1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Kartu Tanda Penduduk merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang saat ini berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahwa dalam rangka mewujudkan kepemilikan satu Kartu Tanda Penduduk untuk satu penduduk diperlukan kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan berbasiskan Nomor Induk Kependudukan. Ini digunakan untuk efektivitas rekaman elektronik pada Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan, perlu adanya perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. Proyek e-KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang terhadap negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya digunakan untuk hal-hal berikut: 1. Menghindari pajak 2. Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat di seluruh kota 3. Mengamankan korupsi 4. Menyembunyikan identitas (misalnya oleh para teroris) Oleh sebab itu maka diperlukan dan diciptakannya e-KTP untuk menjadi identitas resmi penduduk yang memiliki keamanan dan dapat diakses secara nasional di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. E-KTP card atau kartu identitas elektronik adalah dokumen yang berisi demografi sistem keamanan/kontrol baik dari administrasi atau teknologi informasi dengan database berdasarkan populasi nasional. Sesuai dengan kebi jakan pemerintah tentang penerapan KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai dengan pasal 6 Perpres No.26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional Jo Perpres No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Perpres No. 26 Tahun 2009 bertujuan untuk terbangunnya penyimpanan database kependudukan yang akurat di tingkat Kab/Kota,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Banyak ahli memberikan definisi yang berbeda-beda tentang kebijakan publik ( public
policy ). Dalam kenyataannya, kebijakan seringkali diartikan dengan peristilahan lain seperti
tujuan ( goal ), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan
rancangan-rancangan besar. Sebagian besar ahli memberi pengertian kebijakan publik dalam
kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang
dianggap akan membawa dampak baik bagi kehidupan warganya. Definisi yang diberikan
oleh Thomas R. Dye yang mengatakan bahwa kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai „ whatever government choose to do or not to do .‟ Artinya, k ebijakan
publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan.(Budi Winarno, 2002, p.15)
Lain halnya definisi yang diberikan oleh Hogwood dan Gunn yang menyatakan
bahwa kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk
mencapai hasil-hasil tertentu. (Edi Suharto, 2008, p.3). Disamping itu Hogwood dan Gunn
menyebutkan sepuluh penggunaan istilah “kebijakan” dalam pengertian modern yaknisebagai label untuk sebuah bidang aktifitas, sebagai ekspresi tujuan umum atau aktifitas
negara yang di harapkan, sebagai proposal spesifik, sebagai keputusan pemerintah, sebagai
otoritas formal, sebagai sebuah program, sebagai output, sebagai hasil, sebagai teori atau
model dan juga sebagai proses. (Wayna Parsons,2008, p.15). Menurut Landau, kebijakan
publik sebagai bentuk lain dari analisis politik yang menggunakan metafora atau model
sebagai perangkat untuk menjelajahi dunia yang tidak dikenal dan mungkin yang tidak
diketahui secara politik. (Edward Elgar, 1995, p.1):
“ Public policy, as other forms of political analysis, uses metaphors or models as
devices to explore the unknown and possibly unknownable world of politics .”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah kebijakan yang
dibuat oleh suatu lembaga pemerintah, baik pejabat maupun instansi pemerintah yang
merupakan pedoman pegangan ataupun petunjuk bagi setiap usaha dan aparatur pemerintah,
sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam pencapaian tujuan kebijakan.
satu variabel dengan variabel lainnya dan bagaimana variabel-variabel ini mempengaruhi
proses implementasi kebijakan.
Variabel-variabel tersebut dijelaskan oleh Edwards III sebagai berikut :
1. Komunikasi
Dalam variabel komunikasi ini, secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam
proses komunikasi kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Menurut Edwards,
persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang
melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-
keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat
sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Komunikasi harus
akurat, dalam proses transmisi akan banyak hambatan-hambatan yang menghadang transmisi
komunikasi pelaksanaan dan akan menghalangi pelaksanaan kebijakan. Aspek lain dari
komunikasi menyangkut petunjuk-petunjuk pelaksanaan adalah persoalan konsistensi.
Keputusan-keputusan yang bertentangan akan membingungkan dan menghalangi staf
adminstrasi dan menghambat kemampuan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan secara
efektif.
2. Sumber-sumber
Sumber-sumber disini dimaksudkan sebagai sumber untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan sehingga implemenatsi kebijakan berjalan secara efektif. Sumber-sumber yang
penting meliputi staf yang memadai disertai dengan keahliannya, informasi, wewenang, dan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan pelayanan-peayanan publik. Tanpa
adanya sumber-sumber, kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan di atas kertas hanya akan
jadi rencana saja dan tidak pernah ada realisasinya.
