BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi di bidang pertanian telah berkembang pesat, salah satu contohnya adalah dengan perbanyakan secara vegetatif. Cara perbanyakan vegetatif umumnya akan menghasilkan tanaman yang lebih cepat tumbuh. Dapat tumbuhnya bagian terkecil dari tumbuhan menjadi individu baru karena tumbuhan memiliki sifat mampu untuk tumbuh menjadi tanaman yang sempurna bila disekitar lingkungan tersebut sesuai. Sifat tumbuhan inilah yang kemudian mencetuskan suatu metode perbanyakan tumbuhan secara vegetatif, yaitu dengan kultur jaringan tumbuhan. Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan tertua dilakukan pada biji anggrek dengan tujuan untuk mengecambahkannya dalam media yang kaya nutrisi karena biji dari anggrek tidak mempunyai cadangan makanan. Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan mengkulturkan jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari tanaman. Penggunaan kultur jaringan mempunyai kelebihan, yaitu mampu memproduksi bibit yang seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatifr singkat. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioteknologi di bidang pertanian telah berkembang pesat, salah satu
contohnya adalah dengan perbanyakan secara vegetatif. Cara perbanyakan
vegetatif umumnya akan menghasilkan tanaman yang lebih cepat tumbuh. Dapat
tumbuhnya bagian terkecil dari tumbuhan menjadi individu baru karena tumbuhan
memiliki sifat mampu untuk tumbuh menjadi tanaman yang sempurna bila
disekitar lingkungan tersebut sesuai. Sifat tumbuhan inilah yang kemudian
mencetuskan suatu metode perbanyakan tumbuhan secara vegetatif, yaitu dengan
kultur jaringan tumbuhan.
Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan tertua dilakukan pada biji anggrek dengan tujuan untuk
mengecambahkannya dalam media yang kaya nutrisi karena biji dari anggrek
tidak mempunyai cadangan makanan. Kultur jaringan terus berkembang dari
mengkulturkan biji berkembang dengan mengkulturkan jaringan dan terus
berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari tanaman. Penggunaan
kultur jaringan mempunyai kelebihan, yaitu mampu memproduksi bibit yang
seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatifr singkat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan pengertian kultur jaringan tanaman ?
2. Bagaiman teknik kultur jaringan tanaman ?
3. Apa contoh kultur jaringan tanaman ?
4. Bagaimana masalah dalam kultur jaringan tumbuhan ?
5. Apa kelebihan dan kekurangan dalam kultur jaringan ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dan pengertian kultur jaringan tanaman
2. Untuk mengetahui teknik kultur jaringan tanaman
3. Untuk mengetahui contoh kultur jaringan tanaman
4. Untuk mengetahui masalah dalam kultur jaringan tumbuhan
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam kultur jaringan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kultur Jaringan
Sejarah kultur jaringan sebenarnya sejalan dengan sejarah perkembangan
botani. Beberapa ahli jaman dulu sudah meramalkan bahwa perbanyakan kultur
jaringan dapat dilaksanakan. Pemikiran ini didasarkan pada penemuan para ahli
yan mendahului mereka serta penemuan mereka sendiri.Pada abad 17 seorang ahli
matematika Robert Hooke telah menemukan sel. Ia mengatakan bahwa sel-sel
dapat disamakan dengan batu-batu bangunan alamiah. Kemudian pada tahun 1838
-1839, seorang ahli Biologi M. V. Schleiden dan Theodore Schwann yang telah
memfokuskankan perhatiannya pada kehidupan sel, menemukan satu konsep baru,
bahwa satu sel dapat tumbuh sendiri walaupun telah terpisah dari tanaman
induknya. Mereka mengemukakan bahwa segala peristiwa rumit yang terjadi
dalam tubuh organisme selama hidup, bersumber pada sel. Dari konep inilah
tumbuh pernyataan bahwa satu sel mempunyai kemampuan untuk berkembang.
Sel berkembang dengan jalan regenerasi sehingga pada satu saat akan terbentuk
satu tanaman sempurna. Kemampuan regenerasi ini disebut “totipotency”.
