BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKurikulum memiliki kedudukan
yang paling penting di dunia pendidikan dan dalam perkembangan
kehidupan manusia. Hal ini disebabkan bahwa kurikulum itu sendiri
pada hakekatnya merupakan rancangan pendidikan. Sebagai suatu
racangan, maka kurikulum ini menempati kedudukan yang sangat
strategis dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, berarti kurikulum
sangat menentukan proses pelaksanaan pendidikan dan hasil-hasil
yang ingin dicapai melalui pendidikan.Dalam pengembangan kurikulum,
diperlukan landasan-landasan kuat yang berdasarkan hasil-hasil
pemikiran dan penelitian, serta sesuai dengan tantangan zaman.
Ibarat sebuah rumah, kurikulum harus mempunyai pondasi agar dapat
berdiri tegak, tidak mudah hancur, dan memberikan kenyamanan orang
yang berada di dalamnya, pondasi tersebut adalah landasan-landasan
yang mendasari pengembangan kurikulum. Adanya kurikulum yang baik
akan memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi peserta didik untuk
menuntut ilmu dan menjadikannya produk yang berguna bagi dirinya
sendiri, agama, masyarakat dan negaranya.Penyusunan kurikulum yang
tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal
terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Selain itu, akan
berakibat terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Kurikulum
pendidikan perlu diberikan perhatian yang lebih besar,baik dari
pemerintah sebagai penanggung jawab umum atau pihak sekolah yang
turun langsung mengimplementasikan kurikulum tersebut ke peserta
didik, dengan berdasarkan pada landasan utama pengembangan
kurikulum. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan empat
landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan
landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.1.2 Rumusan Masalah1.
Bagaiamana peranan landasan filosofis dalam pengembangan
kurikulum?2. Bagaiamana peranan landasan psikologis dalam
pengembangan kurikulum?3. Bagaiamana peranan landasan sosial-budaya
dalam pengembangan kurikulum?4. Bagaiamana peranan landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan kurikulum?1.3 Tujuan1.
Untuk mengetahui dan memahami peranan landasan filosofis dalam
pengembangan kurikulum2. Untuk mengetahui dan memahami peranan
landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum3. Untuk mengetahui
dan memahami peranan landasan sosial-budaya dalam pengembangan
kurikulum4. Untuk mengetahui dan memahami peranan landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan kurikulum
1.4 Manfaat1. Dapat mengetahui dan memahami peranan landasan
filosofis dalam pengembangan kurikulum2. Dapat mengetahui dan
memahami peranan landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum3.
Dapat mengetahui dan memahami peranan landasan sosial-budaya dalam
pengembangan kurikulum4. Dapat mengetahui dan memahami peranan
landasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan
kurikulum
BAB 2PEMBAHASANKurikulum merupakan penjabaran tujuan pendidikan
yang menjadi landasan program pembelajaran. Kurikulum, proses
pembelajaran, dan penilaian merupakan tiga dimensi yang sangat
penting dalam pendidikan. Proses pembelajaran merupakan upaya yang
dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam
kurikulum. Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan
untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian kurikulum dan
berhasil tidaknya proses pembelajaran. (Cartono, 2010)Menurut Nana
Syaodih Sukmadinata (2005), dalam pengembangan kurikulum terdapat
empat landasan utama, yaitu: landasan filosofis,landasan
psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Berikut ini akan diuraikan secara ringkas keempat
landasan tersebut.2.1 Landasan FilosofisSecara umum, filsafat
adalah cara berpikir yang radikal, mendalam, dan menyeluruh atau
suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
Filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Sedangkan
landasan filosofis yang dimaksud adalah pentingnya filsafat dalam
melaksanakan, membina, dan mengembangkan kurikulum di sekolah.A.
Filsafat PendidikanFilsafat pendidikan pada dasarnya adalah
penerapan dari pemikiram-pemikiran filosofis untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja Mudyahardjo (dalam
Ibrahim. dkk, 2002), terdapat tiga system filsafat, yaitu
idealisme, realisme, dan pragmatisme yang memberikan pengaruh yang
besar pada pemikiran pendidikan di Indonesia. Implikasi pandangan
filsafat idealism bahwa kurikulum adalah pengembanagan kemampuan
berpikir melalui pendidikan liberal, penyiapan keterampilan bekerja
melalui pendidikan praktis. Implikasi dari pandangan filsafat
realism yaitu kurikulum harus bersifat komprehensif, berisi semua
pengetahuan yang berguna. Implikasi pandangan filsafat pragmatism
bahwa kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji.
