Page 1
MAKALAH BIOTEKNOLOGI
KULTUR JARINGAN PADA TANAMAN ANGGREK
DOSEN :
Dr. rer nat Abu Amar, M.Sc
KELOMPOK 2 :
Indah Handayani (1112095000001)
Muhammad Ridwan (1112095000004)
Wiwid Wildatus Sholihah (1112095000005)
Khurin’in (1112095000006)
Annisa Amalia (1112095000011)
Zahra Yunisa (1112095000016)
Azizah Mei W. (1112095000028)
Farah Muthia Zadfa (1112095000035)
Page 2
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anggrek merupakan salah satu tanaman hias berbunga yang
karena keindahannya banyak diminati dipasaran, selain itu
anggrek juga dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan produk
kesehatan dan kecantikan. Anggrek tergolong anggota famili
“orchidaceae”, famili ini merupakan salah satu famili tanaman
berbunga yang besar dengan jumlah spesies kurang lebih 43.000
spesies dari 750 generasi yang berbeda, dan sekitar 5000
spesies terdapat di Indonesia (Putra, 2009).
Permintaan anggrek di pasaran yang tidak sebanding dengan
ketersediaannya menjadi salah satu permasalahan dalam budidaya
tanaman ini. Teknik kultur jaringan menjadi alternatif yang
dapat menjawab permasalah tersebut. Pada tahun 1920-an,
Knudson menunjukkan bahwa perkecambahan biji anggrek dapat
dilakukan dengan menanam biji anggrek pada media yang
mengandung mineral dan gula sebagai sumber energi. Penelitian
yang berhasil dilakukan Knudson menunjukkan bahwa biji anggrek
dapat berkecambah secara in vitro. Beberapa alasan untuk
megecambahkan biji anggrek secara in vitro adalah biji anggrek
sangat kecil dan mengandung cadangan makanan yang sangat
sedikit atau bahkan tidak ada. Perkecambahan secara in vitro dapat
2
Page 3
membantu perkecambahan embrio anggrek yang belum berkembang
atau belum matang sehingga memperpendek siklus pemuliaannya
atau budidayanya (Arditti, 2010).
Kultur jaringan sering disebut juga perbanyakan tanaman
secara in vitro, yaitu budidaya tanaman yang dilaksanakan dalam
botol-botol dengan media khusus dan alat-alat yang steril.
Sistem perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan ini dapat
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dan dalam
waktu yang singkat. Tanaman baru yang dihasilkkan mempunyai
sifat-sifat biologis yang sama dengan sifat induknya. Sistem
budidaya jaringan juga memiliki keuntungan lain yaitu
penghematan tenaga, waktu, tempat dan biaya. Masyarakat
pecinta tanaman anggrek adalah yang paling dahulu tertarik
dengan perbanyakan tanaman dengan sistem kultur jaringan.
Sistem kultur jaringan ini dapat menghasilkan bibit-bibit
anggrek dalam jumlah banyak. Bibit-bibit anggrek hasil dari
kultur jaringan memiliki kualitas yang sangat baik dengan
warna bunga yang seragam (Prasetyo, 2009).
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui langkah-langkah dalam kultur jaringan pada
anggrek
2. Mengetahui perbedaan dalam kultur jaringan anggrek
dengan tanaman lain
3
Page 4
3. Mengetahui faktor-faktor keberhasilan dalam kultur
jaringan anggrek
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari kultur jaringan
anggrek
4
Page 5
BAB II
ISI
2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh –
kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau
organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik ini dicirikan
oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur
buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT ( zat
pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan
pencahayaanya terkontrol (Yusnita, 2003).
Berdasarkan bagian tanaman yang dikultur, secara lebih
spesifik terdapat beberapa tipe kultur, yaitu kultur kalus,
kultur suspensi sel, kultur akar, kultur pucuk tunas, kultur
embrio, kultur ovul, kultur anter, dan kultur kuncup bunga.
Namun, semua jenis kultur tersebut sering disebut dalam
istilah umum, yaitu kultur jaringan.
Keberhasilan perbanyakan tanaman dengan teknik kultur
jaringan memerlukan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip yang
mendasarinya. Prinsip-prinsip dasar mengenai kultur jaringan
menurut Hendaryono (1994), adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui Teori Totipotensi Sel
5
Page 6
Teori totipotensi sel dikemukakan oleh Schwan dan
Schleiden pada tahun 1938. Menurut teori ini, setiap sel
tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan perangkta
fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang
menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Pada saat itu,
seltanaman mampu berkembang menjadi tanaman utuh masih
merupakan hipotesis. Banyak usaha untuk membuktikannya
mengalami kegagalan, yang mungkin disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan mengenai nutrisi dan hormon tanaman pada masa itu.
Pada tahun 1920-an, kultur organ secara terus-menerus dalam
suatu media berhasil dilakukan, tetapi hal ini belum
membuktikan kebenaran teori totopotensi. Pada pertengahan
tahun 1930-an teori tersebut dapat dibuktikan. Keberhasilan
pembuktian teori totipotensi ini diduga berkat penemuan
auksin, yaitu IAA dan NAA.
b. Memahami Konsep Skoog dan Miller
Pada tahun 1957, Skoog dan Miller mengemukakan bahwa
regenerasi tunas dan akar in vitro dikontrol secara hormonal oleh
ZPT sitokinin dan auksin. Organogenasis adalah proses
terbentuknya organ seperti tunas atau akar, baik secara
langsung daei permukaan eksplan atau secara tidak langsung
melalui pembentukan kalur terlebih dulu.
Dengan menggunakan eksplan empulur tembakau, Skoog dan
Miller mendemonstrasikan bahwa nisbah sitokinin dan auksin
yang tinggi mendorong pembentukan tunas, sedangkan nisbah
sitokinin dan auksin yang rendah mendorong pembentukan akar.
Jika diberikan dalam jumlah yang seimbang, sitokinin dan
6
Page 7
auksin akan mendorong pembentukan kalus. Hasil studi yang
dipublikasikan oleh Skoog dan Miller merupakan tonggak sejarah
penting yang dianggap sebagai konsep klasik yang mendasari
perbanyakan tanaman in vitro. Konsep tersebut memang tidak selalu
berlaku untuk setiap spesies tanaman yang dikultur jaringkan.
Namun, dengan beberapa pengecualian,hubungan antara sitokinin
dan auksin dalam mengontrol regenerasi tunas atau akar berlaku
untuk berbagai spesies tanaman.
c. Memahami Sifat Kompeten, Dedifferensiasi, dan Determinasi
Sifat kompeten, dediferensiasi dan determinasi sel atau
jaringan eksplan sangat penting agar terjadi organogenesis
atau embriologi pada eksplan. Suatu sel atau jaringan
dikatakan kompeten jika sel atau jaringan tersebut mampu
memberikan tanggapan terhadap signal lingkungan atau signal
hormonal. Bentuk tanggapannya berupa pemrograman diri yang
mengarah ke proses organogenesis atau embriogenesis. Eksplan
yang dikondisikan di lingkungan dengan penambahan ZPT yang
cocok akan menjadi kompeten untuk membentuk organ atau
embrio. Istilah lain proses ini adalah induksi.