Beberapa ahli yang juga telah bekerja mengisi sejarah perkembangan
Botani abad 19, adalah Charles Darwin, Louis Pasteur, Justus Van Liebig, Johan
Knopp, dan Rechinger. Charles Darwin dikenal dengan julukan “raja penamat”,
menemukan hormon pada koleoptil sebangsa rumput. Kemudian Louis Pasteur
yan menentang aliran “generatio spontanea” mengemukakan pentingnya
sterilisasi. Pada akhir abad 19, Johan Knopp (1817 – 1891) menemukan 10 unsur
hara yan penting bagi pertumbuhan tanaman. Dengan penemuannya ini ia dikenal
dengan “Knop’s Solution”, beberapa tahun setelah Knopp, Rechinger (1893) telah
mencoba mengambil potongan kecil batang poplar dan beet, kemudian
memelihara bahan-bahan ini di atas kertas filter lembab. Dari percobaan ini ia
menemukan pertumbuhan kalus. Dengan mengurangi ukuran potongan tanaman
akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa ukuran yang paling baik adalah ukuran
kecil namun tidak kurang dari 1,5 cm.
2
Kira-kira pada permulaan abad ini, beberapa ahli botani mengembangkan
suatu teori, bahwa sel atau jaringan tanaman pada dasarnya dapat ditanam secara
terpisah dalam suatu kultur. Sel dan jaringan yang ditanam dengan cara ini
memiliki kemampuan untuk regenerasi bagian-bagian yang diperlukan, dalam
upayanya untuk bisa tumbuh dengan normal, membentuk kembali menjadi
tanaman yang utuh. Dengan kata lain, bahwa di dalam masing-masing sel tanaman
mungkin mengandung informasi genetik atau sarana fisiologis tertentu yang
mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang
sesuai. Kemampuan inilah yang kemudian dikenal sebagai totipotensi.
Pada permulaan abad ke 20 konsep totipotensi terus dikembangkan. Gottlieb
Hamberlant seorang ahli Botani bangsa Jerman pada tahun 1902 melanjutkan
konsep totipotensi ini secara bersungguh-sungguh. Ia menekankan bahwa embrio
tanaman dapat tumbuh dengan jalan memelihara sel-sel vegetatif. Walaupun
percobaannya gagal namun memastikan bahwa sifat totipotensi yan dimiliki oleh
sel menyebabkan sel dapat dipisahkan dan dipelihara pada media tumbuh. Bila
medianya cocok, sel yang dipisahkan itu akan melanjutkan kehidupannya dan
berkembang menjadi satu tanaman baru (Kyte 1987)
Keterangan ini disusun secara sistematik menurut tahun penemuan :
Pada 1922 Knudson menemukan germinasi asimbiotik biji tanaman angrek
secara in vitro.Pengembangan metode kultivasi kultur jaringan dimulaikan oleh
dua oran saintis yang sudah bertahun-tahun berusaha bekerja di bidan ini. Mereka
adalah White P.,
1934 White P., sesudah bertahun-tahun gagal, pada tahun ini berhasil
mengkulturkan ujung akar tomat. Pada tahun yang sama Gautheret L.,
mengkulturkan in vitro jaringan kambium tanaman Acer pseudoplanatus, Salix
caparaea, dan Sambucus nigra. Pada saat ini ide tentang kultur jaringan dapat
dikatakan sudah tercapai namun oleh karena eksplant tidak dipindahkan ke media
yang baru, maka perkembangan terhenti sesudah berumur 15 – 18 bulan.
Dikatakan bahwa pada saat itu media ternyata kekurangan beberapa unsur yang
berfungsi untuk pembelahan sel. 1939 P. R. White seorang peneliti dari Amerika
(yang sekarang dianggap sebagai Bapak Kultur Jaringan) melaporkan sejumlah
hasil penelitiannya tentang keberhasilan ia menumbuhkan sejumlah tunas dari
3
potongan-potongan kalus tembakau yan ditanam dalam medium cair. 1940
Seorang ahli yang lain, Folke Skoog, ahli fisiologi tanaman dari Universitas
Winconsin pada tahun melanjutkan penelitian-penelitian yang dilakukan White
dan telah berhasil membuktikan, bahwa hormon-hormon auksin, yaitu IAA dan
NAA (yang pada waktu itu dikenal sebagai pemacu pertumbuhan akar dari
potongan-potongan dahan), ternyata mampu menghambat awal pertumbuhan
tunas. Selanjutnya dengan percobaan-percobaannya menggunakan kultur jaringan
tembakau, dia mulai mencari senyawa-senyawa kimia yang dapat berinteraksi
dengan senyawa-senyawa auksin serta senyawa-senyawa yang memacu
pertumbuhan tunas. (Whaterel, 1982).