Minat dan kebutuhan terdidik menghilangkan perbedaan antara
pendidikan liberal dan praktis/vokasional.Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi
kurikulum yang dikembangkan. Menurut Ella Yulaelawati (2004),
berikutadalah aliran filsafat yang berkaitan dengan pengembangan
kurikulum :1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian,
keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan
dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.2. Essensialisme menekankan pentingnya
pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada
peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di
masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga
lebih berorientasi pada masa lalu.3. Eksistensialisme menekankan
pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya
sendiri.4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani
perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi
pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.5. Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan.
Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada
progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang
pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Penganut aliran
ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.B. Filsafat dan
Tujuan PendidikanFilsafat akan menentukan arah kemana peserta didik
akan dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang
melandasi dan membimbing kearah pencapaian tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif
mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan ini memuat
pernyaataan-pernyataaan mengenai berbagai kemampuan yang diharapkan
dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan system nilai dan
filsafat yang dianut. Filsafat yang dianut oleh suatu Negara akan
mempengaruhi tujuan pendidikan di Negara tersebut. Oleh Karena itu,
tujuan pendidikan di suatu Negara akan berbeda dengan Negara
lainnya.Berkaitan dengan tujuan pendidikan ini, terdapat beberapa
pendapat yang bisa dijadikan bahan kaji banding. Herbert Spencer
(dalam Ibrahim. dkk, 2002) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan
harus memuat hal-hal berikut :1. Self-PreservationIndividu harus
dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengan sehat, mencegah
penyakit, hidupteratur, dll.2. Securing the necessities of
lifeIndividu harus sanggup mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan
hidup dengan melakukan suatu pekerjaan.3. Rearing of familyIndividu
harus mampu menjadi orang tua yang sanggup bertanggung jawab atas
pendidikan anaknya dan kesejahteraan keluarganya.4. Maintaining
proper social and political relationshipsSetiap individu adalah
makhluk social yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan Negara.5.
Enjoying leisure timeIndividu harus sanggup memanfaatkan waktu
sengganya dengan memilih kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan
menambah kenikmatan dan kegairahan hidup.
C. Manfaat Filsafat PendidikanFilsafat pendidikan adalah
penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan
permasalahan pendidikan. Filsafat memilki manfaat dalam rangka
mengadakan kajian-kajian sistematis mengenai pendidikan. Menurut
Nasution (dalam Ibrahim. dkk, 2002) manfaat filsafat pendidikan
adalah sebagai berikut :1. Filsafat pendidikan dapat menentukan
arah akan keamna anak-anak harus dibawa. Sekolah adalah lembaga
untuk mendidik anak-anak kearah yang dicita-citakan masyarakat
itu.2. Adanya tujuan pendidikan dapat memberikan gambaran yang
jelas tentang hasil yang harus dicapai.3. Filsafat dan tujuan
pendidikan menetukan cara dan proses untuk mencapai tujuan itu.4.
Filsafat dan tujuan pendidikan member kesatuan yang bulat kepada
segala usaha pendidikan.5. Tujuan pendidikan memungkinkan
pendidikan menilai usahanya, sejauh mana tujuan itu tercapai.6.
Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi
kegiatan-kegitan pendidikan.
D. Kurikulum dan Filsafat PendidikanKurikulum pada hakekatnya
adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum pendidikan
di suatu Negara memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan
filsafat negara yang dianutnya. Bila suatu Negara mengalami
perubahan dalam hal pandangan hidupnya, maka hal ini juga secara
langsung berpengaruh terhadap kurikulum pendidikan yang
ada.Kurikulum yang sedang dikembangkan selalu berkaitan dengan
tuntutan kebutuhan pembangunan dan politik di suatu negara. Dalam
hal ini Bechner dan Maclure (dalam Ibrahim.dkk ,2002) memaparkan
enam dimensi pendekatan nasional dalam perkembangan kurikulum suatu
negara, yaitu perlu adanya :1. Kerangka acuan yang jelas tentang
tujuan nasional dihubungkan dengan program pendidikan.2. Hubungan
yang erat antara pengembangan kurikulum nasional dengan reformasi
social politik negara.3. Mekanisme pengawasan dari kebijakan
kurikulum yang ditempuh.4. Mekanisme pengawasan dari pengembangan
dan aplikasi kurikulum di sekolah.5. Metode kearah pengembanagn
kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan.Penelaahan derajat
desentralisasi dari implementas kurikulum di sekolah.