2.2 Sejarah Kultur Jaringan Anggrek
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa
asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur.
Kultur sendiri berarti budidaya dan jaringan adalah sekelompok
sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur
jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya (Sriyanti
7
Page 8
dan Wijayani, 1994). Metode kultur jaringan berasal dari tahun
1902, ketika Gottlieb Haberlandt memperlihatkan bahwa adalah
mungkin memelihara tipe tertentu sel tumbuhan dalam suasana
sehat dalam media kultur. Akan tetapi tanaman anggrek baru
dapat dikulturkan pada tahun 1922 oleh Knudson. Meskipun sel-
sel itu tidak membelah, namun pekerjaan Haberlandt telah
meletakkan arah untuk penelitian yang muncul di masa mendatang
(Mark, 1991).
Aplikasi kultur jaringan pada awalnya ialah untuk
propagasi tanaman. Selanjutnya penggunaan kultur jaringan
lebih berkembang lagi yaitu untuk menghasilkan tanaman yang
bebas penyakit, koleksi plasma nutfah, memperbaiki sifat
genetika tanaman, produksi dan ekstaksi zat-zat kimia yang
bermanfaat dari sel – sel yang dikulturkan.
Penggunaan teknik kultur jaringan dimulai oleh Gottlieb
Haberlandt pada tahun 1902 dalam usahanya mengkulturkan sel-
sel rambut dari jaringan mesofil daun tanaman monokotil.
Tetapi usahanya gagal karena sel-sel tersebut tidak mengalami
pembelahan, pembelahan sel, proliferasi dan induksi embrio.
Pada tahun 1904, Hannig melakukan penanaman embrio yang
diisolasi dari beberapa tanaman crucifers. Tahun 1922, secara
terpisah Knudson dan Robbin masing-masing melakukan usaha
penanaman benih anggrek dan kultur ujung akar. Setelah tahun
1920-an, penemuan dan perkembangan teknik kultur jaringan
terus berlanjut.
Berikut adalah tabel yang menunjukkan sejarah perkembangan
bidang kultur jaringan tanaman :
Tahun Penemuan-Penemuan Penting
8
Page 9
1838Schleiden & Schwann mengemukakan teori
Totipotensi
1902
Haberlandt:: Orang pertama yang mencoba
mengisolasi dan mengkulturkan jaringan tanaman
monokotil, tetapi gagal1922 Knudson: mengecambahkan biji anggrek
1924Blumenthal & Meyer: Pembentukan kalus dari
eksplan akar wortel
1929
Laibach & Hered: Kultur embrio untuk
mengatasi inkompatibilitas pada tanaman Linum
spp
1934
Gautheret: Kultur in vitro dari jaringan
kambium tanaman berkayu dan perdu, tetapi
gagal.
White: Keberhasilan kultur akar tomat dalam
waktu yang panjang
Kogl et.al. : Identifikasi hormon tanaman
pertama, IAA, untuk pemanjangan sel.
1936LaRue: Kultur embrio pada beberapa tanaman
gymnospermae
1939Gautheret: Berhasil menumbuhkan kultur
kambium tanaman wortel dan tembakau
1941Overbeek: Penggunaan air kelapa untuk
menumbuhkam kultur embrio muda tanaman Datura
1944Kultur in vitro pertama dari tanaman tembakau
untuk studi pembentukan tunas adventif
1948Skoog dan Tsui: Pembentukan tunas dan akar
adventif dari tembakau
9
Page 10
1949 Nitsch: Kultur in vitro tanaman buah-buahan
1952
Morel & Martin:
Kultur meristem untuk mendapatkan tanaman
Dahlia yang bebas virus. Keberhasilan pertama
micro-grafting.
1953Tulecke: Kalus haploid dari polen tanaman
Ginkgo biloba
1955Miller: Penemuan struktur dan sintesa dari
kinetin
1957
Skoog & Miller: Menemuan bahwa pembentukan
akar dan tunas dalam kultur tergatung pada
perbandingan auksin : sitokinin
1958
Maheswari & Rangaswamy: Regenerasi embrio
somatik dari nuselus ovul Citrus
Reinert & Steward: Pertumbuhan dan
perkembangan kultur suspensi wortel
1960
Cocking: Degradasi enzimatik dinding sel
untuk mendapatkan protoplas
Morel: Perbanyakan vegetatif anggrek
melalui kultur meristem1962 Murashige & Skoog: Perkembangan media MS
1964Guha & Maheswari: Penemuan tanaman haploid
pertama melalui androgenesis tanaman Datura
1969Erickson & Jonassen: Isolasi protoplas dari
suspensi sel Hapopappus1970 Power: Fusi protoplas1977 Chilton: Keberhasilan integrasi T-DNA pada
tanaman
10
Page 11
Noguchi dkk.: Penanaman sel-sel tembakau
dalam bioreaktor berkapasitas 20 000 L.
1978
Melchers dkk.: Hibridisasi somatik antara
tanaman tomat dan kentang
Tabata dkk.: Produksi shikonin pada skala
industri melalui kultur sel
1982Zimmermann: Fusi protoplas secara elektrik
(Electrofusion)
1983
Mitsui Petrochemicals: Produksi metabolit
sekunder pertama dalam skala industri melalui
kultur suspensi pada tanaman Lithospermum spp.
1985-
1990
Perkembangan transfer gen pada tanaman
berkembang cepat, seperti penggunaan
Agrobacterium, particle bombardment (gen gun),
electroporasi, mikroinjeksi.1990 -
sekara
ng
Perkembangan rekayasa genetik dan metabolik
tan. Berkembang pesat
Pemasaran produk-produk rekayasa genetik(Zulkarnain, 2009)
2.3 Kegunaan dan Aplikasi Kultur Jaringan
Beberapa kegunaan kultur jaringan tumbuhan adalah :
1. Menghasilkan sejumlah besar tanaman (bibit) yang secara
genetika sama, dalam jumlah yang banyak dan waktu yang
singkat.
2. Mendapatkan bibit dengan sifat yang dikehendaki (unggul)
dalam waktu yang relative singkat.
11
Page 12
3. Memperbanyak tanaman yang sukar diperbanyak secara
tradisional.
4. Mendapatkan tanaman yang bebas virus dan penyakit.
5. Mempertahankan keaslian sifat-sifat tanaman.
6. Melestarikan tanaman-tanaman langka.
Aplikasi Kultur jaringan dapat diaplikasikan untuk tujuan
tertentu, antara lain sebagai berikut :
1. Produksi tumbuhan bagi kepentingan pertanian dan
perkebunan.
2. Produksi zat kimia (metabolisme sekunder) misalnya karet,
retin, minyak atsiri yang mempunyai nilai ekonomi dalam
jumlah yang lebih banyak.
3. Memperoleh tanaman yang mampu tumbuh pada lingkungan yang
dikehendaki, misalnya pada lahan dengan salinitas tinggi
atau lahan gambut (keasaman tinggi).
