasilitasi
total care dan juga membantu pasien memperoleh tujuan
utamanya dalam meningkatkan derajat kesehatannya.
2. Tujuan Discharge Planning :
Meningkatkan kontinuitas perawatan,
meningkatkan kualitas perawatan dan memaksimalkan
46
Page 47
manfaat sumber pelayanan kesehatan. Discharge Planning
dapat mengurangi hari rawatan pasien, mencegah
kekambuhan, meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan
pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga
dapat dilakukan melalui Discharge Planning ( Naylor,
1990 ). Dan menurut Mamon et al (1992), pemberian
discharge planning dapat meningkatkan kemajuan pasien,
membantu pasien untuk mencapai kualitas hidup optimum
disebelum dipulangkan, beberapa penelitian bahkan
menyatakan bahwa discharge planning memberikan efek
yang penting dalam menurunkan komplikasi penyakit,
pencegahan kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas
dan morbiditas (Leimnetzer et al,1993: Hester, 1996)
Seorang Discharge Planners bertugas
membuat rencana, mengkoordinasikan dan memonitor dan
memberikan tindakan dan proses kelanjutan perawatan
(Powell,1996). Discharge planning ini menempatkan
perawat pada posisi yang penting dalam proses
pengobatan pasien dan dalam team discharge planner
rumah sakit, pengetahuan dan kemampuan perawat dalam
proses keperawatan dapat memberikan kontinuitas
perawatan melalui proses discharge
planning( Naylor,1990 ) . Perawat dianggap sebagai
seseorang yang memiliki kompetensi lebih dan punya
keahlian dalam melakukan pengkajian secara akurat,
mengelola dan memiliki komunikasi yang baik dan
menyadari setiap kondisi dalam masyarakat. (Harper,
47
Page 48
1998 ).
3. Keuntungan Discharge Planning
- Bagi Pasien :
o Dapat memenuhi kebutuhan pasien
o Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari
proses perawatan sebagai bagian yang aktif
dan bukan objek yang tidak berdaya.
o Menyadari haknya untuk dipenuhi segala
kebutuhannya
o Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya
dan memperoleh support sebelum timbulnya
masalah.
o Dapat memilih prosedur perawatannya
o Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan
mengetahui siapa yang dapat dihubunginya.
- Bagi Perawat :
o Merasakan bahwa keahliannya di terima dan
dapat di gunakan
o Menerima informasi kunci setiap waktu
o Memahami perannya dalam system
o Dapat mengembangkan ketrampilan dalam
prosedur baru
o Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam
setting yang berbeda dan cara yang berbeda.
o Bekerja dalam suatu system dengan efektif.
48
Page 49
4. Justifikasi Metode Discharge Planning
Di Indonesia semua pelayanan keperawatan
di Rumah Sakit , telah merancang berbagai bentuk format
Discharge Planning, namun discharge planning kebanyakan
dipakai hanya dalam bentuk pendokumentasian resume
pasien pulang, berupa informasi yang harus di sampaikan
pada pasien yang akan pulang seperti intervensi medis
dan non medis yang sudah diberikan, jadwal kontrol,
gizi yang harus dipenuhi setelah dirumah. Cara ini
merupakan pemberian informasi yang sasarannya ke pasien
dan keluarga hanya untuk sekedar tahu dan mengingatkan,
namun tidak ada yang bisa menjamin apakah pasien dan
keluarga mengetahui faktor resiko apa yang dapat
membuat penyakitnya kambuh, penanganan apa yang
dilakukan bisa terjadi kegawatdaruratan terhadap
kondisi penyakitnya, untuk itu pelaksanaan discharge
planning di rumah sakit apalagi dengan penyakit kronis
seperti stroke, diabetes mellitus, penyakit jantung dan
lain-lain yang memiliki resiko tinggi untuk kambuh dan
berulangnya kondisi kegawatan sangat penting dimana
akan memberikan proses deep-learning pada pasien hingga
terjadinya perubahan perilaku pasien dan keluarganya
dalam memaknai kondisi kesehatannya.
49
Page 50
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 008
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
PKMRS
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
5Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
1.Pengertian : Tata cara penyuluhan secara
individu / keluarga tentang hal yang berhubungan
dengan penyakitnya.Pasien dapat mengerti tentang hal
hal yang berhubungan dengan penyakitnya.
2.Tujuan : sebagai acuan dalam pemberian
penyuluhan secara individu / keluarga
3.Prosedur : 1.Membuat SAP sesuai dengan
penyuluhan.
2.Berkomunikasi dengan
pasien dan keluarganya
3.Menggunakan cara
diskusi atau demonstrasi
50
Page 51
4.Menggunakan alat
bantu bila diperlukan
5.Mengadakan evaluasi
6.Memberikan umpan
balik
7.Menyusun rencana
lanjutan
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL No. SPO: 009
SPO – Ners
F2-24Tanggal dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
DOKUMENTASI KEPERAWATAN
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
DOKUMENTASI INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pengertian
51
Page 52
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai
setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan
rencana dokumentasi (Iyer, Taptich & bernocchi-Losey, 1996).
Secara tradisional, rencana keperawatan diartikan sebagai
suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah,
tujuan, dan intervensi. Sebagaiman disebutkan sebelumnya,
rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan
keperawatan kepada klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan
keperawatan perlu suatu perencanaan yang baik. Misalnya, semua
klien pasca operasi memerlukan suatu pengamatan tentang
pengelolaan cairan dan nyeri sehingga semua tindakan
keperawatan harus distandarisasi. Standar tindakan tersebut
dapat dibaca di SAK (Standar Asuhan Keperawatan) atau SOP
(Standar Operasional) dari Depkes R.I (1995).
2. Gambaran perencanaan
Dokumentasi keperawatan dimulai dari pengumpulan data dan
analisa masalah. Kemudian perawat memasukkan informasi ini
dalam catatan perawatan untuk memikirkan rencana perawatan.
Prioritas masalah klien berdasarkan hasil dan jenis tindakan
perawatan yang memberikan koreksi terhadap cara kerja perawat
demi pencapaian tujuan. Penetapan rencana perawatan yang
lengkap adalah mekanisme dari proses keperawatan.
Tujuan dari rencana perawatan adalah memberikan tindakan
perawatan berdasarkan respon klien terhadap masalah
kesehatannya,dan mencegah masalah baru yang akan timbul
3. Dokumentasi tindakan keperawatan
52
Page 53
Perencanaan dan tindakan keperawatan adalah tahap dalam
proses keperwatan berdasarkan masalah aktual dari klien.
Tujuan intervensi adalah sebagai pengantar untuk mengatur
atau mendesain tindakan perawatan berdasarkan respon klien
terhadap masalah kesehatannya, dengan sasaran mencegah,
menghilangkan atau meminimalkan penyebab yang mempengaruhi
status kesehatan tersebut.
Tujuan dokumentasi tahap perencanaan:
2.1 Sebagai kerangka kerja dalam implementasi keperawatan
2.2 Merupakan inti dokumentasi keperawatan yang berorientasi
pada masalah
2.3 Sebagai referensi dalam melkukan modifikasi rencana
keperawatan
2.4 Sarana komunikasi tim keperawatan dalam pendelegasian
tugas/instruksi keperawatan
2.5 Sebagai landasan ilmiahyang logis dan sistimatis dalam
mengerjakan asuhan keperawatan kepada pasien.
2.6 Agar semua rencan tindakan dapat dipilih disesuaikan
kondisi klien sehingga efektif.
4. Jenis Intervensi
Maksud dokumentasi adalah menemukan secara tepat sebagai
gambaran intervensi keperawatan yang meliputi:
3.1 Intervensi terapeutik
Tindakan terapeutik adalah asuhan keperawwatan yang langsung
sesuai dengan keadaan klien. Rencana keperawatan yang lebih
dari satu harus dikerjakan sungguh-sungguh sesuai prioritas
masalah dalam diagnosa keperawatan.
3.2 Intervensi pemantapan/observasi
53
Page 54
Proses ini membutuhkan ketajaman observasi perawat termasuk
keterampilan mengevaluasi yang tepat di atas. Program yang
lebih dari yang sangat menentukan kesehatan klien. Perawat
harus dapat melihat perkembangan yang baik dan buruk dari
klien seperti mengobservasi tanda-tanda vital. Tindakan
keperawatan Surveilleance, meliputi :
3.2.1 Tanda - tanda vital
3.2.2 Kesadaran
3.2.3 Produksi urine
3.2.4 Monitor gula darah
3.2.5 Monitor Blood Gas
3.2.6 Pemeriksaan fisik jantung, paru dan lain-lain
3.2.7 Observasi emosional ( tingkah laku, komunikasi dan
lain- lain )
3.2.8 Monitoring Jantung
3.2.9 Monitoring respirasi
3.2.10 Monitoring Janin
3.2.11 Monitoring intake / output
5. Komponen penting pada Dokumentasi Intervensi
Dokumentasi intervensi mengidentifikasi, mengapa
sesuatu terjadi terhadap klien, apa yang terjadi, kapan,
bagaimana, dan siapa yang melakukan intervensi.
: harus dijelaskan alasan tindakan harus dilaksanakan dan
data yang ada dari hasil dokumentasi pengkajian dan diagnosa
keperawatan.
: ditulis secara jelas ringkas dari pengobatan / tindakan
dalam bentuk Action Verbs.
: mengandung aspek yang penting dari dokumentasi
54
Page 55
intervensi. Pencatatan waktu melaksanakan intervensi sangat
penting dalam hal pertanggungjawaban hukum dan efektifitas
tindakan tertentu.
: tindakan dilaksanakan dalam penambahan pencatatan yang
lebih detail. Misalnya, “ miring kanan / kiri dengan bantuan
perawat ” menandakan suatu prinsip ilmiah dan rasional dari
rencana tindakan . Metode ini akan bisa meningkatkan dalam
upaya – upaya penggunaan prosedur keperawatan yang tepat.
: siapa yang melaksanakan intervensi harus selalu
dituliskan pada dokumentasi serta tanda tangan sebagai
pertanggungjawaban.
Intervensi yang memerlukan suatu dokumentasi khusus
Ada dua intervensi yang memerlukan dokumentasi
khusus, yaitu :
Prosedur “ Invasive ”
Tindakan invasive merupakan bagian yang penting dari
proses keperawatan , karena memerlukan pengetahuan tentang
IPTEK yang tinggi. Untuk itu pengetahuan lanjutan diperlukan
dalam upaya meningkatkan tanggungjawab dalam pemberian
intervensi. Misalnya perawat memberikan tranfusi darah ,
chemotherapie, memasang cathether. Tindakan tersebut diatas
akan membawa resiko yang tinggi pada klien terhadap komplikasi
, yang tentunya perlu informed consent sebelum tindakan
dilaksanakan.
Intervensi mendidik klien
Perawat berperan penting dalam mengenal kebutuhan belajar
klien. Dalam rencana mendidik klien dan memelihara laporan
kegiatannya membutuhkan pendidikan. Kegiatan ini dilakukan
55
Page 56
secara terus – menerus agar klien memahami betul serta merubah
sikap dan tingkah lakunya. Apabila perencanaan tidak dapat
dilaksanakan maka akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.
Contoh rencana pendidikan yang berlawanan dengan pendidikan
yang dilaksanakan secara kebetulan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Rencana pendidikan Pendidikan yang dilaksanakan
secara kebetulan1. Kebetulan belajar
pasien termasuk seluk beluk
belajar objektif dan
strategi mengajar
2. Kegiatan yang
dilaksanakan sesuai jadwal
3. Melaksanakan perawatan
secara kontinyu mengenai
kebersihan diri setelah
kembali ke rumah
1. Memberikan nasehat dan
dorongan secara umum yang
berkesinambungan
2.Memberikan kesempatan
selama pertemuan untuk
mengenal cara belajar
3. Mengenal pelajaran yang
kurang dan membutuhkan
rencana belajar secara formal4. Rencana tindakan keperawatan meliputi :
4.1 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan harus merupakan prioritas untuk
merawat klien. Hal tersebut harus menyangkut langsung kearah
situasi yang mengancam kehidupan klien.
4.2 Kriteria hasil
Setiap diagnosa keperawatan hartus mempunyai sedikitnya
satu kriteria hasil. Kriteria hasil dapat diukur dengan tujuan
yang diharapkan yang mencerminkan masalah klien.
4.3 Rencana tindakan keperawatan
56
Page 57
Tindakan keperawatan adalah memperoleh tanggung jawa
mandiri, khususnya oleh perawat yang dikerjakan bersama dengan
perintah medis berdasarkan maslaah klien dan antuan yang
dterima klien adalah hasil yang diharapkan. Masing-masing
masalah klien dan hasil yang diharapkan didapatkan paling
sedikit dua rencana tindakan.
5. Prinsip penulisan rencana tindakan yang efektif :
5.1 Sebelum menuliskan rencana tindakan, kaji ulang semua
data yang ada sumber data yang memuaskan meliputi :
Pengkajian sewaktu klien masuk rumah sakit. Diagnosa
keperawatan sewaktu masuk rumah sakit. Keluahan utama klien
ataualasan dalam berhuungan dengan pelayanan kesehatan.
Pemeriksaan penunjang. Latar belakang sosial budaya. Riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik. Observasi dari tim kesehatan
lain.
5.2 Daftar dan jenis masalah aktual resiko dan
kemungkinan. Berikan prioritas utama pada maslah aktual yang
mengancam kesehatan.
5.3 Untuk mempermudah dan bisa dimengerti dalam memubuat
rencana tindakan berikanlah ganbaran dan ilustrasi :
(contoh) bila mungkin diagnosa khususnya sangat membantu
ketika teknologi canggih digunakan untuk perawtan klien atau
ketika menggambarkan lokasi anatomi.
5.4 Tuliskan dengan jelas khusus, terukur, kriteria hasil
yang diharapkan untuk mentapakan masalah ersama dengan klien
tentukan keterampilan kognitif, afektif dan psikomotor yang
memerlukan perhatian.
5.5 Selalu ditanda-tangani dan diberi tanggal rencana
57
Page 58
tindakan, hal ini perting karena seorang perawat
profesionalakan bertanggung jawab dan ertanggung gugat untuk
melaksanan rencana tindakan yang telah tertulis.
5.6 Mulai rencana tindakandengan menggunakan action
verb.Catat tanda-tanda vital setiap pergantian dines. Timbang
BB setiap hari
5.7 Alasan prinsip specivity untuk menuliskan diagnosa
keperawatan.: Bagaimana prosedur akan dilaksanakan. Kapan dan
berapa lama. Jelaskan secara singkat keperluan apa yang perlu
dipenuhi, termasuk tahapan-tahapan tindakan.
5.8 Tuliskan rasional dari rencana tindakan.
5.9 Rencana tindakan harus selalu tertulis dan ditanda-
tangani
5.10 Rencana tindakan harus dicatat seagai hal yang permanen
5.11 Klien dan keluarganaya jika memungkinkan diikutsertakan
dalam perencanaan
5.12 Rencana tindakan harus sesuai dengan waktu
yangditentukan dan diusahakan untuk selalu diperbaharuai
misalnya setiap pergantian dines, setiap hari, dan atau
sewaktu-waktu diperlukan.
6. Kriteria perencanaan harus mencakup:
6.1 Perumusan tujuan
1 Berfokus pada masyarakat
2 Jelas dan singkat
3 Dapat diukur dan diobservasi
4 Realistis
5 Ada target waktu
6 Melibatkan peran serta masyarakat
58
Page 59
7 Rencana tindakan
8 Tetapkan tehnik dan prosedur yang akan digunakan.
9 Mengarah pada tujuan yang akan dicapai.
10. Realistis
11. Disusun berurutan dan ada rasionalnya
12. Kriteria hasil
13.Menggunakan kata kerja yang tepat
14. Dapat dimodifikasi Spesifik
7. Tujuan penulisan tindakan keperawatan tersebut adalah
sebagai berikut:
7.1 Mengkomunikasikan/memberitahukan tindakan keperawatan dan
rencana perawatan selanjutnya pada perawat yang lain.
7.2 Memberikan petunjuk yang lengkap dari tindakan perawatan
yang perlu di laksanakan untuk menyelesaikan masalah klien.
7.3 Menjadi bahan bukti yang benar dari tujuan langsung dengan
maksud mengenal masalah klien di atas.
7.4 Sebagai dasar untuk mengetahui efektifitas perencanaan jika
diperlukan untuk merevisi perencanaan.
Pentingnya dokumentasi rencana asuhan keperawatan :
8.1 1 Berisikan informasi yang penting dan jelas
8. 2 Sebagai alat komunikasi antara perawat dan perawat
8.3 3 Memudahkan melaaksanakan maslah keperawatan yang
bekelanjutan.
8 4 Dokumentasi yang ekslusif untuk pencatatan hasil yang
diharapkan untuk pasien.
9. Patokan Dokumentas
Perencanaan perawatan menggambarkan kebebasan dan
ketidakbebasan tindakan perawat pada klien sebagai bagian
59
Page 60
pemeliharaan kesehatan pribadi. Patokan kerja mewakili
keputusan praktik keperawatan berdasarkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang layak dan dikombinasika untuk menetapkan
rencana sesuai dengan kondisi klien.
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 010
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
PENDELEGASIAN
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
5Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Delegasi wewenang adalah proses dimana manajer
mengalokasikan wewenang kepada bawahannya.
60
Page 61
2. Tujuan
a. Memberi tugas, wewenang, dan tanggung
jawab kepada
perawat/ bidan secara proporsional
b. Memberi kesempatan
kepada perawat/ bidan untuk mengembangkan diri
c. Meningkatkan mekanisme
kerjaorganisasi
d. Mendorong perawat/ bidan untuk
berorientasi pada target dan sekaligus
kualitas
3. Prosedur
a. Membuat perencanaan ke depan dan mencegah
masalah.
b. Menetapkan tujuan dan sasaran yang realistis
c. Menyetujui standar kerja
d. Menyelaraskan tugas atau kewajiban dengan
kemampuan bawahan
e. Melatih dan mengembangkan staf bawahan
dengan memberikan tugas dan wewenang baik
secara tertulis maupun lisan.
f. Melakukan kontrol dan mengkoordinasikan
pekerjaan bawahan dengan mengukur pencapaian
tujuan berdasarkan standar serta memberikan
umpan balik prestasi yang dicapai.
g. Kunjungi bawahan lebih sering dan dengarkan
keluhan - keluhannya.
h. Bantu mereka untuk memecahkan masalahnya
61
Page 62
dengan memberikan ide ide baru yang
bermanfaat.
i. Memberikan ‘reward’ atas hasil yang dicapai.
j. Jangan mengambil kembali tugas yang sudah
didelegasikan.
B. SPO Prasat
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 001
SPO – Ners
F2-24
62
Page 63
Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Elektrokardiogram
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
5Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Elektrokardiografi (EKG) merupakan pemeriksaan non
infasif paling sering digunakan sebagai alat bantu
diagnosis penyakit jantung yang merupakan gambaran
grafik dari potensial listrik yang dibuat oleh
jaringan jantung.
2. Tujuan
2.1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan peran perawat dalam
penggunaan alat EKG .
2.2 Tujuan Khusus
1) Mampu mengetahui cara penggunaan alat EKG.
2) Mampu mengetahui letak leads / sadapan.
3. Prosedur
3.1 Persiapan Alat
1. Elektrokardiograf alat ini adalah alat pokok (basic
instrument)
63
Page 64
2. Alat-alat pembantu (accessories), terdiri atas:
a. Kawat Penerima Arus (Power Cable)
b. Kawat Penghubung Dengan Bumi (Ground Cable)
c. Kawat Electrode (Electrode Cable)
d. Gel (penghantar arus listrik antara permukaan
tubuh dan elektroda)
3.2 Tahap Kerja
Pasien harus berbaring dengan tenang dan tidak
bergerak sebab impuls yang menimbulkan gerak tersebut
dapat mengacaukan bentuk elektrokardiogram sehingga
sukar dikaji.
Semua alat-alat yang terbuat dari logam (jam
tangan, perhiasan dan lain-lain) harus dilepaskan.
Kemudian lakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pasanglah hubungan antara elektrokardiograf dengan
sumber arus listrik, bumi dan elektroda. Hidupkanlah
elektrokardiograf dan periksalah apakah
elektrokardiograf berfungsi (lampu hijau menyala).
Kemudian matikanlah kembali elektrokardiograf
tersebut.
2. Anjurkan klien untuk berbaring dengan tenag dan
daerah dada dibuka. Berikan penjelasan mengenai
tujuan dan jalannya prosedur pemeriksaan. Kepala
diberikan bantal dan perhiasan yang dipakai
dilepaskan.
