BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Pengertian dan Mekanisme Nyeri dan Inflamasi Nyeri merupakan
suatu keadaan tidak nyaman yang ditimbulkan oleh aktivasi dan
sensitisasi sistem nosiseptif, baik perifer maupun sentral. Dalam
keadaan normal, reseptor tersebut tidak aktif. Dalam keadaan
patologis, misalnya inflamasi, nosiseptor menjadi sensitive bahkan
hipersensitif. Adanya pencederaan jaringan akan membebaskan
berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin,
bradikinin, histamin dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat
mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri. Mekanisme
nyeri berawal dari perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat
yang merupakan substrat bagi enzim prostaglandin endoperoxide
synthase (PGHS; COX, cyclooxygenase) menjadi PGG2, dan reduksi
peroxidative PGG2 menjadi PGH2. Selanjutnya sebagai bahan baku
prostaglandin, endoperoxide PGH2 dirubah menjadi berbagai
prostaglandin. Saat ini dikenal dua iso-enzim COX, yaitu COX-1 dan
COX-2. COX-1 sebagai enzim "constitutive" yang merubah PGH2 menjadi
berbagai jenis prostaglandin (PGI2, PGE2) dan tromboxan (TXA2) yang
dibutuhkan dalam fungsi homeostatis. COX-2 yang terdapat di dalam
sel-sel imun (macrophage dll), sel endotel pembuluh darah dan
fibroblast sinovial, sangat mudah diinduksi oleh berbagai
mekanisme, akan merubah PGH2 menjadi PGE2 yang berperan dalam
kejadian inflamasi, nyeri dan demam. Oleh karena itu COX-2 dikenal
sebagai enzim "inducible". Pada kenyataannya, baik COX-1 dan COX-2
adalah isoenzim yang dapat diinduksi (Lelo et al, 2004). Sedangkan
inflamasi atau radang merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang
disebabkan adanya respons jaringan terhadap pengaruh-pengaruh
merusak baik bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh
(Korolkovas, 1988). Pengaruh-pengaruh merusak (noksi) dapat berupa
noksi fisika, kimia, bakteri. parasit dan sebagainya. Noksi fisika
misalnya suhu tinggi, cahaya, sinar X dan radium, juga termasuk
benda-benda asing yang tertanam pada jaringan atau sebab lain yang
menimbulkan pengaruh merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun 1
termasuk noksi kimia. Sedangkan untuk noksi bakteri seperti
bakteri patogen Streptococcus, Staphylococcus dan Pneumococcus.
Reaksi radang dapat diamati dari gejala-gejala klinis. Di sekitar
jaringan terkena radang terjadi peningkatan panas (kalor), timbul
warna kemerah-merahan (rubor) dan pembengkakan (tumor). Kemungkinan
disusul perubahan struktur jaringan yang dapat menimbulkan
kehilangan fungsi (Mansjoer, 2003). Untuk mekanisme inflamasi atau
radang, dimulai dari kerusakan sel akibat adanya noksi akan
membebaskan berbagai mediator atau substansi radang antara lain
histamin, bradikinin, kalidin, serotonin, prostaglandin, leukotrien
dan sebagainya. Histamin terdapat pada semua jaringan juga pada
leukosit basofil. Di dalam jaringan, histamin disimpan dalam sel
mast dan dibebaskan sebagai hasil interaksi antigen dengan antibodi
IgE pada permukaan sel mast, berperan pada reaksi hipersensitif dan
alergi. Substans tersebut merupakan mediator utusan pertama dari
sedemikian banyak mediator lain, segera muncul dalam beberapa
detik. Reseptor-reseptor histamin adalah H1 dan H2. Stimulasi pada
kedua reseptor ini menyebabkan vasodilatasi pada arterial dan
pembuluh darah koronaria, merendahkan resistensi kapiler dan
menurunkan tekanan darah sistemik. Pada reaksi radang permeabilitas
kapiler meningkat karena dibebaskannya histamin (Mansjoer, 2003).