2.2 Landasan PsikologisLandasan psikologis merupakan aumsi
asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik tolak
dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus
menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
psikologi perkembangan mempelajari proses dan karakteristik
perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan
psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam
situasi belajar.Nana Syaodih Sukmadinata pada tahun 1997
mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang
mendasari pengembangan kurikulum yaitu psikologi perkembangan
(development psychology) dan psikologi belajar (psychology of
learning). Keduanya sangat diperlukan, baik di dalam merumuskan
tujuan, memilih dan meyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan
metode perkembangan serta teknik-teknik penilaian1. Psikologi
Belajar (Development Psychology)Psikologi belajar yaitu suatu studi
tentang bagaimana individu belajar. Secara sederhana belajar dapat
diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui
pengalaman. Psikologi belajar juga merupakan ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta
berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belakar, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus
mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar digunakan
sebagai landasan dalam men-screen tujuan pembelajaran umum/standar
kompetensi/SK (tentative general objective) yang sudah dirumuskan
untuk merumuskan precise education (kompetensi dasar/KD), dan
menyeleksi pangalaman-pengalaman belajar yang akan dirumuskan dalam
kurikulum.Psikologi belajar mengetengahkan beberapa teori belajar
yang masing masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan
belajar tersebut. Kurikulum yang dikembangkan hendaknya selaras
dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Ada tiga jenis
teori belajar yang mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan
kurikulum, yaitu teori belajar kognitif, bahavioristik dan
humanistik.Hilgard dan Bower menambahkan perubahan tersebut terjadi
karena individu beriteraksi dengan lingkungannya sebagai
reaksiterhadap situasi yang dihadapinya. Perkembangan atau kemajuan
yang dialami anak sebagian besar terjadi karena usaha belajar baik
melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan, pemahaman,
penerapan maupun pemecaham masalah. Definisi tentang belajar
bersumber pada teori-teori tertentu. Menurut Morris L. Bigge dan
Maurice P. Hunt ada tiga kelompok teori belaja, yaitu:a) Kelompok
Teori Disiplin MentalKelompok teori disiplin mental, anal telah
memiliki potensi-potensi tententu dari kelahirannya. Belajar
merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.b)
Kelompok Teori Belajar BehaviorismeKelompok ini mencakup tiga
teori, diantaranya: Stimulus, respon bond, bersumber dari psikologi
koneksionisme oleh Edward L. Thorndike. Menurur konsep mereka,
kehidupan ini tunduk pada stimulus respon/aksi reaksi.
Conditionering, yaitu belajar/pembentukan hubungan antara stimulus
dan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Reinforcement,
teori berkembang dari teori psikologi. Pada teori Reinforcement,
kondisi diberikan pada respon. c) Kelompok Cognitive Gestalt
FieldTeori Cognitive Gestalt Field bersumber dari psikologi
lapangan oleh Kurt Lewin. Teori ini berkenaan dengan bagaimana
individu memahami dirinya dan lingkungannya. Teori belajar pertama
dari kelompok ini adalah Goal Insight, berkembang dari psikologi
Convigurationlism. Menurutnya individu selalu beriteraksi aktif
dengan lingkungan, perbuatan individu selalu diarahkan kepada
pembentukan hubungan dengan lingkungan.Teori belajar dijadikan
dasar bagi proses belajar mengajar, dengan demikian ada hubungan
yang erat antar kurikulum dan psikologi belajar. Psikologi belajar
memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulu itu disampaikan
kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus membeplajarinya. Dengan
kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi
kurikulum.2. Psikologi Belajar (Psychology Of Learning)Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan,
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan
individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan
individu yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dan mendasari pengembangan kurikulum, yaitu pada tingkat pendidikan
mana atau pada kelas berapa suatu pengalaman belajar tertentu harus
diberikan karena harus sesuai dengan perkembangan jiwa
anak.Psikologi perkembangan mengkaji karakteristik perilaku
individu pada tahap-tahap perkembangan serta pola perkembangan
individu. Psikologi perkembangan membahas metode dan teori
psikologi perkembangan.a) Metode dalam psikologi perkembangan;
Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi
yang bersifat longitudinal, cross sectional psikoanalitik,
sosiologik, atau studi kasus.b) Teori psikologi perkembangan;
dikenal ada 3 teori atau pendekatan tentang perkembangan individu,
yaitu pendekatan pentahapan (stage approach), pendekatan
diferensial (diferential approach), dan pendekatan ipsatif
(ipsative approach) Psikologi perkembangan dibutuhkan terutama
dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar
tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan taraf perkembangan
siswa tersebut.Psikologi perkembangan membahas tentang perkembangan
individu sejak masa konsepsi sampa dengan dewasa (proses belajar
dan pematangan) melalui interaksi dengan lingkungan, meliputi:
Kemampuan belajar melalui persepsi Mencapai pertimbangan
berdasarkan pengalaman Berpikir imajinatif, kreatif, dan mencari
sendiriHal-hal yang harus diperhatikan dalam psikologi perkembanga:
Siswa selalu berkembang (developing, changing, becoming, ongoing)
dalam situasi opened spiral. Manusia merupaka makhluk unik,
memiliki sejumlah kemampuan yang terintegrasi menjadi sesuatu yang
khasPerkembangan siswa dinamis, pada dasarnya perkembangan manusia
bersifat unpredictable atau tidak bisa diprediksikan.2.3 Landasan