Pada 1941 Van Overbeek mula-mula menggunakan air kelapa (yang
mengandung faktor perangsang pembelahan sel) dalam mengkulturkan embrio
Datura.1943 White menerbitkan bukunya “A Handbook of Plant Tissue Culture”
yang memuat pengetahuan serta hasil penemuan pada jaman itu.1944 Skoog
mula-mula mendapatkan tunas adventif dari hasil kultur jaringan.1945-1946 Loo
Shi Wei, pertama-tama mengkulturkan apex batang.1949 Vaccin dan Went
menciptakan medium Vacin dan Went.1950 Folke Skoog bersama-sama dengan
muridnya berhasil menemukan adanya efek pemacu pembentukan tunas yang
disebabkan oleh senyawa-senyawa fosfat anorganik maupun senyawa-senyawa
organic, yaitu adenine dan adenosin. 1952 Morel dan Martin pertama-tama
menemukan dahlia yan bebas virus dari hasil kultur meristem.1954 Muir et al
pertama-tama mendapatkan tanaman dari kultur sel. Wetmore, R. H., dan Sorkin
S., mengembangkan teori Hamberlant tentang organogenesis yan sekarang dikenal
dengan mikropropagasi.1955, kelompok Skoog menemukan kinetin, yaitu
hormone golongan sitokinin yang pertama kali ditemukan. 1957 Skoog dan Miller
melaporkan hasil penelitian mereka yang sekarang telah dianggap klasik,yaitu
mengemukakan ratio sitokinin dan auxin untuk mengatur pembentukkan organ.
Mereka menulis satu artikel tentan “Chemical Regulation of Growth and Organ
Formulation in Plant Tissue Cultured in Vitro” mengenai keterkaitan kedua
golongan hormone, auksin dan sitokinin dalam pengaturan regenerasi akar dan
tunas. Penelitian ini selanjutnya menjadi landasan berbagai upaya pembiakan
secara kultur jaringan. Skoog menyadari besarnya potensi ekonomi dari hasil
4
penelitian-penelitiannya, selanjutnya semakin menekuni bidang kultur jaringan
bersama-sama murud-murid dan teman-temannya. (Whaterel, 1982).
Torrey J. C., mendemonstrasikan pembelahan sel yang diisolasikan.
1958 Reinert dan Steward, menemukan regenerasi proembrio dari suspensi
sel Daucus carota.K. V. Thimann dari Universitas Harvard melaporkan
penemuan-penemuannya pada beberapa kali penerbitan yang dimulai tahun 1958,
bahwa hormon-hormon sitokinin mampu melawan efek pertumbuhan tunas apical.
Dan mereka berhasil pula membuktikan, bahwa kinetin bersifat memacu
pertumbuhan tunas lateral yan biasanya tidak terlihat nyata akibat penaruh dari
tunas apical pucuk tanaman. Hal inilah yan selanjutnya menjadi dasar fisiologis
dalam upaya meningkatkan jumlah cabang-cabang lateral, yang seperti diketahui
sangat penting artinya bai pembiakan secara kultur jaringan. Dalam tahun-tahun
berikutnya, banyak peneliti yan memberikan sumbangan pengetahuan yang
menunjang keberhasilan usaha pembiakan secara kultur jaringan tersebut.1960
Cocking E. C., memperoleh sejumlah protoplast dengan jalan degradasi dinding
sel menggunakan enzyme.
1962 Murashige T., dan Skoog F., mengembangkan formulasi media
kultur yan amat terkenal dan sampai sekarang dipakai di dunia internasional, yaitu
media Murashige-Skoog., Di sini peranan Murashige sangat penting artinya,
karena selain telah memberi sumbangan pengetahuan dasar kultrur sel dan
jaringan, usahanya telah mengarah ke penerapan di bidang pembiakan secara
kultur jaringan dalam skala komersial. Murashige bersama murid-muridnya di
Universitas California telah menyusun prosedur lenkap pembiakan kultur jaringan
dari sejumlah besar spesies tanaman yang diketahui bernilai ekonomi tinggi.
Pengembangan hasil karya tersebut selanjutnya mendorong pertumbuhan industri-
industri pembiakan secara kultur jaringan di Amerika Serikat 1964 Guha S., dan
Maheshwari S. C., mendapatkan embrio haploid yan berkembang dari sel polen
tanaman Datura.1965 Vasil dan Hamberlant, berhasil mendapatkan differensiasi
sel tembakau yang diisolasikan. 1967 Bourin J. P., dan Nitch J. P., mendapat
tanaman haploid dari kultur serbuk tembakau.