2.2 Penggolongan Obat Analgesik dan Anti-Inflamasi Analgetika
merupakan senyawa yang dapat menekan fungsi saraf pusat secara
selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi
kesadaran. Analgesik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang
persepsi rasa sakit. Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat
molekul, analgetika dibagi menjadi dua golongan yaitu analgetika
narkotik dan analgetika non narkotik (Siswandono dan Bambang,
2008). A. Analgetika narkotik Analgetika narkotik adalah senyawa
yang dapat menekan fungsi saraf pusat secara selektif, digunakan
untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti
rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung
2
akut, sesudah operasi dan usus atau ginjal. Analgetika narkotik
sering pula digunakan untuk pramedikasi anestesi, bersama-sama
dengan atropine, untuk mengontrol sekresi. Aktivitas analgetik
narkotik jauh lebih besar dibandingkan golongan analgetik golongan
analgetika non narkotik, sehingga sering disebut juga analgetika
kuat. Golongan ini pada umumnya menimbulkan euphoria sehingga
banyak disalahgunakan (Siswandono dan Bambang, 2008). Mekanisme
kerja analgetik narkotik yaitu, efek analgesik dihasilkan oleh
adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam
otak dan spiral cord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek
euphoria dan rasa mengantuk (Siswandono dan Bambang, 2008).
Berdasarkan struktur kimianya analgetik narkotik dibagi menjadi :
1. Turunan morfin Opium atau candu adalah getah papaver somniferum
L yang telah dikeringkan. Alkaloid asal opium secara kimia dibagi
dalam 2 golongan, yaitu golongan fenantren, misalnya morfin dan
kodein, dan golongan benzilisokinolin, misalnya noskapin dan
papaverin (Dewoto, 2009). 2. Turunan fenilpiperidin (meperidin)
Meperidin juga dikenal sebagai petidin, secara kimia adalah
etil-1-metil-4fenilpiperidin-4-karboksilat (Dewoto, 2009). Meskipun
struktur kimianya tidak berhubungan dengan struktur morfin tetapi
masih menunjukkan kemiripan kerana mempunyai pusat atom C
kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin aromatic
sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgetik. Senyawa
turunan fenilpiperidin antara lain : meperidin, difenoksilat,
loperamid, fentanil dan sufentanil (Siswandono dan Bambang, 2008).
3. Turunan difenilpropilamin (metadon) Turunan metadon bersifat
optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun
tidak mempunyai cincin piperidin, seprti pada turunan morfin dan
meperidin, tetapi turunan metadon dapat membentuk cincin bila dalam
larutan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya gaya
tarikmenarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil.
Senyawa turunan
3
difenilpropilamin antara lain : metadon dan propoksifen
(Siswandono dan Bambang, 2008). 4. Turunan lainnya Senyawa
analgetik yang berasal dari turunan senyawa lainnya ialah
Butorfanol dan Tramadol (Siswandono dan Bambang,2008), keduanya
bersifat agonis parsial (Dewoto, 2009). B. Analgetika non narkotik
Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang
ringan sampai moderat, sehingga sering disebut analgetika ringan,
juga untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang
tinggi serta sebagai antiradang untuk pengobatan rematik.
Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem
saraf pusat. Obat golongan ini mengadakan potensiasi dengan
obat-obat penekan sistem saraf pusat (Siswandono dan Bambang,
2008). Mekanisme kerja analgetik non narkotik : Analgetik non
narkotik menimbulkan efek analgetik dengan cara menghambat secara
langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang
mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase,
sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh
mediator-mediator rasa sakit seperti bradikinin, histamine,
serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hydrogen dan
kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau
kimiawi (Siswandono dan Bambang, 2008). Berdasarkan struktur
kimianya analgetika non nrakotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu
analgetik-antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non
Steroidal Antiinflamatory Drugs = NSAID) (Siswandono dan Bambang,
2008). 1. Analgetik-antipiretik Obat golongan ini digunakan untuk
pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit,
tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit.
