BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika berada dalam kehidupan bermasyarakat, individu harus dapat membangun hubungan yang harmonis dengan keluarga atau lingkungan. Namun kenyataannya, individu sering mengalami kegagalan yang berdampak pada individu tersebut dalam mempertahankan identitas dirinya, sehingga konsep diri menjadi negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan dan tidak bisa mengontrol dirinya bisa mengakibatkan gangguan jiwa. Faktor sosial dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi individu dalam kehidupan sehari-hari. Faktor tersebut membawa perubahan dalam kehidupan sehingga memaksa individu untuk mengikuti atau beradaptasi untuk menghadapi stresor yang timbul. Ketidakmampuan dalam mengatasi stresor tersebut dapat menimbulkan gangguan kejiwaan. Salah satu gangguan kejiwaan yang ditemukan adalah gangguan harga diri rendah yang ditandai dengan perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan merasa tidak berharga. Apabila hal tersebut tidak segera diatasi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika berada dalam kehidupan bermasyarakat, individu harus dapat
membangun hubungan yang harmonis dengan keluarga atau lingkungan.
Namun kenyataannya, individu sering mengalami kegagalan yang berdampak
pada individu tersebut dalam mempertahankan identitas dirinya, sehingga
konsep diri menjadi negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan dan
tidak bisa mengontrol dirinya bisa mengakibatkan gangguan jiwa.
Faktor sosial dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi
individu dalam kehidupan sehari-hari. Faktor tersebut membawa perubahan
dalam kehidupan sehingga memaksa individu untuk mengikuti atau
beradaptasi untuk menghadapi stresor yang timbul. Ketidakmampuan dalam
mengatasi stresor tersebut dapat menimbulkan gangguan kejiwaan.
Salah satu gangguan kejiwaan yang ditemukan adalah gangguan harga
diri rendah yang ditandai dengan perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilangnya kepercayaan diri, dan merasa tidak berharga. Apabila hal tersebut
tidak segera diatasi maka akan menimbulkan dampak yang lebih
berat,sehingga perawat harus menyadari perannya dalam membantu klien
yang mengalami gangguan kejiwaan. Hal yang dapat dilakukan perawat, yaitu
dengan memberikan motivasi agar konsep diri klien menjadi lebih baik.
Sebelum membantu dalam memperbaiki konsep diri klien, perawat juga harus
memiliki konsep diri yang baik pula.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep diri?
2. Bagaimana perkembangan konsep diri?
1
3. Bagaimana pola konsep diri yang normal?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri?
5. Bagaimana rentang respons konsep diri?
6. Bagaimana konsep berduka kehilangan dan kaitannya dengan konsep diri?
7. Bagaimana proses keperawatan terkait konsep diri?
8. Bagaimana dokumentasi asuhan keperawatan konsep diri yang harus
dilakukan melalui pendekatan proses keperawatan berdasarkan contoh
kasus yang ada?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat memahami definisi konsep diri.
2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan perkembangan konsep diri.
3. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan pola konsep diri yang
normal.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri.
5. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan respon konsep diri.
6. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan konsep berduka kehilangan
dan kaitannya dengan konsep diri.
7. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan proses keperawatan terkait
konsep diri.
8. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan dokumentasi
asuhan keperawatan konsep diri yang harus dilakukan melalui pendekatan
proses keperawatan berdasarkan contoh kasus yang ada.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
kajian pustaka, yaitu metode dengan menggunakan literatur seperti buku.
Buku tersebut digunakan sebagai sumber ide untuk menggali sebuah
2
pemikiran maupun gagasan baru yang akan dituangkan dalam setiap bab pada
makalah. Selain buku, tim penyusun juga menggunakan referensi yang berasal
dari internet yang menyediakan website terpercaya sebagai sumber dan jurnal
sebagai sumber pengetahuan terbaru, sehingga dapat melengkapi dan
membangun kerangka teori baru yang dapat dikembangkan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi konsep diri
1. Definisi konsep diri
Setiap pribadi manusia memiliki pandangan terhadap dirinya, baik
pandangan positif ataupun negatif. Saat pandangan yang diberikan pada
dirinya adalah pandangan positif, hal tersebut menjadi pemicu dirinya
untuk menjadi lebih baik lagi. Sebaliknya, jika individu memberikan
pandangan negatif terhadap dirinya itu akan menjadi pemicu dirinya untuk
tidak percaya diri atau bahkan cenderung minder dengan dirinya.
Pandangan tersebut bisa dikatakan sebagai konsep diri individu.
Konsep diri memiliki beberapa definisi, menurut Boyd & Nihart
(1998), konsep diri tergambar dalam pola respon perilaku. Selain itu
mereka juga mengemukakan bahwa konsep diri individu dipengaruhi oleh
interaksinya dengan orang lain, pengaruh sosial-budaya, dan penyelesaian
tugas perkembangan. Kesuksesan dalam menyelesaikan tugas
perkembangan turut berperan menciptakan konsep diri yang positif.
Konsep diri merupakan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendidikan
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhinya dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart & Laraia, 1998).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri
individu terlihat dari perilakunya sehari-hari dan semua hal yang diketahui
individu mengenai dirinya, mempengaruhi individu tersebut untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan keberhasilan individu dalam
menyelesaikan tugasnya di lingkungan sosial akan memupuk rasa percaya
dirinya dan pada akhirnya akan membentuk konsep diri yang positif pada
individu tersebut.
4
Selain itu, menurut Stuart (2006), konsep diri adalah semua pikiran
dan keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain, sedangkan menurut
Videbeck (2001) konsep diri adalah cara individu memandang dirinya
dalam hal harga diri dan martabat. Konsep diri adalah citra subjektif dari
diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap, dan persepi
bawah sadar maupun tidak sadar. Konsep diri memberikan kerangka acuan
yang mempengaruhi manajemen individu terhadap situasi dan hubungan
dengan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan definisi-definisi mengenai konsep diri di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan individu mengenai
dirinya, baik positif ataupun negatif yang akan mempengaruhi dirinya
dalam berperilaku yang terbentuk dari interaksi yang dilakukan dengan
lingkungan sosialnya. Konsep diri juga bisa diartikan sebagai harapan
individu terhadap dirinya untuk menjadi individu yang sesuai dengan
harapannya.Harapan terbentuk dari hasil pemikiran individu dan interaksi
sosial yang dilakukan.Konsep diri yang positif bisa dijadikan sebagai
motivasi individu dalam menjalani hidup.
