DIABETES MELITUS
1. DEFINISI DMMenurut American Diabetes Association (ADA) tahun
2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
2. KLASIFIKASI (PERKENI, 2011)
3. DIAGNOSIS KLINIS DMAdapun penyakit DM ini terdapat berbagai
keluhan. Adapun keluhan yang dapat ditemukan pada diabetisi
kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik diabetes mellitus seperti tersebut dibawah ini:1. Keluhan
klasik diabetes mellitus berupa : poliuria, polidipsia, polifagia,
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.2.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulval pada
wanita.Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:1. Jika
keluhan klasik ditemukan maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200
mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.2. Dengan TTGO (Tes
Toleransi Glukosa Oral)TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.Dengan pemeriksaan
glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh
pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk
diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126
mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM, untuk kelompok
tanpa keluhan khas DM hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru
satu kali saja, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis
DM (Price dkk, 2005).
4. DIABETES MELITUS TIPE 2
a. EtiologiEtiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum
sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh
lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2,
antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta
kurang gerak badan (Anonim, 2005).
b. PatofisiologiPatofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh
kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin
gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini
lazim disebut sebagai Resistensi Insulin. Disamping resistensi
insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan
sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun
demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel Langerhans secara
otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian
defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat
relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya
tidak memerlukan terapi pemberian insulin.
c. PenatalaksanaanTujuan : Jangka pendek: menghilangkan keluhan
dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target
pengendalian glukosa darah. Jangka panjang: mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri
dari obat oral, yaitu (PERKENI, 2011) :
1. Pemicu Sekresi Insulina. SulfonilureaObat golongan ini
mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang.Namun masih boleh diberikan kepada pasien
dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia
berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan
faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,
tidakDianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.b.
GlinidGlinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin
fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulina.
TiazolidindionTiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa
di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan
gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati
secara berkala.*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran
karena efek sampingnya.
3. Penghambat glukoneogenesisa. MetforminObat ini mempunyai efek
utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai
pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5
mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan,
gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek sampingmual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin
secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk
memantau efek samping obat tersebut.
4. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)Obat ini bekerja dengan
mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
5. DPP-IV inhibitorGlucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan
suatu hormone peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.
Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat
penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit
GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.
6. Terapi KombinasiPemberian OHO maupun insulin selalu dimulai
dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah.Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini.
Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun
fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.
Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula
diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan
alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. (lihat
bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe 2).Untuk kombinasi
OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan
insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang)
yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah
yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin
kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di
atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,
maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.
Algoritme Pengelolaan DM tipe II Tanpa DekompensasiMenurut
Pedoman PERKENI 2011
HIPERTENSI
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnnya tekanan darah
arteri yang persisten. Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi
menjadi hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi
esensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi
tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus
merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktorial, meliputi
faktor genetik dan lingkungan. Hipertensi sekunder, meliputi 5-10%
kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain
hipertensi renal, hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat,
obat-obatan, dan lain-lain .
Pada umumnya pada diabetes meiltus menderita juga hipertensi.
Hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan mempercepat
kerusakan pada ginjal dan kelainan kardiovaskuler. Sebaliknya
apabila tekanan darah dapat dikontrol maka akan memproteksi
terhadap komplikasi mikro danmakrovaskuler yang disertai
pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol. Secara fisiologi
terjadinya peningkatan tekanan darah seperti digambarkan pada bagan
dibawah ini :
Sedangkan patogenesis hipertensi pada penderita DMt2 sangat
kompleks, banyak faktor berpengaruh pada peningkatan tekanan darah.
Pada Diabetes faktor tersebut adalah : Resistensi insulin, kadar
Gula darah plasma, Obesitas selain faktor lain pada sistem
otoregulasi pengaturan tekanan darah.
1. LEVEMIR Komposisi: Insulin detemir 100 mg/ml Indikasi :
Diabetes militus Efek samping: Hipoglikemiareaksi pada tempat
injeksi,kondisi infeksi& demam, hipoalbumina berat,dapat
menganggu kemampuan mengemudi&menjalankan mesin,
hamil&laktasi. Dosis : Sehari 1-2 X 0,2 1,4 /kg/BB/Hari
Interaksi Obat : obat anti diabetik oral, MAOI, penyekat tidak
selektif, inhibitor ACE, salisilat, alkohol, tiazid, hormon tiroid,
simpatomimetik, hormon pertumbuhan, danazol, oktreotid/lanreotid
dapat meningkatkan & menurunkan kebutuhan akan insulin.