2.4 Jenis - Jenis Kultur Jaringan
2.4.1Kultur Organ
Kultur Organ (Organ culture) merupakan kultur yang
diinisiasi dari bagian-bagian tanaman seperti : ujung
akar, ujung pucuk (meristem dengan beberapa primordial
daun) dan embrio sebagai bagian dari biji (Gunawan,
1992). Sedangkan menurut Sjahril (2011), kultur organ
merupakan kultur yang diinisiasi dari organ-organ tanaman
12
Page 13
seperti pucuk terminal dan aksilar, meristem, daun,
batang, ujung akar, bunga, buah muda, dan embrio.
Berdasarkan asal eksplan, kultur organ dapat dibedakan
menjadi kultur meristem, kultur tunas, kultur
anther/ovul, kultur akar dan kultur embrio.
2.4.2Kultur Meristem
Kultur meristem adalah kultur yang menggunakan
eksplan yang berasal dari jaringan meristem, biasanya
di peroleh dari meristem apikal atau meristem tunas
aksilar. Pada ujung pucuk, jaringan ini berada dibagian
dalam, oleh karena itu, untuk mengambil jaringan ini agar
dapat digunakan sebagai eksplan, kita membutuhkan
mikroskop.
Setiap pengambilan sampel, terlebih dahulu dilakukan
pengirisan bagian pucuk secara transversal, lalu
jaringan meristem yang tertutupi oleh primordial daun
akan dapat diambil, semua kegiatan ini dilakukan dibawah
mikroskop. Apabila kultur meristem ini adalah untuk
mengeliminir penyakit,terutama virus,karena jauh berada
dibagian dalam,sehingga penetrasi penyakit
diharapkan belum menjauhkan jaringan ini, penyimpanan
plasma nutfah bebas virus .Kultur meristem telah banyak
diterapkan pada berbagai tanaman. Pada anggrek cymbidium,
ternyata dengan teknik ini dapat dihasilkan kelipatan
jumlah dibanding kultur lainnya. Tanaman yang dihasilkan
dari kultur meristem ini berasal dari jaringan vegetatif.
13
Page 14
Pelaksanaan perbanyakan mikro dengan teknik kultur
jaringan ini, apabila kita menggunakan eksplannya adalah
daerah meristem pucuk (yaitu bagian ujung dari pucuk,
dimana jaringannya terdapat dibagian dalam dan banyak
dilapisi oleh jaringan- jaringan primordial yang nantinya
akan membentuk tunas dan daun) yang berukuran sangat
kecil (0,2 mm), dan dalam pelaksanaanya
digunakan perlakuan pemberian zat kimia untuk
membunuh penyakit, maka hasil yang diperoleh kemungkinan
besar adalah bebas patogen.Tanaman yang dihasilkan dari
kultur meristem disebut meriklon (mericlone). Saat ini
sudah banyak beredar anggrek meriklon terutama, vanda dan
cymbidium, karena harganya yang cukup mahal. Namun
sayangnya anggrek- anggrek tersebut adalah hasil import
dari negara Taiwan. Tanaman meriklon lainnya adalah
kedelai,kentang,anyelir,capsella. Melalui kultur
meristem, jaringan meristem sebagai sumber eksplan dapat
langsung diregenerasikan untuk membentuk tunas dengan
subkultur berulang dan menggunakan variasi ZPT, atau
melalui fase kalus terlebih dahulu, seperti yang telah
dilakukan ahli kultur jaringan morel, yang memperoleh
meristem pucuk anggrek yang bebas virus, kemudian
dikulturkan membentuk kalus, kemudian dikulturkan untuk
membentuk protocorm dan akhirnya dikulturkan untuk
berdiferensiasi lebih lanjut guna membentuk tunas dan
akar.
2.4.3Kultur kalus
14
Page 15
Pada awal kultur kalus bertujuan untuk mempelajari
proses dediferensiasi dan diferensiasi sel dan jaringan
pada kultur in vitro dan memperoleh kalus dari eksplan
yang dikulturkan. Saat ini kultur kalus dan suspensi sel
banyak dilakukan dalam penelitian untuk menghasilkan
metabolit sekunder.
Kalus adalah kumpulan masa sel yang amorphus yang
terdiri dari sel-sel atau jaringan-jaringan yang membelah
diri terus menerus. Kalus tersusun oleh sel-sel parenkim
yang mana ikatannya dengan sel lainnya sangat rengggang.
Jaringan ini belum mengalami deferensiasi lanjut. Untuk
menginduksi terbentuknya tunas diperlukan media
regenerasi dengan modifikasi ZPT.
Kemampuan jaringan dalam menbentuk kalus sangat
terkait dengan:
Umur fisiologi jaringan waktu isolasi dilakukan.
Jaringan yang masih meristematis lebih mudah
penanganannya dibanding jaringan yang sudah
berdeferensiasi
Musim pada saat tanaman diisolasi
Jenis tanaman-tanaman berkayu seperti manggis sangat
sulit untuk mendapatkan kalus yang variable.
Bagian tanaman yang diisolasi, bagian yang sudah tua
akan memerlukan modifikaasi dengan merejuvenilisasikan
sel nya kembali.
Medium yang digunakan untuk kultur kalus adalah
medium dasar dengan modifikasi ZPT. Umumnya digunakan
15
Page 16
auksin 2,4-0, kadang-kadang digunakan bahan organik
kompleks seperti sari pisang, air kelapa.
Eksplan yang digunakan untuk menginduksi kalus adalah
: batang, akar, daun, embrio, kotiledon dan lainnya.
Eksplan awal ini kemudian ditempatkan pada media padat.
Kalus yang tumbuh, harus disubkultur ke media baru dalam
kurun waktu tertentu, agar keterwidiaan hara dan airnya
tetap ada dan mencegah terhambatnya pertumbuhan kalus
akibat keluarnya senyawa-senyawa hasil metabolisme kalus
tersebut.
Subkultur dapat dilakukan ke media yang sama atau
media regenerasi. Hal ini tergantung kepada tujuan
subkultur tersebut. Untuk tujuan menghasilkan senyawa
atau metabolit sekunder maka jangan menggunakan media
regenerasi. Namun subkultur yang berulang-ulang dengan
sumber eksplan yang terdiri dari sel-sel yang heterogen
yang dapat menyebebkan perubahan berupa :
Aberasi kromosom, dapat terjadi pematahan kromosom,
mengakibatkan terjadinya mutasi gen.
Poliploidi, yang disebabkan oleh pembelahan kromosom
yang tidak diikuti dengan terbentuknya dinding sel
anak, sehingga terjadi penggandaan jumlah kromosom.
Delesi, translokasi, substitusi
Pengerjaan praktek kultur kalus pada penempatan di
daerah gelap tanpa sinar akan lebih memacu pembentukan
kalus. Hal ini dapat kita pahami bersama karena untuk
proses pembentukan kalus, zat pengatur tumbuh yang sangat
berperan adalah auksin. Auksin akan sangat baik bekerja
16
Page 17
dengan kondisi gelap, sementara dengan adanya cahaya maka
kerja auksin akan terganggu, sehingga kalus yang
dihasilkan juga tidak baik kualitasnya.
Perlakuan membungkus dengan kain hitam pada tanaman
yang akan diinduksi kalusnya, pada tanaman krisan
menunjukkan respon yang sangat baik, dengan
memperlihatkan kumpulan kalus yang terbentuk lebih banyak
dibanding botol yang tidak dibungkus kain hitam.