1969 Erickson & Jonassen melakukan isolasi protoplas dari suspensi sel
5
Hapopappus.1970 Power melakukan fusi protoplas.1971 Takebe et al mula-mula
mendapatkan tanaman hasil regenerasi protoplast.1977 Chilton, et al berhasil
mengintegrasikan DNA T-plasmid dari Agribacterium tumefaciens pada
tanaman.1981 Larkins dan Skowcroft, pertama-tama memperkenalkan variasi
somaklonal.1985 Perkembangan transfer gen pada tanaman berkembang cepat,
seperti penggunaan Agrobacterium, particle bombardment (gen gun),
electroporasi, mikroinjeksi.1990 Perkembangan rekayasa genetik dan metabolic
pada tananaman berkembang dengan pesat. Pemasaran produk-produk rekayasa
genetik.
2.2 Pengertian Jaringan Tumbuhan
Kultur jaringan tanaman (plant tissue culture) atau sering kali disebut juga
dengan kultur in vitro adalah terminologi yang digunakan untuk menggambarkan
semua prosedur budi daya tanaman secara aseptik. Karena pertumbuhannya
memerlukan tempat steril dengan wadah yang biasanya tembus cahaya, maka
disebut juga kultur in vitro yang berarti kultur di dalam gelas. Secara lebih rinci,
kultur jaringan dapat didefinisikan sebagai suatu metode mengisolasi bagian dari
tanaman, seperti protoplasma sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ serta
menumbuhkannya dalam media yang sesuai dan kondisi aseptik, sehingga bagian-
bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman
lengkap. Ada beberapa karakter yang dapat dipakai untuk mencirikan teknik
kultur jaringan, yaitu:
• Terbebas dari segala mikroorganisme,
• Lingkungan tumbuh optimal.
• Pola perkembangan normal tanaman dapat dimodifikasi,dan
• Manipulasi jaringan untuk perbaikan tanaman.
Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan dikembangkan berdasarkan
teori sel yang pertama kali dikemukakan oleh Schleiden dan Schwan, yaitu
totipotensi sel. Totipotensi sel dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan sel
6
untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sempurna jika ditempatkan
pada suatu lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya dan terkendali.Salah
satu aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan dan dewasa ini sangat
pesat perkembangannya adalah mikropropagasi/perbanyakan mikro (micro pro-
pagation). Teknik mikropropagasi telah banyak digunakan untuk memperbanyak
secara cepat berbagai jenis tanaman dalam skala industri. Teknik kultur jaringan
terbukti ampuh membantu para pemulia tanaman untuk menghasilkan tanaman
dengan karakter yang sudah diperbaiki.
Pada mulanya tujuan dan manfaat utama teknik kultur jaringan tanaman
adalah untuk perbanyakan tanaman. Akan tetapi pada perkembangannya, teknik
kultur jaringan juga dimanfaatkan untuk tujuan lain, seperti: polinasi in vitro,
penyelamatan embrio (transplantasi embrio), produksi metabolit sekunder,
konservasi plasma nutfah, fusi protoplas, keragaman somaklonal, produksi
tanaman haploid, dan transformasi tanaman.
2.3 Teknik Kultur Jaringan
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara
generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat
yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang
singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih
cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Berdasarkan bagian-bagian tanaman yang dikulturkan secara spesifik
terdapat beberapa macam kultur:
1. Kultur organ, yaitu kultur yang diinisiasi dari organ-organ tanaman
seperti: pucuk terminal dan aksilar, meristem, daun, batang, ujung akar,
bunga, buah muda, embrio, dan sebagainya.
7
2. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji
atau seedling.
3. Kultur kalus, yaitu kultur sekumpulan sel yang tidak terorganisir, hanya
sel-sel parenkim yang berasal dari bahan awal
4. Kultur suspensi, yaitu kultur sel bebas atau agregat sel kecil dalam media
cair. Pada umumnya kultur suspensi diinisiasi dari kalus.
5. Kultur protoplas, yaitu kultur sel-sel muda yang diinisiasi dalam media
cair yang dihilangkan dinding selnya. Kultur protoplas digunakan untuk
hibrididasi somatik (fusi dua protoplas baik intraspesifik maupun
interspesifik).
6. Kultur haploid (kultur mikrospora/ anther), yaitu kultur dari kepala sari
(kultur anther) atau tepung sari (kultur mikrospora)
7. Pada prinsipnya kultur jaringan merupakan dua kegiatan utama. Pertama,
yaitu mengisolasi atau memisahkan bagian tanaman dari tanaman induk.
Kedua, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan bagian tanaman tersebut
di dalam media yang kondisinya steril dan mampu mendorong
pertumbuhan bagian tanaman menjadi tanaman yang sempurna.
Contoh Kultur Jaringan Tanaman Yang Telah Dilakukan :
Tanaman jahe (Zingiber officinale), touki (Angelica acutiloba), kapolaga (Eletaria
cardamomum), Mentha sp., Geranium (Pelargonium graveolens dan