Sosial BudayaKurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan
pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan
pelaksanaan dan hasil pendidikan.Kita maklumi bahwa pendidikan
merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun
kelingkungan masyarakat.Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan
semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih
lanjut di masyarakat.Peserta didik berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan
masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.Kehidupan
masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia manusia yang
menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru
melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu
membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi,
maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan,
kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.Setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan
pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting
dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur
cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat.
Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik
atau segi-segi kehidupan lainnya.Sejalan dengan perkembangan
masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut
berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan
yang terjadi di sekitar masyarakat.Israel Scheffer (Nana Syaodih
Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang
dan membuat peradaban masa yang akan dating.Dengan demikian,
kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan,
merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam
suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun
global.Gagasan pemerintah untuk merealisasikan pengembangan
kurikulum muatan lokal tersebut yang dimulai pada sekolah dasar,
telah diwujudkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan
Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran
pelaksanaannya dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987. Dalam
sambutannya Mendikbud menyatakan: Dalam hal ini harus diingat bahwa
adanya muatan lokal dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak
terjerat dalam lingkungannya semata-mata. Semua anak berhak
mendapat kesempatan guna lebih terlibat dalam mobilitas yang
melampaui batas lingkungannya sendiri (Umar Tirtarahardja dan la
Sula, 2000:274).Landasan sosiologis kurikulum adalah asumsi-asumsi
yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam
pengembangan kurikulum.Mengapa kurikulum harus berlandaskan kepada
landasan sosiologis?Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapat
pendidikan baik informal, formal, maupun nonformal dalam lingkungan
masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan
bermasyarakat.Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan
segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak
dalam melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik
kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.Jika dipandang dari
sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu agar
menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses
sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan
adalah enkulturasi atau pembudayaan. Dengan pendidikan, kita tidak
mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap
masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan
mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik
kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut (Nana Syaodih
Sukmadinata, 1997:58).Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi
warga masyarakat yang diharapkan maka pendidikan memiliki peranan
penting, karena itu kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta
didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan
diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat
dan martabatnya sebagai mahluk yang berbudaya.Pendidikan adalah
proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang
berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya
manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya,
serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
A. Masyarakat dan Kurikulum Masyarakat adalah suatu kelompok
individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda, atau suatu kelompok individu yang
terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang
berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.Tiap masyarakat
mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri.Dengan demikian, yang
membedakanmasyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya adalah
kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi
keyakinan pemikiran seseorang, dan reaksi seseorang terhadap
lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaan dimana ia
hidup.Menurut Daud Yusuf, terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam
masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu :
logika, estetika, dan etika. Logika adalah aspek pengetahuan dan
penalaran, estetika berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan
etika berkaitan dengan aspek nilai atau norma-norma yang ada dalam
masyarakat.Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang
bersumber pada logika.Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka
kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan
hidup pun semakin tinggi.Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan
hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar
sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.Dalam konteks inilah
kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan
dan tuntutan masyarakat.Untuk dapat menjawab tuntutan tersebut
bukan hanya pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja, melainkan
juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Oleh karena
itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih
peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang
diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di