Kalus yang baik adalah kalus yang uriable dan
mempunyai spot-spot hijau pada permukaan atasnya. Kalus
yang padat akan sulit beregenerasi membentuk emrio
somatik dan tunas.
2.4.4Kultur Protoplasma
Protoplas adalah sel dalam keadaan telanjang. Fusi
protoplas (yang terjadididalam sel tanpa campur tangan
manusia) adalah proses alamiah yang terjadi padatumbuhan
rendah sampai tingkat tinngi. Pada proses pembuahan
terjadi penyatuangamet jantan (sub protoplas) dengan
gamet betina (protoplas) menjadi zigot (hibridaseksual).
Sel-sel tanaman tingkat tinggi berhubungan satu dengan
lainnya melalui plasmodesmata, hubungan sel melalui
plasmodesmata ini merupakan fusi protoplasdengan
protoplas terapi terjadi secara alamiah.
Modifikasi genetik dengan fusi protoplas bertujuan
untuk mengatasi masalah ilompatibilitas, mengatasi
masalah sterilitas, mendapatkan sifat yang diinginkan,
melalui fusi sel guna menghasilkan hibrida somatik,
17
Page 18
mendapatkan tanaman bebas virus dan penyakit serta
mendapatkan tanaman dengan variasi somaklonal yang baik.
Protoplas dapat diisolasi secara mekanik dengan
menggunakan prinsip proses plasmolisis sel, juga dapat
diisolasi secara enzimatis. Umummnya saat ini
digunakancara terakhir ini. Enzim-enzim digunakan untuk
mengisolasi protoplas antara lain selluase, driselase,
zymolase, pectiolyase, pectinase, hemisellulase dan
maserase.
Sumber protoplas yang umum untuk diisolasi adalah
daun (paling sering digunakan), pucuk, buah, akar, nodul
akar. Jaringan mesofil daun
(diutamakan berasal dari invitro) yang paling mudah
diisolasi karena susunannya yang jarang sehingga
penetresi enzim lebih cepat.
Seluruh rangkaian isolasi protoplas, menurut
sterilitas lebih tinggi dibanding dengan kultur in vintro
biasa. Hal ini di karenakan kita bekerja dengan sel
telanjang. Media untuk mengkulturkan protoplas maupun
hasil fusi hasil protoplas umumnya adalah media Ms atau
Bs dengan berbagai modifikasi garam mineral ZPT .
Osmotikum sangat dibutuhkan mulai dari prosesi
isolasi mengkulturkan hasilfusi protoplas, hingga
terbentuk dinding sel. Larutan osmotikum biasanya
digunakan mannitol dan sorbitol. Setelah dinding sel
terbentuk maka harus diteteskan media tanpa manitol atau
sorbitol, untuk menurunkan tekanan osmotik. Jika tekanan
osmotik tetap tinggi dan regenerasi sel menjadi
18
Page 19
terhambat. Fusi sel (protoplas) tanaman dilakukan dengan
cara memfusikan dua macam protoplas yang sama atau
berbeda. Teknik fusi protoplas yang dikembangkan saat ini
antara lain fusi antara protoplas dengan protoplas, fusi
antara sub prtoplas dengan protoplas dan fusi antara sub
protoplas dengan sub protoplas sub protoplas terdiri dari
sitoplasma (protoplas tanpa inti), inti (karyoplas,
protoplas mini), kloroplas mitokondria.
2.4.5Kultur Suspensi
Kultur suspensi sangat berguna dalam penelitian
metabolit primer maupun sekunder, juga untuk regulasi
nitrogen didalam organ dan asimilasi sulfur, metabolisme
karbohidrat dan karbon fotosintetik, namun kultur sel
kulit dipakai untuk penelitian-penelitian path-way
(biosintesis) senyawa tertentu.
Kultur sel dilakukan dengan menggunakan eksplan
adalah kalus. Kalus dipindahkan ke media cair untuk
menginduksi sel-sel independen atau inisiasi suspensi
sel. Pada kutur sel ini juga harus dilakukan subkultur
secara periodik, tergantung tujuannya yaitu ke media yang
sama atau modifikasi untuk memperbanyak suspensi sel atau
ke media regenerasi (media padat). Untuk regenerasi
harus didahulukan menginduksi munculnya tunas, setelah
muncul tunas kemudian baru diinduksi pembentukan akar.
Umumnya kultur sel digunakan untuk :
Sumber protoplas
19
Page 20
Perlakuan dengan mutagen kimia, penyakit dan lain-
lain.
Memproduksi metabolit sekunder
Untuk keperluan seleksi in vitro dalam pemuliaan
tanaman Kultur sel harus terus berkembang terutama untuk
melihat hubungan tanaman dengan mikroba, tidak hanya
dalam pembentukan tunas tetapi juga dalam proses biokimia
dan perkembangan virus, phytotoksin, resistensi penyakit.
2.4.6Kultur Anther/Haploid
Kultur anther (anther culture) sering juga disebut
kultur haploid jika serbuk sari yang digunakan sebagai
sumber eksplan maka disebut kultur serbuk sari (polen
culture). Kultur serbuk sari ini lebih tepat disebut
kultur haploid dibanding dengan kultur anther. Kultur
haploid lain adalah kultur ovul, dimana sebagai sumber
eksplannya adalah ovul. Kultur haploid adalah kultur yang
menghasilkan tanaman haploid. Tanaman haploid adalah
tanaman yang memiliki jumlah kromosom yang sama dengan
jumlah kromosom gamet (N).jadi tidak harus sama dengan
kromosom dasar. Untuk tanaman diploid (2N), jumlah
kromosom gamet (N) adalah sama dengan kromosom dasar,
tetapi untuk tanaman tetraploid (4N) maka jumlah kromosom
gamet adalah 2 kali kromosom dasar (N=2X). Dengan
demikian istilah haploid pada tanaman tetraploid
dibedakan atas dihaploid (N=2X) dan monohaploid (N=X)
20
Page 21
Keuntungan dari tanaman haploid adalah :
Semua sifat ditampilkan dalam kondisi monohaploid,
baik sifat dominan ataupun resesif
Seleksi pada level haploid jauh lebih mudah dibanding
level ploidi yang tinggi
Penggandaan kromosom tanaman haploid akan
menghasilkan tanaman dihaploid yang homozigot,
penggandaan kromosom berikutnya akan menghasilkan
tanaman tetraploid homozigot
Hibridisasi seksual dengan tanaman diploid akan
menghasilkan tanaman triploid
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Kultur Jaringan Anggrek
Kelebihan dari teknik kultur jaringan yaitu :
1. Kultur jaringan merupakan suatu cara menghasilkan jumlah
bibit tanaman yang banyak dalam waktu singkat.
2. Tidak memerlukan tempat yang luas.
3. Tidak tergantung pada musim sehingga bias dilaksanakan
sepanjang tahun.
4. Bibit yang dihasilkan lebih sehat.
5. Memungkinkan dilakukannya manipulasi genetik.
Kelemahan teknik kultur jaringan :
1. Memerlukan biaya besar karena harus dilakukan dalam
laboratorium dan menggunakan bahan kimia.