2. Komponen konsep diri
Konsep diri terdiri dari empat komponen, yaitu identitas, gambaran
diri, harga diri, dan peran diri. Identitas adalah suatu hal yang membuat
individu unik, tidak ada yang menyerupai, dan merupakan ciri dari
individu. Identitas diri individu terbentuk saat kanak-kanak dan diperkuat
atau berubah sepanjang daur kehidupan (DeLaune & Ladner, 2002). Ciri
identitas diri diantaranya:
a. Memahami diri sendiri sebagai organisme yang utuh, berbeda dan
terpisah dari orang lain.
b. Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.
c. Mengakui jenis kelamin sendiri.
d. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang.
5
e. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keserasian
dan keselarasan.
f. Mempunyai tujuan hidup yang bernilai dan dapat direalisasikan
(Sunaryo,2004).
Gambaran diri adalah penampilan fisik, karakter, sikap, dan
tingkah laku individu. Gambaran diri dapat berubah mengikuti tahap
perkembangan suatu individu (DeLaune & Ladner, 2002). Tanda dan
gejala gangguan gambaran diri, antara lain:
a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b. Tidak menerima perubahan tubuh yang terjadi.
c. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
d. Preakupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
e. Persepsi negatif terhadap tubuh.
f. Mengungkapkan keputusan.
g. Mengungkapkan ketakutan.
Harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya, penilaian
tentang keberadaannya di dalam keluarga ataupun lingkungan sosial
(Potter & Perry, 2005). Harga diri dipengaruhi oleh individu tersebut dan
lingkungannya.Harga diri rendah bisa disebabkan karena kehilangan kasih
sayang dan cinta kasih orangtua, kehilangan penghargaan dari orang lain,
dan hubungan interpersonal yang buruk.Jika ingin menumbuhkan harga
diri pada anak, dapat dilakukan hal berikut:
a. Beri kesempatan untuk berhasil.
b. Beri pengakuan dan pujian.
c. Tanamkan gagasan yang dapat memotivasi kreativitas untuk
berkembang.
d. Dorong aspirasi dan cita-citanya.
e. Bantu dalam pembentukan koping. (Sunaryo,2004).
Peran diri mengacu pada perilaku yang diharapkan dan ditentukan
oleh norma-norma keluarga, budaya, dan sosial. Setiap peran memiliki
6
kriteria perilaku yang diharapkan, yaitu keyakinan tentang bagaimana
individu harus bersikap dalam perannya tersebut(DeLaune & Ladner,
2002). Peran individu bisa menjadi stresor untuk dirinya dikarenakan
struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi yang
tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari konflik peran, peran
yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak
(Sunaryo,2004).
Konsep diri diperoleh dari hasil interaksi individu dengan
individulain ataupun lingkungannya. Hasil interaksi tersebut memberikan
penilaian individu terhadap dirinya, baik fisik atau mental, positif atau
negatif, yang didasarkan dengan kemampuannya untuk berinteraksi
dengan orang lain. Konsep diri juga bisa diartikan sebagai mind set
individu terhadap dirinya yang mempengaruhi individu dalam beraktivitas
atau berinteraksi sosial. Jadi, konsep diri merupakan salah satu faktor
pembentuk tingkah laku individu yang dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya yang berdampak pada pandangan dirinya mengenai dirinya dan
lingkungan sosialnya.
B. Perkembangan konsep diri
Perkembangan konsep diri merupakan suatu proses seumur hidup yang
kompleks dan melibatkan banyak faktor. Teori perkembangan psikososial
Erikson (1963) menujukkan kegunaannya dalam memahami tugas utama yang
dihadapi individu pada berbagai tahapan perkembangan. Setiap tahapan
membangun tugas untuk tahap sebelumnya. Keberhasilan menyelesaikan setiap
tahap akan membentuk konsep diri yang kuat atau positif.
Perawat belajar untuk mengenali kegagalan individu dalam mencapai
tahapan perkembangan yang sesuai umur, atau penurunan individu pada
tahapan awal dalam suatu periode krisis. Pemahaman tentang hal ini membuat
perawat mampu memberikan pelayanan individual dan menentukan intervensi
keperawatan yang sesuai. Konsep diri selalu berubah dan berdasarkan pada hal-
hal berikut ini:
7
1. Perasaan mampu melakukan
sesuatu.
2. Persepsi terhadap kejadian yang
berdampak pada dirinya.
3. Reaksi penerimaan individu
terhadap tubuhnya.
4. Karakteristik personal yang
mempengaruhi harapan diri.
5. Persepsi dan interpretasi
berkelanjutan dari pemikiran dan
perasaan individu
6. Menguasai pengalaman baru dan
sebelumnya.
7. Hubungan personal dan profesional 8. Etnik, ras, dan identitas spiritual.
9. Akademi dan identitas yang
berkaitan dengan pekerjaan
Harga diri biasanya sangat tinggi kadarnya pada masa kanak-kanak,
kemudian menurun selama masa remaja, meningkat secara bertahap selama
masa dewasa, dan menurun lagi pada usia lanjut (Robins et al., 2002).
Walaupun perubahannya bervariasi, tetapi secara umum bentuk ini dipengaruhi
oleh jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan etnik. Anak-anak biasanya
melaporkan memiliki harga diri yang tinggi karena perasaan diri mereka
dikembangkan oleh berbagai sumber yang sangat positif, dan penyebab
penurunannya biasanya berhubungan dengan mulai diterimanya informasi yang
lebih realistis tentang diri mereka.