Berdasarkan struktur kimianya obat analgetik-antipiretik dibagi
menjadi dua kelompok yaitu turunan aniline dan para-aminofenol, dan
turunan 5-pirazolon (Siswandono dan Bambang, 2008). 2. Obat
antiradang bukan steroid (Non Steroidal Antiinflamatory Drugs =
NSAID)
4
Berdasarkan struktur kimianya NSAID dibagi menjadi tujuh
kelompok yaitu turunan salisilat, turunan 5-pirazolidindion,
turunan asam N-arilantranilat, turunan asam arilasetat, turunan
heteroarilasetat, turunan oksikam dan turunan lain-lain (Siswandono
dan Bambang, 2008). Sedangkan untuk obat anti-inflamasi, menurut
Nugraha (2009) dibagi menjadi tiga macam obat berdasarakan
mekanisme kerjanya, yaitu: 1. Obat anti inflamasi golongan steroid
Obat ini terutama bekerja dengan cara menghambat pelepasan
prostaglandin dari sel-sel sumbernya. Golongan obat ini misalnya
kortison, hidrokortison, prednisone, prednisolon dan dexametason.
Untuk mekanisme aksinya, sebagian besar glukokortikoid diketahui
bekerja melalui reseptor glukortikoid yang tersebar luas. 2. Obat
anti inflamasi golongan non steroid Obat-obat ini merupakan
analgetik lemah, yang bekerja melalui mekanisme lain seperti
inhibisi siklooksigenase yang berperan pada biosisntesis
prostaglandin. 3. Fenilbutazon Fenilbutazon merupakan turunan
pirazolidin-3,5-dion dengan rumus molekul C19H20N202 berupa serbuk
hablur, putih atau putih kuning, sukar larut dalam air, larut dalam
etanol dan tidak berbau. Penggunaan obat ini jarang dikarenakan
sifat-sifat toksiknya khususnya efek hematologi (termasuk anemia
aplastik). 1.3 Senyawa Turunan Indol Mayoritas saat ini dikenal
obat anti-inflamasi dan analgesik non-steroid (NSAID), yang
bertindak pada perifer dengan menghalangi produksi prostaglandin
melalui penghambatan enzim siklooksigenase (COX), yang mencakup
COX-1 dan COX-2. Obat ini cenderung menghasilkan efek samping
seperti ulserasi gastrointestinal dan penekanan fungsi ginjal
karena penghambatan COX konstitutifl, yang bertanggung jawab untuk
produksi prostaglandin, dimana prostaglandin ini bertanggung jawab
untuk gastroprotection dan homeostasis vaskuler (Narasimhan, 2011).
5
Indoles telah banyak diidentifikasi sebagai struktur yang
istimewa atau merupakan pharmacophore, di alam telah terdapat lebih
dari 3000 isolat alami yang diketahui memiliki perannan yang luas
dalam bidang biologi dan farmasi. Contoh dari turunan indol yang
merupakan obat analgetik golongan NSAID ialah indometasin, sulindak
dan tenidap (Sujatha, 2009). Indometasin bekerja dengan menghambat
produksi eicosanoid seperti prostasiklin, tromboksan dan
prostaglandin dengan jalan penghambatan enzim siklooksigenase
(cox). Efek antiinflamasi dan analgesic-antipiretik yang dimiliki
oleh indometasin kira-kira sebanding dengan aspirin. Meskipun obat
ini efektif namun karena bersifat toksik maka penggunaannya
dibatasi. Indometasin pada prinsipnya tidak dipakai untuk anak-
anak, ibu hamil dan hati-hati pada pada penderita psikiatrik dan
penyakit peotik. Indikasinya ialah untuk arthritis (gout) akut,
ankylosing spondilitis, osteoarthritis, kondisi, inflamasi ekstra
artikuler (perikarditis, pleuritis). Sedangkan efek buruk yang
didapat dari konsumsi indometasin ialah nyeri abdominal, diare,
hemoragi gastrointestinal, pancreastitis, nyeri kepala hebat dan
kadand disertai dengan dizziness, konfusi, depresi kadang juga
psikosis dengan halusional. Pada gambaran darah dapat diketahui