2. Memerlukan keahlian khusus.
3. Memerlukan aklimatisasi ke lingkungan eksternal karena
tanaman hasil kultur biasanya berukuran kecil dan
21
Page 22
bersifat aseptic serta sudah terbiasa berada di tempat
yang mempunyai kelembapan udara tinggi.
2.6 Faktor – Faktor Keberhasilan Kultur Jaringan
Faktor-faktor keberhasilan dalam teknik kultur jaringan
menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), yaitu meliputi
pemilihan eksplan sebagai bahan dasar, penggunaan medium yang
cocok dan keadaan yang aseptik dengan pengaturan udara yang
baik. 2.6.1Pemilihan eksplan yang tepat
Masing -masing sel tanaman memiliki kemampuan
totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki
kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi
dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan
yang digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda
tergantung tujuan pengkulturannya.
Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan
eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya
eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih
muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi
dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi
lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif
membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga
lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan
jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya
dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-
kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa,
22
Page 23
dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa,
rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau
pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda
agar kultur lebih berhasil.
Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur.
Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan
tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun
kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga
dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan
dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka
semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan
makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan
media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang
sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang
dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya (Kartiman,
2004).
2.6.2Lingkungan Aseptis
Kultur jaringan harus dilakukan secara aseptis pada
lingkungan yang aseptis karena jika tidak dilakukan
secara aseptis maka banyak mikroorganisme yang masuk
kedalam media kultur jaringan. Hal ini mengakibatkan
eksplan akan berkompetisi dengan mikroorganisme untuk
mendapatkan media sehingga pertumbuhan eksplan akan
terhambat dan pada media tersebut ditumbuhi
mikroorganisme seperti bakteri. (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2004).
2.6.3Nutrisi Media23
Page 24
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan
dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan
tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.
Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan
tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik
jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari
kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.
Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara
memanaskannya dengan autoklaf.
Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman
dengan metode kultur jaringan secara umum sangat
tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur
jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya.
Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah
ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak (Widiastoety,
1997).
2.7 Masalah dan Gangguan dalam Kultur Jaringan
Gangguan kultur jaringan dapat menyebabkan kematian
eksplan. Gangguan kultur jaringan secara umum dapat muncul
dari bahan yang ditanam, lingkungan kultur maupun manusia yang
melakukannya. Masalah yang muncul antara lain :
Kontaminasi oleh bakteri, jamur, virus, dll. Agar
terhindar dari kontaminasi maka langkah-langkah
24
Page 25
pelaksanaannya harus mengikuti prosedur yang benar serta
selama proses pengerjaan dalam keadaan aseptik dan
steril.
Browning (pencokelatan), utnuk mengatasinya dengan cara
mengabsorbsi fenol penyebab pencokelatan dengan arang
aktif.
2.8 Teknik Kultur Jaringan pada Tanaman Anggrek
2.8.1Persiapan
Persiapan alat yang digunakan dalam kultur jaringan,
diantaranya yaitu laminar air flow cabinet, autoklaf, timbangan
analitik, stirer dan hot plate, pH meter, erlenmeyer, gelas
ukur, gelas piala, petridish, pipet, pengaduk, botol,
pinset, skalpel, shaker, lampu, spirtus.
Persiapan bahan yang digunakan dalam kultur jaringan
yaitu eksplan dari tanaman anggrek yang akan dikultur,
media Vaccin and Went yang merupakan media khusus untuk
kultur jaringan tanaman anggrek. Komposisi dari media
Vaccin and Went diantaranya yaitu (NH4)2SO4, KNO3,
Ca3(PO4)2, MgSO4.7H2O, KH2PO4, Fe3 Tartrat, MnSO4.4H2O,
dan sukrosa.
2.8.2Pemilihan Tanaman
Pilihlah tanaman yang segar, tidak layu, tanaman yang
segar batang daun dan bunganya memiliki tekstur yang
berbentuk dan keras tidak lembek dan layu, pilihlah yang
berwarna cerah jangan yang memiliki warna lain atau
bercorak aneh pada batang daun atau bunganya, bisa saja
25
Page 26
itu merupakan salah satu gejala penyakit tertentu,
tanaman yang sehat yang terkena sinar matahari dan tumbuh
ditanah yang tidak gersang yang berarti bahwa tanah
tersebut memiliki kadar air yang cukup untuk pertumbuhan
tanaman anggrek tersebut. Sehingga akan mendapatkan
eksplan yang berkualitas yang akan menghasilkan kultur
jaringan yang baik.
2.8.3Sterilisasi Tanaman
Tanaman yang diambil berasal dari tanah yang memiliki
kontaminan yang jumlahnya kita tidak ketahui, dan juga
tanaman tersebut terkadang memiliki kontaminannya
sendiri. Mendapatkan bahan tanaman yang steril merupakan
hal yang sulit. Meskipun bermacam tindakan pencegahan
sudah dilakukan, 95% kultur akan mengalami kontaminasi
apabila eksplan tidak didisinfeksi. Organ atau jaringan
tanaman harus disterilisasi dengan larutan disinfektan,
karena sebagai bahan biologis tidak dapat dilakukan
dengan cara pemanasan yang ekstrim.
Tidak ada metoda yang baku untuk sterilisasi eksplan,
sehingga waktu perendaman dalam larutan disinfektan
merupakan kisaran karena tergantung pada jenis bahan dan
tanaman yang akan disterilisasi. Larutan yang digunakan
harus yang aman bagi jaringan/eksplan tetapi bersifat
dapat membunuh kontaminan baik bakteri maupun jamur namun
tidak membunuh bahan tanaman itu sendiri sehingga hal ini
terkadang sulit dilakukan. Untuk tanaman berkayu, umbi
dll. biasanya sebelum disterilisasi dengan larutan
26
Page 27
disinfektan harus dibersihkan dahulu dengan sabun dan
dibilas dengan air mengalir, tetapi tidak untuk tanaman
jenis herbaceous. Semua permukaan eksplan yang
disteriliasi harus terendam dalam sterilan, dan
setelahnya harus dibilas dengan akuades steril sekurang-
kurangnya tiga kali.
Setiap bahan tanaman memiliki tingkat kontaminasi
permukaan yang berbeda tergantung dari :
1. Jenis tanamannya
2. Bagian tanaman yang dipergunakan
3. Morfologi permukaan
4. Lingkungan tumbuhnya
5. Musim waktu pengambilan tanaman
6. Umur tanaman
7. Kondisi tanamannya
Berdasarkan hal tersebut itulah mengapa tahap
sterilisasi tanaman merupakan tahapan yang sangat
penting. Sterilisasi bahan tanaman dimulai dengan
pencucian dan pembuangan bagian-bagian yang kotor dan
mati dibawah pancuran air. Pencucian dapat digunakan
dengan menggunakan detergent lembut. Bahan yang sudah
bersih dibiarkan dibawah pancuran air selama kurang lebih
1 jam untuk memecahkan koloni kontaminan permukaan, agar
koloni-koloni tersebut lebih peka terhadap bahan-bahan
sterilisasi. Bahan tanaman lalu direndam dalam larutan
natrium hipoklorit selama 7-15 menit dengan konsentrasi
1-2%. Perendaman menggunakan natrium hipoklorit
dikhususkan untuk eksplan agar steril.