masyarakat.Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang
terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum,
harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat,
sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam
hidupnya.Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan masyarakat.Tyler (1946), Taba (1963),
Tanner dan Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat
adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun,
Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuah fungsi sosial
pendidikan, yaitu: 1. Mengajar keterampilan. 2. Mentransmisikan
budaya. 3. Mendorong adaptasi lingkungan. 4. Membentuk
kedisiplinan. 5. Mendorong bekerja berkelompok. 6. Meningkatkan
perilaku etik, dan 7. Memilih bakat dan memberi penghargaan
prestasi.Perubahan sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam suatu masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung akan mengubah kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat
juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri. Masyarakat
kota berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda
dengan masyarakat modern. Adanya perbedaan antara masyarakat satu
dengan masyarakat lainnya sebagian besar disebabkan oleh kualitas
individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi
lain, kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap
individu-individu sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu
pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan
dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern
yang bersifat teknologis dan mengglobal. Akan tetapi pengembangan
kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu dan
keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat.B. Kebudayaan dan
Kurikulum Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau
gagasan, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir,
kesenian, dan nilai yang telah disepakati oleh masyarakat. Daoed
Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujudan
dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta
perasaan (estetika) manusia dalam rangka perkembangan kepribadian
manusia, pekembangan hubungan dengan manusia, hubungan manusia
dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Secara lebih rinci, kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
1. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.
Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak yang berada dalam alam
pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu
berada. 2. Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam
bermasyarakat. Tindakan ini disebut sistem sosial.Dalam sistem
sosial, aktivitas manusia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan
diobservasi.Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud
kebudayaan yang pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk
aktivitas manusia merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan,
nilai, dan norma yang telah dimilikinya. 3. Benda hasil karya
manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik
perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat.Oleh karena itu
wujud kebudayaan yang ketiga ini adalah produk dari wujud
kebudayaan yang pertama dan kedua.
Dilihat dari karakteristik sosial budaya, setiap daerah di
wilayah tanah air Indonesia memiliki ciri khas mengenai
adat-istiadat, tata krama pergaulan, kesenian, bahasa lisan maupun
tulisan, kerajinan dan nilai kehidupannya
masing-masing.Keanekaragaman tersebut bukan hanya dalam
kebudayaannya tetapi juga kondisi alam dan lingkungan sosialnya,
dan ini merupakan kekayaan hidup bangsa Indonesia yang
perludilestarikan dan dikembangkan melalui upaya pendidikan.
Beranjak dari kenyataan tersebut, maka pengembangan kurikulum
sekolah harus mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi
dasar dalam menetapkan materi kurikulum muatan lokal.Muatan lokal
adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya
dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
budaya serta kebutuhan daerah.Yang dimaksud dengan isi adalah
materi pelajaran atau bahan ajar yang dipilih dari lingkungan dan
dijadikan program untuk dipelajari siswa di bawah bimbingan guru.
Sedangkan media penyampaian adalah metode dan berbagai alat bantu
pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal yang
diambil dari dan menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan
kehidupan peserta didik. Contoh kurikulum muatan lokal yang saat
ini sudah dilaksanakan di sebagian besar sekolah adalah Mata
Pelajaran Keterampilan, Kesenian, dan Bahasa Daerah.Tujuan
pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan
nasional dan kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan
kepentingan nasional muatan lokal bertujuan: 1. Melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan yang khas daerah. 2. Mengubah nilai dan
sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif. Jika
dilihat dari sudut kepentingan peserta didik pengemangan kurikulum
muatan lokal bertujuan: 1. Meningkatkan pemahaman peserta didik
terhadap lingkungannya (lingkungan alam, sosial, dan budaya). 2.
Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka
tidak asing dengan lingkungannya. 3. Menerapkan pengetahuan dan
keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang
ditemukan di lingkungan sekitarnya (Umar Tirtarahardja dan La Sula,
2000:276)
2.4 Landasan Ilmu Pengetahuan dan TeknologiTeknologi adalah
aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah masalah
praktis. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan dan selalu
berkembang dengan pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Pendidikan merupakan upaya menyiapkan mahasiswa menghadapi masa
depan dan perubahan masyarakat, maka pengemban kurikulum haruslah
berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi Seni merupakan hal yang
penting yang dapat memperhalus budi pekerti.Pendidikan, juga
mendapat pengaruh yang cukup besar dari ilmu dan teknologi.