3. Bersihkan permukaan kulit kedua pergelangan tangan
dan kaki dengan menggunakan kapas beralkohol.
64
Page 65
4. Berikan keempat elektroda ekstremitas dengan EKG
jelly secukupnya dan pasang elektroda tersebut di
tempat yang telah dibersihkan.
5. Hubungkan kabel penghubung klien dengan elketroda
sebagai berikut :
Kabel RA (right arm) merah dihubungkan dengan
elektroda tangan kanan
Kabel LA (left arm) kuning dihubungkan dengan
elketroda tangan kiri
Kabel LL (left leg) hijau dihubungkan dengan
elektroda di kaki kiri
Kabel RL (right leg) hitam dihubungkan dengan
elketroda di kaki kanan.
6. Bersihkan permukaan kulit dada dengan kapas alcohol,
berikan jelly juga, pasang elektroda di tempat yang
telah dibersihkan.
7. Hubungkan kabel penghubung klien dengan elektroda
sebagai berikut :
C1 : ICS 4 garis sternal kanan, dengan kabel
merah
C2 : ICS 4 gari strenal kiri, dengan kabel
kuning
C3 : pertengahan garis lurus antara C1 dan
C2, warna hijau
C4 : ICS 5 kiri di garis midklavikula
C5 : titik potong garis aksila kiri dengan
garis mendatar C4
C6 : titik potong garis aksila kiri dengan
65
Page 66
garis mendatar dari C4 dan C5.
C1 dan C2 merupakan titik untuk mendengarkan
bunyi jantung I dan II
8. Hidupkanlah kembali elektrokardiograf. Putarlah
tombol pengatur lead pada daerah netral (huruf c)
dan aturlah agar jarum pencatat menunjuk ke tengah-
tengah kertas grafik; jarum ini akan melukiskan
garis dasar.
9. Jalankanlah kertas grafik. Lakukanlah kalibrasi
dengan menekan tombol kalibrasi beberapa kali;
pergunakanlah kalibrasi pada angka 1. Kemudian
hentikan kembali kertas grafik.
10. Putarlah tombol pengatur lead pada lead I
dan aturlah agar garis dasar terletak ditengah-
tengah kertas grafik. Jika pada waktu mencatat jarum
pencatat membentur pinggir tempat perekam, aturlah
agar jarum tersebut jauh dari pinggir tempat
perekam.
11. Jalankanlah kembali kertas grafik sampai
sepanjang lebih kurang 15 cm, lalu hentikan kembali
kertas grafik.
12. Putarlah tombol pengatur lead pada lead II
dan aturlah kembali letak garis dasar.
13. Jalankan kembali kertas grafik sampai
sepanjang lebih kurang 15 cm, lalu hentikan kembali
kertas grafik seperti yang dilakukan tadi.
14. Putarlah tombol pengatur lead pada lead III
dan lakukanlah hal yang sama seperti tadi pada lead
66
Page 67
III ini.
15. Rekamlah elektrokardiogram pada leads aVR,
aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5, dan akhirnya V6 dengan
cara seperti yang telah dilakukan tadi secara
berturut-turut.
16. Dengan menekan tombol yang sesuai, catat
berturut-turut :
Hantaran satndar Einthoven : I, II, III
Hantaran “Augmented extremity leads: : aVL,
aVR, dan aVF.
Hantaran “Wilson perkordial leads” : V1, V2,
V3, V4, V5, dan V6.
Tiap hantaran dicatat untuk 3-5 siklus.
17. Setelah perekaman selesai, matikanlah
elektrokardiograf dan kembalikanlah semua peralatan
pada tempatnya kembali.
Kecepatan baku yang biasa digunakan adalah 25
mm/detik sehingga tiap mm kertas menunjukkan 0,04
detik. Tiap kotak besar (5 mm) menunjukkan 0,20 detik.
Kebanyakan mesin EKG mempunyai 2 kecepatan yakni 25
mm/detik dan 50 mm/detik.
Standarisasi amplitudo baku yang biasa dipakai
adalah 1, artinya tiap 1 cm defleksi vertical
menunjukkan 1 mV. Bilamana gambaran EKG terlalu besar
sehingga seluruh deflekski gelombang QRS tidak
tertangkap, maka standarisasi dapat diturunkan menjadi
½ (dalam hal ini 1 mV sama dengan 0,5 cm atau 5 mm).
18. Bersihkan permukaan elektrodan dengan kapas
67
Page 68
alcohol/tissue
19. Tuliskan identitas klien di pojok kiri atas,
meliputi : nama, usia, jenis kelamin, jam
pemeriksaan.
20. Setelah selesai pencatatan, rapikan dan bersihkan
alat seperti semula
21. Tempelkan hasil perekaman serapi mungkin di lembar
lampiran.
3.3 Tahap Terminasi
1.Bersihkan daerah dada pasien yang telah diperiksa ekg
dengan kassa atau tissu
2.Bereskan alat
3.Memberikan salam kepada pasien dan ucapan
terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Thaler, MS . 2000. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan,
edisi kedua. Jakarta : Hipokrates
68
Page 69
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 002
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Irigasi Colostomy
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari 5
Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing AkademikA. Pengertian.
Irigasi kolostomi merupakan prosedur yang harus
dilakukan pada klien dengan kanker kolon dan/atau
rektum yang telah dibuatkan cara dan lokasi
evakuasi kotoran melalui operasi saluran cerna.
Irigasi dapat dilakukan paling dini 5-6 hari
setelah operasi.
B. Tujuan.
Prosedur ini bertujuan untuk mengosongkan isi
kolon (dari feces, gas, lendir), membersihkan
saluran cerna bagian bawah, menetapkan pola
evakuasi yang teratur sehingga kegiatan normal
tidak terganggu.
69
Page 70
C. Peralatan.
- Irigator (wadah khusus untuk irigasi)
- Cairan irigasi (air masak, hangat kuku) 500-
1500 cc, atau cairan lain untuk irigasi sesuai
program medis.
- Selang.
- Konektor (penyambung selang).
- Klem (yang bisa dipakai dengan hanya
menggunakan satu tangan).
- Kateter karet no. 22 atau 24 atau corong
plastik khusus untuk irigasi colostomy.
- Kantung/sarung irigasi (yang bisa ditempelkan).
- Kantung palstik untuk tempat sampah/barang yang
basah.
- Kertas toilet.
- Pelumas.
D. Prosedur.
1. Mencuci tangan.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur irigasi
kolostomi pada klien.
3. Menyaipkan klien untuk irigasi Colostomi :
- Memilih waktu yang tepat untuk irigasi
colostomy.
- Menggantungkan irigator 45-50 cm diatas
stoma (setinggi bahu klien, bila duduk)
- Mendudukkan klien di depan commode atau di
commode.
- Mengangkat balutan/kantung colostomi dan
70
Page 71
memasukkan kedalam kantung palstik yang sudah
disediakan.
4. Memasang lengan (sarung) irigasi ke stoma dan
meletakkan ujungnya dalam commode/toilet.
5. Mengalirkan cairan melalui selang dan corong
irigasi.
6. Memberi pelumas pada kateter dan memasukkan ke
stoma dengan cermat (tidak boleh lebih dari 8
cm); memegang corong dengan baik.
7. Bila kateter tidak bisa masuk dengan mudah,
mengalirkan cairan secara perlahan ketika
memasukkan kateter dan tidak memaksa kateter
masuk.
8. Mengalirkan cairan ke kolon perlahan-lahan.
Menghentikan cairan (mengklem selang) bila
terjadi kram perut dan memberi klien waktu
untuk istirahat sejenak, sebelum melanjutkan
prosedur. Cairan dialirkan dalam waktu 5-10
menit.
9. Mempertahankan corong pada tempatnya selama 10
menit setelah cairan dimasukkan, kemudian
angkat perlahan-lahan.
10. Memberi waktu selama 10 menit agar cairan
mengalir keluar; mengeringkan ujung kantung
irigasi dan menempelkan ke atas (mengklem ujung
kantung).
11. Mempertahankan kantung di tempat selama 20
menit dan menganjurkan klien untuk ambulasi.
71
Page 72
Kewaspadaan :
Setelah tindakan selesai :
a. Membersihkan dan mengeringkan area stoma
dengan air dan sabun.
b. Memasang perlindungan kulit dan mengganti
balutan pada colostomy.
12. Mendokumentasikan prosedur dan respons
klien pada catatan klien.
13. Mencuci alat bekas pakai dengan air dan
sabun, mengeringkan dan menyimpannya kembali.
14. Mencuci tangan.
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 003
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Oksigenasi
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
5Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
72
Page 73
Pembimbing Akademik1.Pengertian
Pemberian oksigen merupakan tindakan memberikan oksigen
ke dalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan
alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat
melalui tiga cara yaitu melalui kanula, nasal, dan
masker. Pemberian oksigen tersebut bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya
hipoksia.
Persiapan Alat dan Bahan :
1) 1.Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan
humidifier
2) 2.Nasal kateter, kanula, atau masker
3) 3.Vaselin,/lubrikan atau pelumas ( jelly)
Prosedur Kerja :
1) 1.Cuci tangan
2) 2.Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang
akan dilakukan
3) 3.Cek flowmeter dan humidifier
4) 4.Hidupkan tabung oksigen
5) 5.Atur posisi semifowler atau posisi yang telah
disesuaikan dengan kondisi pasien.
6) 6.Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
7) Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak
hidung dengan telinga, setelah itu berikan
lubrikan dan masukkan.
8) 7.Catat pemberian dan lakukan observasi.
73
Page 74
9) 8.Cuci tangan
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 004
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Pengukuran Tanda Vital
( Pernafasan, Nadi,
Tekanan Darah Dan Suhu )
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10
Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik1. Pengertian
1.1 Pernafasan
menghitung jumlah pernafasan ( inspirasi
yang diikuti ekspresi selama 1menit).
1.2 Nadi
menghitung frekuensi denyut nadi
( loncatan aliran darah yang dapt teraba yang
terdapat di berbagai titik anggota tubuh
melalui perabaan pada nadi, yang lazim
diperiksa atau diraba pada radialis).
74
Page 75
1.3. Tekanan darah
melakukan pengukuran tekanan darah ( hasil dari
curah jantung dan tekanan darah
perifer )mdengan menggunakan spygnomanometer
dan stetoskop.
1.4 Suhu
mengukur suhu tubuh dengan mengguanakan
termometer yang di pasangkan di mulut, aksila
dan rektal.
2. Tujuan
2.1 Pernafasan
a) Mengetahui kesdaan umum pasien
b) Mengetahui jumlah dan sifat pernafasan
dalam rentan 1 menit
c) Mengikuti perkembangan penyakit
d) Membantu menegakkan diagnosis
2.2 Nadi
a) Mengetahui denyut nadi selama rentan waktu
1 menit
b) Mengetahui keadaan umum pasien
c) Mengetahui intgritas sistem kardiovaskulr
d) Mengukuti perjalanan penyakit
2.3 Suhu
a) Mengetahui suhu tubuh pasien untuk
menentukan tindakan keperawatan
75
Page 76
b) Membantu menegakkan diagnosis
2.4 Tekanan darah
a) Mengetahui keadaan hemodinamik pasien
b) Mengetahui keadaan kesehatan pasien secara
menyeluruh
4. Indikasi
a) Pada pasien yang baru masuk dan untuk
dirawat
b) Secara rutin pada pasien yang dirawat
c) Sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan
pasien
5. Persiapan Alat
1) Pernafasan
Stop watch atau jam tangan, pena dan buku
2) Nadi
Stop watch atau jam tangan, pena dan buku
3) Tekanan darah
Stotoskop, spygnomanometer, pena dan buku
4) Suhu
Termometer aksila, atau termometer mulut atau
rektum, tissue, air bersih, air sabun, air
desinfektan, savlon didalam bitol, pena dan
buku.
76
Page 77
6. Prosedur
5.1 Tahap prainteraksi
a) Baca status pasien
b) Lakukan verifikasi order yang ada untuk
pemeriksaan
c) Mencuci tangan
d) siapkan alat
5.2 Tahap orientasi
a) Menberi salam, pangil pasien dengan
panggilan yang di senangi
b) Memperkenalkan nama pasien
c) Jelaskan prosedur dab tujuan tindakan
pada pasien dan keluarga
d) Berikan kesempatan pasien dan keluarga
untuk bertanya
e) Jaga privacy pasien
5.3 Tahap kerja
1. Memberikan kesempatan pada pasien dan
keluarga untuk bertanya sebelum tindakan
dimulai
2. Menggunakan sarung tangan
3. Menanyakan keluhan utama melakukan
penilaian sesuai dengan prosedur
4. Melakukan kegiatan sesuai perencanaan
a. Penilaian pernafasan
1. Menjelaskan prosedur kepada pasien bila
hanya khusus menilai pernafasan
2. Membuka baju pasien jika perlu
77
Page 78
untukmengobservasi gerakan dada
3. Letakan tangan pada dada,
mendobservasikeadaan dan kesimetrisan gerak
pernafasan
4. Menentukan irama pernafasan
5. Menghitung pernafasan slama 1 menit atau
60 detik
6. Mendengarkan bunyi pernafasan,
kemungkinana ada bunyi abnormal
7. Mencuci tangan
b. Penilaian denyut nadi radialis
1. Mengatur posisi pasien dengan nyaman dan
rileks
2. Menekan kulit pada area arteri radialis
dengan menggunakan 3 jari yang kemudian
meraba denyut nadi
3. Menekan arteri radialis kuat dengan
menggunakan jari-jari 1 menit atau 60 detik,
jika tidakteraba denyutan, jari-jari digeser
kekanan atau kekiri hingga denyut nadi dapat
dirasakan
4. Denyut pertama akan terasa atau teraba
kuat, jika denyut hilang 5. Rabalah, tekanlah
hinggadenyut terasa kuat kembali
6. Mencuci tangan
c. Penilaian tekanan darah
1. Mnyiapkan posisi pasien
2. Menyingsingkan lengan baju pasien
78
Page 79
7. Memasang manset 1 inchi ( 2,5 cm )
diatas nadi branchialis ( melakukan palpasi
nadi branchialis )
8. Mengatur tensi meter agar siapdipakai
( untuk tensi air raksa ) menghubungkan pipa
tensi meter dengan pipa manset, menutup
sekrup balon manset, membuka kunci resevoir
9. Meletakan diafragma stotoskop diatas
tempat denyut nadi tanpa menekan nadi
branchialis
10.Memompa balon manset ±180 mmHg
11.Mengendorkan pompa dengan cara membuka
skrup balon manset hingga melawati bunyi
denyut nadi yang terdengar terakhir
12.Pada saat mengendurkan pompa perahtikan
bunyi denyut nadi pertama ( syistol ) sampai
denyut nadi terakhir ( diastol ) jatuh
diangka berapa sesuai dengan sekala yang ada
di tensi meter
13.Jika pengukuran belum yakin, tunggu 30
detik dan lalu lengan ditinggikan diatas
jantung untuk mengalirkan darah dari lengan
setelah itu ulangi lagi, hingga merasa yakin
dan mendapat hasil yang akurat
14.Melepaskan manset
15.Mengembalikan posisi pasien dengan senyaman
mungkin
16. Mencuci tangan
79
Page 80
d. Penilaian suhu pada aksila
1. Mengamati angka yang di tunjuk air
raksa dengan benar
2. Menurunkan air raksa bila perlu
3. Mengatur posisi pasien
4. Meletakan termimeter di ketiak tangan
kanan atau tangan kiri dengan posisi ujung
termometer dibawah kemudian pasien disuruh
menjepit termometer dengan cara tangan
kanan atau tangan kiri memegang bahu secara
bersilangan
5. Menunggu sekitar 5 menit
6. Mengambil termometer setelah 5 menit
kemudian mengelap termometer dengan cara
berputar dari urutan yang paling bersih
keurutan yang paling kotor
7. Menbaca hasil pengukuran suhu yang
ditunjukan air raksa dengan segera
8. Merapikan baju dan posisi pasien
senyaman mungkin
9. Mencelupkan termometer dengan
urutan air savlon, air sabun dan bilas
dengan sir bersih
10. Mengeringkan termometer dengan
menggunakan tissue
11. Mengembalikan atau menurunkan posisi air
raksa
12. Mencuci tangan
80
Page 81
5.4 Tahap Terminasi
1. Menanyakan kepada pasien apa yang
dirasakan setelah dilakukan tindakan
2. Menyimpulkan prosedur yang telah
dilakukan
3. Melakukan kontrak untuk tindakan
selanjutnya
4. Berikan penghargaan sesuai dengan
kemampuan pasien
5. Mengakhiri kegiatan dengan memberikan
salam
5.5 Dokumentasi
1. Catat seluruh hasil kegiatan tindakan
dalam buku, beri waktu pelaksanaan kegiatan
dan tanda tangan perawat jaga.
STANDAR PROSEDUROPERASIONAL
No. SPO: 005
SPO – Ners
F2-24
Tanggaldibuat:
Tanggalberlaku:
Nama Departemen:
81
Page 82
2 April 2014 3 April 2014 KMB
Judul:
Injeksi IntraCutan
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari 5
Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
1. Pengertian
Memasukkan cairan obat langsung pada lapisan
dermis atau di bawah epidermis atau permukaan
kulit.
2. Tujuan
Digunakan untuk test tuberkulin atau tes alergi
terhadap obat-obatan tertentu.
Pemberian vaksinasi
3. Indikasi
Pasien yang membutuhkan tes alergi (mantoux tes)
Pasien yang akan melakukan vaksinasi.
Menegakkan diagnosa penyakit.
Sebelum memasukkan obat.
82
Page 83
4. Kontra Indikasi
Pasien yang mengalami infeksi pada kulit.
Pasien dengan kulit terluka.
Pasien yang sudah dilakukan skin tes.
5. Persiapan Pasien
Pastikan identitas klien
Kaji kondisi klien
Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya
tindakan yang dilakukan
Jaga privacy klien
Atur posisi klien
6. Persiapan Alat
Handscoon 1 pasang
Spuit steril dengan jarum no. 25-27 atau spuit
insulin 1 cc
Bak instrument
Kom berisi kapas alcohol
Perlak dan pengalas
Bengkok
Obat injeksi dalam vial atau ampul
Daftar pemberian obat
Kikir ampul bila diperlukan
Buku catatan
7. Cara Kerja
83
Page 84
Tahap Orientasi
Berikan salam, panggil klien dengan namanya
(kesukaanya)
Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien/keluarga
Tahap Kerja
Cuci tangan
Siapkan obat
Mengidentifikasi pasien dengan prinsip 5 B
(Benar obat, dosis, pasien, cara pemberian dan
waktu)
Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan
Mengatur posisi senyaman mungkin.
Letakkan perlak dan pengalas dibawah daerah
yang akan di injeksi
Pilih area penyuntikan
Pakai sarung tangan
Bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol
dengan gerakan sirkuler
Pegang kapas alcohol pada jari tangan non
dominan
Buka tutup jarum
Tempatkan ibu jari tangan non dominan 2,5 cm di
bawah area penusukan
Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan dengan
tangan dominan masukkan jarum tepat dibawah
84
Page 85
kulit dengan sudut 15o
Masukkan obat perlahan-lahan, perhatikan sampai
adanya bula
Cabut jarum sesuai sudut masuknya
Usap pelan daerah penusukan dengan kapas
alkohol. Jangan di tekan
Buat lingkaran pada bula degan menggunakan
pulpen/ spidol. Dengan diameter + 5 cm
Observasi kulit terhadap kemerahan dan bengkak
atau reksi sistemik (10-15 menit).
Kembalikan posisi klein
Tahap Terminasi
Evaluasi respon klien
Berikan reinforcement positif
Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
Mengakhiri kegiatan dengan baik
8. Dokumentasi
Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal
dan jam pelaksanaan
Catat hasil tindakan (respon subjektif dan
objektif) di dalam catatan
Bersihkan dan kembalikan peralatan yang
digunakan pada tempatnya
Buka APD dan cuci tangan
Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
85
Page 86
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 006
SPO – Ners
C2-24
Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
PEMBERIAN INJEKSI
INTRAMUSKULAR
No.
Revisi:
01Hal. 1 dari 5
Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
1. Pengertian
Memberikan obat-obatan melalui Alat suntik kedalam
otot
1. Tujuan
86
Page 87
Sebagai acuan penatalaksanaan tindakan suntikan
pengobatan kedalam otot
1. Indikasi
Pasien yang membutuhkan suntikan melalui im.
Sesuai perintah dokter..