Fokus erikson pada tahap generativitas (1963) menjelaskan peningkatan
harga diri dan konsep diri pada masa dewasa. Individu berfokus meningkatkan
produktifitas dan kreatifitas saat bekerja, dimana pada saat yang bersamaan
mempromosikan dan mengajarkan generasi berikutnya. Selain pada masa
kanak-kanak, pertengahan usia 60-an juga menunjukkan level harga diri
tertinggi sepanjang masa kehidupan. Peneliti melaporkan penurunan tingkat
harga diri yang tajam terjadi pada usia sekitar 70 tahun (Robins et al., 2005).
Berdasarkan tahap-tahap perkembangan Erikson, penurunan konsep diri pada
usia lanjut ini merefleksikan berkurangnya kebutuhan akan promosi diri dari
pergeseran dalam konsep diri kepada pandangan kesederhanaan dan
keseimbangan diri. Mengidentifikasi intervensi keperawatan yang spesifik
berdasarkan kebutuhan khusus klien pada berbagai tahap kehidupan merupakan
hal penting.
8
Berikut tahapan perkembangan konsep diri spesifik yang dilalui atau
dialami manusia:
1. Bayi (kepercayaanVS ketidakpercayaan)
Hal yang pertama dibutuhkan seorang bayi adalah pemberian
perawatan primer dan hubungan dengan pemberi perawatan tersebut. Peran
pemberi perawatan ini dapat dipenuhi oleh ibu, ayah, atau individu yang
bertanggungjawab untuk merawat bayi. Jika bayi mengalami kesenangan,
interaksi penuh kasih sayang dengan pemberi perawatannya, maka hal ini
akan diingat dan diinternalisasikan ke dalam psikis bayi. Jika interaksinya
tidak memuaskan, menyakitkan, atau mengakibatkan frustasi, maka ini
akan terpisah dari psikis dan ditekan di bawah sadar. Perasaan yang ditekan
dan dipisah ini akan dikeluarkan ke dalam bantuk lain dalam kehidupan
(Scharff & Scharff, 1991). Penting artinya dimana kebutuhan fisik dan
emosional bayi harus selalu terpenuhi. Konsistensi ini memungkinkan
terbentuknya rasa saling percaya.
Pada awalnya, bayi baru lahir semata-mata menyatakan perbedaan
antara sensasi menyenangkan dan objek yang menyebabkan sensasi
tersebut didapat. Neonatus tidak mempunyai rasa batasan diri yang jelas.
Dunia luar adalah perluasan dari diri mereka. Hanya jika fungsi perseptif
dan fungsi sensoris matur, maka bayi secara bertahap belajar tentang tubuh
mereka. Bayi benar-benar bergantung pada orang dewasa untuk merawat
kebutuhan dasar mereka. Jika kebutuhan seperti makan dan perawatan
terpenuhi dengan cepat dan konsisten, bayi mulai membentuk rasa percaya
dengan dunia. Oleh karena bayi memandang diri mereka sebagai bagian
dari pemberi perawatan primer, maka pengalaman positif membantu
mereka meraih kepercayaan dalam diri mereka sendiri.
Penyapihan, kontak dengan orang lain, dan penggalian lingkungan
memperkuat kewaspadaan diri. Sejalan anak-anak mendekati ulang tahun
9
a. Membangun kepercayaan yang konsisten dalam hubungan
pengasuhan.
b. Membedakan dirinya dari lingkungan
pertama, koordinasi dari pengalaman sensoris diinternalisasikan ke dalam
citra tubuh mereka.
Tahap stimulasi yang adekuat dari kemampuan motorik dan
penginderaan, perkembangan citra tubuh, dan konsep diri mengalami
kerusakan, seperti yang ditunjukkan oleh studi tentang bayi prematur
dalam inkubator yang kurang dibuai, diayun, dan dipeluk (Kramer et al,
1975). Pengalaman pertama bayi dengan tubuh mereka, yang sangat
ditentukan oleh kasih sayang dan sikap ibu, adalah dasar untuk
perkembangan citra tubuh. Penerimaan dan pengaturan tubuh dikemudian
hari dan reaksi orang lain terhadap hal tersebut adalah cara kita
melanjutkan pembentukkan citra tubuh kita (Murray & Huelskoetter, 1991).
2. Toodler(otonomi VS rasa malu dan ragu)
Anak usia bermain (1 s.d 3 tahun) lebih aktif dan mampu untuk
berinteraksi dengan orang lain. Tugas psikososial utama mereka adalah
mengembangkan otonomi. Anak-anak beralih dari ketergantungan total
kepada rasa kemandirian dan keterpisahan diri mereka dari orang lain.
Mereka juga cenderung memandang orang lain dan diri mereka dalam
istilah "semua baik" atau "semua tidak baik". Mereka mencapai
keterampilan dengan makan sendiri dan melakukan tugas hygiene dasar.
Anak usia bermain belajar untuk mengkoordinasi gerakan dan meniru
orang lain. Mereka belajar mengontrol tubuh mereka melalui keterampilan
locomotion, toilet training, berbicara dan sosialisasi.
Sebagian dari diri mereka mungkin dipandang sebagai "permanen"
sehingga tindakan memotong rambut atau menyiram limbah ke dalam toilet
dapat menyebabkan stres karena semua itu adalah bagian dari diri mereka.
Anak usia bermain tidak selalu mengetahui kapan mereka sakit, letih,
10
a. Mulai mengungkapkan apa yang diinginkan dan yang tidak
diinginkan.
b. Meningkatkan kebebasan dalam berpikir dan bertindak.
c. Memahami penampilan dan fungsi tubuh (termasuk berpakaian,
pemberian makanan, berbicara, dan berjalan)
terlalu dingin, atau haus dan celananya basah. Anak usia bermain penuh
dengan impuls dan mempersonifikasi The Sesame Street Cookie Monster:
"Mau kue... ambil kue!" adalah tugas orangtua dan masyarakat untuk
dengan lembut memberikan batasan pada perilaku yang dapat diterima.