3. Kecendrungan-kecendrungan
Kecendrunagan dari pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai
konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Mengingat
pentingnya kecendrungan-kecendrungan bagi implementasi kebijakan yang efektif, maka
akan timbul dampak dari kecendrungan-kecendrungan tersebut dalam implementasi
kebijakan. Menurut Edwards dampak dari kecendrungan-kecendrungan yaitu terdapat
kebijakan yang dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari pelaksanakebijakan, namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan bertentangan secara langsung
dengan pandangan-pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi
atau organisasi dari para pelaksana. Kecendrungan-kecendrungan yang menghalangi
implementasi bial para pelaksana tidak sepakat dengan substansi suatu kebijakan.
Implementasi tersebut di hambat oleh keadaan-keadaan yang sangat kompleks.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu badan yang menjadi pelaksana kebijakan. Pada
dasarnya, para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang dilakukan dan mempunyai cukup
keinginan serta sumber-sumber untuk melakukannya, tetapi dalam pelaksanaannya masih
dihambat oleh struktur-struktur organisasi dalam menjalankan kegiatan tersebut. Menurut
Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-
ukuran dasar atau sering disebut Standard Operating System (SOP) dan fargmentasi.
Struktur Organisasi-organisasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh penting
pada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi
adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (SOP). Sedangkan sifat kedua dari struktur
organisasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan yaitu fragmentasi organisasi.
Fragmentasi organisasi ini akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap implementasi
kebijakan. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak
lembaga birokrasi.
Gambar 2 . Dampak Langsung dan Tidak Langsung pada Implementasi
Komunikasi
Sumber-sumber Implementasi
Kecendrungan-kecendrungan
Struktur Birokrasi
Gambar diatas menjelaskan adanya interaksi mengenai beberapa hubungan dari
faktor-faktor yang akan menjelaskan peranan masing-masing dalam proses implementasi.
Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap faktor-fator komunikasi, sumber-sumber,
kecendrungan-kecendrungan dan struktur birokrasi pada pelaksanaan kebijakan. Akan tetapi,
disamping itu secara langsung dapat mempengaruhi implementasi. Jika dilihat dari gambar
diatas, komunikasi-komunikasi mempengaruhi sumber-sumber, kecendrungan-kecendrungan,dan struktur-struktur birokrasi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi implementasi.
Ada istilah mengatakan tentang kebijakan Publik “ Hanya negara-bangsa yang
mampu mengembangkan kebijakan publik yang unggul, baik perumusan, implementasi,
maupun evaluasi yang akan menjadi negara yang unggul dalam persaingan global ” 1
Disini dijelaskan bahwa kebijakan publik yang unggul menentukan keunggulan negara-
bangsa dalam persaingan global. Mungkin disinilah mengapa Indonesia mencoba
melaksanakan kebijakan e-KTP yang dimana kebijakan ini sudah banyak dilakukan di
berbagai negara di belahan dunia. Ini dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal oleh perkembangan zaman dan mencoba untuk menjadi negara yang unggul dengan salah satunya
menerapkan kebijakan e-KTP di Indonesia.
Penerapan KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai dan diatur
dalam pasal 6 Perpres No.26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk
Kependudukan Secara Nasional Jo Perpres No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan atas
Perpres No. 26 Tahun 2009 yang berbunyi :
1. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi
dan validasi data jati diri penduduk;
2. Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan, pas
foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan;
3. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam database kependudukan;
4. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan : Untuk
WNI, dilakukan di Kecamatan; dan Untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap
E-KTP card atau kartu identitas elektronik adalah dokumen yang berisi demografisistem keamanan/kontrol baik dari administrasi atau teknologi informasi dengan database
berdasarkan populasi nasional. Dimana ini sdah diatur dalam kebijakan pemerintah tentang
penerapan KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai dengan pasal 6
Perpres No.26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan
Secara Nasional Jo Perpres No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Perpres No. 26 Tahun
2009 bertujuan untuk terbangunnya penyimpanan database kependudukan yang akurat di
tingkat Kab/Kota, Provinsi dan Pusat dengan menggunakan rekaman elektronik berupa biodata, tanda tangan, pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan. Yang
dapat berfungsi sebagai identitas jati diri seseorang yang berlaku Nasional sehingga tidak
perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukaan rekening Bank, dan
sebagainya serta mencegah terjadinya terorisme di Indonesia
Namun, kebijakan ini masih memiliki kekurangan disisi sampingnya yaitu kurangnya
sosialisasi pemerintah kepada daerah-daerah terpencil sehingga menyebabkan tidak
meratanya informasi serta terlaksananya kebijakan e-KTP ini. Yang dimana kebijakan ini
pula tidak memenuhi target pemerintah jika dilihat dari UU RI No.23 Tahun 2006 dan
PERPRES RI No. 26 Tahun 2009 untuk akhir tahun 2011.
Oleh karena itu, kebijakan e-KTP ini masih perlu dibenahi dari sistem maupun
pelaksanaanya agar masyarakat Indonesia juga dapat menjalankannya dengan baik serta
tercapainya tujuan yang telah dibuat pemerintah yaitu tercapainya Indonesia yang sukses