4. Persiapan Pasien
Pastikan identitas klien
Kaji kondisi klien
Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya
tindakan yang dilakukan
Jaga privacy klien
Atur posisi klien
1. Persiapan Alat
Disp. Spuit
Bak instrument
Kom berisi kapas alcohol
Perlak dan pengalas
Bengkok
Obat injeksi dalam vial atau ampul
Daftar pemberian obat
Kikir ampul bila diperlukan
Buku catatan
1. Cara Kerja
Tahap Orientasi
Berikan salam, panggil klien dengan namanya
87
Page 88
(kesukaanya)
Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien/keluarga
Tahap Kerja
Cuci tangan
Siapkan obat
Mengidentifikasi pasien dengan prinsip 5 B
(Benar obat, dosis, pasien, cara pemberian dan
waktu)
Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan
Mengatur posisi senyaman mungkin.
Letakkan perlak dan pengalas dibawah daerah
yang akan di injeksi
Pilih area penyuntikan
Pakai sarung tangan
Bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol
dengan gerakan sirkuler
Pegang kapas alcohol pada jari tangan non
dominan
Buka tutup jarum
Jarum disuntikkan pada daerah yang akan
disuntik dengan arah 90 derajat
Penghisap ditarik sedikit, bila ada darah obat
jangan dimasukkan.
Obat disemprotkan perlahan-lahan
Setelah obat masuk seluruhnya jarum ditarik
88
Page 89
dengan cepat
Kulit ditekan dengan kapas alcohol sambil
melakukan masase
Kembalikan posisi klein
Tahap Terminasi
Evaluasi respon klien
Berikan reinforcement positif
Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
Mengakhiri kegiatan dengan baik
8. Dokumentasi
Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal
dan jam pelaksanaan
Catat hasil tindakan (respon subjektif dan
objektif) di dalam catatan
Bersihkan dan kembalikan peralatan yang
digunakan pada tempatnya
Buka APD dan cuci tangan
Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 007
SPO – Ners
89
Page 90
F2-24
Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Rawat Luka
No.
Revisi:
01Hal. 1 dari 5
Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
2. Pengertian
Suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
membersihkan, mengobati, menutup dan membalut luka
2. Tujuan
Mencegah, membatasi, atau mengontrol infeksi
Mengangkat jaringan nekrotik untuk meningkatkan
penyembuhan luka
Menyerap drainase (eksudat)
Mempertahankan lingkungan luka yang lembap
90
Page 91
2. Indikasi
Pasien dengan luka kronis dan banyak drainase/pus
Pasien dengan luka yang banyak kehilangan jaringan
kulit
4. Persiapan Pasien
Pastikan identitas klien
Kaji kondisi klien
Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya
tindakan yang dilakukan
Jaga privacy klien
Atur posisi klien
2. Persiapan Alat
Bak Instrumen yang berisi :
Pinset Anatomi
Pinset Chirurgis
Gunting Debridemand
Kasa Steril
Kom: 3 buah
Peralatan lain terdiri dari:
o Sarung tangan
o Gunting Plester
o Plester atau perekat
o Alkohol 70%/ wash bensin
o Desinfektant
o NaCl 0,9%
Bengkok: 2 buah,1 buah berisi larutan desinfektan
91
Page 92
Verband
Obat luka sesuai kebutuhan
2. Cara Kerja
Tahap Orientasi
Berikan salam, panggil klien dengan namanya
(kesukaanya)
Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien/keluarga
Tahap Kerja
C.
Menjaga Privacy
Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat
terlihat jelas
Membuka peralatan
Memakai sarung tangan
Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan
buka dengan menggunakan pinset
Membuka balutan lapis terluar
Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
Membuka balutan lapis dalam
Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk
mengeluarkan pus
Melakukan debridement
Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl
Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan
92
Page 93
kassa
Memasang plester atau verband
Merapikan pasien
Tahap Terminasi
Evaluasi respon klien
Berikan reinforcement positif
Mengakhiri kegiatan dengan baik
Membereskan alat-alat
Mencuci Tangan
8. Dokumentasi
Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal
dan jam pelaksanaan
Catat hasil tindakan (respon subjektif dan
objektif) di dalam catatan
Bersihkan dan kembalikan peralatan yang
digunakan pada tempatnya
Buka APD dan cuci tangan
Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 008
SPO – Ners
F2-24Tanggal Tanggal Nama Departemen:
93
Page 94
dibuat:
2 Juni 2014
berlaku:
3 Juni 2014
KMB
Judul:
Pemasangan Infus
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing AkademikII. Pengertian
Pemasangan infuse merupakan tindakan yang
dilakukan pada pasien yang memerlukan masukan
cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah
vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan
menggunakan infus set
III. Tujuan
Dilakukan untuk pasien yang memerlukan masukan
cairan melalui intravena (Infus).
3. Indikasi
a) Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru
memungkinkan pemberian obat secara langsung
kedalam intravena.
b) Untuk memberikan respon yang cepat terhadap
94
Page 95
pemberian obat.
c) Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah obat
dalam jumlah besar secara terus menerus melalui
infuse
d) Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan
mengurangi kebutuhan dengan injeksi intramuskuler.
e) Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan
secara oral atau intramuskuler.
10. Persiapan Alat
a) Standar infus
b) Ciran infus dan infus set sesuai kebutuhan
c) Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan
ukuran yang dibutuhkan
d) Bidai / alas infus
e) Perlak dan tourniquet
f) Plester dan gunting
g) Bengkok
h) Sarung tangan bersih
i) Kassa seteril
j) Kapas alkohol dalam tempatnya
k) Bethadine dalam tempatnya
95
Page 96
11. Pelaksanaan
1. Perawat cuci tangan
2. Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan
pasang sampiran
3. Mengisis selang infus
4. Membuka plastik infus set dengan benar
5. Tetap melindungi ujung selang seteril
6. Menggantungkan infus set dengan cairan infus
dengan posisi cairan infus mengarah keatas
7. Menggantung cairan infus di standar cairan infus
8. Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan
( tapi jangan sampai terendam )
9. Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
10. Menutup ujung selang dan tutup dengan
mempertahankan keseterilan
11. Cek adanya udara dalam selang
12. Pakai sarung tangan bersih bila perlu
13. Memilih posisi yang tepat untuk memasang
infus
14. Meletakan perlak dan pengalas dibawah bagian
yang akan dipungsi
15. Memilih vena yang tepat dan benar
16. Memasang tourniquet
17. Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar
dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari
atas ke bawah sekali hapus
18. Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah
ada kerusakan
96
Page 97
19. Menusukan kateter / abocath pada vena yang
telah dipilih dengan apa arah dari arah samping
20. Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen
darah dalam kateter, bila ada maka mandrin sedikit
demi sedikit ditarik keluar sambil kateter
dimasukan perlahan-lahan
21. Torniquet dicabut
22. Menyambungkan dengan ujung selang yang telah
terlebih dahulu dikeluarkan cairannya sedikit, dan
sambil dibiarkan menetes sedikit
23. Memberi plester pada ujung plastik kateter /
abocath tapi tidak menyentuh area penusukan untuk
fiksasi
24. Membalut dengan kassa bethadine seteril dan
menutupnya dengan kassa seteril kering
25. Memberi plester dengan benar dan
mempertahankan keamanan kateter / abocath agar
tidak tercabut
26. Mengatur tetasan infus sesuai dengan
kebutuhan klien
27. Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon
klien
28. Perawat cuci tangan
29. Catat tindakan yang dilakukan
97
Page 98
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 009
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Kateter
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
5Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing AkademikIV. Pengertian
Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan
selang karet atau plastik,melalui uretra atau kandung
kemih.dan dalam kateterisasi ada dua jenis
kateterisasi,yaitu menetap dan intermiten,sedangkan
alat untuk kateterisasi dinamakan selang kateter,selang
kateter adalah alat yang bebentuk pipa yang terbuat
dari karet,plastic,metal woven slik dan silikon.yang
fungsi dari alat kateter tersebut ialah memasukkan atau
mengeluarkan cairan.
Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi
untuk menyimpan atau menampung air seni yang berubah-
ubah jumlahnya yang dialirkan oleh sepasang ureter dari
98
Page 99
sepasang ginjal. Pemasangan kateter adalah pemasukan
selang yang terbuat dari plastik atau karet melalui
uretra menuju kandung kemih (vesika urinaria)
V. Tujuan
a. Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi
kandung kemih
b. Mendapatkan urine steril untuk specimen
c. Pengkajian residu urine
d. Penatalaksanaan pasien yg di rawat karena trauma
medula spinalis,gangguan neuro muscular,atau
inkompeten kandung kemih,serta pasca oprasi besar
e. Mengatasi obstruksi aliran urine
f. Mengatasi retensi perkemihan
VI. Indikasi
1. Kateter semnetara.
a. Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi vesika
urinaria.
b. Pengambilan urine residu setelah pengosongan
urinaria.
2. Kateter tetap jangka pendek.
a. Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar
prostat)
b. Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan,
seperti vesika urinaria, urethra dan organ sekitarnya.
99
Page 100
c. Preventif pada obstruksi urethra dari pendarahan.
d. Untuk memantau output urine.
e. Irigasi vesika urinaria.
3. Kateter tetap jangka panjang.
a. Retensi urine pada penyembuhan penyakit ISK/UTI.
b. Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila
kontak dengan urine.
c. Klien dengan penyakit terminal.
VII. Prosedur
4.1 Persiapan Alat
A. Steril
a) Kateter yang akan dipasang sesuai dengan ukuran
yang dibutuhkan satu ( 1 ) buah disiapkan dalam
bak steril.
b) Pinset anatomis 1 buah.
c) Sarung tangan 1 pasang.
d) Spuit 10-20 cc 1 buah.
e) Kain kassa 2 lembar.
f) Kapas sublimate dalam tempatnya.
g) Air / aquabidest NaCl 0,9 % secukupnya.
h) Xylocain jelly 2 % atau sejenisnya.
i) Slang dan kantong untuk menampung urine.
B. Tidak Steril
a) Bengkok 1 buah.
b) Alas bokong 1 buah.
c) Lampu sorot bila perluSampiran tangan 1 pasang.
100
Page 101
d) Selimut mandi / kain penutup.
e) Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril.
4.2 Jenis- jenis Kateter
1. Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah
rusak dan tidak fleksibel.
2. Kateter latex atau karet : digunakan untuk
penggunaan atau pemakaian dalam jangka waktu
sedang (kurang dari 3 mingu).
3. Kateter silicon murni atau teflon : untuk
menggunakan jangka waktu lama 2-3 bulan karena
bahan lebih lentur pada meatur urethra.
4. Kateter PVC : sangat mahal untuk penggunaan 4-5
minggu, bahannya lembut tidak panas dan nyaman
bagi urethra.
5. Kateter logam : digunakan untuk pemakaian
sementara, biasanya pada pengosongan kandung kemih
pada ibu yg melahirkan.
4.3 Ukuran kateter
1. Anak : 8-10 french (Fr)
2. Wanita : 14-16 Fr
3. Laki-laki : 16-18 Fr
4.3 Pelaksanaan
1. Mencuci tangan meliputi :
a) Melepaskan semua benda yang ada di tangan
101
Page 102
b) Menggunakan sabun
c) Lama mencuci tangan 30 menit
d) Membilas dengan air bersih
e) Mengeringkan dengan handuk / lap kering
f) Dilakukan selama dan sesudah melakukan tindakan
kateterisasi urine
2. Memakai sarung tangan
3. Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien.
4. Pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi
dan sterilitas mutlak dibutuhkan dalam rangka
tindakan preventif memutus rantai penyebaran
infeksi nosocomial
5. Cukup keterampilan dan berpengalaman untuk
tindakan yang dimaksud
6. Usahakan jangan sampai menyinggung perasaan
pasien,melakukan tindakan harus sopan,perlahan-
lahan dan hati-hati,usahakan melakukan komunikasi
terapeutik
7. Aturlah cahaya lampu sehingga didapatkan
visualisasi yang baik
8. Siapkan deppres dan cucing,tuangkan bethadine
secukupnya
9. Kenakan hendscoen steril dan pasang duk lubang
pada genetalia penderita
10. Mengambil deppres dengan pinset dan
mencelupkan pada larut bethadine.
11. Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien
12. Pakaian bagian bawah klien
102
Page 103
dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien
terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok
diletakkan didekat bokong klien
13. Buka bak instrumen, pakai sarung tangan
steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat
genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan
pinset
14. Bersihkan genitalia dengan cara : Penis
dipegang dengan tangan non dominan penis
dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh
tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus
keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali
hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok
15. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly.
Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm
secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset
sampai urine keluar. Masukkan Cairan Nacl/aquades
20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik
sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter
terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada
kandung kemih
16. Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine
bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
17. Fiksasi kateter
18. Lepaskan sarung
19. Pasien dirapihkan kembali
20. Alat dirapihkan kembali
21. Mencuci tangan
103
Page 104
22. Melaksanakan dokumentasi
VIII. Perhatian
1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon
klien pada lembar catatan klien
2) Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama
perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada
lembar catatan klien
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
No. SPO: 010
SPO – Ners
F2-24Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
INJEKSI SC
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik1. Pengertian
Pemberian obat / cairan dengan cara dimasukkan
104
Page 105
langsung ke bawah kulit (sub cutan). Memberikan
obat melalui injeksi di bawah kulit yang dilakukan
pada lengan atas daerah luar, kaki bagian atas,
dan daerah sekitar pusat.
2. Tujuan
Agar obat dapat menyebar dan diserap secara
perlahan-lahan (contoh: Vaksin, uji tuberculin)
3. Indikasi
Bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar,
tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan
untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi.
Lokasinya yang ideal adalah lengan bawah dalam dan
pungguang bagian atas.
4. Persiapan Alat
1. Bak semprit
2. Spuit steril 1 cc
3. Obat suntikan
4. Kapas desinfektan
5. Bengkok
6. Alat tulis / buku suntikan
5. Prosedur
1. Memberitahukan/menjelaskan tindakan pada
105
Page 106
pasien/keluarga pasien
2. Mencuci tangan.
3. Membawa alat kepada pasien
4. Menyiapkan lingkungan
5. Mengatur posisi pasien
6. Menentukan dan menghapus hamakan/ disinfektan
lokasi suntikan.
7. Menusukkan jarum suntik dengan sudut 15O-20O
8. Memasukkan obat berlahan-lahan sampai terjadi
gelembung putih dalam kulit kemudian jarum dicabut
9. Merapikan pasien dan alat
10. Mendokumentasikan hasil tindakan
Hal-hal yang diperlukan :
1. Daerah suntikan jangan dimasage
2. Jenis obat yang diberikan disesuaikan dengan
reaksi suntikan
.
106
Page 107
2.4 SAK (STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN)
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN No. SAK: 001
SAK – Ners
F2-24Tanggal dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
BPH
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
107
Page 108
A. PENGERTIAN
Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan di mana
kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke
dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup
orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang paling
umum pada pria lansia.
B. ETIOLOGI
1.Faktor resiko umur
2.Perubahan hormon androgen.
3.Trauma berulang seperti karena koitus, kerja yang terlalu
berat
C. TANDA DAN GEJALA
Gejala iritatif meliputi :
1.Peningkatan frekuensi berkemih
2.Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
3.Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat
ditunda (urgensi)
4.Nyeri pada saat miksi (disuria)
Gejala obstruktif meliputi :
1.Pancaran urin melemah
2.Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong
dengan baik
3.Kalau mau miksi harus menunggu lama
4.Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
5.Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
6.Urin terus menetes setelah berkemih
108
Page 109
7.Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin
dan inkontinensia karena penumpukan berlebih.
8.Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia
(akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal
dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar.
9.Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran
berkemih, kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah
terutama pada malam hari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi.
Penderita akan mengeluh waktu miksi terasa panas
(disuria) dan kencing malam bertambah hebat.
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai
tahap ini maka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul
infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan
pielonfritis, hidronefrosis.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Urinalisa
2.Pemeriksaan darah lengkap
3. Pemeriksaan radiologis
E. MANAGEMEN TERAPI
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan
obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan
kondisi darurat karena ia tidak dapat berkemih maka
109
Page 110
kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin
digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik.
Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi
supra pubik) untuk drainase yang adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH antara lain:
1.Observasi (watchfull waiting) :
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan.
Nasehat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah
makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-
obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering
miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa
kencing, dan pemeriksaan colok dubur.
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik (prazosin, tetrazosin) :
menghambat reseptor pada otot polos di leher vesika,
prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika
sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala
berkurang.
b. Penghambat enzim-reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi
absolut untuk terapi bedah yaitu :
a.Retensi urin berulang
b.Hematuri
c.Tanda penurunan fungsi ginjal
110
Page 111
d.Infeksi saluran kemih berulang
e.Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f.Ada batu saluran kemih.
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup.
Instrumen bedah dan optikal dimasukan secara langsung melalui
uratra ke dalam prostat yang kemudian dapat dilihat secara
langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik.
Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi
erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena
pengangkatan jaringan prostat pada kolum kandung kemih dapat
menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah belakang ke dalam
kandung kemih dan bukan melalui uretra.
Prostatektomi perineal sangat berguna untuk biopsi
terbuka. Pada pasca operatif, luka bedah mudah terkontaminasi
karena insisi dilakukan dekat rektum. Inkontinensia,
impotensi, atau cedera rektal lebih mungkin terjadi komplikasi
pada pendekatan ini.
Insisi prostat transuretral (TUIP)diindikasikan ketika
kelenjar prostat kecil (30mg atau kurang). Satu atau du buah
insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi
tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretra.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang
jaringan prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang
mungkin terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan,
infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi
kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak
menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal
111
Page 112
dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal.
Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat dilakukan
kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa
prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal
mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama uin.
Perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi
retrogard. Terapi invasif minimal, seperti dilatasi balon
tranuretral, ablasi jarum transurethral.
F. PENGELOLAAN PASIEN
a. Preoperasi
1.Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan
Darah, CT, BT, AL)
2.Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan
lansia
3.Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
4.Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam.
Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap
2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi
bicara untuk meminimalkan masuknya udara
b. Post operasi
- Irigasi/Spoling dengan Nacl
Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
Hari ke 4 post operasi diklem
Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila
tidak ada masalah (urin dalam kateter bening)
112
Page 113
Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak
ada masalah (cairan serohemoragis < 50cc)
- Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat
injeksi selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan
minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan obat
oral.
- Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24
jam post operasi
- Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post
oprasi dengan betadin
- Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
- DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
- Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
- Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
- Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak
pada kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar
kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat
membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis
dapat membantu menghilangkan spasme.
- Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk
berjalan-jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat
meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
- Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai
kembali kontrol berkemih. Latihan perineal harus
dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol berkemih.
- Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda
kemerahan kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam
113
Page 114
24 jam setelah pembedahan.
- Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat
dan sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan
arteri. Darah vena tampak lebih gelap dan kurang kental.
Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada
kateter sehingga balon yang menahan kateter pada
tempatnya memberikan tekannan pada fossa prostatik.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
H. Pengkajian
1. Sebelum Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri saat berkemih
- Sulit kencing
- Frekuensi berkemih meningkat
- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
- Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
- Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
- Pancaran urin melemah
- Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak
kosong dengan baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
- Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
- Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan
dilakukan
114
Page 115
b. Data Obyektif
- Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
- Terpasang kateter
2. Sesudah Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
- Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan
pengobatan setelah operasi
b. Data Obyektif
- Ekspresi tampak menahan nyeri
- Ada luka post operasi tertutup balutan
- Tampak lemah
- Terpasang selang irigasi, kateter, infuse
II. Riwayat kesehatan :
Riwayat penyakit dahulu, riwyat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup pasien,
apakah masalah urinari yang dialami pasien.
III.Pengkajian fisik
1)Gangguan dalam berkemih seperti :
- Sering berkemih
- Terbangun pada malam hari untuk berkemih
- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
- Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
- Rasa tidak puas sehabis miksi
- Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat
berkemih
115
Page 116
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus
menetes setelah berkemih.
- Nyeri saat berkemih
- Ada darah dalam urin
- Kandung kemih terasa penuh
- Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di
perut.
- Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi
kandung kemih
2)Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik
3)Kaji status emosi : cemas, takut
4)Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
5)Kaji tanda vital
IV. Kaji pemeriksaan diagnostik
1 Pemeriksaan radiografi
2 Urinalisa
3 Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
V. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga
tentang keadaan dan proses penyakit, pengobatan dan cara
perawatan di rumah.
VI. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a.Pre operasi
1 Nyeri akut
VII.Rencana keperawatan
116
Page 117
1.PRE OPERASI
NoDiagnosa
keperawatan
Tujuan Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut
Definisi :
Sensori dan
pengalaman
emosional yang
tidak
menyenangkan yang
timbul dari
kerusakan
jaringan aktual
atau potensial,
muncul tiba-tiba
atau lambat
dengan intensitas
ringan sampai
berat dengan
akhir yang bisa
diantisipasi atau
diduga dan
berlangsung
kurang dari 6
bulan.