3. Usia prasekolah (inisiatif VS rasa bersalah)
Batasan tubuh, rasa diri dan gender dari anak usia prasekolah
menjadi lebih pasti bagi mereka karena perkembangan keingintahuan
seksual dan kesadaran tentang perbedaan dengan orang lain dari gender
yang sama atau yang berbeda. Mempelajari tentang tubuh, dimana
mulainya dan mana akhirnya, seperti apa nampaknya, dan apa yang
dilakukan, adalah dasar untuk pembentukan konsep diri dan citra tubuh.
Pertumbuhan kesadaran diri termasuk penemuan perasaan; misalnya, anak
usia sekolah belajar nama dari perasaan mereka. Mereka mulai belajar
tentang bagaimana mereka mempengaruhi orang lain dan bagaimana orang
lain berespon terhadap mereka. Mereka juga belajar dasar untuk
mengontrol perasaan dan perilaku. Konsep tentang tubuh direfleksikan
dalam cara anak-anak berbicara, bergerak, membuat gambar, dan bermain.
Anak-anak mulai menguji peran dan meniru orang seperti yang telah
mereka identifikasi dengan orangtua sesama jenis kelamin atau anggota
keluarga.
Anak-anak merasa kecil dalam hubungannya dengan orang
dewasa. Mereka menetapkan pandangan negatif atau positif tentang diri
mereka. Mereka mendengar dan mengalami emosi dan pernyataan dari
orang lain, terutama orangtua, tentang diri mereka sebagai individu. Mereka
juga mendengar tentang hal dan peristiwa disekitar mereka. Ketika
pengalaman ini terulang beberapa kali, mereka mulai membentuk pola yang
diharapkan. Anak-anak menginternalisasi pandangan dari orang lain
sebagai bagian dari diri mereka. Mereka kemudian berperilaku untuk
11
a. Memihak kepada salah satu gender.
b. Meningkatkan kewaspadaan diri.
c. Meningkatkan keterampilan berbahasa, termasuk
memahami.perasaan
memenuhi pandangan ini. Pandangan tentang diri ini mulai sebagai
penilaian yang dibuat oleh orang lain. Misalnya, orangtua Jhonny
menganggapnya lebih tertarik dengan hal yang berkaitan dengan mekanik.
Dengan berkembangnya Jhonny, persepsi ini menjadi bagian dari dirinya
dan ia bertindak untuk memenuhinya dengan mengumpulkan benda atau
memperbaiki sesuatu. Anak-anak belajar untuk menghargai apa yang
orangtua mereka hargai. Penghargaan dari anggota keluarga menjadi
penghargaan diri. Keluarga sangat penting untuk pembentukkan konsep diri
anak, dan masukan negatif pada masa ini akan menciptakan penurunan
harga diri, dimana orang tersebut sebagai orang dewasa akan terus bekerja
dengan sangat keras untuk mengatasinya.
4. Anak usia sekolah (rajin VS rendah diri)
Sampai anak-anak bersekolah, konsep diri dan citra tubuh terutama
didasarkan pada sikap orangtua. Di sekolah orang lain menunjang
terbentuknya konsep diri dan citra tubuh. Hal ini memberi efek
penyelarasan bagi anak-anak yang keluarganya sangat kritis, atau akan
menjadi negatif jika anak mengalami lingkungan pendidikan yang negatif.
Dengan anak memasuki usia sekolah, pertumbuhan menjadi cepat,
dan lebih baik didapatkan keterampilan motorik, sosial, dan intelektual.
Tubuh anak berubah, dan identitas seksual menguat, rentang perhatian
meningkat, dan aktivitas membaca memungkinkan ekspansi konsep diri
melalui imajinasi ke dalam peran, perilaku, dan tempat lain. Melalui
permainan, anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya, mengembangkan
keterampilan motorik dan intelektual tambahan. Anak-anak
mengekpresikan perasaan melalui permainan, literatur, gambar, dan musik.
Perawat dapat menggunakan hal ini untuk mendapat petunjuk dalam
konsep diri anak-anak. Dengan meningkatkan kemampuan pemecahan
12
a. Menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru.
b. Meningkatkan kepercayaan diri dengan menguasai keterampilan baru
(seperti membaca, matematika, olahraga, dan musik.
c. Mengenali kekuatan dan kelemahan diri.
masalah, kesadaran diri tentang perkembangan kekuatan dan keterbatasan
diri makin besar. Konsep diri dan citra tubuh dapat berubah pada saat ini
karena anak terus berubah secara fisik, emosional, mental, dan sosial.
5. Masa remaja (identitas VS kebingungan identitas)
Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional, dan sosial.
Sepanjang maturasi seksual, perasaan, peran, dan nilai baru, harus
diintegrasikan ke dalam diri. Pertumbuhan yang cepat, yang diperhatikan
remaja dan orang lain, adalah faktor penting dalam penerimaan dan
perbaikan citra tubuh.
Anak remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental tentang
diri mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan
perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh. Anak remaja
menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene, berdandan,
dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari penampilan mereka
sebanyak mungkin. Distres yang besar dirasakan tentang
ketidaksempurnaan tubuh yang dikerap.
Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat
dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963). Pengamanan dini
mempunyai efek penting. Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak
memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka.
Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri yang
buruk. Anak-anak yang memasuki masa remaja dengan perasaan negatif
menghadapi periode yang sulit ini bahkan lebih menyulitkan lagi.
Anak remaja mungkin terlalu menekankan penampilan; hidung
yang mancung, telinga yang besar, tubuh yang pendek, atau kerangka tubuh
yang besar mengakibatkan remaja menilai buruk terhadap dirinya. Jika
anak remaja tidak merasa menerima diri mereka atau tubuh mereka, mereka
akan mencoba untuk berkompetensi melalui olahraga, keberhasilan dari
13
a. Menilai perilaku, nilai-nilai, dan kepercayaan;menentukan tujuan
untuk masa depan.
b. Perasaan positif tentang perkembangan perasaan diri.
hobi atau akademik, komitmen keagamaan, penggunaan obat atau alkohol,
atau kelompok teman untuk meningkatkan prestise. Kompensasi mungkin
berakibat cukup negatif atau positif, bergantung pada penerimaan
masyarakat dari aktivitas tertentu tersebut.