27
Page 28
2.8.4Sterilisasi alat
Peralatan yang terbuat dari metal, gelas, aluminium
foil, dll., dapat disterilsasi dengan cara pengeringan
dalam oven pada suhu 130-170ºC selama 2-4 jam. Semua
peralatan tersebut harus dibungkus sebelum di oven,
tetapi jangan menggunakan kertas karena akan akan
terdekomposisi pada suhu 170ºC. Sterilisasi dengan
menggunakan autoclave tidak dsarankan untuk bahan yang
terbuat dari metal karena akan menyebabkan karat. Untuk
peralatan diseksi yang akan digunakan pada ruang transfer
atau laminar, setelah disterilisasi dalam oven harus
direndam dahulu dalam alkohol 96% kemudian dibakar di
atas lampu bunsen. Teknik ini disebut sterilisasi
pembakaran (flame sterilization). Teknik ini harus
dilakukan dengan ekstra hati-hati karena alkohol sangat
mudah terbakar. Autoclave adalah metoda sterilisasi
dengan menggunakan tekanan uap air. Bahan-bahan atau alat
yang dapat disterilisasi dengan cara autoclave ini antara
lain kapas penutup tabung, saringan dari nylon, pakaian
lab, tutup plastik, peralatan gelas, pipet, air, dan
media kultur. Hampir semua mikroba dapat mati bila
diautoclave pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 psi selama
15-20 menit.
2.8.5Pembuatan Media
Kultur jaringan membutuhkan media yang mendukung
untuk pertumbuhan eksplan dalam hal ini media vacin and
28
Page 29
went merupakan media yang dikhususkan untuk kultur
jaringan anggrek. Cara membuatnya yaitu:
1. Memasukkan 1000 mg (NH4)2NO3 kedalam elenmeyer,
ditambahkan 1050 mg KNO3, 500 mg KH2PO4, 5000 mg
MgSO4.7H2O, 14 mg MnSO4.4H2O, 500 mg (Ca2)3PO4 dan
Fe3-Tartrat 56 mg.
2. Mengencerkan hingga volumenya 1000 mL, dan
ditambahkan sukrosa 20 g dan agar 7 g.
3. Mengaduk larutan menggunakan magnetic stirrer dan
memanaskannya dengan hotplate. Kemudian larutan
didinginkan.
4. Membuat media dengan konsentrasi air kelapa 20%
dengan cara masukan larutan sebanyak 200 mL dan
ditambahkan tambahkan air kelapa 50 mL.
5. Mengkondisikan larutan agar pHnya 5,6 dan media
disterilisasi dalam autoclave
Namun media sudah bisa didapatkan dalam bentuk bubuk
yang sudah jadi lalu dimasukkan dalam media agar. Agar-
agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari
beberapa species algae. Dalam analisa unsur, diperoleh
data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K,
Na (Debergh, 1982). Kedalam media dapat juga ditambahkan
kombinasi vitamin, thiamine, glycine. Penambahan gula
atau karbohidrat sebagai sumber energi untuk pertumbuhan
tanaman juga penting, gula berperan juga dalam tekanan
osmotik media.
29
Page 30
2.8.6Sterilisasi media
Metode untuk sterilisasi media yang umum digunakan
yaitu sterilisasi dengan autoclave dan filter membran.
Media kultur, air destilasi dan campuran yang stabil
dapat disterilisasi dalam autoclave dengan menggunakan
wadah yang ditutup dengan kapas, aluminium foil atau
plastik. Akan tetapi, larutan dari bahan-bahan yang
bersifat tidak stabil (heat-labile) harus menggunakan
filter. Umumnya media diautoklaf pada tekanan 15 psi
dengan suhu 121ºC. Untuk volume larutan per wadah yang
sedikit (< 100 ml), waktu yang dibutuhkan adalah 15-20
menit, tetapi untuk jumlah yang besar (2-4 liter) selama
30-40 menit. Tekanan jangan melebhi dari 20 psi karena
dapat mengakibatkan dekomposisi karbohidrat dan bahan
lain dalam media yang bersifat termolabil.
Beberapa senyawa yang tergolong dalam kelompok
protein, vitamin, asam amino, ekstrak tanama, hormon dan
karbohidrat ada yang bersifat termolabil yang mungkin
akan mengakibatkan dekomposisi bila disterilisasi dengan
autoclave, sehingga harus disterilisasi dengan filter.
Filter Millipore yang mempunyai porositas ± 0.2 mikron (µm)
merupakan salah satu filter yang banyak digunakan untuk
sterilisasi bahan yang bersifat termolabil. Peralatan
gelas yang akan menampung media yang disterilisasi dengan
filter harus sudah disterilisasi dahulu dengan autoclave.
Media yang sebagian mengandung komponen thermolabile,
dapat dibuat dengan cara: (i) larutan yang mengandung
komponen heat-stable disterilisasi dengan autoclave,
30
Page 31
kemudian didinginkan sampai suhu 50o-60oC pada kondisi
steril (biasanya dalam laminar), (ii) pada bagian lain
dalam kondisi yang steril, larutan yang mengandung
komponen besifat thermolabile disterilisasi dengan
filter, (iii) kedua larutan yang sudah disterilisasi
dengan metoda yang berbeda tersebut digabungkan dalam
kondisi aseptik.
2.8.7Pemilihan Eksplan
Eksplan merupakan suatu sel atau irisan jaringan
tanaman secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam
medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan
steril. dengan cara demikian sebagian sel pada permukaan
irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk
kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedalam
medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk
tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet, dengan
teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil
suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat
menjadi planlet dalam jumlah yang besar. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan eksplan yakni eksplan
haruslah dalam keadaan bagus dan sehat, jadi yang dipilih
dari plantlet yakni masih terlihat sehat tanpa cacat.
Karena jika cacat kemungkinan eksplan tidak akan tumbuh
atau kalaupun tumbuh akan menjadi tanaman yang
kualitasnya jelek (Henuhili, 2012). Meskipun pada
prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi
sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan
mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda,
31
Page 32
ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya
(Mursidawati, 2007).
2.8.8Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian
tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering
digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Inisiasi pembentukan kalus dimulai dari hasil pembelahan
sel yang terus menerus
pada jaringan induk yang tidak perlu harus berhubungan la
ngsung dengan medium kultur.Pertumbuhan yang tercepat
terjadi didaerah perifer. Hal ini disebabkan karena pada
daerah tersebut ketersediaan hara dan oksigennya lebih
baik. Pertumbuhan kalus merupakan hasil interaksi yang
sangat komplek antara eksplan, komposisi medium dan
kondisi lingkungan selama periode inkubasi (Mursidawati,
2007).