Faktor yang
berhubungan :
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama ….x 24
jam, klien
dapat:
1 Mengontol
nyeri
Definisi :
tindakan
seseorang
untuk
mengontrol
nyeri
Indikator:
- Mengenal
faktor-
faktor
penyebab
Mengenal on
set/waktu
kejadian
1. Manajemen Nyeri
Definisi : perubahan
atau pengurangan
nyeri ke tingkat
kenyamanan yang
dapat diterima
pasien
Intervensi:
o Kaji secara
menyeluruh tentang
nyeri, meliputi:
lokasi,
karakteristik, waktu
kejadian, lama,
frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya
nyeri, dan faktor-
faktor pencetus
o Observasi isyarat-
isyarat non verbal
dari
ketidaknyamanan,
khususnya dalam
117
Page 118
Agen injuri
(biologi, kimia,
fisik,
psikologis)
Batasan
karakteristik :
- Laporan secara
verbal atau
non verbal
adanya nyeri.
- Fakta dari
observasi
- Posisi untuk
menghindari
nyeri
- Gerakan
melindungi
- Tingkah laku
berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur
(mata sayu,
tampak capek,
sulit atau
gerakan kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada
nyeri.
- Tindakan
pertolongan
non-
analgetik.
- Menggunaka
n analgetik
- melaporkan
gejala-
gejala
kepada tim
kesehatan
(dokter,
perawat)
- nyeri
terkontrol
Keterangan:
1 = Tidak
pernah
dilakukan
2 = Jarang
dilakukan
3 = Kadang-
kadang
dilakukan
4 = Sering
dilakukan
5 = Selalu
ketidakmampuan untuk
komunikasi secara
efektif
o Berikan analgetik
sesuai dengan
anjuran
o Gunakan komunkasi
terapeutik agar
klien dapat
mengekspresikan
nyeri
o Kaji latar belakang
budaya klien
o Tentukan dampak dari
ekspresi nyeri
terhadap kualitas
hidup: pola tidur,
nafsu makan,
aktifitas mood,
hubungan, pekerjaan,
tanggungjawab peran
o Kaji pengalaman
individu terhadap
nyeri, keluarga
dengan nyeri kronis
o Evaluasi tentang
keefektifan dari
tindakan mengontrol
118
Page 119
diri sendiri
- Fokus
menyempit
(penurunan
persepsi
waktu,
kerusakan
proses
berpikir,
penurunan
interaksi
dengan orang
dan
lingkungan)
- Tingkah laku
distraksi,
contoh :
jalan-jalan,
menemui orang
lain dan/atau
aktivitas,
aktivitas
berulang-
ulang)
- Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
dilakukan
2. Menunjukkan
tingkat nyeri
Definisi : ti
ngkat
keparahan
dari nyeri
yang
dilaporkan
atau
ditunjukan
Indikator:
- Melaporkan
nyeri
- Frekuensi
nyeri
- Lamanya
episode
nyeri
- Ekspresi
nyeri:
wajah
- Posisi
melindungi
tubuh
- Kegelisaha
n
- Perubahan
nyeri yang telah
digunakan
o Berikan dukungan
terhadap klien dan
keluarga
o Berikan informasi
tentang nyeri,
seperti: penyebab,
berapa lama terjadi,
dan tindakan
pencegahan
o Kontrol faktor-
faktor lingkungan
yang dapat
mempengaruhi respon
klien terhadap
ketidaknyamanan
(contoh : temperatur
ruangan, penyinaran,
dll)
o Anjurkan klien untuk
memonitor sendiri
nyeri
o Ajarkan penggunaan
teknik non-
farmakologi (ex:
relaksasi, guided
imagery, terapi
119
Page 120
tekanan darah,
perubahan
nafas, nadi
dan dilatasi
pupil)
- Perubahan
autonomic
dalam tonus
otot (mungkin
dalam rentang
dari lemah ke
kaku)
- Tingkah laku
ekspresif
(contoh :
gelisah,
merintih,
menangis,
waspada,
iritabel,
nafas
panjang/berkel
uh kesah)
- Perubahan
dalam nafsu
makan dan
minum
Respirasir
ate
- Perubahan
Heart Rate
- Perubahan
tekanan
darah
- Perubahan
ukuran
pupil
- Perspirasi
- Kehilangan
nafsu
makan
Keterangan:
1 : berat
2 : agak
berat
3 : sedang
4 : sedikit:
5 : tidak
ada
musik, distraksi,
aplikasi panas-
dingin, massase)
o Evaluasi keefektifan
dari tindakan
mengontrol nyeri
o Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri
berdasarkan respon
klien
o Tingkatkan
tidur/istirahat yang
cukup
o Anjurkan klien untuk
berdiskusi tentang
pengalaman nyeri
secara tepat
o Beritahu dokter jika
tindakan tidak
berhasil atau
terjadi keluhan
o Informasikan kepada
tim kesehatan
lainnya/anggota
keluarga saat
tindakan
nonfarmakologi
dilakukan, untuk
120
Page 121
pendekatan preventif
o Monitor kenyamanan
klien terhadap
manajemen nyeri
2. Pemberian
Analgetik
Definisi : Penggunaan
agen farmakologi
untuk mengurangi
atau menghilangkan
nyeri
Intervensi:
o Tentukan lokasi
nyeri,
karakteristik,
kualitas,dan
keparahan sebelum
pengobatan
o Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
o Cek riwayat alergi
obat
o Libatkan klien dalam
pemilhan analgetik
yang akan digunakan
o Pilih analgetik
121
Page 122
secara tepat
/kombinasi lebih
dari satu analgetik
jika telah
diresepkan
o Tentukan pilihan
analgetik (narkotik,
non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri
o Monitor tanda-tanda
vital, sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik
o Monitor reaksi obat
dan efeksamping obat
o Dokumentasikan
respon dari
analgetik dan efek-
efek yang tidak
diinginkan
o Lakukan tindakan-
tindakan untuk
menurunkan efek
analgetik
(konstipasi/iritasi
lambung)
122
Page 123
3. Manajemen
lingkungan :
kenyamanan
Definisi :
Memanipulasi
lingkungan untuk
kepentingan terapeutik
Intervensi :
o Pilihlah ruangan
dengan lingkungan
yang tepat
o Batasi pengunjung
o Tentukan hal-hal
yang menyebabkan
ketidaknyamanan
seperti pakaian
lembab
o Sediakan tempat
tidur yang nyaman
dan bersih
o Tentukan temperatur
ruangan yang paling
nyaman
o Sediakan lingkungan
yang tenang123
Page 124
o Perhatikan hygiene
pasien untuk
menjaga kenyamanan
o Atur posisi pasien
yang membuat
nyaman.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN No. SAK: 002
SAK – Ners
F2-24Tanggal dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
CA MAMAE
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
A. Konsep Dasar Medik
1. Definisi
124
Page 125
a. Neoplasma: kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh
sel-sel yang tumbuh terus menerus secara terbatas,
tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan
tidak berguna bagi tubuh (dr. Achmad Tjarta,
pathologi, 1973).
b. Kanker adalah : Istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan gangguan pertumbuhan selular dan
merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit
tunggal (Marilynn E. Doenges, Rencana Askep, 1993)
c. Cancer : Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan
malignan dalam setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini
tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang
dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya.
Sedangkan Carsinoma adalah pertumbuhan kanker pada
jaringan epitel. (Sue Hinchliff, kamus Keperawatan,
1997).
d. Kanker payudara adalah tumor ganas pada payudara atau
salah satu payudara (Rosa Mariono, MA, Standart asuha
Keperawatan St. Carolus, 2000)
2. Bermacam-macam bentuk tumor :
Perbedaan antara tumor ganas dan tumor jinak
Tumor ganas Tumor jinak
a. Tumor infiltratif.
Tumbuk berkembang menyerbuk kedalam jaringan sehat
disekitarnya, menyerupai jari-jari kepiting (cancer).
Sukar digerakan dari dasarnya.
b. Tumbuh ekspansif.
125
Page 126
Mendesak jaringan sehat sekitarnya dan jaringan sehat
yang terdesak membentuk simpai/kapsel. Mudah digerakan
dari dasarnya.
c. Residif (kambuh) dengan bedah/therapi sinar dapat
kambuh lagi karena ada sel-sel yang tertinggal.
d. Karena bersimpai, maka mudah di keluarkan seluruhnya
e. Terjadi metastase melalui :
Pembuluh darah: Hematogen
Pembuluh limfe : Limfogen
f. Tidak terjadi metastas
g. Tumbuh cepat
Klinis : Tumor cepat membesar
Mikroskopik :
Mitosis bipolar (normal)
Mitosis (abnormal)
Satu sel dapat menjadi 3 atau 4 anak sel
h. Tumbuh lambat
Klinis : Tidak cepat membesar
Mikroskopik :
Mitosis bipolar (normal)
Satu sel membelah menjdi 2 anak sel.
i. Kehilangan polaritas letak sel yang satu terhadap yang
lain tidak teratur lagi.
j. Tidak ditemukan “Loss of polarity”
k. Jika tidak diobati, penderita bisa meninggal.
l. Biasanya tidak mengakibatkan kematian bila tidak
terletak pada alat tubuh yang vital.
126
Page 127
3. Tipe-tipe kanker payudara
a. Paget’s disease adalah
Bentuk kanker yang dalam taraf permulaan
manifestasinya sebagai eczema menahun dari puting
susu, yang biasanya merah dan menebal. Suatu tumor
subareoler bisa teraba. Paget’s disease mempunyai
prognosis lebih baik. Sebenarnya penyakit ini adalah
suatu kanker intraduktal yang tumbuh dibagian terminal
dari duktus laktiferus. Secara patologik cicir-cirinya
ialah: sel-sel paget (seperti pasir), hipertrofi sel
epedermoi, infiltrasi sel-sel bunder di bawah
epidermis. Paget’s disease sangat jarang terdapat di
negeri kita ini.
b. Kanker duktus laktiferus
Non infiltrating papillary karsinoma bisa berbentuk
dalam tiap duktus laktiferus dari yang terbesar sampai
yang sekecil-kecilnya. Kadang-kadang sulit sekali
dibedakan dari papilloma.
c. Comedo carsinoma
Terdiri dari sel-sel kanker non papillry dan
intraduktal, seing dengan nekrosis sentral, sehingga
pada permukaan potongan terlihat seperti isi kelenjar.
Jarang sekali comedo carsinoma terbatas pada saluran
saja; biasanya mengadkan infiltrasi ke sekitarnya,
menjadi infiltrating comedo carsinoma.
d. Adenokarsinoma dengan infiltrasi dan fibrosis.
Ini adalah kanker payudara yang lazim ditemukan . 75%
dari kanker payudara adalah tipe ini; oleh karena
127
Page 128
banyak fibrosis, dia umumnya agak besar dan keras. Juga
disebut kanker tipe scirrbus; tumor mengadakan
infiltrasi ke kulit dan ke dasar, yaitu fascia.
e. Medullary carsinoma.
Tumor ini biasanya sangat dalam di dalam mamma,
biasanya tidak seberapa keras, dan kadang-kadang
disertai kista-kista dan mempunyai kapsul. Tumor ini
kurang infiltratif dibanding dengan tipe scirrbus tadi
dan metastasis ketiak sangat lama. Maka prognosis
tumor ini lebih baik daripada tipe-tipe lain yang
disebut diatas.
f. Kanker dari lobulus.
Ini yang timbul sering sebagai carsinoma in situ
dengan lobulus yang membesar. Secara mikroskopik,
kelihatan lobulus atau kumpulan lobulus dengan berisi
kelompok sel-sel asinus dengan beberapa mitosis. Kalau
mengadakan infiltrasi, hmpir tidak dapat dibedakan
dari tipe scirrbus.
g. Mastitis karsinoma
Suatu penyakit yangsangat ganas dan sangat cepat
jalannya. Penyakit ini dapat timbul pada waktu
menyusui, akan tetapi juga di luar waktu tersebut.
Dapat kita ketahui bahwa operasi akan mengakibatkan
penyebaran yang sangat cepat dan kematian. Pendapat
umum ialah mastitis karsinomatosa dibiopsi dan
diradiasi saja dengan atau tanpa hormon.
4. Klasifiksi kanker menurut type jaringan :
128
Page 129
a. Limfoma : Kanker dari organ perlawanan infeksi.
b. Leukemia : Kanker dari organ pembentukan darah.
c. Sarkoma : Kanker dari tulang, otot, jaringan
penyambung.
d. Karsinoma : Kanker dari sel epitel.
5. Anatomi dan fisiologi
Payudara pada pria dan wanita adalah sama sampai
mencapai tahap pubertas dimana payudara wanita mengalami
perkembangan. Perkembangan payudara dipengaruhi oleh
adanya hormon estrogen dan hormon lain, terjadi sekitar
usia 10 tahun dan terus berkembang sampai sekitar usia 16
tahun.
Adapun tahap perubahan payudara menurut (Tanner) adalah
sebagai berikut :
a. Tahap1 : Payudara pra pubertas.
b. Tahap2 : Penonjolan payudara sebagi tanda pertama
pubertas wanita.
c. Tahap3 : Pembesaran lebih lanjut jaringan
payudara dan areola.
d. Tahap4 : Puting dan areola membentuk tonjolan
kedua di atas jaringan payudara.
e. Tahap5 : Payudara yang lebih besar dengan kontur
tunggal
Payudara pada wanita dewasa terletak diantara iga
ke-2 samapi iga ke-6 (vertikal) dan antara sternum sampai
linea mid axilaris (secara horizontal). Adapun berat
payudara tiap-tiap orang berbeda, pada wanita yang tidak
129
Page 130
sedang menyusui berat payudara antara 150-250 gr,
sedangkan pada wanita yang sedang menyusui berat payudara
dapat mencapai 400-500 gr.
Bentuk payudara cembung ke depan dengan puting di
tengahnya yang terdiri atas kulit dan jaringan erektil
yang berwarna tua. Puting dilingkari oleh daerah berwarna
coklat yang disebut areola. Didekat dasar puing terdapat
kelenjar sebaseus, yaitu kelenjar montgomery yang
mengeluarkan zat lemak sehingga puting tetap lemas.
Puting berlubang antara 15-20 buah yang merupakan saluran
dari kelenjar susu.
Struktur dasar payudara terdiri dari jarigan fibrosa
dan lapisan lemak. Jaringan fibrosa akan mengikat lobus-
lobus yng dipisahkan oleh jaringan lemak yang ada. Lobus-
lobus yang ada berjumlah 12-20 buah. Setiap lobus terdiri
atas sekelompok alveolus yang bermuara ke dalam ductus
lactiferus (saluran air susu) yang bergabung dengan
duktus lainnya sehingga terbentuk saluran yang lebih
besar dan berakhir dalam saluran sekretorik. Ketika
saluran ini mendekati puting, kanker akan membesar dan
membentuk wadah penampungan air susu yang disebut sinus
lactiferus, kemudian saluran akan menyempit lagi dan
menembus puting sehingga akhirnya bermuara di atas
permukaannya.
Jaringan payudara terdapat diatas otot pektoralis
mayor dari sternum menuju linea mid clavicularis, masing-
masing meluas ke axilla, suatu area jaringan payudara
yang disebut tail of spence. Terdapat pula ligamen cooper
130
Page 131
yang merupakan pita fasia yang menyangga payudara pada
dinding dada.
Adapun sekitar 85% jaringan payudara adalah lemak.
Adapun fungsi dari payudara adalah sebagai organ untuk
laktasi yang dipengaruhi hormon prolakin dan
corticotropin.
Laktasi dapat tejadi karena adanya persepsi subjektif
dari ibu dan stimulasi dari isapan oleh bayi. Isapan
dapat merangsang pengeluaran oxitosin dari kelenjar
pituitary yang terletak dilobus anterior kelenjar
hipofisis yang dialirkan melalui aliran darah.
6. Etiologi
Penyebab pasti tidak diketahui, adapaun fakto-faktor
resiko dari kanker mammae antara lain :
a. Jenis kelamin.
Wanita lebih sering terkena dibandingkan laki-laki. Di
Amerika serikat, kanker payudara berjumlah 30% dari
semua kanker invansive pada wanita dan kurang dari 1%
dari kanker yang ditemukan pada pria.
b. Usia
Sebagian besar kanker mammae ditemukan pada wanita
berusia 40 tahun keatas, namun lebih banyak ditemukan
pada wanita setelah berusia 50 tahun.
c. Riwayat kanker sebelumnya, terutama kanker payudara
atau tumor payudara.
Wanita yang mempunyai tumor payudara yang disertai
perubahan epitel proliferatif mempunyai resiko dua
kali lipat untuk mengalami kanker payudara.
131
Page 132
Sedangkan pada wanita mempunyai riwayat kanker mammae
beresiko terjadi kanker mammae pada payudara di
sebelahnya sebanyak 2 kali - 4 kali kemungkinan
terkena kanker.
d. Riwayat keluarga dengan kanker mammae dan genetik.
Resiko meningkat 2 kali - 4 kali. Jika salah satu
anggota keluarga dekat kanker. Resiko akan meningkat >
4 kali jika ada 2 orang anggota keluarga dekat yang
mengidap kanker.
e. Riwayat menstruasi
Resiko payudara meningkat pada wanita yang mengalami
menarche sebelum usia 12 tahun dan mengalami menopause
setelah 50 tahun.
Hal ini dapat dikarenakan total waktu dimana seseorang
terekspose estrogen dan progesteron pada payudaranya
disertai dengan perkembangan sel dan perubahan
jaringan payudara pada setiap siklus ovulasi.
Bilateral Oophorectany (pengangkatan ovarium)
diperkirakan dapat memperkecil resiko kanker payudara
dibandingkan menopause setelah 50 tahun.
f. Riwayat reproduksi .
Keaadaan dimana anak pertama lahir setelah ibu berusia
30 tahun dapat menjadi faktor resiko terjadi kanker
payudara.
Beberapa studi juga menyebutkan bahwa lamanya ibu
memberikan ASI pada anaknya dapat menurunkan resiko
kanker payudara.
Wanita yang tidak mempunyai anak juga beresiko untuk
132
Page 133
terkena kanker payudara (Nulliparity)
g. Obesitas dan diit tinggi lemak
Obesitas juga menunjukan peningkatan resiko kanker
payudara pada wanita post menopause.
Diperkirakan wanita dengan obesitas mengalami
peningkatan sirkulasi estrogen yang dapat
mengakibatkan sel kanker mengalami ketergantungan
hormon.
Selain itu, obesitas dapat menghambat diagnosa dari
penyakit kanker payudara sehingga diagnosa pada wanita
dengan obesitas cenderung lebih lambat.
h. Paparan radiasi
Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah pubertas
dan sebelum usia 30 tahun beresiko meningkatkan
kemungkinan terkena kanker payudara sampai 2 kali
lipat.
Pada saat berusia 10-14 tahun, jaringan-jaringan pada
payudara sangat sensitif sehinga efek pengrusakan dari
radiasi meningkat.
i. Penggunaan hormon dari luar tubuh.
Hal ini meliputi penggunaan kontrasepsi oral maupun
penggunaan therapi pengganti hormon estrogen. Hal ini
turut di pengaruhi oleh usia saat mulai menggunakan
therapi, lama penggunaan dan dosis yang digunakan.
Beberapa studi menunjukan bahwa ada peningkatan resiko
terhadap kanker payudara saat hormon progestin diberi
tambahan hormon estrogen maupun saat seseorang
menggunakan therapi jangkan panjang (lebih dri 5
133
Page 134
tahun)
j. Penggunaan alkohol
Beberapa studi menyebutkan adanya peningkatan resiko
terhadap kanker payudara pada orang yang mengkonsumsi
alkohol walau hanya 1 kali minum dalam sehari. Hal ini
juga dipengaruhi oleh usia seseorang saat mengkonsumsi
alkohol, yang dikonsumsi, lamanya orang tersebut
mengkonsumsi alkohol maupun tipe alkohol yang
dikonsumsi.
Adapun teori yang menyebutkan bahwa alkohol yang
dikonsumsi saat premenopause dapat menyebabkan injuri
pada jaringan payudara.
Teori lain menyebutkan bahwa metabolisme alkohol dan
kadar estrogen dapat menstimulasi pertumbuhan sel
kanker.
k. Faktor lainnya :
o Tingkat ekonomi.
Tingkat ekonomi tinggi dapat dihubungkan dengan
peningkatan resiko kanker.
Sedangkan tingkat ekonomi rendah dapat meningkatkan
angka kematian yang disebabkan oleh kanker.
1) Etnis.
Wanita dengan kulit putih mempunyai resiko tinggi
terkena kanker payudara sedangkan wanita kulit hitam
resikonya lebih kecil.