terjadi agranulositosis, trombositopeni, anemia aplastik (Wilmana
dan Sulistia, 2009). Sulindak mempunyai aktivitas antirematik yang
kurang lebih sama dengan indometasin dan tidak menyebabkan nyeri
kepala. Sulindak adalah pra-obat, bentuk yang aktif adalah bentuk
metabolit sulfidanya. Sulindak diabsorpsi dengan baik dalam saluran
cerna kemudian dimetabolisme menjadi bentuk sulfide aktif (Wilmana
dan Sulistia, 2009). Tenidap adalah inhibitor produksi
prostaglandin-1interleukin dalam tubuh digunakan untuk pengobatan
rheumatoid arthritis dan osteoarthritis. Tenidap menghambat
siklooksigenase enzim dan 5-lipoxygenase, yang mengubah asam
arakidonat menjadi prostaglandin dan leukotrienes. Aktivitas
tenidap lebih unggul jika dibandingkan dengan indometasin (Badiger,
2009). 1.4 HKSA Hansch
6
Hansch mengemukakan suatu konsep bahwa hubungan struktur kimia
dengan aktivitas biologis (log 1/C) suatu turunan senyawa dapat
dinyatakan secara kuantitatif melalkui parameter-parameter fisika
kimia dari subtituen yaitu parameter hidrofobik (), elektronik ()
dan sterik (Es). Model pendekatan ini disebut pula model hubungan
energi bebas linier (LFER= linier free energy relationships) yang
dinyatakan melalui persamaan 1.1 regresi linier berikut (Siswandono
dan Bambang, 2008) : Log 1/C = a E + b E + c E Es + d Log 1/C = a E
2 + b E + c E + d Es + e Dengan : C= kadar untuk respon biologis
baku E , E , E Es = sumbangan sifat-sifat hidrofobik, elektronik,
dan sterik dari gugus-gugus terhadap sifat-sifat senyawa induk yang
berhubungan dengan aktivitas biologis a, b, c, d, e = bilangan
(tetapan) yang didapat dari perhitungan analisis regresi linier
(Persamaan 1.1) (Persamaan 1.1) Atau persamaan parabolik (non
linier) seperti pada persamaan 1.2 berikut :
BAB II. BAHAN DAN METODE
2.1 Data set 7
Satu set dari 26 senyawa karbonil 1-alkil/aril-3-etoksi
karbonil-5-hidroksi2-metil indol pada tabel 2.1 merupakan bentuk
terpilih (Badiger et al, 2009). Aktivitas biologis dalam %
penghambatan (anti inflamasi) dan % analgesik dikonversi ke nilai
logaritmik (log BAai dan log BA) lebih cocok untuk studi HKSA.Tabel
2.1. Struktur kimia 1-alkil/aril-3-etoksi
karbonil-5-hidroksi-2-metil indol
Kemampuan analgesik dan anti-inflamasi pada substitusi
1-alkil/aril-3etoksi karbonil-5-hidroksi-2-metil indol.
8
9
2.2 Deskripsi Generasi Langkah berikutnya dalam pengembangan
model adalah generasi dari deskripsi numerik dari struktur molekul.
Struktur substitusi 1-alkil/aril-3-etoksi
karbonil-5-hidroksi-2-metil indol yang disketsa menggunakan DS
penampil pro 6.0 dan energi diminimalkan. Struktur energi
diminimalkan untuk menghitung deskriptor molekul seperti karakter
hidrofobik, geometris, karakter elektronik dan topologi (Tabel 2.2)
menggunakan software TSAR 3.3 untuk windows. Nilai-nilai deskriptor
dipilih untuk model MLR pada Tabel 2.3. 10
Tabel 2.2. Deskripsi QSAR yang digunakan
11
Tabel 2.3. Nilai parameter yang dipilih untuk analisis
regresi
2.3 Analisis Korelasi Pearson Karena ada sejumlah besar
deskriptor untuk masing-masing senyawa maka digunakan matriks
korelasi Pearson sebagai model kualitatif (Tabel 2.4), untuk
memilih deskriptor cocok untuk analisis MLR. Teknik ini dipakai
untuk memilih satu set yang cocok dihasilkan deskriptor dalam
mengembangkan model regresi linier berganda (MLR). Hasil model MLR
terbaik digunakan untuk preparasi model kalibrasi, yang dapat
memprediksi aktivitas anti-inflamasi substitusi turunan indole.
