BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum masa krisis moneter 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat pesat, kurs rupiah cenderung relatif stabil. Demikian pula iklim investasi baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun penanaman Modal asing (PMA) meningkat terus menerus. Stabilnya nilai rupiah ini membuat para investor dan pemerintah selaku pihak yang berperan besar dalam pembangunan ekonomi cenderung mengabaikan pinjaman terhadap mata uang asing, khususnya Dollar Amerika Serikat. Dengan tidak adanya perlindungan terhadap rupiah itu, belakangan membawa dampak yang kurang baik pada saat terjadinya resesi ekonomi secara global pada tahun 1998. Permasalahan krisis moneter ini bermula dari gonjang-ganjing krisis di sejumlah negara- negara Asia, seperti Jepang, Thailand, Malaysia dan sebagainya, termasuk Indonesia. Krisis di negara-negara maju dan berkembang pada masa itu diawali merosotnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika Serikat. Gejolak ini membuat banyak bank- bank di Indonesia mengalami kerugian, terutama yang mempunyai pinjaman uang dalam bentuk mata uang asing. Kerugian ini di dukung pula oleh kurang tanggapnya pemerintah dalam mengantisipasi resesi ekonomi yang ditambah dengan memburuknya arus kas (cash flow) bank- bank selaku penyimpan dana masyarakat. Kenyataan ini berakibat pada sulitnya bank-bank untuk melakukan ii
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum masa krisis moneter 1998, pertumbuhan ekonomi
Indonesia sangat pesat, kurs rupiah cenderung relatif
stabil. Demikian pula iklim investasi baik Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun penanaman Modal asing
(PMA) meningkat terus menerus. Stabilnya nilai rupiah ini
membuat para investor dan pemerintah selaku pihak yang
berperan besar dalam pembangunan ekonomi cenderung
mengabaikan pinjaman terhadap mata uang asing, khususnya
Dollar Amerika Serikat. Dengan tidak adanya perlindungan
terhadap rupiah itu, belakangan membawa dampak yang
kurang baik pada saat terjadinya resesi ekonomi secara
global pada tahun 1998. Permasalahan krisis moneter ini
bermula dari gonjang-ganjing krisis di sejumlah negara-
negara Asia, seperti Jepang, Thailand, Malaysia dan
sebagainya, termasuk Indonesia.
Krisis di negara-negara maju dan berkembang pada masa itu
diawali merosotnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang
Dollar Amerika Serikat. Gejolak ini membuat banyak bank-
bank di Indonesia mengalami kerugian, terutama yang
mempunyai pinjaman uang dalam bentuk mata uang asing.
Kerugian ini di dukung pula oleh kurang tanggapnya
pemerintah dalam mengantisipasi resesi ekonomi yang
ditambah dengan memburuknya arus kas (cash flow) bank-
bank selaku penyimpan dana masyarakat. Kenyataan ini
berakibat pada sulitnya bank-bank untuk melakukan
ii
likuidasi, sehingga mendorong sejumlah nasabah menarik
dananya dari bank secara bersama-sama. Kepercayaan
masyarakat terhadap bank pun menjadi suatu pertanyaan
besar, khususnya Bank Indonesia selaku Bank Sentral yang
bertugas melakukan pengawasan terhadap bank-bank
konvensional maupun bank perkreditan, sebagaimana diatur
dalam UU No. 10 Tahun 1998 Jo. UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan .
B. Permasalahan
Permasalahan krisis moneter pada masa itu memang tidak
mudah untuk diatasi oleh pemerintah, mengingat bahwa
pemerintah pada saat yang bersamaan harus pula memikirkan
permasalahan lain yang menjadi tuntutan perubahan
masyarakat, seperti : reformasi hukum, sosial,
kesejahteraan, dan sebagainya.