2) Merokok, stress, diagnosa psikiatri, kurang
aktivitas, penggunaan protese pada mammae, coffein.
Hal-hal tersebut diatas dapat meningkatkan resiko
134
Page 135
kanker payudara.
7. Patofisiologi
Sel tubuh yang normal mengalami degenerasi yang didukung
oleh adanya faktor – faktor karsinogenik seperti
peningkatan paparan hormon estrogen dalam tubuh (menarche
kurang dari 12 tahun, menopause lebih dari 50 tahun,
penggunaan therapi estrogen, penggunaan kontrasepsi
oral), zat-za kimia radioaktif maupun adanya riwayat
keluarga dengan kanker (genetik).
Sel yang bergenerasi tesebut mengalami perubahan struktur
dan fungsinya, dapat menjadi sel yang ganas maupun sel
yang jinak (tumor). Sel-selyang ganas tersebutlah yang
dinamakan kanker dengan ciri khas bahwa sel tersebut
berkembang lebih cepat dibanding sel normal maupun sel
abnormal yang jinak. Ciri khas lain dari kanker adalah ia
dapat bermetastase melalui aliran darah maupun aliran
limfe kejaringan-jaringan lain disekitarnya seperti :
paru, hepar, tulang, ovarium bahkan dapat sampai ke otak.
Metastase juga dapat juga terjadi melalui transplantasi
langsung maupun rongga permukaan tubuh.
8. Perjalanan metastase.
Stadium-stadium kanker :
a. Kalsifiksi TNM dari Ca mammae :
Tumor:
Tis Tumor sebelum invasi tanpa infiltrasi intra duktuel
atau paget’s disease dari puting susu tanpa tumor.
T1. Tumor berdiameter 2 cm atau kurang.
135
Page 136
T2. Tumor berdiameter 2-5 cm.
T3. Tumor berdiameter lebih dari 5 cm.
T4 Tumor dengan infiltrasi kedinding thorax atau kulit.
Nodus limfe regional.
N0. Tidak teraba kelenjar limfe diketiak.
N1. Teraba di ketiak homolateral adanya kelenjar limfe
yang dapat digerakkan
N2. Kelenjar limfe homolateral berlekatan satu sama lain
atau melekat ke jaringan sekitarnya
N3. Kelenjar limfe infraklavikular dan supraklavikular
homolateral
Metastase / anak sebar.
M0. Tidak ada metastase jauh.
M1. Tidak ada metasase ditambah infiltrasi kulit sekitar
payudara.
b. Stadium O Tis N0 M0
Carsinoma in situ.
I. T1 N0 M0.
Tumor kurang dari 2 cm tanpa nodus
II.A.T0-N1 M0, T1 N1M0, T2 N0M0.
Tumor 0-2 cm dengan nodus atau. Ukuran 2-5 cm tanpa
nodus.
II.B.T2N1M0, T3N0M0
Tumor 2-5 cm dengan nodus atau lebih dari 5 cm tanpa
nodus.
III.A. T0N2M0, T1N2M0, T2N2M0,T3N1M0, T3N2M0
Tumor kurang dari 2 cm dengan nodus limfe yang terfiksasi
136
Page 137
atau tumor lebih dari 5 cm dengan ndus terfiksasi/tidak
tefiksasi.
Stadium IV T…N…M1
Semua tumor yang metastase
Perjalanan metastase tumor
9. Tanda dan gejala
a. Teraba massa atau benjolan di mammae, mayoritas
ditemukan di kuadran atas terluar dari payudara,
sebagian besar terjadi pada payudara sebelah kiri.
b. Lesi tidak terasa nyeri, terfiksasi dan keras.
c. Batas benjolan tidak teratur.
d. Nyeri pada kanker payudara dapat ditemukan pada kasus
yang lebih lanjut.
e. Tampak dimpling atau peau d’orange pada kulit
payudara, dimana kulit tampak kerut seperti kulit
jeruk.
f. Retraksi puting susu.
g. Metastase ke kulit dapat di manifestasikan oleh lesi
yang mengalami ulserasi.
h. Kulit berwarna merah, agak gelap, kadang edema.
i. Koping : menyangkal.
j. Pembesaran kelenjar getah bening setempat
1. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan harga diri b.d. kecacatan bedah, efek samping
khemotherapi, ragu mengenai penerimaan orang lain.
b. Ketakutan b.d. Krisis situasi : Hospitalisasi, ketidak
pastian hasil rasa tidak, berdaya, putus asa, kurang
pengethuan tentang kanker dan pengobatan.
137
Page 138
c. Nyeri b.d. proses penyakit : destrukrif jaringan saraf,
obstruksi jaras saraf, inflamasi.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
status hipermetabolik berkenaan dengan kanker,
konsekuensi kemnotherapi, radiasi : mual-muntah,
anoreksia.
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integrits
kulit/jaringan b.d. efek radiasi dan kemotherapi,
penurunan imunologi.
2. Rencana Keperawatan
DX 1 : Gangguan harga diri b.d. kecacatan bedah, efek
samping khemotherapi, ragu mengenai penerimaan orang
lain.
HYD : Klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang
perubahan tubuh, mengembangkan koping yang efektif,
ditandai dengan :
1) Partisipasi aktif dalam hubungan personal yang
tepat.
2) Penggunaan koping yang tepat
Selama proses perawatan.
Rencana tindakan
1. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaanya,
khususnya mengenai cara ia memandang dirinya.
R/ Mengetahui bagaimana individu memandangi dirinya
(konsep diri)
2. Dorong klien untuk bertanya mengenai masalah yang ia
alami, penanganan perawatan yang sesuai.
138
Page 139
R/ Klien dapat peduli dengan dirirnya.
3. Kaji ada tidaknya dukungan dari keluarga.
R/ Mengetahui apakah dukungan dari keluarga cukup
membantu.
4. Anjurkan klein untuk mengikuti kelompok dengan penyakit
kanker payudara.
R/ Klien dapat menemukan wadah yang tepat untuk
berbagai pengalaman.
DX 2 : Ketakutan b.d. Krisis situasi : Hospitalisasi,
ketidak pastian hasil rasa tidak, berdaya, putus asa,
kurang pengethuan tentang kanker dan pengobatan
HYD : Klien dapat mengurangi ketakutan yang ia alami
sesuai dengan mekanisme koping yang tepat dan dapat
berpartisipasi aktif dalam program pengobatan yang
ditandai dengan :
1) Dapat mengungkapkan perasaan.
2) Aktif dalam program pengobatan.
3) Klien tanpak rileks
Selama proses perawatan.
Rencana Tindakan
1. Kaji ulang tentang pemahaman kelurga-klien tentang
kanker.
R/ Memperbaiki konsep yang salah tentang kanker.
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman
R/ Mengidentifikasi rasa takut.
3. Dorong klien untuk ungkapkan pikiran-perasaan.
R/ Klien dapat mengungkapkan apa saja yang ia
139
Page 140
rasakan tanpa merasa ditolak.
4. Lakukan kontak sering mungkin dengan klien.
R/ Klien tidak merasa ditinggalkan.
5. Waspadai gejala interaksi soial buruk, menarik diri,
marah, percobaan bunuh diri.
R/ Informasi yang adequat dapat mengurangi
kecemasan/ketakutan pada klien. Putus asa, perasaan
bersalah, stres yang tinggi dengan koping yang tidak
efektif dapat mengakibatkan muncul ide untuk bunuh
diri.
6. Libatkan keluarga, orang terdekat dengan klien :
Juga dalam hal mengambil keputusan utama.
R/ Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang
solid, klien tidak merasa terisolasi.
7. Berikan penjelaan ulang mengenai therapi, tujuan,
prosedur, efek samping setelah dokter menjelaskan.
R/ Untuk mengurangi kecemasan.
8. Beri support spiritual doa
R/ Doa dapat memberi ketenangan
DX 3 : Nyeri b.d. proses penyakit : destrukrif jaringan
saraf, obstruksi jaras saraf, inflamasi.
HYD : Nyeri berkurang atau hilang ditandai dengan :
1) Keluhan nyeri berkurang-hilang.
2) Klien tanpak rileks.
Selama proses perawatan.
Rencana tindakan
1. Kaji lokasi, intensitas frekuesi, durasi.
140
Page 141
R/ Mengetahui apa saja yang sudah di coba oleh klien
untuk mengurangi nyeri dan keefektifannya.
2. Beri posisi yang nyaman.
R/ Mengurangi nyeri.
3. Kaji koping yang digunakan klien untuk mengurangi
nyeri dan hasilnya.
R/ Sebagai data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan
intervensi .
4. Anjurkan klien cara mengurangi nyeri dengan
visualisasi, bimbingan imajinatif seperti menghitung
jumlah benda yang ada, menghitung dalam hati, dan
sebagainya.
R/ Mengurangi nyeri dengan menurunkan ketegangan pada
klien.
5. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
R/ Sebagai obat pengurang rasa sakit.
DX 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
status hipermetabolik berkenaan dengan kanker,
konsekuensi kemnotherapi, radiasi : mual-muntah,
anoreksia.
HYD : Tidak terjadi kekurangan nutrisi yang ditandai
dengan :
1) Hb : 12-18 mg/dl.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan yang signifikan.
Selama proses perawat.
Rencana tindakan
141
Page 142
1. Pantau masukan makanan setiap hari.
R/ Mengetahui jumlah masakan yang dimakan oleh
klien.
2. Ukur tinggi badan, berat badan, lipatan kuli bisep-
trisep.
R/ Mengetahui apakah terjadi penurunan berat badan.
3. Dorong klien untuk makan diit TKTP dengan asupan
cairan yang adequat.
R/ Untuk mengimbangi peningkatan metabolik sel.
4. Sajikan makanan porsi kecil tapi sering.
R/ Mengurangi rasa mual.
5. Beri snack sebagai pengganti makan bila klien tidak
mau makan.
R/ Untuk memenuhi asupan yang dibutuhkan walaupun
tidak maksimal.
6. Perhatikan faktor lingkungan: bau, bising.
R/ Lingkungan yang bau dan bising dapat menurunkan
nafsu makan.
7. Kaji hasil laboratorium : Hemoglobin, dll.
R/ Mengetahui apakah klien mengalami penurunan
jumlah asupan nutrisi.
8. Dorong keluarga untuk membawa makanan yang di sukai,
ciptakan suasana makan yang menyenangkan, misal
dengan makan bersama
R/ Meningkatkan nafsu makan.
142
Page 143
DX 5 : Resiko tinggi terhadap kerusakan integrits
kulit/jaringan b.d. efek radiasi dan kemotherapi,
penurunan imunologi.
HYD : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit yang
ditandai oleh :
1) Membran mukosa utuh.
Rencana tindakan
1. Kaji kondisi kulit :
- Warna,suhu, kelenturan, gatal-gatal, turgor
kulit.
- Perhatikan adanya kerusakan/ perlambatan
penyembuhan luka akibat radiasi : Kulit samak,
deskuamasi kering/lembab, ulserasi, ruam
alergi, hiperpigmentasi, alopesia.
R/ Mengetahui kondisi kulit. Untuk mengetahui
intervensi yang akan dilakukan kemudian.
2. Anjurkan klien untuk tidak menggunakan krim kulit,
salep, bedak kecuali di izinkan dokter.
R/ Dapat meningkatkan iritasi, reaksi secara nyata.
3. Anjurkan klien untuk tidak menghapus tanda/tatto yang
ada sebagai identifikasi area radiasi.
R/ Dapat mempengaruhi proses pemberian radiasi.
4. Anjurkan mengenakan pakaian yang lembut dan longgar.
5. Untuk kemotherapi :
- Kaji lokasi pemasangan vena : gatal, nyeri
tekan, rasa terbakar, ulserasi/nekrose
jaringan.
143
Page 144
- Segera cuci kulit dengan sabun dan air bila
agen antineoplastik tercecer pada kulit yang
tidak terlindungi.
R/ Dengan pengobatan, kulit menjadi sensitif sehingga
semua iritasi harus dihindari. Bila terjadi tanda-tanda
tersebut, maka segera lapor dokter untuk menghentikan
intervensi medis dari agen antineoplastik.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN No. SAK: 003
SAK – Ners
F2-24
Tanggal dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Fraktur
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
144
Page 145
A. KONSEP DASAR
Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al,
2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing
Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and
Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system
atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya
dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian
tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah
terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
b) Keluhan Utama
145
Page 146
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,
atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa
reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
1995).
146
Page 147
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
2. Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan
2.Resiko cidera b.d perubahan fungsi fisiologis tubuh
3.Hambatan mobilitas fisik b.d cidera
20/5-
02
Nyeri akut Tinggikan posisi Meningkatkan
147
Page 148
1. ekstremitas yang
mengalami fraktur
Lakukan dan awasi
latihan gerak
pasif/aktif sesuai
keadaan klien
Lakukan tindakan untuk
meningkatkan
kenyamanan (masase,
perubahan posisi)
Ajarkan penggunaan
teknik manajemen nyeri
(latihan napas dalam,
imajinasi visual,
aktivitas dipersional)
Lakukan kompres dingin
selama fase akut (24-
48 jam pertama) sesuai
keperluan.
aliran balik
vena, mengurangi
edema/ nyeri.
Mempertahankan
kekuat-an otot
dan meningkatkan
sirkulasi
vaskuler.
Meningkatkan
sirkulasi umum,
menurunkan area
tekanan lokal dan
kelelahan otot.
Mengalihkan
perhatian
terhadap nyeri,
meningkatkan
kontrol terhadap
nyeri yang
mungkin
berlangsung lama.
Menurunkan edema
dan mengurangi
rasa nyeri.
148
Page 149
2.
Risiko cedera
Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai
indikasi.
Evaluasi keluhan nyeri
(skala, petunjuk
verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda
vital)
Pertahankan tirah
baring dan imobilisasi
sesuai indikasi.
Rawat luka setiap hari
atau setiap kali bila
pembalut basah atau
kotor.
Bila terpasang bebat,
Menurunkan nyeri
melalui mekanisme
penghambatan
rangsang nyeri
baik secara
sentral maupun
perifer.
Menilai
perkembangan
masalah klien.
Meminimalkan
rangsang nyeri
akibat gesekan
antara fragmen
tulang dengan
jaringan lunak di
sekitarnya.
Mempercepat
penyembuh-an luka
dan mencegah
149
Page 150
3.
Gangguan
mobilitas fisik
sokong fraktur dengan
bantal atau gulungan
selimut untuk
mempertahankan posisi
yang netral.
Evaluasi pembebat
terhadap resolusi
edema.
Kolaborasi pemasangan
skeletal traksi.
Kolaborasi pemberian
obat antibiotika.
Evaluasi tanda/gejala
perluasan cedera
jaringan (peradangan
lokal/sistemik,
seperti peningkatan
infeksi
lokal/sistemik.
Mencegah
perubahan posisi
dengan tetap
mempertahankan
kenyamanan dan
keamanan.
Bila fase edema
telah lewat,
kemungkinan bebat
menjadi longgar
dapat terjadi.
Skeletal traksi
menghasil-kan
efek fiksasi yang
lebih stabil
sehingga dapat
meminimalkan
resiko perluasan
cedera.
Antibiotik
bersifat bakte-
riosida/baktiosta
150
Page 151
nyeri, edema, demam)
Pertahankan
pelaksanaan akti-vitas
rekreasi terapeutik
(radio, koran,
kunjungan teman/
keluarga) sesuai
keadaan klien.
Bantu latihan rentang
gerak pasif aktif pada
ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat
sesuai keadaan klien.
Bantu dan dorong
perawatan diri
(kebersihan/makan/elim
inasi) se- suai
keadaan klien.
tika untuk
membunuh /
menghambat
perkembangan
kuman.
Menilai
perkembangan
masalah klien.
Memfokuskan
perhatian,
meningkatkan rasa
kontrol
diri/harga diri,
membantu
menurunkan
isolasi sosial.
Meningkatkan
sirkulasi darah
muskuloskeletal,
mempertahankan
151
Page 152
Ubah posisi secara
periodik sesuai
keadaan klien.
Dorong/pertahankan
asupan ca-iran 2000-
3000 ml/hari.
Berikan diet TKTP.
Kolaborasi pelaksanaan
fisio-terapi sesuai
indikasi.
Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan
program imobilisasi.
tonus otot,
mempertahakan ge-
rak sendi,
mencegah kon-
traktur/atrofi
dan mence-gah
reabsorbsi
kalsium karena
imobilisasi.
Meningkatkan
kemandiri-an
klien dalam
perawatan diri
sesuai kondisi
keterbatasan
klien.
Menurunkan
insiden
komplikasi kulit
dan pernapasan
(dekubitus,
atelektasis,
penumonia)
Mempertahankan
hidrasi adekuat,
152
Page 153
men-cegah
komplikasi
urinarius dan
konstipasi.
Kalori dan
protein yang
cukup diperlukan
untuk proses
penyembuhan dan
mem-pertahankan
fungsi fisiologis
tubuh.
Kerjasama dengan
fisio-terapis
perlu untuk me-
nyusun program
aktivitas fisik
secara
individual.
Menilai
perkembangan
masalah klien.
153
Page 154
.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN No. SAK: 004
SPO – Ners
F2-24
Tanggal dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Karsinoma Tiroid
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KARSINOMA TIROID
Kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid didasarkan pada
observasi yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis
dan dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan rendah. Yang
154
Page 155
termasuk kecurigaan tinggi adalah:
Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.
Pertumbuhan tumor cepat.
Nodul teraba keras.
Fiksasi daerah sekitar.
Paralisis pita suara.
Pembesaran kelenjar limpa regional.
Adanya metastasis jauh.
Kecurigaan sedang adalah:
Usia < 20 tahun atau > 60 tahun.
Riwayat radiasi leher.
Jenis kelamin pria dengan nodul soliter.
Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar.
Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.
Kecurigaan rendah adalah: tanda atau gejala diluar/selain yang
disebutkan diatas.
Secara klinis karsinoma tiroid dibagi menjadi kelas-
kelas, yaitu:
I. Infra Tiroid.
II. Metastasis Kelenjar Limpa Leher.
III. Invasi Ekstra Tiroid.
IV. Metastasis Jauh.
Gejala klinis yang dijumpai dapat berupa penekanan organ
sekitar, gangguan dan rasa sakit waktu menelan, sulit benafas,
suara serak, limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasi
jauh. Paling sering ke paru-paru, tulang dan hati.
Diagnosa Keperawatan
155
Page 156
Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul:
- Diagnosa Pre Operasi:
Ansietas berhubungan dengan faktor kurang pengetahuan
tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, takut
tentang beberapa aspek pembedahan.
Tujuan : Klien mengungkapkan ansietas
berkurang/hilang.
Kriteria evaluasi: Klien melaporkan lebih sedikit perasaan gugup,
mengungkapkan pe-mahaman tentang kejadian pra
operasi dan pasca operasi, postur tubuh
riileks.
Rencana Tindakan:
NO INTERVENSI RASIONAL1.
2.
Jelaskan apa yang terjadi
selama periode pra operasi
dan pasca operasi, termasuk
test laboratorium pra op,
persiapan kulit, alasan
status puasa, obat-obatan pre
op, aktifitas area tunggu,
tinggal diruang pemulihan dan
program pasca operasi.
Informasikan klien bahwa
obatnya tersedia bila
diperlukan untuk mengontrol
nyeri, anjurkan untuk
memberitahu nyeri dan meminta
Pengetahuan tentang apa
yang diper-lukan membantu
mengurangi ansie-tas &
meningkatkan kerjasama
klien selama pemulihan,
mempertahankan kadar
analgesik darah konstan,
memberikan kontrol nyeri
terbaik.
156
Page 157
3.
4.
5.
obat nyeri sebelum nyerinya
bertambah hebat.
Informasikan klien bahwa ada
suara serak & ketidaknyamanan
menelan dapat dialami setelah
pembedahan, tetapi akan
hilang secara bertahap dengan
berkurangnya bengkak 3-5
hari.
Ajarkan & biarkan klien
mempraktekkan bagaimana
menyokong leher untuk
menghindari tegangan pada
insisi bila turun dari tempat
tidur atau batuk.
Biarkan klien dan keluarga
mengungkapkan perasaan
tentang pengalaman
pembedahan, perbaiki jika ada
kekeliruan konsep. Rujuk
pertanyaan khusus tentang
pembedahan kepada ahli bedah.
Pengetahuan tentang apa
yang diper-kirakan
membantu mengurangi an-
sietas.
Praktek aktifitas-
aktifitas pasca ope-rasi
membantu menjamin
penurunan program pasca
operasi terkomplikasi.