2. GLUCOBAY Komposisi : Akarbose 50 mg Indikasi : Terapi
tambahan untuk penderita DM KI: Hipersensitivitas,penderita
,18tahun,gangguan gastrointestinal kronik,berkaitan dengan
absorbsi&pencernaan,keadaan yang biasa memburuk karena
pembentukkan gas dalam usus,kerusakkan ginjal berat (bersihan
kreatinin < 25 ml / menit),hamil,laktasi ES: Kemnbung,bising
usus meningkat,kadang diare&nyeri abdomen Dosis: tergantung
respon individu biasanya 50 mg dapat ditingkatkan 100-200 mg 3 X
sehari dosis dapat ditingkatkan dg interval 4-8 mg/lebih,diberikan
bersama suapan pertama makanan utama Interaksi obat:
Kolestriamin,Absorben usus,enzim pencernaan.
3. AMLODIPIN Komposisi: Amlodipin 5 mg,10 mg Indikasi :
digunakan untuk pengobatan hipertensi,angina dapat digunakan sbg
terapi tunggal/kombinasi dg obat antihipertensi&antiangina lain
Interaksi obat : efek ditingkatkan oleh anti hipertensi lain
nya&antidepresan trisiklik,nitrat,-bloker,amiodaron,kuinidin
DOSIS : dosis awal yg dianjurkan sehari=1X5 mg, dosis maksimal
sehari=1x10 mg, pasien usia lanjut dg kelainan fungsi hati,dosis
pada awal terapi 1x2,5 mg, bila diberikan dg kombinasi
antihipertensi lain dosis awal digunakan 2,5 mg
4. NOPARTEN Komposisi: Lisinopril 5 mg, 10 mg Indikasi :
hipertensi tingkat sedang &berat dapat digunakkan
sendiri/bersama dg obat antihipertensi lain Interaksi obat : AINS
kecuali indometasin,suplemen K,deuretik,edema K Kontra indikasi:
Riwayat edema agioneurotik yg bbrhubungan dg terapi ACE inhibitor
sebelumnya Efek samping: sakit kepala,pusing,diare,batuk,mual,ruam
kulit,palpitasi,nyeri dada,urtikaria,edema angioneurotik
DRP- DM tipe II diberi insulin&acarbose, perlu diperhatikan
resiko efek hipoglikemik.- Calsium chanel bloker & ACE
Inhibitor+Acarbose efek hipoglikemik & toleransi glukosa =
waktu pemberian harus diperhatikan agar efek hipoglikemik tidak
terjadi.- Amlodipin untuk mengontrol tekanan darahnya maka pasien
kurangi konsumsi jus anggur,wortel,dan bawang putih karena dapat
menurunkan aktivitas amlodipin Interaksi Obat1. Noperten &
LevemirLisinopril meningkatkan efek insulin melalui farmakodinamik
sinergisme.2. Glucobay & LevemirSama-sama meningkatkan efek
sinergis.
Konseling 1. Cara pemakaian injeksi insulin2. Pasien disarankan
untuk menjaga berat badan agar tetap ideal, dan berolahraga secara
teratur dan menghindari stress.3. Pasien harus menjaga pola makan,
diet rendah karbohidrat dan makanan berlemak, tinggi serat,
mengurangi asupan garam dan minuman berkafein serta berhenti
merokok (jika pasien merokok)4. Kontrol gula darah dan tekanan
darah secara teratur.5. Gunakan obat ini sesuai dengan yang
diresepkan jangan menghentikan / menganti obat tanpa dengan resep
dokter terlebih dahulu6. Jika pasien sudah pernah mengalami
hipoglikemia & untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemik
akibat penggunaan obat selalu bawa sekantong kecil gula jika ingin
berpergian,seegera makan gula begitu mendapatkan serangan
hipoglikemia7. Kerena pasien DM tipe II dan hipertensi, biasakan
menggunakan obat tepat waktu agar terapi maksimal.8. Pasien mungkin
tidak mengetahui/mengalami gejala hipertensi,penting untuk tetap
menggunakan obat walaupun sudah merasakan sehat karena obat
antihipertensi ini tidak menyembuhkan tetapi membantu mengontrol
hipertensi9. Simpan obat ditempat yg sejuk,kering dan terlindung
dari sinar matahari,serta kunjungi dokter secara berkala untuk
mengetahui perkembangan penyakit.DAFTAR PUSTAKA
- Departemen Farmakologi dan Terapeutik Universitas Indonesia.
2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI- Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011