Anak remaja juga mulai menunjukkan pada teman dengan jenis
kelamin berbeda dengan cara baru dan minat yang lebih meningkat. Mereka
mengumpulkan berbagai peran perilaku sejalan dengan mereka menetapkan
rasa identitas, termasuk siapa mereka, apa makna kehidupan bagi mereka,
dan kemana mereka pergi.
6. Usia dewasa muda (keintiman VS isolasi)
Walaupun petumbuhan fisik telah terhenti, perubahan kognitif,
sosial, dan perilaku terus terjadi sepanjang hidup. Dewasa muda (awal 20
tahunan sampai pertengahan 40 tahunan) adalah periode untuk menetapkan
tanggung jawab, mencapai kestabilan dalam pekerjaan, dan mulai
melakukan hubungan erat. Konsep diri dan citra tubuh menjadi relatif stabil
dalam masa ini.
Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi sosial, penghargaan dan
penerimaan diberikan untuk penampilan normal dan perilaku yang sesuai
berdasarkan standar sosial. Konsep diri secara konstan terus berkembang
dan dapat diidentifikasi dalam nilai, sikap, dan perasaan tentang diri.
7. Usia dewasa tengah (generatifitas VS stagnasi)
Perubahan fisik seperti penumpukan lemak, kebotakan, rambut
memutih, dan varieses menyerang usia dewasa tengah. Tahap
14
a. Memiliki perasaan yang stabil dan positif tentang diri.
b. Mengalami keberhasilan perubahan peran dan meningkatkan
tanggung jawab.
a. Dapat menerima perubahan dalam penampilan dan daya tahan fisik.
b. Menetapkan tujuan hidup.
c. Menunjukkan kesenangan sesuai usia.
perkembangan ini terjadi sebagai akibat perubahan dalam produksi
hormonal dan sering penurunan dalam aktivitas mempengaruhi citra tubuh,
yang selanjutnya dapat mengganggu konsep diri. Individu menyadari
bahwa mereka tampak lebih tua, dan mereka mungkin merasakan juga
bahwa mereka menjadi lebih tua. Pekerjaan mungkin sangat menegangkan
jika orang dengan usia dewasa tengah merasa bahwa stamina, daya tahan,
dan ketegapan mereka menurun untuk menghadapi tugas. Tingkat energi
yang menurun ini sering menjadi akibat dari penurunan metabolisme basal
dan penurunan tonus otot.
Penyakit atau kematian orang yang dicintai dapat menimbulkan
perhatian tentang kematian diri sendiri. Individu usia dewasa tengah dapat
merasa minder dengan orang muda karena gambaran diri tentang tubuh
yang kuat dan sehat dengan energi yang tidak terbatas telah digantikan
dengan gambaran diri yang mencerminkan perubahan penuaan. Kesulitan
dalam menerima kemudahan juga disebabkan oleh ketakutan tentang efek
menopause, cerita tentang seksualitas, dan sosial serta tekanan dari media
iklan yang menggambarkan kemudaan.
Tahun usia dewasa tengah sering meluangkan waktu untuk
mengevaluasi kembali pengalaman hidup dan mendefinisikan kembali
tentang diri dalam peran dan nilai hidup. Hal ini disebut krisis usia baya.
Evaluasi ulang ini dapat mencakup pilihan tentang karier dan perkawinan.
Jalan keluar yang berhasil mencakup integrasi kualitas baru ke dalam
konsep diri. Sebagian tubuh mereka yang berubah dengan lambat dan
menerima perubahan sebagai bagian dari kematangan. Orang dengan
kedewasaan emosional menyadari bahwa mereka tidak dapat kembali
menjadi muda dan menghargai bahwa masa lalu dan pengalaman mereka
sendiri adalah valid dan bermakna. Orang usia dewasa tengah yang
menerima usia mereka dan tidak mempunyai keinginan untuk kembali pada
masa-masa muda menunjukkan konsep diri yang sehat.
8. Lansia (integritas VS keputusasaan)
15
a. Perasaan positif tentang kehidupan dan arti kehidupan.
b. Tertarik untuk mempersiapkan warisan untuk generasi berikutnya.
Perubahan fisik pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap
struktur dan fungsi. Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot.
Osteoporosis, yang adalah penurunan kepadatan dan masa tulang, dapat
meningkatkan resiko fraktur dan menciptakan punuk dowanger.
Penurunan ketajaman pandangan adalah faktor yang
mempengaruhi lansia dalam berinteraksi dengan lingkungan. Proses normal
penuaan menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Kehilangan
pendengaran dapat meyebabkan perubahan kepribadian karena lansia
menyadari bahwa mereka tidak lagi menyadari semua yang terjadi atau
yang diucapkan. Kecurigaan, mudah tersinggung, tidak sabar, atau menarik
diri dapat terjadi karena kerusakan pendengaran. Sering lansia memandang
alat bantu dengar sebagai ancaman lain terhadap citra tubuh. Bagi banyak
lansia, kacamata lebih diterima secara sosial karena kacamata digunakan
oleh semua kelompok usia, tetapi alat bantu dengar dianggap sebagai bukti
langsung dari usia. Penyesuaian diri terhadap penggunaan alat bantu dengar
sulit terjadi; jika motivasinya rendah, alat bantu dengar dapat ditolak.
Kehilangan tonus kulit dengan disertai keriput dan penampilan
dapat mempengaruhi harga diri dan menyebabkan lansia merasa jelek
dalam masyarakat yang menghargai kemudaan dan kecantikan. Kultur barat
tidak terlalu mendeskriminasikan usia dan penampilan yang ditunjukkan
pada pria daripada ditunjukkan pada wanita.
Aktivitas seksual mungkin menghilang sejalan pertambahan usia,
meskipun kemampuan untuk melakukannya tetap ada. Sering lansia tidak
melakukan aktivitas seksual karena mereka tidak mempunyai pasangan.