Dengan mengungkapkan
perasaan membantu
pemecahan masalah dan
memungkinkan pemberi
perawatan untuk
mengidentifikasi
kekeliruan yang dapat
menjadi sumber kekuatan.
Keluarga adalah sistem
pendukung bagi klien.
Agar efektif, sistem
pendukung harus mempunyai
mekanisme yang kuat.
157
Page 158
Lengkapi daftar aktifitas
pada daftar cek pre op,
beritahu dokter jika ada
kelainan dari test Lab. pre
op.
Daftar cek memastikan
semua aktifi-tas yang
diperlukan telah lengkap.
Aktifitas ini dirancang
untuk memas-tikan klien
telah siap secara
fisiologis untuk operasi
dan mengurangi resiko
lamanya penyembuhan.
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan ketakutan
berkaitan dengan diagnosis kanker yang baru saja diterima,
masalah potensial ketidak pastian masa depan.
Tujuan:
- Klien dan keluarga dapat beradaptasi secara konstruktif
terhadap krisis.
- Klien dan keluarga mampu mengkomunikasikan secara terbuka
dan efektif diantara anggota keluarga.
Kriteria:
- Sering mengungkapkan perasaan terhadap perawat/dokter.
- Berpartisipasi dalam perawatan anggota keluarga yang
sakit.
- Mempertahankan sistem fungsional saling mendukung antar
tiap anggota keluarga.
Rencana Tindakan
NO INTERVENSI RASIONAL1. Bantu klien & keluarga dalam
menghadapi ke-khawatiran
Klien & keluarga
mengetahui segala
158
Page 159
2.
3.
4.
5.
terhadap situasi: resikonya,
pilihan yang ada serta bantuan
yang didapat.
Ciptakan lingkungan rumah sakit
yang bersifat pribadi &
mendukung untuk klien &
keluarga.
Libatkan anggota keluarga dalam
perawatan anggota keluarga yang
sakit bila memungkin-kan.
Bantu anggota keluarga untuk
mengubah ha-rapan-harapan klien
yang sakit dalam suatu si-kap
yang realistis.
Buatlah daftar bantuan
profesional lain bila masalah-
masalah meluas diluar batas-
batas ke-perawatan.
sesuatu yang mungkin
dapat menyebabkan
kekha-watiran serta
dapat mengatasi nya.
Klien merasa
terlindungi rasa
amannya.
Klien mendapat
perhatian & kasih
sayang dari
keluarga-nya &
keluarga dapat
berpe-ran lebih
aktif dalam merawat
klien.
Harapan yang tidak
realistis membuat
kelurga berpikir ti-
dak objektif.
Dengan mengetahui
bantuan profesional
diharapkan klien &
keluarga dapat
mencari al-ternatif
159
Page 160
& usaha lain dalam
mengobati & merawat
klien.
- Diagnosa Post Operasi
Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi akibat adanya perdarahan atau edem pada tempat
pembedahan, kerusakan saraf laringeal atau luka pada
kelenjar paratiroid.
Tujuan:
- Paru-paru klien bersih.
- Pola nafas klien berada dalam batas normal.
- Klien dapat berbicara dengan suara biasa.
NO
.
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor tanda-tanda
respiratori distres, sia-
nosis, takipnea & nafas yang
berbunyi.
Periksa balutan leher setiap
jam pada perio-de awal post
op, kemudian tiap 4 jam.
Monitor frekuensi & jumlah
drainase serta kekuatan
balutan.
Memonitor & mengkaji
terus-mene-rus dapat
membantu untuk mende-
teksi & mencegah masalah
pernafas-an.
Pembedahan didaerah leher
dapat menyebabkan
160
Page 161
Periksa sensasi klien karena
keketatan dise-keliling
tempat insisi.
Pertahankan klien dalam
posisi semi fowler dengan
diberi kantung es (ice bag)
untuk mengurangi bengkak.
Anjurkan klien untuk
berbicara setiap 2 jam tanpa
merubah nada atau keparauan
suara.
Kaji adanya tanda Chvostek &
Trousseau.
Identifikasi adanya mati
rasa.
Monitor tingkat serum
kalsium.
Siapkan peralatan emergency
untuk trache-ostomy, suction,
obstruksi jalan nafas
karena adanya edem post
op.
Dengan mempertahankan
posisi & pemberian es
dapat mengurangi
pembengkakan.
Kerusakan pada saraf
laringeal sela-ma
pembedahan tiroid dapat
menye-babkan penutupan
glottis.
Hipokalsemia, akibat dari
kerusakan atau pemotongan
kelenjar paratiroid dapat
menyebabkan tetani &
laringo-spasm.
Persiapan untuk gawat
darurat memastikan
pemberian perawatan yang
cepat & tepat.
161
Page 162
oksigen, perlengkapan be-nang
jahit bedah dan kalsium IV,
dalam keadaan siap pakai.
Nyeri berhubungan dengan tiroidektomi.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria: Menyangkal nyeri, tidak ada rintihan, ekspresi wajah
rileks.
Rencana Tindakan:
NO INTERVENSI RASIONAL1.
2.
Berikan analgesik narkotik
yang diresep-kan & evaluasi
keefektifannya.
Ingatkan klien untuk
mengikuti tindakan-tindakan
untuk mencegah peregangan
pada insisi seperti:
- menyokong leher bila
bergerak di tempat tidur &
bila turun dari tempat
tidur.
- menghindari hiper ekstensi
& fleksi akut leher.
Analgesik narkotik
perlu pada nye-ri hebat
untuk memblok rasa
nyeri.
Peregangan pada garis
jahitan ada-lah sumber
ketidak nyamanan.
162
Page 163
STANDAR ASUHANKEPERAWATAN
No. SAK: 005
SPO – Ners
C2-24
Tanggal dibuat:
2 Juni 2014
Tanggalberlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:APENDISITIS
No.Revisi:
01
Hal. 1 dari
10
Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
1. Pengertian
Appendiks (Umbai cacing) mulai dari
caecum (Usus Buntu) dan lumen appendiks ini bermuara
ke dalam caecum dinding appendiks mengandung banyak
folikel getah bening biasanya appendiks terletak
pada iliaca kanan di belakang caecum ( Henderson ;
1992).
Appendiks dapat mengalami keradangan
163
Page 164
pembentukan mukokel, tempat parasit, tumor benigna
atau maligna dapat mengalami trauma, pembentukan
pistula interna atau eksterna, kelainan kongenital
korpus ileum dan kelaina yang lain. Khusus untuk
appendiks terdapat cara prevensi yang hanya
mengurangi morbilitas dan mortalitas sebelum menjadi
perforasi atau gangren (FKUA ; 1989 )
2. Dampak Masalah
Individu dalam hal ini terjadi gangguan dari
berbagai pola fungsi kesehatan antara lain :
a.Pola nutrisi dan metabolisme
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan
nutrisi akibat pembatasan pemasukan makanan atau
minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
b.Pola aktifitas dan latihan
Aktifitas klien biasanya terjadi pembatasan
aktifitas akibat rasa nyeri pada luka operasi
sehinnga keperluan klien harus dibantu.
c.Pola tidur dan istirahat.
Klien akan mengalami gangguan kenyamanan dan
pola tidur karena rasa sakit (nyeri) akibat
tindakan pembedahan.
d.Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya
konstraksi kandung kemih, rasa nyeri atau karena
tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi
pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan
164
Page 165
mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena
pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
e.Pola Persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya
kebiasaan gerak segala kebutuhan harus dibantu.
Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya
sehingga penderita mengalami emosi yang tidak
stabil.
f.Pola Reproduksi seksual
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah
pembedahan selama beberapa waktu.
g.Pola terhadap keluarga
Perawatan dan pengobatan memerlukan biaya yang
banyak harus ditanggung oleh keluarganya juga
perasaan cemas keluarga terhadap keadaan klien.
3. Asuhan Keperwatan
Dengan memberikan asuhan keperawatan perawat
menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan
melalui beberapa tahap yaitu :
1. Pengkajian
a.Pengumpulan data
1) Anamnesa
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor register,
diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan,
pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku
165
Page 166
bangsa.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan
utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen.
c. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh
klien seperti hipertensi, operasi abdomen yang lalu,
apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan
yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat
alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit
diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau
penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan
bagaimana genogramnya .
e. Pola Fungsi Kesehatan
1.Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan,
alkohol dan kebiasaan olah raga (lama
frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga
kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka.
2.Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang
sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola
tidur klien.
166
Page 167
3.Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas
bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas
biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu
lamanya setelah pembedahan.
4.Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita
tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya
dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
5.Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan,
pearaan serta pendengaran, kemampuan berfikir,
mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu dan tempat.
6.Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi
masalah.
7.Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan
bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan
selama sakit.
2) Pemeriksaan
a.Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis,
ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada
tidaknya kelemahan.
167
Page 168
2. Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat,
pemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan
bawah .
3. Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat
apakah ada warna pucat.
4. Torax dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya
sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun
alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya
normal (16 – 20 kali permenit). Apakah ada ronchi,
whezing, stridor.
5. Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada
tidaknya pristaltik pada usus ditandai dengan
distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa
kencing spontan atau retensi urine, distensi supra
pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan
urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika
dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar,
tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.
6. Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam
aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga
apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
b. Pemeriksaan Penunjang
168
Page 169
1. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Darah. Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000
mn.
b. Urine. Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan
eritrosit .
2. Pemeriksaan Radiologi.
BOF, Tampak distensi sekum pada appendisitis akut.
c. Analisa data
Dari urarai diatas pengkajian kemudian data
tersebut dikelompokkan menjadi data subyektif dan
data obyektif lalu dianalisa sehingga dapat
ditarik kesimpulan masalah yang timbul dan untuk
selanjutnya dapat dirumuskan diagnosa keperawatan
(lismidar, 1990).
4. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah diagnosa
keperawatan.Diagnosa keperawatan ditetapkan
berdasarkan analisa data yang diperoleh dari
pengkajian data. Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada penderita post appendiktomy :
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan
insisi pembedahan ( Ingnatavicius; 1991).
b. Potensial terjadi infeksi dengan invasi kuman
pada luka operasi
( Doenges; 1989 ).
c. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi
dari team kesehatan akan penyembuhan penyakit (
Ingnatavicius; 1991 ).
169
Page 170
5. Perencanaan
Dari diagnosa keperawatan diatas maka dapat disusun
rencana perawatan sesuai dengan prioritas masalah
kesehatan, yaitu :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan
insisi pembedahan.
Tujuan :
Nyeri berkurang dalam waktu kurang dari 24 jam.
Kriteria Hasil :
Klien menyatakan nyeri berkurang, tidak takut
melakukan mobilisasi, klien dapat istirahat dengan
cukup. Skala nyeri sedang
Rencana Tindakan :
a. Beri penjelasan pada klien tentang sebab dan
akibat nyeri.
b. Ajarkan teknik relaksasi dan destraksi.
c. Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi
klien.
d. Rawat luka secara teratur daan aseptik.
Rasional :
a. Penjelasan yang benar membuat klien mengerti
sehingga dapat diajak bekerja sama.
b. Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan
perhatian klien agar dapat mengurangi rasa
nyeri.
c. Penderita sendiri yamg merasakan posisi yang
lebih menyenangkan sehingga mengurangi rasa
nyeri.
170
Page 171
d. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat
menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada
luka operasi.
e. Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.
2. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan
invasi kuman pada luka operasi.
Tujuan :
Infeksi pada luka operasi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda – tanda infeksi (rubor, dolor )
luka bersih dan kering.
Rencana tindakan :
a. Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya
perawatan luka dan tanda - tanda atau gejala
infeksi.
b. Rawat luka secara teratur dan aseptik.
c. Jaga luka agar tetap bersih dan kering.
d. Jaga kebersihan klien dan lingkungannya.
e. Observasi tanda – tanda vital.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk antibiotik yang
sesuai.
Rasional :
a. Penderita akan mengerti pentingnya perawatan
luka dan segera melapor bila ada tanda – tanda
infeksi.
b. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat
menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada
luka operasi.
171
Page 172
c. Media yang lembab dan basah merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan kuman.
d. Mengetahui sedini mungkin tanda – tanda infeksi
pada luka operasi.
e. Mengetahui sedini mungkin tanda – tanda infeksi
secepatnya mengatasi.
3. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi
dari Antibiotik menghambat proses infeksi dalam
tubuh.
Tujuan :
Rasa cemas berkurang.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengekspresikan kecemasan secara
konstruktif, klien dapat tidur dengan tenang dan
berkomunikasi dengan teman sekamarnya.
Rencana Tindakan :
a. Jelaskan keadaan proses penyebab dan penyakitnya
b. Jelaskan pengaruh psikologis terhadap fisiknya
(Penyembuhan penyakit).
c. Jelaskan tindakan perawatan yang akan diberikan.
Rasional :
a. Dengan penjelasan diharapkan klien dapat
mengerti sehingga klien menerima dan beradaptasi
dengan baik.
b. Pengertian dan pemahamannya yang benar membantu
klien berfikir secara konstruktif.
c. Dengan penjelasan benar akan menambah keyakinan
atau kepercayaan diri klien. (FK UI; 1990) .
172
Page 173
STANDAR ASUHAN
KEPERAWATAN
No. SAK: 006
SAK – Ners
C2-24
Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
TRAUMA PADA SALURAN KEMIH
No.
Revisi:
01Hal. 1 dari
173
Page 174
10
Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
Pengertian
Trauma Bladder
Trauma tumpul atau penetrasi perlukaan pada
bladder yang mungkin dapat/tidak dapat menyebabkan
ruptur bladder. Trauma bladder sering berhubungan
dengan kecelakaan mobil saat sabuk pengaman menekan
bladder, khususnya bladder yang penuh.
Trauma Uretra
Uretra, sama seperti bladder, dapat mengalami
cidera/trauma karena fraktur pelvic. Terjatuh dengan
benda membentur selangkangan (stradle injury) dapat
menyebabkan contusio dan laserasi pada uretra. Misalnya
saat jatuh dari sepeda. Trauma dapat juga terjadi saat
intervensi bedah. Luka tusuk dapat pula menyebabkan
kerusakan pada uretra.
Kerusakan uretra ini diindikasikan bila pasien
tidak mampu berkemih, penurunan pancaran urine, atau
adanya darah pada meatus. Karena kerusakan uretra, saat
174
Page 175
urine melewati uretra, proses berkemih dapat
menyebabkan ekstravasasi saluran urine yang menimbulkan
pembengkakan pada scrotum atau area inguinal yang mana
akan menyebabkan sepsis dan nekrosis. Darah mungkin
keluar dari meatus dan mengekstravasasi jaringan
sekitarnya sehingga menyebabkan ekimosis. Komplikasi
dari trauma uretra adalah terjadinya striktur uretra
dan resiko impotent. Impotensi terjadi karena corpora
kavernosa penis, pembuluh darah, dan suplay syaraf pada
area ini mengalami kerusakan.
Trauma Ureter
Lokasi ureter berada jauh di dalam rongga abdomen
dan dilindungi oleh tulang dan otot, sehingga cidera
ureter karena trauma tidak umum terjadi. Cidera pada
ureter kebanyakan terjadi karena pembedahan. Perforasi
dapat terjadi karena insersi intraureteral kateter atau
instrumen medis lainnya. Luka tusuk dan tembak juga
dapat juga membuat ureter mengalami trauma. Dan
meskipun tidak umum, tumbukan atau decelerasi tiba-tiba
seperti pada kecelakaan mobil dapat merusak struktur
ureter. Tindakan kateterisasi ureter yang menembus
dinding ureter atau pemasukan zat asam atau alkali yang
terlalu keras dapat juga menimbulkan trauma ureter.
Trauma ini kadang tidak ditemukan sebelum manifestasi
klinik muncul. Hematuria dapat terjadi, tapi indikasi
umum adalah nyeri pinggang atau manifestasi
ekstravasasi urine. Saat urine merembes masuk ke
jaringan, nyeri dapat terjadi pada abdomen bagian bawah
175
Page 176
dan pinggang. Jika ekstravasasi berlanjut, mungkin
terjadi sepsis, ileus paralitik, adanya massa
intraperitoneal yang dapat diraba, dan adanya urine
pada luka terbuka. IVP dan ultrasound diperlukan untuk
mendiagnose trauma ureter ini. Pembedahan merupakan
tindakan utama untuk memperbaiki kerusakan, mungkin
dengan membuat anastomosis. Kadang-kadang prosedur
radikal seperti uterostomy cutaneus, transureterotomy,
dan reimplantasi mungkin dilakukan.
Pengkajian Keperawatan
Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep
perawatan secara holistic. Pengkajian dilakukan secara
menyeluruh dan berkesinambungan. Pada kasus ini akan
dibahas khusus pada sistim tubuh yang terpengaruh :
Ginjal (Renal)
Kemungkinan Data yang diperoleh :
Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/
24jam)
Anuria (100 cc / 24 Jam
Infeksi (WBCs , Bacterimia)
Sediment urine mengandung : RBCs ,
Riwayat sakitnya dahulu.
Sejak kapan muncul keluhan
Berapa lama terjadinya hipertensi
Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang
Penanganan selama ada gejala
176
Page 177
Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan
Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan
Penggunaan koping mekanisme bila sakit
Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan
kerja.
Pemeriksaan fisik
Peningkatan vena jugularis
Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas
Anemia dan kelainan jantung
Hiperpigmentasi pada kulit
Pernapasan
Mulut dan bibir kering
Adanya kejang-kejang
Gangguan kesadaran
Pembesaran ginjal
Adanya neuropati perifer
Test Diagnostik
Pemeriksaan fungsi ginjal, kreatinin dan ureum
darah
Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Clearens
Creatinin Test (CCT) adalah:
Timbang Berat badan dan mengukur tinggi badan
Menanmpung urine 24 jam
Mengambil darah vena sebanyak 3 cc (untuk
mengetahui kreatinin darah)
Mengambil urine 50 cc.
Lakukan pemeriksaan CCT dengan rumus :
177
Page 178
Vol. Urine [cc/menit x Konsentrasi kreatinin urine
(mg %)}
Kreatinin Plasma (mg %)
Persiapan Intra Venous Pyelography
Puasakan pasien selama 8 jam
Bila perlu lakukan lavemen/klisma
3. Diagnosa Keperawatan Yg Muncul
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan adanya stoma, aliran/rembesan
urine dari stoma, reaksi terhadap produk kimia
urine.
Gangguan body image berhubungan dengan adanya
stoma, kehilangan kontrol eliminasi urine,
kerusakan struktur tubuh ditandai dengan
menyatakan perubahan terhadap body imagenya,
kecemasan dan negative feeling terhadap badannya.
Nyeri berhubungan dengan disrupsi
kulit/incisi/drains, proses penyakit
(cancer/trauma), ketakutan atau kecemasan ditandai
dengan menyatakan nyeri, kelelahan, perubahan
dalam vital signs.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
inadekuatnya pertahanan tubuh primer (karena
kerusakan kulit/incisi, refluk urine).
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma
jaringan, edema postoperative ditandai dengan
178
Page 179
urine output sedikit, perubahan karakter urine,
retensi urine.
Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan
gangguan struktur body dan fungsinya, response
pasangan yang tidak adekuat, disrupsi respon
seksual misalnya kesulitan ereksi.
Deficit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kehilangan
kemampuan untuk menangkap informasi,
misinterpretasi terhadap informasi ditandai dengan
menyatakan miskonsepsi/misinterpretasi, tidak
mampu mengikuti intruksi secara adekuat.
4. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan adanya stoma, aliran/rembesan urine dari stoma,
reaksi terhadap produk kimia urine.
Data Subyektif :
Klien mengatakan : Kapan selang saya dicabut dan
lukanya dapat capat sembuh karena ingin mandi
bebas selama ini hanya dilap dgn whaslap.
Banyak berkeringat & membuat badan tdk enak &
gatal-gatal.
Posisi tidur tdk enak krn ada luka operasi &
selang.
Data Obyektif :
Terpasang tube difiksasi ke tempat tidur.
179
Page 180
Luka jahitan berjumlah 15 jahitan
Jumlah cairan yg keluar 200cc.
Badan masih ikterus terutama sklera mata.
Posisi tidur/ istirahat semifowler dan ber sandar
di tempat tidur diganjal dgn bantal.
Luka Operasi tdk tampak tanda-tan da infeksi
Tujuan
Tujuan :
Klien bebas dari resiko kerusakan integritas kulit.
Kriteria :
Luka operai sembuh tanpa komplikasi.
Tidak ada iritasi pada daerah tempat pemasangan
drain
Kulit Pasien utuh
Tidak ada tanda – tanda infeksi pada kulit.
Intervensi
Cek Drain dan luka insisi, upayakan agar aliran
bebas/lancar .