Pendidikan sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial, sebab
pendidikan merupakansalah satu aspek sosial. Pendidikan tidak
terbatas pada pendidikan formal saja, melainkan juga pendidikan
nonformal, sebab pendidikan meliputi segala usaha sendiri atau
usaha pihak luar untuk meningkatkan pengetahuan dan kecakapan,
memperoleh keterampilan dan membentuk sikap-sikap tertentu.
Kemajuan di bidang komunikasi massa juga sangat berpengaruh
terhadap pendidikan. Sebab media massa juga merupakan media
pendidikan. Dengan kata lain, melalui media massa, dapat
berlangsung proses pendidikan. Baik tayangan-tayangan yang
berbentuk informasi ataupun tayangan yang bersifat hiburan juga
mempunyai nilai-nilai pendidikan.Pembangunan didukung oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka
mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan
IPTEK terhadap pembangunan dimaksudkan untuk memacu pembangunan
menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju, dan sejahtera. Di
sisi lain, perkembangan IPTEK itu sendiri berlangsung semakin
cepat, bersamaan dengan persaingan antar bangsa semakin meluas,
sehingga diperlukan penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan
IPTEK, yang padagilirannya mengandung implikasi tertentu terhadap
pengembangan sumber daya manusia(SDM), supaya memiliki kemampuan
dalam penguasaan dan pemanfaatan serta pengembangan dalam bidang
IPTEK.Dalam hal ini, implikasi IPTEK dalam pengembangan kurikulum,
antara lain:Pengembangan kurikulum harus dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik untuk lebih banyak
menghasilkan teknologi baru sesuai dengan perkembangan zaman dan
karakteristik masyarakat Indonesia.Pengembangan kurikulum harus
difokuskan pada kemampuan peserta didik untukmengenali dan
merevitalisasi produk teknologi yang telah lama dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi itusendiri.Perkembangan IPTEK berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum yang didalamnya mencakup pengembangan isi
atau materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran,
serta penggunaan sistem evaluasi. Ini secara tidak langsung
menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar
memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai
pengaruh perkembangan ilmu i juga dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan an teknologi juga
banyak membawa perubahan pada istem nilai-nilai.Pendidikan pada
dasarnya adalah bersifat normatif, dengan demikian perubahan
nilai-nilai yang diakibatkan perubahan ilmu pengatahuan dan
teknologi perlu diarahkan agar bisa menuju pada perubahan yang
positif. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus senatiasa
menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
landasannya, sehingga menghasilkan kurikulum yang memiliki
kekuatan, dan juga bisa mengambangkan dan melahirkan ilmu
pengetahuan dan teknologi demi lebih memajukan peradaban manusia.
Para pengembang kurikulum, termasuk didalamnya guru-guru, harus
memahami perubahan tersebut, agar isi dan strategi yang
dikembangakn tidak menjadi usang aau ketinggalan zaman.
BAB 3PENUTUP
3.1 KesimpulanLandasan utama dalam pengembangan kurikulum,
yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.2 Saran Dalam penulisan makalah ini, tentu banayak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi lesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKACartono. 2010.Evaluasi Hasil Belajar Berbasis
Standar. Bandung: Prisma Press ProdaktamaIbrahim, R. dkk.2002.
Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan
Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPIHamalik, O.
(1990). Pengembangan Kurikulum: Dasar-dasar dan Perkembangannya.
Bandung: Mandar Maju.Hamalik, Oemar.2011.Dasar-Dasar
PengembanganKurikulum.Bandung: Remaja
Rosdakaryahttp://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/landasan-kurikulum/https://riedushine.wordpress.com/2013/03/07/landasan-kurikulum/Kaber,
A. (1988). Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.Masitoh,
dkk.Hand Out (Revisi) Landasan Pengembangan Kurikulum. Bandung:
Universitas Pendidikan IndonesiaSukmadinata, Nana Syaodih. (1997).
Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja RosdakaryaSukmadinata,Nana
Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum :Teori dan Praktek. Bandung:
P.T. Remaja RosdakaryaSukmadinata, Nana Syaodih.2010.Pengembangan
kurikulumteori dan praktek.Bandung:PT. Remaja
RosdakaryaYulaelawati, Ella.2004. Kurikulum dan Pembelajaran
:Filosofi, Teori, dan Aplikasi. Bandung: PakarKarya
21