Perubahan dalam citra tubuh dapat mengganggu aktivitas seksual karena
penolakan yang diantisipasi atau yang dirasakan oleh pasangan atau karena
ketakutan tentang ketidakmampuan untuk melakukannya, meskipun
sebagian besar riset menunjukkan bahwa tidak ada rintangan fisik.
16
Konsep diri selama masa lansia dipengaruhi oleh pengalaman
sepanjang hidup. Masa lansia adalah waktu dimana orang bercermin pada
hidup mereka, meninjau kembali keberhasilan dan kekecewaan dan dengan
demikian menciptakan rasa kesatuan dari makna tentang diri mereka dan
dunia membantu generasi yang lebih muda dalam cara yang positif sering
membantu lansia mengembangkan perasaan telah meninggalkan warisan.
Konsep diri juga dipengaruhi oleh status kesehatan yang dirasakan orang
tersebut saat ini.
Tugas perkembangan menurut Erikson:
Lahir sampai
18 bulan
Mengembangkan dasar rasa percaya pada figur ibu dan
menyamaratakannya pada orang lain.
18 bulan
sampai 3
tahun
Mencapai pengendalian diri dan kemandirian di lingkungan.
3 sampai 6
tahun
Mengembangkan perasaan berguna, kemampuan untuk
memulai dan menunjukkan aktivitas diri.
6 sampai 12
bulan
Mendapatkan rasa percaya diri dari orang terdekat, teman
sebaya, kenalan.
12 sampai 20
tahun
Menggabungkan tugas-tugas sebelumnya ke dalam perasaan
diri yang aman.
20 sampai 30
tahun
Membina hubungan yang intens dan lama dengan orang lain,
prinsip, institusi, atau usaha yang kreatif.
30 sampai 65
tahun
Mencapai tujuan hidup, perhatian terhadap kesejahteraan
generasi selanjutnya.
65 tahun
sampai
meninggal
Memperoleh makna dari kehidupannya, rasa harga diri yang
positif.
Hubungan Manusia dan Lingkungan Terkait Perkembangan Konsep Diri
Membahas tentang manusia berarti membahas tentang kehidupan
sosial dan budayanya, tentang tatanan nilai-nilai, peradaban, kebudayaan,
lingkungan, sumber alam dan segala aspek yang menyangkut manusia dan
lingkungannya secara menyeluruh.
17
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan
potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran,
pertumbuhan, perkembangan, dan mati, dan seterusnya, serta terkait
berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan
timbal balik, baik itu positif maupun negatif.
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya,baik
lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Manusia bernapas
memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Manusia makan, minum,
menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan. Seringkali
lingkungan yang terdiri dari sesama manusia disebut juga sebagai
lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah yang membentuk sistem
pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian individu.
Sebagai makhluk yang terbuka, manusia secara bebas memilih
situasi, melekatkan makna pada situasi tersebut, dan mengemban tanggung
jawab untuk mengambil keputusan. Manusia terlibat dalam menyesuaikan
dan meraih pencapaian diri diluar kemampuannya untuk meraih potensi
dan peluang. Melalui partisipasi bersama dengan lingkungan dan secara
bebas menganut nilai-nilai tertentu, manusia melakukan konstitusi
bersama dengan menciptakan makna dengan orang lain dan dunia, dan
menciptakan bersama diri dalam keselarasan. Manusia hidup dengan
individu-individu dahulu, individu sekarang, dan individu yang
memberikan keberhasilan semuanya secara bersamaan alam eksistensi
bersama, yang memberikan makna keselarasan.
Menurut Lerner dan Spanier dalam Nuryoto (1996:45),
perkembangan konsep diri seseorang selain ditentukan oleh kondisi
dirinya, juga dikaitkan dengan kehidupan kelompok dalam lingkungan
masyarakatnya pada setiap tahap perkembangan yang dilaluinya. Dalam
hal ini aspek sosiallah yang memengaruhi konsep diri manusia.
Konsep diri dilihat dari aspek sosial merupakan suatu penilaian
terjadinya kegiatan komunikasi dalam menjelaskan diri setiap orang dalam
memainkan peranannya pada aspek sosial. Aspek sosial
mengkomunikasikan berbagai hal yang berkaitan dengan hubungan setiap
18
diri orang dengan kondisi keluarganya, hubungannya dengan lingkungan
sekitarnya dan komunikasi yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dalam berbagai interaksinya dalam konteks status sosialnya.
Teori konsep diri yang berkaitan dengan aspek sosial, yang
digunakan adalah teori “rekayasa sosial”. Menurut Rakhmat (1999:47),
teori ini pada prinsipnya adalah teori yang mengantarkan pada perubahan
sosial yang diiliki oleh seseorang dalam menghadapi kondisi sosialnya
agar seseorang tersebut mendapatkan penilaian dan penghargaan diri.
Hal yang mendasar dalam membicarakan tentang konsep diri
terkait dengan penilaian diri dan penghargaan diri yaitu ada beberapa nilai
yang perlu dipertimbangkan. Nilai itu sangat terkait dengan eksistensi
sosial antara lain keberadaan individu dalam suatu keluarga, individu
dalam suatu lingkungan dan individu dalam berinteraksi memenuhi
kebutuhannya termasuk dalam hal ini kebutuhan untuk dinilai dan dihargai
sesuai keberadaannya dalam memainkan peranan sosial.
Mengembangkan suatu konsep diri, setiap individu berupaya
mengembangkan aspek sosialnya. Aspek sosial memainkan peran dari
setiap individu untuk memiliki nuansa yang meliputi adanya hubungan-
hubungan yang harmonis dalam mengembangkan eksistensi sosialnya
secara terpadu melalui hubungan yang harmonis dengan keluarganya,
hubungan yang berinteraksi dengan lingkungannya dan akses pemenuhan
kebutuhan sosialnya termasuk adanya keinginan dalam diri seseorang
untuk dinilai dan dihargai.