Observasi warna dan sifat drainase.
Pertahankan posisi selang drainase tube di tempat
tidur
Atur posisi semi fowler
Observasi sedakan, distensi abdomen, Batuk.
Ganti pakaian klien, higiene kulit, disekitar luka
insisi.
Anjurkan Pasien untuk miring kiri dan kanan setiap
2 jam
180
Page 181
Rasional
Pemasangan drain untu mengeluarkan sisa-sisa
cairan Koreksi posisi untuk mencegah akumulasi
cairan dalam tubuh.
Drainase berisi darah dan sisa darah selama hari –
hari pertama post pembedahan.
Mempertahankan tetap lancarnya aliran dan mencegah
pembentukan lumen
Mempermudah aliran empedu
Lepasnya draine dapat menyebabkan iritasi dan
komplikasi yg serius .
Menjaga kebersihan kulit disekitar insisi dapat
mening katkan perlindungan kulit terhadap
ulserasi.
Mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit
Kolaborasi
Beri antibiotik sesuai indikasi.
Monitor hasil lab: Contoh : Leukosit
Rasional
Untuk mengurangi infeksi atau abses
Peningkatan leukosit sebagai gambaran adanya
proses imflamasi contoh abses atau terjadinya
peritonitis.
181
Page 182
STANDAR ASUHAN
KEPERAWATAN
No. SAK: 007
SAK – Ners
C2-24
Tanggal
dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
TUMOR ABDOMEN
No.
Revisi:
01Hal. 1 dari
10
Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
2. Pengertian
Tumor abdomen merupakan massa yang padat
dengan ketebalan yang berbeda-beda, yang mungkin
membungkus pembuluh darah besar dan ureter. Secara
patologi kelainan ini mudah terkelupas dan dapat meluas
182
Page 183
ke retroperitonium, dapat terjadi obstruksi ureter atau
vena kava inferior. Massa jaringan fibrosis
mengelilingi dan menentukan struktur yang di bungkusnya
tetapi tidak menginvasinya.
2. Etiologi
Penyebab langsung dari tumor sebenarnya belum di
ketahui namun ada beberapa hasil kajian penelitian
menunjukkan bahwa :
Kelebihan nutrisi khususnya lemak
Hasil akhir metabolik dan bakterial
Sembelit
Infeksi, trauma, hipersensivitas terhadap obat
3. Tanda dan Gejala
Nyeri
Anoreksia, mual, lesu
Penurunan berat badan
Pendarahan
Adanya pembesaran pada organ yang ada tumor
5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungdan dengan
terputusnya kontuinitas jaringan
Kriteria
Klien mengungkapkan rasa nyaman nyeri
berkurang/hilang dengan kriteria :
183
Page 184
Klien mengeluh nyeri pada luka operasi
Ekspresi wajah ceria
Tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi,
pernafasan) dalam batas normal
Hb dalam batas normal.
Intervensi
- Kaji dan catat lokasi, durasi dan lamanya
nyeri
Mengetahuai persepsi dan reaksi klien terhadap
nyeri sebagai dasar yang efektif untuk intervensi
selanjutnya.
- Beri posisi yang menyenangkan.
Mengurangi penekanan pada otot dan mencegah spasme
otot yang dapat menimbulkan nyeri.
- Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Tanda-tanda vital dapat berubah akibat rasa nyeri
dan merupakan indicator untuk menilai keadaan
perkembangan penyakit.
- Anjurkan klien untuk melakukan relaksasi :
nafas dalam.
Latihan nafas dalam secara perlahan-lahan dan
teratur akan membantu relaksasi otot sehingga
suplai O2 ke jaringan lancar, sehingga dapat
mengurangi nyeri.
- Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
sesuai program.
Antianalgetik berfungsi untuk menghambat
184
Page 185
rangsangan nyeri agar tidak dipersepsikan,
sehingga nyeri berkurang/hilang.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
luka post operasi.
Kriteria
Pola tidur teratasi dengan kriteria :
- Klien tidur 7-8 jam.
- Klien nampak ceria
Intervensi
o Kaji pola tidur dan istirahat klien.
Mengetahui gangguan istirahat/tidur klien untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
o Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
Lingkungan yang tenang dapat memberikan ketenangan
untuk tidur dan istirahat.
o Anjurkan klien untuk banyak istirahat dan
tidur yang cukup.
Tidur yang cukup dapat memberi rasa segar pada
klien dan mempercepat proses penyembuhan
3. Gangguan rasa nyaman panas berhubungan dengan
proses peradangan
Kriteria
Rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria :
o Suhu tubuh teraba normal
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi
o Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.
Vital sign dapat berubah karena adanya proses
185
Page 186
infeksi dan sebagai pedoman untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
o Beri kompres dingin di dahi, ketiak dan
lipatan paha
Pada kepala terdapat hipotalamus sebagai pusat
termoregulator, sedangkan pada ketiak dan lipatan
paha terdapat pembuluh darah besar.
o Anjurkan minum yang banyak 1500-2000 cc/hari.
Untuk mengganti cairan yang hilang lewat
penguapan/evaporasi
o Penatalaksanaan pemberian obat antipiretik
sesuai program
Antipiretik berfungsi untuk merangsang pusat
termoregulator di hipotalamus sehingga tidak
mempersepsikan panas.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN No. SAK: 008
SAK – Ners
F2-24Tanggal dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
Nama Departemen:
KMB
186
Page 187
3 Juni 2014Judul:
Asma Bronchiale
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN
DENGAN ASMA BRONCHIALE YANG MENGALAMI GAGAL NAFAS
I. DEFINISI
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam
secaa hiperaktif terhadap stimuli tertentu. ( Smeltzer, C .
Suzanne, 2002, hal 611)
II. PENYEBAB
1. Alergen ; makanan, debu rumah, bulu binatang
2. Infeksi : virus, bakteri, jamur, parasit
3. Iritan : minyak wangi, asap rokok, polutan udara, bau
tajam
4. Cuaca : perubahan tekanan udara, suhu, amgin, dan
kelembaban udara
187
Page 188
III. Faktor pencetus:
1. Kegiatan jasmani : kegiatan jasmani yang berat seperti:
berlari, naik sepeda
2. Psikologis seperti stress
( Ngastiyah, 1997, hal 67-68)
IV. TANDA DAN GEJALA
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
- Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
- Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga,
sifatnya hilang timbul
- Whezing belum ada
- Belum ada kelainan bentuk thorak
- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
- BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
- Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
- Whezing
- Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
- Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
- Batuk, ronchi
- Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
188
Page 189
- Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengan (silent
Chest)
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa o2 kurang dari 80%
- Ro paru terdapat peningkatan gambaran
bronchovaskuler kanan dan kiri
- Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis
respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometri
2. Pemeriksaan sputum
3. Pemeriksaaan eosinofil total
4. Uji kulit
5. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E specifik dalam
sputum
6. Foto thorak
7. AGD
VII. FOKUS PENGKAJIAN
A. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Krekels, ronkhi, batuk keras, kering/produktif
189
Page 190
Penggunaan otot –otot aksesoris pernapasan ( retraksi
interkosta)
2. Breathing
Perpanjangan ekspirasi , mengi, perpendekan periode inspirasi,
sesak napfas, hipoksia
3. Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, pulsus paradoxus > 10 mm
B. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas
bagian atas
2. Riwayat perawatan keluarga
Adakah riwayat penyakit asma pada keluarga
3. Riwayat sosial ekonomi
Jenis pekerjaan dan waktu luang, jenis makanan yang
berhubungan dengan alergen, hewan piaraan, lingkungan tempat
tinggal dan stressor emosi
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b. d bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, sektet kental
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
KH:
- Bunyi nafas bersih
- Batuk efektif/mengeluarkan dahak
Intervensi:
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan
190
Page 191
misalnya: mengi, krekel, ronchi
- Kaji frekuensi dispnea: gelisah, ansietas distress
pernapasan, penggunan otot bantu
- Beri klien posisi yang nyaman misalnya peninggian empat
tidur, duduk (fowler)
- Pertahankan/ bantu batuk efektif
- Observasi karakteristik batuk
- Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari dan berikan
air hangat
- Berikan obat sesuai indikasi
- Kolaborasi pengambilan bahan lab : Hb, Ht, leukosit, foto
thorak
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru selama serangan akut
Tujuan: pola nafas efektif
Kriteria hasil:
- Sesak berkurang atau hilang
- RR 18-24x/menit
- Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi:
- Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan :
dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan
- Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri
- Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk
memaksimalkan ekspansi dada
- Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
3. Cemas b.d krisis situasi
Tujuan : cemas berkurang/ hilang
191
Page 192
KH:
- Klien tampak rileks
- Klien menyatakansesak berkurang
- Tanda – tanda vital normal
Intervensi;
- Kaji tingkat kecemasan klien
- Observasi respon non verbal (gelisah)
- Ukur tanda-tanda vital
- Dengarkan keluhan klien dengan empati
- Jelaskan informasi yang diperlukan klien tentang
penyakitnya, perawatan dan pengobatannya
- Ajarkan klien tehnik relaksasi (memejamkan mata,
menarik nafas panjang)
- Menganjurkan klien untuk istirahat
(Tucker S. Martin, 1998 hal 242-243)
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN No. SAK: 009
SAK – Ners
F2-24Tanggal dibuat:
2 JUNI 2014
Tanggal
berlaku:
3 JUNI 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
STROKE HEMORAGIK
No. Revisi:
01
192
Page 193
Hal. 1 dari
10Dibuat oleh:
Kelompok Hanters
Disetujui Oleh
Pembimbing Akademik
1 Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda
klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro
Susilo, 2000)
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal
yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi
otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri,
vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
B. Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan
proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar
dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis
keperawatan. (Lismidar, 1990)
193
Page 194
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan
informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial
budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan,
status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup
klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi
pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik
seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani,
2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes
militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
194
Page 195
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
(Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
(Harsono, 1996)
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine
dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
195
Page 196
Adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami
gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah
seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguan
196
Page 197
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan
kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit
akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke hemoragik
harus bed rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing
finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
197
Page 198
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu
mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi
(Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan
suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun
suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik
usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia
atau retensio urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan
pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
198
Page 199
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis
sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-
kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan
keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama. (Satyanegara, 1998)
199
Page 200
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut
dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach,
1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari
kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi
Widjaja, 1993)
b. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data
dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori
dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.
(Nasrul Effendy, 1995)
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan
analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari
pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan
memberikan gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan
akan terjadi (potensial) di mana pemecahannya dapat
dilakukan dalam batas wewenang
perawat. (Nasrul Effendy, 1995)
Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan
dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
200
Page 201
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang
berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori,
penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah otak (Donna D.
Ignativicius, 1995)
5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan
dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
(Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan
otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan
dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius,
1995)
8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan
tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan
menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang
berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi
kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna
D. Ignatavicius, 1995)
2 Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan merupakan mata rantai
antara penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan
201
Page 202
keperawatan. Dengan demikian rencana
asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang
dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya
berdasarkan diagnosa keperawatan.
Rencana asuhan keperawatan disusun dengan
melibatkan klien secara optimal agar dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling
membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien. (Nasrul Effendy, 1995)
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan
diatas adalah :
a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intra cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara
optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala
- GCS 456
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali
permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20
kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien
tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan
otak dan akibatnya
202
Page 203
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan
kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan
letak jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan
mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi
pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada
klien secara dini dan untuk penetapan tindakan
yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
draimage vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intra kranial dan potensial terjadi perdarahan
ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus stroke
203
Page 204
hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel
b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegia
1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas
3) Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak
aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam
posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien
4) Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah
yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
204
Page 205
dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
c Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan
dengan penekanan pada saraf sensori
1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara
optimal.
2) Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran
dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk
meraba dan merasa
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk
mengkompensasi terhadap perubahan sensori
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan
panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian
tubuh/otot, rasa persendian
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan,
seperti memberikan klien suatu benda untuk
menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh
dinding atau batas-batas lainnya.
d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji
adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada
klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan
terhadap suhu air dengan tangan yang normal
205
Page 206
e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan
tangannya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar
akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti
stimulasi sensorik pada daerah yang sakit,
latihan yang membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk merawata
sisi yang sakit.
f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang
berlebihan.
g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan
perasaan kinetik berpengaruh terhadap
keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan
yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko
terjadinya trauma.
c) Melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri.
Membantu klien untuk mengorientasikan bagian
dirinya dan kekuatan dari daerah yang
terpengaruh.
d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan
resiko terjadinya trauma.
e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan
membantu dalan mengintegrasikan sisi yang
206
Page 207
sakit.
f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan
sensori berlebih.
g) Membantu klien untuk mengidentifikasi
ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi
stimulus.
d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah otak
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara
optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan
klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara
verbal maupun isarat
3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal
dengan bahasa isarat
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat
berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan
pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap
berkomunikasi dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan
207
Page 208
wicara
4) Rasional
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada
orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan
komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering
melakukan komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri
dengan baik dan benar
e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap
208
Page 209
melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan
sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang
dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap
usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk
berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan
sangat tergantung dan meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi,
adalah penting bagi klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan
kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong
khusus
f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
209
Page 210
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
-Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
-Hb dan albumin dalam batas normal
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah,
menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu,
selama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut
secara manual dengan menekan ringan diatas
bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak
terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan
yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah
cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum
cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program
latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan
ciran melalui iv atau makanan melalui selang
4) Rasional
210
Page 211
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan
diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena
gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan
meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa
kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk
mengendalikannya didalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam
otak yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui
mulut
g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan
imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar
211
Page 212
tanpa menggunakan obat
- Konsistensi feses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga
tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang
mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter
perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak
feses
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL No. SPO: 010
SPO – Ners
F2-24Tanggal dibuat:
2 Juni 2014
Tanggal
berlaku:
3 Juni 2014
Nama Departemen:
KMB
Judul:
Hipertensi
No. Revisi:
01
Hal. 1 dari
212
Page 213
10Dibuat oleh:
Kelompok Mankep
Disetujui Oleh
Pembimbing AkademikPengertian
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth,
896 ; 2002).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal
dan diukur palingtidak pada tiga kesempatan yang
berbeda. (Elizabeth J. Corwin, 484; 2009).
Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik,
dimana menurut WHO tekanan saitolik ≥ 140 mmHg dan
atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk usia < 60
tahun) dan sistolik ≥ 90 dan atau tekanan
diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun).
(Taufan Nugroho, 2011).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg, atau bila
paien memakai obat antihipertensi. ( Arif Mansjoer,
2001).
Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas
dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah tekanan
darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga
tergantung pada usia.
Adapun Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18
213
Page 214
tahun keatas menurut Joint National Committee on Prevenion,
Detectoion, Evaluation, and Treatment of High Blood pressure,
dalam buku Brunner dan suddarth (896, 2002). Yaitu :
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah
KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIKNormal
Tinggi Normal
Hipertensi
Stadium 1 (ringan)
Stadium 2 (Sedang)
Stadium 3 (berat)
Stadium 4 (sangat
berat)
< 130
130 – 139
140 – 159
160 – 179
180 – 209
> 210
< 85
85 – 89
90 – 99
100 – 109
110 – 119
> 120
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi jantung
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak
ditengah toraks dan ia menempati rongga antara paru dan
diafragma yang beratnya sekitar 300 g. Daerah pertengahan dada
antara kedua paru disebut sebagai mediastinum. Sebagaian besar
rongga mediastinum ditempati oleh jantung yang terbungkus
dalam kantung fibrosa tipis yang disebut pericardium. Sisi
kanan jantung dan kiri masing-masing tersusun atas dua kamar,
atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan
kiri disebut septum. Karena posisi jantung agak memutar dalam
rongga dada, maka ventrikel kanan terletak lebih ke anterior (
tepat di bawah sternum ) dan ventrikel kiri lebih ke
posterior.
b. Fisiologi Jantung
214
Page 215
Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai
oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida
dan sampah hasil metabolisme. Aktivitas listrik jantung
terjadi akibat ion bergerak menembus membran sel. Pada keadaan
istirahat otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi
dan pada saat siklus jantung bermula saat dilepaskannya implus
listrik disebut fase depolarisasi. Adapun repolarisasi terjadi
saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi
otot miokardium.Prinsip penting yang menentukan arah aliran
darah adalah aliran cairan dari daerah bertekanan tinggi ke
daerah bertekanan rendah. Perubahan tekanan yang terjadi dalam
kamar jantung selama siklus jantung di mulai dengan diastolic
saat ventrikel berelaksasi. Selama diastolik, katup
atrioventrikularis terbuka dan darah yang kembali dari vena
mengalir ke atrium dan kemudian ke ventrikel. Pada titik ini
ventrikel itu sendiri mulai berkontraksi ( sistolik ) sebagai
respon propagasi implus listrik yang dimulai di nodus SA
beberapa milidetik sebelumnya. Selama sistolik tekanan di
dalam ventrikel dengan cepat meningkat, mendorong katup AV
untuk menutup. Pada saat berakhirnya sistolik, otot ventrikel
berelaksasi dan tekanan dalam kamar menurun dengan cepat.
Secara bersamaan, begitu tekanan di dalam ventrikel menurun
drastissampai di bawah tekanan atrium, nodus AV akan membuka,
ventrikel mulai terisi dan urutan kejadian berulang kembali.
( Brunner & , 2002 ; 720 – 724 ).
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi menurut Elizabeth J.
Corwin, (2009 ; 485), antara lain :
215
Page 216
Kecepatan denyut jantung
Volume sekuncup
Asupan tinggi garam
Vasokontriksi arterio dan arteri kecil
Stres berkepanjangan
Genetik
Sedangkan menurut Jan Tambayong (2000) etiologi dari
hipertensi adalah sebagai berikut :
Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya
usia. Hipertensi pada yang kurang dari 35 tahun dengan
jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan
kematian prematur.
Kelamin
Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada
wanita, namun pada uia pertengahan dan lebih tua, insidens
pada waktu mulai meningkat, sehingga pada usia diatas 65
tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.
Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitampaling sedikit dua
kalinya pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini
umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya
mmortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau
lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih,
dan 5,6 kali bagi wanita putih.
Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola
hidup lain telah diteliti, tanpa hasil yang jelas.
216
Page 217
Penghasilan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang
penus stes agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi
yang lebih tinggi
e. Diabetes melitus
Hubungan antara diabetes melitus dan hipertensi kurang jelas,
namun secara statistik nyata ada hubungan antara hipertensi
dan penyakit arteri koroner.
f. Hipertensi sekunder
Seperti dijelaskan sebelumnya, hipertensi dapat terjadi akibat
yang tidak diketahui. Bila faktor penyebab dapat diatasi,
tekanan darah dapat kembali normal.
4. Insiden
Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada
pria, Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi ; lebih
dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial
(primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya.
Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab
tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan renalis
atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ,
tumor dan kehamilan. (Brunner & suddarth, 2001 ; 897).
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat pasomotor, pada medula di
otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis,
yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
217
Page 218
impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem
saraf simpatis merangsang pembuluh darah seebagai rangsang
respons emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kkortisol dan steroid lainnya, yang dapat mempekuat
respon vasokonsriktor pembiluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriksi striktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldesteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner & Suddarth,
898; 2001).
6. Manisfestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada
pederita hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487),
218
Page 219
antara lain :
Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan
muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna
saraf pusat.
Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerulus.
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler
Sedangkan menurut Marllyn Doengoes (2000). Tanda dari
hipertensi adalah kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung
meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing, sakit kepala,
tekanan darah meningkat.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi menurut
Elizabeth J. Corwin (2009), antara lain :
Stroke
Infark miokard
Gagal ginjal
Ensefalopati (kerusakan otak)
Kejang
Sedangkan menurut Sjaifoellah (2002) komplikasi pada
hipertensi adalah angina pectoris, infark miokard, hipertropi
ventrikel kiri menyebabkan kegagalan jantung kongestif dan
kerusakan ginjal permanen menyebabkan kegagalan ginjal.
8.
Test dignostik
219
Page 220
Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipertensi
menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487), antara lain :
a. Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan
sfigmomanometer akan memperlihatkan peningkatan tekanan
sistolik dan diastolik jauh sebelum adanya gejala penyakit.
b. Dijumpai proteinuria pada wanita preklamsia.
Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2009), Pemeriksaan khusus
pada penderita hipertensi antara lain :
a. Tujuan semua pemeriksaan khusus adalah untuk menemukan
penyebab, derajat dan adanya kerusakan pada ”end organ”.
Kimia darah meliputi tes untuk fungsi ginjal dan elektrolit
serum.