12
2.4 Regresi Linier Berganda (MLR) Teknik regresi linier berganda
(MLR) dalam mengembangkan model HKSA digunakan untuk memprediksi
potensi analgesik dan anti-inflamasi dari substitusi
1alkil/aril-3-etoksi karbonil-5-hidroksi-2-metil indol yang dipilih
untuk penelitian ini. MLR adalah pendekatan klasik untuk masalah
regresi dalam QSARs. MLR mengasumsikan variabel prediktor, biasanya
disebut X, secara matematis independen (ortogonal). Matematis
independen berarti bahwa pangkat X adalah K (jumlah-variabel).
Keterbatasan MLR adalah kepekaan untuk deskriptor berkorelasi.
Salah satu solusi praktis adalah dengan menggunakan matriks data
yang panjang dan ramping di mana jumlah senyawa substansial
melebihi jumlah deskriptor kimia, dimana keterkaitan antara
variabel biasanya turun. Telah direkomendasikan bahwa rasio senyawa
untuk variabel harus minimal 5. MLR diterapkan dalam studi HKSA
jika masalah utama dari pemilihan variabel telah dihadapi dan
dipecahkan. MLR biasanya digunakan agar sesuai dengan model regresi
(Persamaan 2.1), yang merupakan model variabel respon, y, sebagai
kombinasi linier dari variabel X, dengan koefisien b. Penyimpangan
antara data (y) dan model (Xb) disebut residual, dan dilambangkan
dengan e : Y = Xb + e (Persamaan 2.1) Untuk variabel respon banyak
(kolom dalam respon matriks Y), regresi biasanya membentuk satu
model untuk setiap M y-variabel yaitu M model terpisah (Eriksson et
a, 2003). 2.5 Validasi Silang Model validasi silang oleh skema
'meninggalkan satu' di mana model dibangun dengan senyawa N-1 dan
senyawa Nth yang telah diprediksi. Masingmasing senyawa yang
tersisa dari penurunan model dan diprediksi secara bergantian.
Sebuah indikasi dari kinerja model diperoleh dari metode validasi
silang (atau q2 prediktif), yang didefinisikan sebagai (Persamaan
2.2) : q2 = (SD PRESS / SD) (Persamaan 2. 2) Dimana, SD adalah
jumlah deviasi kuadrat untuk setiap kegiatan dari tengah. PRESS
(jumlah prediksi-kuadrat) adalah jumlah dari kuadrat perbedaan
antara 13
aktual dan bahwa nilai-nilai diprediksi ketika senyawa tersebut
dihilangkan dari proses pas. Model dengan nilai q2 tinggi dikatakan
memiliki prediktabilitas tinggi (Kumar et al, 2009).
BAB III. PEMBAHASAN
Analisis HKSA 26 senyawa turunan 1-alkil/aril-3-etoksi
karbonil-5hidroksi-2-metil indol tersubstitusi dilakukan dengan
menggunakan HKSA model LFER Hansch. Analisis didasarkan pada
analisis korelasi yang dihasilkan. Korelasi matriks aktivitas
analgesik dan antiinflamasi turunan indol ditunjukkan pada Tabel
3.1. Koefisien linieritas yang tinggi (r>8) diteliti pada dua
parameter yang berbeda, interrelationship yang besar didapatkan
pada paramaeter 0v dan 1 (r= 0.998) dan interrelationship yang
rendah pada 2v dan LUMO (r= -0.502). Korelasi matriks menunjukkan
predominansi parameter elektronik LUMO dan parameter topologis 1
turunan indol.Tabel 3.1. Korelasi matriks aktivitas analgesik dan
antiinflamasi turunan 1alkil/aril-3-etoksi
karbonil-5-hidroksi-2-metil indol
masing-masing terhadap aktivitas analgesik dan antiinflamasi
Persamaan aktivitas antiinflamasi turunan indol terhadap
parameter elektronik energy orbital molekuler kosong paling rendah/
lowest unoccupied moleculer orbital (LUMO). 14
Log BAai = 1.872 LUMO + 0.761
(persamaan 3.1)
n = 26; r = 0.651; r2 = 0.423; q2 = 0.344; F = 17.62; s=0.237; p
0.5 menunjukkan bahwa model HKSA yang digunakan valid (Wold et al,
1995). Namun pada persamaan tersebut nilai q2 yang dihasilkan
kurang dari 0.5 sehingga metode yang digunakan tidak valid. Namun,
menurut Golbraikh and Tropsha (2002) menyatakan bahwa untuk
estimasi prediksi potensiasi yang benar suatu model adalah dengan
menguji kemampuannya dalam memprediksi secara akurat aktivitas
biologis suatu senyawa. Karena nilai aktivitas prediksi dan
observasi (Tabel 3.2) yang dihasilkan saling mendekati satu sama
lain maka model HKSA yang digunakan untuk aktivitas antiinflamasi
merupakan model yang valid.