Terjadinya krisis moneter yang berkepanjangan telah
mendorong terjadinya pembelian valas asing secara besar-
besaran oleh masyarakat Indonesia. Pemerintah melalui
kewenangan yang ada padanya akhirnya menerapkan kebijakan
dengan mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
memindahkan dananya ke bank-bank swasta untuk membantu
finansial bank yyang masih dimungkinkan untuk
diselamatkan. Pemerintah juga melakukan pelebaran sayap
dengna cara melakukan intervensi pasar (intervension
market) pada bulan juli 1997. Namun, fluktuasi nilai
rupiah semakin tidak teratasi, bahkan kebijakan
pemerintah cenderung menyebabkan terjadinya kelangkaan
likuiditas di perbankan.
ii
Sedikit banyaknya lahirnya krisis moneter yang tidak
terkendali pada era 1998 adalah bagian dari keteledoran
pengawasan pemerintah, terutama menyangkut kurangnya
pengawasan pemerintah terhadap lembaga-lembaga finansial,
seperti bank. Deregulasi perbankan tidak didukung oleh
peraturan yang ketat dan, kuat dan objektif, sehingga
pada saat bank-bank melakukan pinjaman luar negeri,
justru nilai rupiah tidak dilindungi dari kurs mata uang
asin, khususnya terhadap Dollar Amerika Serikat.
Melihat konteks diatas, dalam hubungannya dengan upaya-
upaya pemerintah dalam mengatasi krisis moenter yang
pernah terjadi pada masa satu dasawarsa yang lalu, maka
tulisan ini ada baiknya membatasi diri pada uraian
deskriktif analitts berkenaan dengan upaya-upaya dan atau
peranan pemerintah dalam mengatasi permasalahan krisis
moneter.
ii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Krisis Moneter dan Penyebabnya
Krisis moneter 1998 merupakan suatu sejarah baru dalam
pencapaian ekonomi global, sekaligus babak baru dalam
sistem ekonomi liberal yang membawa dampak langsung
terhadap perekonomian negara-negara berkembang, seperti
Indonesia. Krisis moneter yang terjadi pada sejak
pertengahan 1997, bahkan berkembang menjadi krisis
ekonomi dan telah menjadi krisis kepercayaan pula.
Masyarakat mempunyai mosi tidak percaya terhadap
pemerintahan yang ada. Hal ini ditandai dengan
runtuhnya Rejim Orde Baru yang nota bene dimata dunia
dianggap sebagai salah satu pemerintahan yang dipandang
sebagai rejim yang membangun ekonomi Indonesia secara
pesat. Sehingga, dimasa rejim ini tidak heran apabila
Indonesia dipandang negara yang menyandang predikat
swasembada dalam berbagai sektor kehidupan.
Kondisi krisis moneter yang dialami pada masa 1998
merupakan masa-masa sulit yang sangat berbeda dengan
kondisi sebelum-sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonomi kurun waktu antara tahun 1969 -
1997 yang tidak pernah mengalami penurunan, bahkan
berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia merupakan salah
satu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi paling
pesat, bila dibandingkan dengan negara-negara
berkembang lainnya. Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB)
ii
perhitungan pertumbuhan ekonomi Indonesia kurang lebih
secara merata 7 persen pertahun masa itu. Demikian pula
pendapatan perkapita menggambarkan tingkat kemakmuran
bangsa naik sebesar 5 persen pertahun.
Sedangkan dalam kurun waktu 1985 – 1997 dapat
diketengahkan disini, bahwa pertumbuhan ekonomi
mencapai 7,5 persen pertahun dengan pendapatan
perkapita naik sebesar 5,8 persen pertahun. Sementara
itu dari sisi sumber daya manusia, angkatan kerja
semakin dapat ditampung oleh lapangan pekerjaan yang
tersedia, seiring dengan meningkatnya kapasitas
produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan ekspor
Indonesia terhadap negara asing lainnya. Perlu
ditambahkan pula, bahwa pada masa-masa itu, nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing relatif konstan. Bahkan
yang lebih mencegangkan lagi, pada masa antara tahun
1993 – 1994 pendapatan negara mengalami surplus.
Berdasarkan perhitungan angka-angka grafik diatas,
seharusnya secara fakta pemerintah Indonesia mampu
dengan mudah mengatasi krisis moneter yang terjadi pada
tahun 1998. Namun kenyataannya tidak semudah yang
dibayangkan, karena krisis yang melanda dibarengi
dengan multi-dimensi krisis (crisis multidimetion)
seperti semakin melemahnya daya saing ekonomi nasional
terhadap ekonomi negara asing, dan adanya faktor-faktor
pemicu krisis, seperti : rendahnya produktivitas kerja,
minimnya upah pekerja, pengawasan keuangan yang tidak
pada trek yang tepat, dan bermunculan praktek oligopoli
ii
maupun monopoli dalam berbagai situasi pasar.
Berbagai kelemahan-kelemahan yang menyebabkan sulitnya