Rontgen toraks.
EKG
Urinalisasi
Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih
besar, aortogram untuk koarktasio aorta atau kelainan
vaskuler ginjal.
Aktivitas renin plasma dan ekskresi aldosteron untuk
aldosteronisme.
”Rapid-sequnce intravenous pyelogram”, arteriogram arteri
renalis, aktivitas renin vena renalis dan biopsi ginjal
untuk penyakit ginjal.
Pemeriksaan terhadap asam vanillymandelic dan katekolamin pada
urin untuk mencari adanya feokromosotioma.
17-hidroksikortikosteroid dalam urin untuk sindrom Cushing.
Tes fungsi tiroid untuk penyakit.
9.
220
Page 221
Penatalaksanaan medik
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah
mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan
mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90
mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat
hipertensi, komplikasi biaya perawatan, dan kualitas hidup
sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan
nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan
alkohol, natrium dan tembakau; latihan relaksasi merupakan
intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi
antihipertensi. Apabila pada penderita hipertensi ringan
berada dalam risiko tinggi (pria perokok) atau bila tekanan
darah diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan
siastoliknya diatas 130 sampai diatas 139 mmHg, maka perlu
dimulai terapi obat-obatan. (Brunner and Suddarth, 2002).
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas
Gejala :Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton.
:Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
tachypnea.
b.
Sirkulasi
Gejala :Riwayat hipertensi, atherosklerosis, penyakit jantung
kongesti/katup dan penyakit
serebrovaskuler.
:Kenaikan tekanan darah.
221
Page 222
Nadi: denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
perbedaan denyut.
Denyut apical: titik point of maksimum impuls, mungki bergeser
atau sangat kuat.
Frekuensi/irama: takikardia, berbagai disritmia.
Bunyi jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar
bunyi jantung II dan bunyi jantung III.
Murmur stenosis valvular.
Distensi vena jugularis/kongesti vena.
Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis
atau epigastrium (stenosis arteri).
Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian
kapiler mungkin lambat atau tertunda.
c. Integritas ego
Gejala :Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah
kronik, factor stress multiple.
:Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian,
tangisan yang meledak, gerak tangan empati, muka tegang, gerak
fisik, pernafasan menghela nafas, penurunan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala :Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi,
obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu).
e. Makanan dan cairan
Gejala :Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak,
kolesterol serta makanan dengan kandungan tinggi kalori.
:Berat badan normal atau obesitas.
Adanya edema, kongesti vena, distensi vena jugulalaris,
222
Page 223
glikosuria.
f. Neurosensori
Gejala:Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala
sub occipital.
o Episode bebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh.
o Gangguan penglihatan dan episode statis staksis.
Status mental
perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi bicara, afek,
proses fikir atau memori.
Respon motorik: penurunan kekuatan, genggaman tangan
Perubahan retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri ringan
– mendatar, edema, papiladema, exudat, hemorgi.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan
jantung).
Nyeri tungkai yang hilang timbul/klaudasi.
Sakit kepala oxipital berat.
Nyeri abdomen/massa.
h. Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap
lanjut dari hipertensi menetap/berat).
Gejala :Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja tachypnea,
ortopnea, dispnea, nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa
pembentukan sputum, riwayat merokok.
:Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi
nafas tambahan, sianosis.
Keamanan
Keluhan Gangguan koordinasi/cara berjalan.
Gejala Episode parastesia unilateral transien,
223
Page 224
hypotensi postural.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta
respons terhadap masalah actual dan resiko tinggi. Menurut
Marllyn Doengoes (2000), diagnosa keperawatan pada hipertensi
adalah sebagai berikut :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
b. Intolerans aktifitas
c. Nyeri (akut)
Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh.
Koping individual tidak efektif
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi
rencana pengobatan.
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untik prilaku
spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang
harus dilakukan oleh perawat. Tindakan keperawatan dibagi
menjadi, mandiri (dilakukan perawat) dan kolaboratif
(dilakukan oleh pemberiperawatan lainnya).
a. Curah jantung, penurunan, resti, terhadap.
Berhubungan dengan :Peningkatan afterload, vasokontriksi,
iskemia myokardia, hypertropi/rigiditas (kekakuan)
ventrikuler,
Tujuan:
1) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang
dapat diterima.
2) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam
224
Page 225
rentang dan pasien.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL1. Pantau tekanan
darah.
2. Catat keberadaan,
kualitas denyutan sentral
dan perifer.
3. Auskultasi tonus
jantung dan bunyi nafas.
4. Amati warna kulit,
kelembaban suhu, dan masa
pengisian kapiler.
1. Perbandingan dari
tekanan memberikan
gambaran yang lebih
lengkap tentang
keterlibatan/bidang
masalah vaskuler.
2. Denyutan karotis,
jugularis, radialis, dan
femoralis mungkin diamati
atau tekanan palpasi.
Denyutan pada tungkai
mungkin menurun: efek
dari vasokontraksi.
3. Bunyi jantung IV
umum terdengar pada
hipertensi berat dan
kerusakan fungsi adanya
krakels mengi dapat
mengindikasi kongesti
paru sekunder terhadap
atau gagal jantung
kronik.
4. Mungkin berkaitan
dengan vasokontraksi atau
225
Page 226
INTERVENSI RASIONAL5. Catat edema
umum/tertentu.
6. Beri lingkungan
tenang, nyaman, kurangi
aktifitas/keributan
lingkungan dan batasi
jumlah pengunjung dan
lamannya tinggal.
7. Pertahankan
pembatasan aktifitas
(jadwal istirahat tanpa
gangguan, istirahat di
tempat tidur/kursi),
bantu pasien melakukan
aktifitas perawatan diri
sesuai kebutuhan.
8. Lakukan tindakan
yang nyaman (pijatan
punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat
tidur).
9. Anjurkan tehnik
relaksasi, distraksi, dan
panduan imajinasi.
mencerminkan dekompensasi
atau penurunan curah
jantung.
5. Mengindikasi gagal
jantung, kerusakan ginjal
atau vaskuler.
6. Membantu untuk
menurunkan rangsangan
simpatis, menurunkan
relaksasi.
7. Menurunkan stress
dan ketegangan yang
mempengaruhi tekanan
darah dan perjalanan
penyakit hipertensi.
8. Mengurangi
ketidaknyamanan dan dapat
menurunkan rangsang
simpatis.
9. Menurunkan
rangsangan stress membuat
226
Page 227
INTERVENSI RASIONAL
10. Pantau respon terhadap
obat untuk mengontrol
tekanan darah.
11. Kolaborasi dalam
pemberian obat-obat
sesuai indikasi seperti:
Diuretik tiazoid: diuril,
esidrix,
bendroflumentiazoid
12. Kolaborasi dalam
memerikan pembatasan
cairan dan diet natrium
sesuai indikasi.
13. Siapkan untuk
pembedahan bila ada
indikasi.
efek tenang, sehingga
akan menurunkan tekanan
darah.
10. Respon terhadap terapi
obat tergantung pada
individu dan efek
sinergis obat.
11. Dapat memperkuat agen
antihipertensi lain
dengan membatasi retensi
cairan.
12. dapat menangani
retensi cairan dengan
respon hipertensi yang
dapat melibatkan beban
kerja jantung.
13. Bila hipertensi
berhubungan dengan adanya
fcokromositoma maka
pengangkatan tumor dapat
memperbaiki kondisi.Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
b. Intoleran aktifitas
Berhubungan dengan: kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2
Tujuan: Berpartisipasi dalam aktifitas yang
227
Page 228
diinginkan/diperlukan.
Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat
diukur.
Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda toleransi fisiologis.
Intervensi dan rasional
INTERVENSI RASIONAL1. Kaji respon pasien
terhadap aktifitas
frekuensi nadi,
peningkatan tekanan
darah yang nyata
selama/sesudah
aktifitas.
2. Instruksikan tehnik
penghematan energi
(menggunakan kursi saat
mandi, duduk, menyisir
rambut atau menyikat
gigi, lakukan aktifitas
dengan perlahan).
3. Berikan dorongan
1. Menyebutkan
parameter membantu dalam
mengkaji respon
fisiologis stress
terhadap aktifitas dan
bila ada merupakan
indicator dari kelebihan
kerja yang berkaitan
dengan tingkat
aktifitas.
2. Dapat mengurangi
penggunaan energi dan
membantu keseimbangan
antara suplai antara
suplai dan kebutuhan O2.
3. Kemajuan aktifitas
bertahap mencegah
228
Page 229
INTERVENSI RASIONALuntuk melakukan
aktifitas/perawatan diri
bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan
bantuan sesuai
kebutuhan.
penurunan kerja jantung
tiba.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
c. Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan:
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tujuan: melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/tidak
terkontrol
Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
Intervensi dan rasional:
INTERVENSI RASIONAL1. Mempertahankan
tirah baring selama fase
akut.
2. Berikan kompres
dingin pada dahi, pijat
punggung, dan leher,
tenang, redupkan lampu
kamar, tehnik relaksasi.
3.
Hilangnya/minimalkan
aktifitas vasokonstriksi
1. Meminimalkan
stimulasi atau menurunkan
relaksasi.
2. Menurunkan tekanan
vaskuler serebral dan
yang memperlambat/
memblok respon simpatis
efektif dalam
menghilangkan sakit
kepala dan komplikasi.
3. Menyebabkan sakit
kepala pada adanya
tekanan vaskuler serebral
229
Page 230
INTERVENSI RASIONALyang dapat menurunkan dan
sakit kepala, misalnya:
batuk panjang, mengejan
saat BAB, dan lain-lain.
4. Bantu pasien dalam
ambulasi sesuai
kebutuhan.
5. Berikan cairan,
makanan lunak, perawatan
mulut yang teratur bila
terjadi perdarahan hidung
atau kompres di hidung
telah dilakukan untuk
menghentikan perdarahan.
6. Kolaborasi dalam
pemberian analgesic dan
antiancietas.
karena aktifitas yang
meningkatkan
vaskonotraksi.
4. Pusing dan
pengelihatan kabur sering
berhubungan dengan sakit
kepala.
5. Menaikkan
kenyamanan kompres hidung
dapat mengganggu menelan
atau membutuhkan nafas
dengan mulut, menimbulkan
stagnasi sekresi oral dan
mengeringkan mukosa.
6. Dapat mengurangi
tegangan dan
ketidaknyamanan yang
diperbuat oleh stress.Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
Nutrisi, perubahan, lebih dari kebutuhan tubuh dengan: Masukan
berlebihan sehubungan dengan metabolic.
Pola hidup monoton.
Keyakinan budaya.
Tujuan:
1) Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan
230
Page 231
kegemukan.
2) Menunjukkan perubahan pola makan.
3) Mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan
pemeliharaan kesehatan optimal.
4) Melakukan/mempertahankan program olahraga yang tepat.
Intervensi dan rasional:
INTERVENSI RASIONAL1. Kaji pemahaman
pasien tentang hubungan
langsung antara
hipertensi dan kegemukan.
2. Bicarakan
pentingnya menurunkan
masukan kalori dan batasi
masukan lemak, garam,
gula sesuai indikasi.
3. Tetapkan keinginan
pasien untuk menurunkan
berat badan.
1. Kegemukan adalah
resiko tambahan pada
hipertensi karena kondisi
proporsi antara kapasitas
aorta dan peningkatan
curah jantung berkaitan
dengan peningkatan massa
tubuh.
2. Kesalahan kebiasaan
maksimum menunjang
terjadinya
atherosklerosis dan
kegemukan yang merupakan
predisposisi untuk
hipertensi dan
komplikasinya.
3. Motivasi penurunan
berat badan adalah
internal. Individu harus
231
Page 232
INTERVENSI RASIONAL
4. Kaji ulang masukan
kalori harian dan pilihan
diet.
5. Instruksikan dan
bantu memilih makanan
yang tepat, hindari
makanan dengan kejenuhan
lemak tinggi dan
kolesterol.
6. Kolaboratif, rujuk
ke ahli gizi sesuai
indikasi.
berkeinginan untuk
menurunkan berat badan
bila tidak maka program
sama sekali tidak
berhasil.
4. Membantu dalam
menentukan kebutuhan
individu untuk
penyesuaian/penyuluhan
dan mengidentifikasi
kekuatan/ kelemahan dalam
program diet terakhir.
5. Penting untuk
mencegah perkembangan
aterogenesis.
6. Memberikan
konseling dan bantuan
dengan memenuhi kebutuhan
diet individual.Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
e. Koping individual, inefektif berhubungan dengan:
Krisis situasional/diaturasional.
Perubahan hidup beragam.
Relaksasi tidak adekuat.
System pendukung tidak adekuat.
232
Page 233
Persepsi tidak realistic.
Sedikit atau tidak pernah olahraga.
Nutrisi buruk.
Harapan yang tidak terpenuhi.
Kerja tidak berlebihan.
Metode koping tidak efektif.
Tujuan:
Mengidentifikasi kesadaran kemampuan koping/kekuatan
pribadi.
Mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil
langkah untuk menghindari/mengubahnya.
Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping
efektif.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL1. Kaji keefektifan
strategi koping dengan
mengobservasi perilaku,
misalnya: kemampuan
menyatakan perasaan dan
perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam
rencana pengobatan.
2. Catat laporan
gangguan tidur,
peningkatan keletihan,
kerusakan konsentrasi,
1. Mekanisme adaptif
perlu untuk mengubah
pola hidup seseorang,
mengatasi hipertensi
kronik, dan
mengintegrasikan terapi
yang diharuskan ke dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Manifestasi
mekanisme koping
maladaptik mungkin
233
Page 234
INTERVENSI RASIONALpeka rangsang, penurunan
toleransi sakit kepala,
ketidakmampuan untuk
mengatasi atau
menyelesaikan masalah.
3. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
stressor spesifik dan
kemungkinan strategi
untuk mengatasi atau
menyelesaikan masalah.
4. Libatkan pasien
dalam perencanaan
perawatan dan berikan
dorongan partisipasi
maksimum dalam rencana
pengobatan.
5. Dorong pasien
untuk mengevaluasi
prioritas atau tujuan
hidup.
merupakan indicator
marah yang ditekan dan
diketahui telah menjadi
penentu utama tekanan
darah diastolic.
3. Pengenalan
terhadap stressor adalah
langkah pertama dalam
mengubah respon
seseorang terhadap
stressor.
4. Memperbaiki
keterampilan koping dan
dapat meningkatkan
kerjasama dalam regimen
teraupetik.
5. Fokus perhatian
pasien pada realitas
situasi yang ada relatif
terhadap pandangan
pasien tentang apa yang
diinginkan.Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi
234
Page 235
rencana pengobatan berhubungan dengan:
Kurang pengetahuan/daya ingat
Misinterpretasi informasi
Keterbatasan kopnitif.
Menyangkal diagnosa.
Tujuan:
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen
pengobatan
Mempertahankan tekanan darah dalam parameter normal.
Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan
komplikasi yang perlu diperhatikan.
Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI RASIONAL1. Kaji kesiapan dan
hambatan dalam belajar,
termasuk orang terdekat.
2. Tetapkan dan nyatakan
batas tekanan darah
normal, jelaskan tentang
hipertensi dan efeknya
pada jantung, pembuluh
darah, ginjal, dan otak.
3. Hindari mengatakan
tekanan darah normal dan
gunakan istilah terkontrol
dengan baik saat
1. Mengidentifikasi
kemampuan klien dalam
menerima pembelajaran.
2. Meningkatkan
pengetahuan klien
tentang tekanan darah
normal dan efek
hipertensi.
3. Tekanan darah
normal pada setiap orang
berbeda tergantung pada
235
Page 236
INTERVENSI RASIONALmenggambarkan tekanan
darah pasien dalam batas
yang diinginkan.
4. Bantu pasien dalam
mengidentifikasi factor-
faktor resiko
kardiovaskuler yang dapat
diubah misalnya obesitas,
diet, tinggi lemak jenuh,
kolesterol, pola hidup
monoton, dan minum
alcohol, pola hidup
stress.
5. Rekomendasikan untuk
menghindari mandi air
panas, ruang penguapan,
penggunaan alcohol yang
berlebihan.
6. Anjurkan pasien untuk
berkonsultasi dengan
pemberi perawatan sebelum
menggunakan obat.
7. Instruksikan pasien
tentang peningkatan
masukan makanan atau
cairan tinggi kalium.
banyak faktor.
4. Mencegah
meningkatnya tekanan
darah dengan
memperhatikan faktor –
faktor resiko.
5. Dapat menyebabkan
tekanan darah berubah –
ubah.
6. Menghindari
terjadinya resiko
overdosis obat.
7. Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh.
236
Page 237
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini
disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan
keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :
Tindakan mandiri
Tindakan observasi
Tindakan health education
Tindakan kolaborasi
5. Evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh
mana tujuan dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi
efektivitas tindakan keperawatan. Perawat perlu mengetahui
kriteria keberhasilan dimana kriteria ini harus dapat diukur
dan diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan kesehatan
klien dapat diketahui Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4
kemungkinan yang menentukan keperawatan selanjutnya yaitu :
Masalah klien dapat dipecahkan .
Sebagian masalah klien dapat dipecahkan.
Masalah klien tidak dapat dipecahkan.
Dapat muncul masalah baru.
Evaluasi untuk klien dengan hipertensi dapat disesuaikan
dengan masalah yang telah ditanggulangi dengan mengacu pada
tujuan yang telah ditentukan.
1. Apakah tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima
oleh klien?.
2. Apakah klien dapat beraktifitas secara mandiri ?.
237
Page 238
3. Apakah kebutuhan nutrisi klien terpenuhi ?.
4. Apakah klien dapat menggunakan koping yang efektif ?.
5. Apakah pemahaman klien tentang penyakit meningkat ?.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pendekatan manajemen (khususnya manajemen keperawatan )
merupakan salah satu nilai profesional yang diperlukan dalam
mengimplementasikan praktek keperawatan profesional.
238
Page 239
Pendekatan manajemen (khususnya manajemen keperawatan)
merupakan salah satu nilai profesional yang diperlukan dalam
mengimplementasikan praktek keperawatan profesional. Menurut
Gillies (1986), manajemen didefinisikan sebagai suatu proses
dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, sedangkan
manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui
anggota staff keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan
secara professional.
Seorang manajer keperawatan perlu melakukan fungsi-
fungsi manajemen dalam memberikan perawatan kesehatan kepada
klien. Perawat manajer (administrator) bekerja pada semua
tingkat untuk melaksanakan konsep-konsep, prinsip-prinsip,
teori-teori manajemen keperawatan. Mereka mengatur lingkungan
organisasi untuk menciptakan suasana optimal bagi
persyaratan pengawasan keperawatan oleh perawat-perawat
klinis. Perawat-perawat klinis mengatur seleksi sumber daya
manusia dan materi dan memberikan masukan tambahan kedalam
proses manajemen. Tugas manajer keperawatan adalah
merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi keuangan
yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan
pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada kelompok pasien.
Proses manajemen keparawatan sejajar dengan proses keperawatan
yaitu dirancang untuk memudahkan pekerjaan.
Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang
industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-
20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu
merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan
mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah
239
Page 240
diringkas menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian. DEPKES RI yang diambil dari
fungsi manajemen menurut George Terry yang terdiri dari
Planning, Organizing, actuating dan controlling (POAC).
Di Ruang MPKP pendekatan manajemen diterapkan dalam
bentuk fungsi manajemen yang terdiri dari fungsi perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan
(directing), dan pengendalian (controlling). Keempat fungsi
manajemen ini merupakan suatu rangkaian (proses) kegiatan
yang berhubungan satu sama lain. Jika tujuan organisasi belum
tercapai atau masih ada kesenjangan pihak manajemen harus
mampu menganalisa kembali kelemahan pelaksanaan salah satu
atau beberapa fungsi manajemen. Untuk itu fungsi manajemen ini
memerlukan perumusan standar unjuk kerja yang jelas yang
digunakan untuk menilai hasil kegiatan staff atau unit kerja.
Apakah ada penyimpangan dan jika ada penyimpangan kegiatan
manajerial ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
penyimpangan yang telah terjadi.
3.2 SARAN
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah yang kami buat
masihlah jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan
bahasan dan materi yang kami sampaikan dalam makalah ini. Dan
kami tak menutup kemungkinan bagi pembaca untuk memberikan
kritik maupun saran agar bisa menyempurnakan makalah yang kami
buat. Kami ucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah
memberikan kritik maupun saranya.
240
Page 241
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, (2002). Standart Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta Direktorat
Pelayanan Keperawatan Depkes RI
Russel C. Swanburg .(1994). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan Untuk Perawat Klinis, Jakarta : EGC
Sitorus, R, Yulia (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit;
Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang
Rawat, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
241