Penerapan aspek sosial dalam kaitannya dengan konsep diri yaitu
bagaimana setiap keluarga berupaya untuk menciptakan hubungan yang
harmonis diantara anggota keluarga untuk menghindari adanya keluarga
yang tidak harmonis, keluarga yang anaknya nakal, keluarga yang orang
tuanya bercerai, selingkuh, bahkan menyebabkan keluarga tersebut
berntakan (broken home), sehingga diantara keluarga tersebut eksistensi
dari konsep diri yang dimilki mengalami degradasi atau perpecahan. Untuk
itu konsep diri dari aspek sosial ditentukan oleh adanya penilaian atas diri
dan penghargaan diri.
19
Termasuk pula didalamnya pentingnya konsep diri pada aspek
sosial yang berkaitan dengan kebutuhan akan penilaian dan penghargaan
diri dalam mengatasi segala bentuk konflik yang dapat menjatuhkan harkat
dan martabat diri dan keluarga. Terjadinya perubahan sosial dalam diri
seseorang tidak terlepas dari adanya kebutuhan aktualisasi diri termasuk
kemampuan dalam mengaktualisasikan diri untuk memenuhi berbagai
kekurangan dan berkeinginan untuk memiliki kelebihan.
Maka, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep diri
pada aspek social (lingkungan) yaitu, mewujudkan eksistensi diri
seseorang dalam memperbaiki hubungan diri dan keluarganya, hubungan
diri dengan lingkungan sekitarnya dan hubungan diri terhadap pemenuhan
kebutuhannya, sehingga setiap orang memainkan peranan sesuai dengan
fungsi yang dibutuhkan untuk mendapatkan penilaian diri dan
penghargaan diri.
Psikondinamikan Terkait Perkembangan Konsep Diri
1. Id, Ego, dan Superego
Kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-
aspek psikis (contoh; motivasi, emosi), yang pada umumnya terjadi
pada anak-anak dini. Psikodinamika mencerminkan dinamika-
dinamika psikis yang menghasilkan gangguan jiwa atau penyakit jiwa.
Dinamika psikis terjadi melalui sinergi dan interaksi-interaksi elemen
psikis setiap individu. Seksualitas Freud sebagai sebuah dinamika,
menangkap ada bermacam-macam potensi psikopatologi dalam setiap
peta id, ego, dan superego.
Ketiga elemen psikis ini mempunyai kekhasan masing-masing
karena mereka menggambarkan tiap-tiap ide yang saling paradoks.
Hanya saja, mereka tidak akan membuat manusia sepenuhnya nyaman,
karena manusia tetap saja orang yang sakit.Sebagaimana tubuh fisik
yang mempunyai struktur: kepala, kaki, lengan dan batang tubuh,
Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai
struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang.
20
Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda.
Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-
sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama diantara ketiganya
sangat menentukan kesehatan jiwa individu. Ketiga sistem ini
meliputi: Id, Ego, dan Superego.
Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim,
tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang
menguasai kehidupan psikis manusia. Pada permulaan hidup manusia,
kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin dalam
kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus persen
sama identik dengan Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apapun dan
secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau. Namun demikian, Id
itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut.
Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya melakukan
apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” (the
pleasure principle). Pada Id tidak dikenal urutan waktu (timeless).
Hukum-hukum logika dan etika sosial tidak berlaku untuknya. Dalam
mimpi seringkali terlihat hal-hal yang sama sekali tidak logis atau pada
anak kecil, bisa dilihat bahwa perilaku mereka sangat dikuasai
berbagai keinginan. Untuk memuaskan keinginan tersebut, mereka
tidak mau ambil pusing tentang masuk akal-tidaknya keinginan
tersebut. Selain itu, mereka juga tidak peduli apakah pemenuhan
keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang berlaku.
Hal penting baginya adalah keinginannya terpenuhi dan mereka
memperoleh kepuasan.
Id merupakan reservoar energi psikis yang menggerakkan Ego dan
Superego. Energi psikis dalam Id dapat meningkat karena adanya
rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar individu. Apabila energi
psikis ini meningkat, akan menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak
menyenangkan). Id tidak bisa membiarkan perasaan ini berlangsung
lama. Oleh karena itu, segeralah id mereduksikan energi tersebut untuk
menghilangkan rasa tidak enak yang dialaminya. Jadi, yang menjadi
21
pedoman dalam berfungsinya Id adalah menghindarkan diri dari
ketidakenakan dan mengejar keenakan.
Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini,
Id mempunyai dua cara, yang pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi
otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip karena sinar, dan
sebagainya, dan yang kedua adalah proses primer, seperti misalnya
ketika orang lapar biasanya segera terbayang akan makanan; orang
yang haus terbayang berbagai minuman. Bayangan-bayangan seperti
itu adalah upaya-upaya yang dilakukan Id untuk mereduksi ketegangan
akibat meningkatnya energi psikis dalam dirinya.
Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan
makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan membayangkan es
campur. Oleh karena itu, perluadanya sistem lain yang
menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian
itu ialah Ego.
Meski Id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu
memuaskannya. Subsistem yang kedua,Ego, berfungsi menjembatani
tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan mediator
antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik.
Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat
hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional (pada pribadi
yang normal). Ketika Id mendesak manusia untuk menampar manusia
lain yang telah menyakitinya, Ego segera mengingatkan jika hal
tersebut dilakukan, maka dirinya akan diseret ke kantor polisi karena
telah main hakim sendiri.
Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul
karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan
dunia kenyataan. Orang lapar tentu perlu makan untuk menghilangkan
ketegangan yang ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus
dapat membedakan antara khayalan dengan kenyataan tentang
makanan. Di sinilah letak perbedaan pokok antara Id dan Ego. Id
22
hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), sementara ego dapat
membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang
ada di dunia luar (dunia objektif, dunia kenyataan). Lain dengan Id,
Ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality principle) dan
berhubungan dengan proses sekunder. Tujuan prinsip realitas adalah
mencari objek yang tepat sesuai dengan kenyataan untuk mereduksi
ketegangan yang timbul di dalam diri. Proses sekunder ini adalah
proses berpikir realistik. Dengan mempergunakan proses sekunder,
Ego merumuskan sesuatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan
mengujinya dengan suatu tindakan untuk mengetahui apakah
rencananya itu berhasil atau tidak.