Sel-sel memperlihatkan peningkatan aktivitas
sitoplasmik yang ditandai dengan meningkatnya respirasi
dan jaringan kembali kekeadaan meristematik
(dediferensiasi). Selama pertumbuhannya kalus dapat
mengalami lignifikasi yang cukup kuat hingga menyebabkan
kalus bertekstur keras dan kompak, ada juga yang friabel
dan lunak sehingga mudah terpecah-pecah menjadi serpihan-
serpihan kecil. Kalus dapat berwarna kekuningan, putih,
hijau atau terpigmentasi oleh antosianin. Pigmentasi
dapat seragam pada keseluruhan kalus atau sebagian daerah
tidak terpigmentasi (Henuhili, 2012).
32
Page 33
Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian
tanaman, tetapi organ yang berbeda menunjukkan kecepatan
pembelahan sel yang berbeda pula. Jenis tanaman yang
menghasilkan kalus, meliputi dikotil berdaun lebar,
monokotil, gymnospermae, pakis danmoss. Bagian tanaman
seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon dan batang muda
merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi
dan menghasilkan kalus. Pada perbanyakan tanaman
hortikultura, dianjurkan melalui tunas aksilair, karena
dapatmenghasilkan bibit yang true-to-type (sesuai dengan
sifat induknya). Tunas adventif,terutama yang melalui
fase kalus, tidak dianjurkan dalam perbanyakan tanaman
hortikultura, kecuali untuk tujuan seleksi dan variasi.
Tunas adventif langsung, juga menunjukkan kemungkinan
variasi, hanya dalam taraf lebih rendah daripada
regenerasi melalui fase kalus. Suatu sifat yang diamati
dalam jaringan yang membentuk kalus adalah bahwa
pembelahan seltidak terjadi pada semua sel dalam jaringan
asal, tetapi hanya sel di lapisan perisfer yang membelah
terus menerus sedangkan sel-sel di tengah tetap quiscent.
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini
adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas
mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru ini
mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik
berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik
berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang
dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga
33
Page 34
akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman
yang tumbuhnya paling kuat, untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Hendaryono,
1994).
2.8.9Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi dilakukan untuk membersihkan eksplan dari
tanaman anggrek dari mikroorganisme yang dapat mengganggu
pertumbuhan anggrek saat di kondisi in vitro. Sterilisasi
adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan
menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga
dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol
yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang
digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga
harus steril (Damayanti, 2011).
2.8.10 Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon
tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini
dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya
kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan
eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang
steril dengan suhu kamar (Hendaryono, 1994).
Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau
bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio,
34
Page 35
serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga
sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya.
Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara
merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan
percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas
pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung
maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti
halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus
terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan
perbandingan yang dibutuhkan secara tepat. Hormon yang
digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut
berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP,
kinetin, atau thidiadzuron (TDZ) (Damayanti, 2011).
2.8.11 Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan
menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa
proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan
dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk
melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk
melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur.
Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala
seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau
busuk (disebabkan bakteri) (Henuhili, 2012).
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar
dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan
hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke
lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan
35
Page 36
memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan,
sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976).
Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di
pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media
untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat
rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat
dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan
tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara
individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut
dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya
dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu
setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-
vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media
pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA
atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada
tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap
sebelumnya (Hendaryono, 1994).
2.8.12 Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil
pembiakan pada kultur jaringan yang semula kondisinya
terkendali kemudian berubah pada kondisi lapangan yang
kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman
juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrop
ke tanama autotrop (Hendaryono, 1994).
Aklimatisasi dilakukan dengan cara memindahkan
eksplan keluar dari ruangan aseptik ke bedeng. Pemindahan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan
36
Page 37
memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi
bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena
bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap
serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit
mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara
bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit
generatif (Henuhili, 2012).
Proses aklimatisasi dilakukan dengan cara bertahap
supaya tanaman hasil kultur jaringan dapat beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Baik suhu, kelembaban,
cahaya maupun faktor lainnya akan berbeda dan tanaman
hasil kultur jaringan juga memiliki kekurangan dibanding
tanaman yang ditanam di lingkungan alami. Tanaman hasil
kultur jaringan memiliki lapisan lilin (kutikula) yang
tidak berkembang sempurna dan akar yang belum bisa
berfungsi dengan baik. Saat pemindahan tanaman ke kondisi
normal atau dalam media pakis, tanah, atau compost, harus
dilakukan secara bertahap dan menghindari infeksi dari
fungi serta bakteri karena tanaman hasil kultur jaringan
belum mampu beradaptasi dengan pathogen-patogen yang
biasa ditemukan di lingkungan luar (Damayanti, 2011).
Pemberian fungisida pada saat tahap aklimatisasi
juga diperlukan untuk mencegah serangan jamur,
pembersihan media secara benar juga mengurangi resiko
serangan. Pemindahan pertama dilakukan ke dalam
‘community pot’ yang bisa menampung jumlah bibit yang
37
Page 38
cukup banyak. Pada tahap awal kelembaban sangat perlu
dijaga dan pemberian nutria tambahan bisa dilakukan
dengan penyemprotan pupuk daun. Selanjutnya bibit bisa
dipindah ke pot-pot individu saat daun dan akar siap
untuk mendukung pertumbuhannya (Damayanti, 2011).
Tahapan – tahapan yang dilakukan saat aklimatisasi
adalah dilakukan dengan cara berikut:
Kriteria bibit botol yang siap dikeluarkan yaitu
daun sudah menyentuh dinding atas botol, akar sudah
tumbuh dengan baik, media sudah habis/kering, atau
jika bibit dalam botol terkontaminasi jamur atau
bakteri sehingga perlu segera dikeluarkan.
Tulis kode silangan atau nama jenis anggrek beserta
tanggal keluar bibit botol gantungkan di baki
kompot, tulis juga dalam buku sewaktu-waktu dapat
dilacak.
Gunakan tray plastik berlubang sebagai pengganti pot
kompot.
Buka tutup botol dan gunakan kawat berujung
melengkung ‘U’ dan tarik satu persatu bibit,
usahakan akar terlebih dahulu yang di kelurkan.
Untuk mempercepat pekerjaan dapat pula dengan cara
bungkus botol dengan koran dan pukul belakang botol
dengan palu hingga pecah.
Setelah bibit dikeluarkan, dibilas di atas tray
plastik berlubang kemudian semprot dengan air
38
Page 39
mengalir hingga sisa media agar yang menempel pada
akar bersih.
Tiriskan bibit yang bersih di atas kertas Koran.
Tanaman secara berkelompok bibit sesuai dengan
ukuran bibit yang besar terlebih dahulu kemudian
bibit yang kecil dengan posisi bibit berdiri.
Setelah selesai menanam simpan kompot anggrek di
tempat yang teduh bersirkulasi udara baik.
Semprot menggunakan handsprayer kompot anggrek tadi
keesokan harinya; setiap hari selama satu minggu.
Setelah satu minggu pertama penyiraman sudah dapat
menggunakan air mengalir dari selang; pemupukan
sudah dapat diaplikasikan menggunakan pupuk yang
berimbang kadar N:P:K = 21:21:21 dengan konsentrasi
¼ anjuran dalam kemasan satu minggu dua kali.