15
Tabel 3.2. Potensial aktivitas antiinflamasi dan analgesik
observasi, prediksi dan residual turunan 1-alkil/aril-3-etoksi
karbonil-5-hidroksi-2-metil indol.
*Angka yang dicetak tebal merupakan aktivitas analgesik prediksi
yang digunakan pada persamaan 3.3
Untuk menentukan adanya sistemik eror pada model yang
dikembangkan dilakukan plot log BAai observasi dengan log BAai
residual (Gambar 3.1). Propagasi residual kedua sisinya nol
mengindikasikan bahwa pada model HKSA yang dikembangkan tidak ada
sistemik eror.
16
Persamaan 3.3 digunakan untuk memprediksi aktivitas analgesik
turunan 1alkyl/aryl-3-ethoxy carbonyl-5-hydroxy-2-methyl indoles
menjelaskan aktivitas analgesik. LR-QSAR model untuk analgesic
activity log BA = 0.358 1 5.471 (Persamaan 3.3) n = 9; r = 0.919;
r2 = 0.845; q2 = 0.761; F = 38.09; s = 0.214; p < 0.0002 Pada
persamaan 3.3 didapatkan q2 yang tinggi ( q2>5) sehingga model
HKSA yang dikembangkan merupakan model yang valid. Selanjutnya
perbandingan antara aktivitas analgesik observasi dan prediksi juga
menyokong model HKSA yang dikembangkan seperti kedekatan nilai
aktivitas yang positif palsu yang dibuktikan dengan nilai residual
yang rendah (Tabel 3.2). yang menunjukkan pengaruh prameter
topologis, Kiers first order alpha shape index (1) dalam
Gambar 3.1. Plot log BAai residual dengan log BAai observasi
untuk regresi linier model yang dikembangkan
Ketika persamaan aktivitas analgesik prediksi yang diperluas
terhadap perhitungan aktivitas analgesik 17 senyawa turunan (nilai
prediksi tabel 2 yang dicetak tebal) digunakan pada aktivitas
antiinflamasi menunjukkan bahwa senyawa 4, 7, 14, 26 memilki
aktivitas analgesik yang lebih tinggi daripada obat standar 17
diklofenak
(logBA=1.84) sehingga dapat memungkinkan uji klinik untuk
pengembangan obat baru anti nyeri.
BAB IV. KESIMPULAN
Kesimpulannya, studi HKSA memberikan kejelasan untuk pertama
kalinya pada korelasi aktivitas antiinflamasi dan analgesik
1-alkil/aril-3-etoksi diganti karbonil-5-hidroksi 2- metil indoles
dengan parameter fisika kimia mereka. Model HKSA yang dikembangkan
menunjukkan pentingnya parameter lipofilik, koefisien partisi log
oktanol / air (log P) dan parameter elektronik, energi terendah
orbital molekul kosong (LUMO) dalam menggambarkan aktivitas
anti-inflamasi dan pentingnya parameter topologi, bentuk alfa Kier
indeks dari orde pertama (1) dalam menggambarkan aktivitas
analgesik. Selanjutnya, prediksi kekuatan persamaan tersebut
divalidasi dengan penentuan kros validasi r2 (q2) menggunakan
metode Leave One Out (LOO). Penting untuk dicatat ketika
memprediksi persamaan analgesik menjadi perhitungan aktivitas
analgesik yang tersisa 17 senyawa digunakan dalam aktivitas
antiinflamasi mengungkapkan bahwa empat senyawa yang mempunyai
aktivitas analgesik lebih dari obat standar diklofenak yang dapat
dipelajari lebih lanjut secara klinis untuk mengembangkan entitas
kimia baru untuk pengobatan rasa sakit.
18