Aktivitas Ego ini bisa sadar, prasadar atau tak disadari. Namun
untuk sebagian besar adalah disadari. Contoh aktivitas Ego yang
disadari antara lain : persepsi lahiriah (saya melihat teman saya tertawa
di ruang itu); persepsi batiniah (saya merasa sedih) dan berbagai ragam
proses intelektual. Aktivitas prasadar dapat dicontohkan fungsi ingatan
(saya mengingat kembali nama teman yang tadinya telah saya
lupakan), sedangkan aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk
mekanisme pertahanan diri (defence mechanisme), misalnya individu
yang selalu menampilkan perangai temperamental untuk menutupi
ketidakpercayaan-dirinya; ketidakmampuannya atau untuk menutupi
berbagai kesalahannya.
Aktivitas Ego ini tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang
objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri
melalui bahasa. Di sini, the pleasure principle dari Id diganti dengan
the reality principle. Sebagai contoh, ketika individu merasa lapar.
Rasa lapar ini bersumber dari dorongan Id untuk berfungsi menjaga
kelangsungan hidup. Id tidak peduli apakah makanan yang dibutuhkan
nyata atau sekadar angan-angan. Baginya, ia butuh makanan untuk
memuaskan diri dari dorongan rasa lapar tersebut. Pada saat yang
bersangkutan hendak memuaskan diri dengan mencari makanan, Ego
mengambil peran. Ego berpendapat bahwa angan-angan tentang
23
makanan tidak bisa memuaskan kebutuhan akan makanan. Harus dicari
makanan yang benar-benar nyata. Selanjutnya, Ego mencari cara untuk
mendapatkan makanan tersebut.
Menurut Frued, tugas pokok Ego adalah menjaga integritas pribadi
dan menjamin penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga
berperan memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-
konflik dengan keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain.
Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran dan
apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi Ego adalah menjaga integritas
kepribadian dengan mengadakan sintesis psikis.
Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh
Sigmund Frued. Sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di
atas Ego, karena itu dinamakan Superego. Fungsinya adalah
mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego,
bahkan tak jarang menghantam dan menyerang ego. Superego ini
termasuk ego, dan seperti ego, ia mempunyai susunan psikologis lebih
kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat erat dengan id.
Superego dapat menempatkan diri dihadapan Ego serta
memperlakukannya sebagai objek dan caranya kerapkali sangat keras.
Bagi Ego sama penting mempunyai hubungan baik dengan Superego
sebagaimana halnya dengan Id. Ketidakcocokan antara ego dan
superego mempunyai konsekuensi besar bagi psikis.
Seperti dikemukakan di atas, Superego merupakan sistem
kepribadian yang melepaskan diri dari Ego. Aktivitas Superego dapat
berupa self observation, kritik diri, larangan dan berbagai tindakan
refleksif lainnya. Superego terbentuk melalui internalisasi (proses
memasukkan ke dalam diri) berbagai nilai dan norma yang represif
yang dialami individu sepanjang perkembangan kontak sosialnya
dengan dunia luar, terutama di masa kanak-kanak. Nilai dan norma
yang semula “asing” bagi individu, lambat laun diterima dan
dianggapnya sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya.
Larangan, perintah, anjuran, cita-cita, dan sebagainya yang berasal dari
24
luar (misalnya orangtua dan guru) diterima sepenuhnya oleh individu,
yang lambat laun dihayati sebagai miliknya. Larangan “Engkau tidak
boleh berbohong“ Engkau harus menghormati orang yang lebih tua”
dari orangtuanya menjadi “Aku tidak boleh berbohong “Aku harus
menghormati orang yang lebih tua”. Dengan demikian, Superego
berdasarkan nilai dan norma-norma yang berlaku di dunia eksternal,
kemudian melalui proses internalisasi, nilai dan norma-norma tersebut
menjadi acuan bagi perilaku yang bersangkutan.Superego merupakan
dasar moral dari hati nurani. Aktivitas superego terlihat dari konflik
yang terjadi dengan ego, yang dapat dilihat dari emosi-emosi, seperti
rasa bersalah, rasa menyesal, juga seperti sikap observasi diri, dan
kritik kepada diri sendiri.
Konflik antara Ego dan Superego, dalam kadar yang tidak sehat,
berakibat timbulnya emosi-emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa
malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar, perasaan demikian
normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa
oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal.
2. Asumsi-asumsi penting psikologi psikodinamika adalah:
1. Perilaku dan perasaan orang dewasa (termasuk masalah-masalah
psikologis) berasal dari pengalaman masa kecil.
2. Hubungan antar manusia (terutama hubungan orangtua-anak)
sangat penting dalam menentukan perasaan dan perilaku manusia.
3. Perilaku dan perasaan sangat dipengaruhi oleh makna kejadian-
kejadian dalam pikiran bawah sadar dan motif-motif bawah sadar.
4. Berlawanan dengan cabang-cabang lain dalam psikologi yang
sangat menekankan penelitian sistematis dan ilmiah, psikologi
psikodinamika mencari informasi melalui mimpi, gejala, tingkah
laku yang tidak masuk akal, dan semua ucapan pasien selama
terapi.
25
3. Penyebab umum psikodinamika gangguan jiwa:
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat
dikatakan secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab
gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini diperhatikan. Gangguan jiwa
artinya bahwa yang menonjol ialah gejala–gejala yang patologik dari
unsur psikologi. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak
terganggu.Sekali lagi yang sakit dan menderita adalah manusia
seutuhnya dan bukan hanya badannya, tetapi juga jiwanya dan
lingkunganya.Hal–hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia
konstitusi, umur dan seks, keadaan badan, keadaan psikologi,