Penggunaan Vitamin B1 dapat juga digunakan dengan
konsentrasi 1/4/ anjuran dalam kemasan satu minggu
sekali.
Setelah kompot anggrek berumur kurang lebih 1 – 1,5
bulan dengan ciri bibit sudah kekar dan akar baru
sudah tumbuh, bibit dapat ditanam dalam individual
pot berukuran 5 cm dengan media pakis atau sabut
kelapa. Bibit dengan ukuran kecil dapat diteruskan
penanamannya dalam kompot.
Catatan: Masing-masing nursery dan petani memiliki
cara yang berbeda-beda. Cara yang kami lakukan bisa
disebut dengan cara kering, dengan maksud
menghindari bibit terlalu sering terkena air, karena
39
Page 40
akan mengakibatkan bibit menjadi lemas (osmosis
rendah). Sehingga bibit saat ditanam akan layu dan
tidak dapat berdiri.
Penggunaan fungisida yang biasa digunakan dalam
beberapa buku tentang aklimatisasi dengan merendam
bibit sebelum ditanam tidak kami lakukan kecuali
bibit dalam botol sebelumnya sudah terkontaminasi
jamur (Damayanti, 2011).
Proses pengerjaan aklimatisasi terdapat tahap
pengelompokan plantlet hasil seleksi. Plantlet
dikelompokan berdasarkan ukurannya untuk memperoleh bibit
yang seragam. Sebelum ditanam plantlet sebaiknya
diseleksi dulu berdasarkan kelengkapan organ, warna,
hekeran pertumbuhan, dan ukuran. Plantlet yang baik
adalah yang organnya lengkap, mempunyai pucuk dan akar,
warna pucuknya hijau mantap artinya tidak tembus pandang
dan pertumbuhan akar bagus.
Ciri – ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet
tampak sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam,
berdaun hijau segar, dan tidak ada yang menguning. Selain
itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun
dan akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak
dan sebagian kecil telah mengeluarkan tunas baru, serta
memiliki jumlah akar serabut 3 – 4 akar dengan panjang
1,5 – 2,5 cm (Mursidawati, 2007).
Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa
dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke
40
Page 41
kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar
siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak
dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro
karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang
disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami
karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor
lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor
lingkungan sulit terkontrol (Hendaryono, 1994).
Kelembaban dalam botol kultur hampir selalu 100%.
Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim
mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan
lapangan sangat jauh berbeda. Kondisi di luar botol
berkelembapan nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan
tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada
kondisi di dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih
bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam
kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta
suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu, tanaman tersebut memperlihhatkan gejala
ketidaknormalan, seperti bersifat sangat sukulen, lapisan
kutikula tipis, dan jaringan vasikulernya tidak
berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak
berfungsinya stomata sebagaimana mestinya, struktur
mesofil berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat rendah
(Damayanti, 2011).
Aklimatisasi dilakukan dengan mengkondisikan planlet
dalam media pengakaran ex vitro. Media yang kita gunakan
41
Page 42
dalam proses aklimatisasi pada anggrek adalah pakis dan
arang kayu / genting. Selain itu juga kelembapan tempat
aklimatisasi di atur tetap tinggi pada minggu pertama,
menurun bertahap pada minggu–minggu berikutnya hingga
tumbuh akar baru dari planlet. Cahaya diatur dari
intensitas rendah, meningkat secara bertahap. Sebaiknya
suhu tempat aklimatisasi dijaga agar tidak melebihi 32oC
(Henuhili, 2012).
42
Page 43
BAB III
KESIMPULAN
Kebutuhan anggrek yang tinggi di pasaran dapat dipenuhi
melalui budidaya anggrek dengan kultur jaringan.
Keunggulan dari kultur jaringan anggrek ini yaitu bibit
yang dihasilkan seragam, lebih sehat, banyak dalam waktu
yang relatif singkat dan tidak memakan tempat, akan tetapi
biaya yang dikeluarkan cukup tinggi, membutuhkan keahlian
khusus dan bibit yang dihasilkan harus diaklimatisasi
terlebih dahulu. Langkah-langkah dalam kultur jaringan
anggrek yaitu meliputi tahap persiapan alat dan bahan,
pemilihan tanaman, sterilisasi tanaman, sterilisasi alat,
pembuatan media, sterilisasi media, pemilihan eksplan,
inisiasi eksplan, sterilisasi eksplan, multiplikasi,
pengakaran dan aklimatisasi. Faktor keberhasilan dalam
kultur jaringan anggrek yaitu dengan memperhatikan43
Page 44
lingkungan aseptis selama pengerjaan, pengambilan eksplan
anggrek yang tepat dan menggunakan media khusus vaccin and
went untuk kultur jaringan anggrek.
DAFTAR PUSTAKA
Arditti, J. 2010. Plenary Presentation : History of Orchid Propagation.AsPac J.Mol. Biol. Biotecnol. Vol 18 (1) : 171-174.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. TeknologiAgribisnis Tanaman Hias. Balai Penelitian Tanaman Hias. PusatPenelitian dan Pengembanga Hortikultura. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
44
Page 45
Damayanti, E. 2011. Budidaya Tanaman Anggrek. Penerbit Araska.Yogyakarta.
Gunawan, Livy Winata. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan.Deprtemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat JenderalPendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Bioteknologi.IPB Press. Bogor.
Hendaryono, D.P.S., dan A.Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan.Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 139p.
Henuhili, V. 2012. Kultur Jaringan Tumbuhan. Petunjuk PraktikumFMIPA UNY. Yogyakarta.
Kartiman, R. 2004. Pengaruh Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh dan PotonganProtocorm Like Bodies untuk Perbanyakan Anggrek Bulan Raksasa(Phalaenopsis Gigantea) dengan Metode Kultur Jaringan. Skripsi.Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor.
Laelawati, Susi. 2008. Bioteknologi. Nobel Edumedia. Jakarta.
Mursidawati.S. 2007. Asosiasi Mikoriza dalam Konservasi Anggrek Alam.Buletin Kebun Raya Indonesia. Vol 10. No 1.Hal 24-30.
Prasetyo, C.H. 2009. Teknik Kultur Jaringan Anggrek Dendrobium sp. diPembudidayaan Anggrek Widorokandang Yogyakarta. Skripsi. ProgramDiploma III Agribisnis Hortikultura dan ArsitekturPertamanan Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Putra, Virnanto Hasmana. 2009. Budidaya dan Prospek PemasaranAnggrek Bulan Lokal (Phalaenopsis Anabilis) di Kebun AnggrekWidorokandang Yogyakarta. Skripsi. Fakultas PertanianUniversitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sjahril, Rinaldi, dkk. 2011. Bahan Ajar: Pembiakan In Vitro. programstudi agroteknologi fakultas pertanian UniversitasHasanuddin. Makassar.
Wetherell. 1976. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. IKIPSemarang Press. Semarang.
Widiastoety. 1997. Peningkatan Produktivitas dan Mutu Bunga Anggrek.Balai Penelitian Tanaman Hias. Pusat Penelitian danPengembangan Hortikultura. Badan Litbang Pertanian.Jakarta.
45
Page 46
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.PT. Agromedia Pustaka. Bogor.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
46