MAKALAH INTERAKSI ZAT GIZIDitulis dalam Rangka Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Biokimia Gizi
Oleh :KELOMPOK 2A
Ni Wayan Widiantari (P07131012005) Luh Putu Novi Priyatni
(P07131012011) Ni Putu Diah Pithaloka D. (P07131012031)
KEMENTERIAN KESEHATAN RIPOLITEKNIK KESEHATAN DENPASARJURUSAN
GIZI 2013
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang
Widhi Wasa karena berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah
kami yang berjudul Interaksi Zat Gizi tepat pada waktunya. Dalam
menyusun makalah ini, isi dari makalah ini kami dapatkan dari
berbagai sumber diantaranya dari internet dan buku-buku yang
digunakan untuk menunjang kelengkapan isi dari makalah kami. Namun,
kami menyadari dalam makalah kami ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan
saran dari dosen pembimbing untuk membantu dalam memperbaiki
makalah kami. Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Akhir kata kami ucapkan terimakasih. Om Santhi,
Santhi, Santhi Om
Denpasar, 9 Desember 2013
Tim Penulis
\
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL iKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iiiBAB I
PENDAHULUANA. Latar Belakang 1B. Rumusan Masalah 2C. Tujuan
Penulisan 2D. Manfaat Penulisan 2BAB II PEMBAHASANA. Pengertian
Interaksi Zat Gizi 3B. Jenis Interaksi 4C. Mekanisme Interaksi dan
Penanganannya 6BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA30
BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangInteraksi dapat terjadi antara
suatu gizi dengan yang lain, atau dengan zat non gizi. Yang
dimaksud zat adalah zat gizi pati (gula), protein, lemak, vitamin,
dan mineral. Semua dibutuhkan tubuh untuk tumbuh dan berkembang.
Artinya, jika salah satu dari zat itu tidak ada dalam tubuh, maka
akan terjadi gangguan. Sedangkan zat non gizi adalah zat selain zat
gizi yang ada dalam bahan makanan, biasanya tidak dapat dicerna
dengan jalur metabolisme biasa dalam tubuh. Interaksi zat gizi atau
non gizi dapat terjadi pada tiga tempat. Pertama, dalam bahan
makanan (produk pangan). Kedua, dalam saluran pencernaan, dan
Ketiga dalam jaringan system transport, dan jalur ekskresi tubuh.
Masing-masing interaksi dapat bersifat positif (sinergis), negative
(antagonis) dan kombinasi diantara keduanya. Interaksi disebut
positif jika membawa keuntungan. Sebaliknya disebut negatif jika
merugikan. Zat-zat pengikat mineral itu umumnya banyak ditemukan
dalam bahan makanan nabati. Meskipun zat-zat non gizi itu dapat
mengganggu beberapa penyerapan mineral, bukan berarti tidak berguna
sama sekali. Dalam bahan makanan, suatu zat gizi, misalnya mineral
dapat berinteraksi negatif dengan zat non gizi. Asam fitat dalam
sayuran, serealia/umbi-umbian dapat mengikat mineral besi (Fe),
seng (Zn), atau magnesium (Mg). Akibatnya, mineral-mineral itu
tidak dapat diserap oleh tubuh. Begitu juga dengan serat, tanin dan
oksalat yang juga dapat mengganggu penyerapan kalsium (Ca).
Kebutuhan zat gizi esensial sehari-hari tergantung pada umur, jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan serta aktivitas fisik dan
metabolisme. Yang termasuk dalam zat gizi (mineral) esensial adalah
besi, seng, mangan, molibdenum, tembaga, selenium dan flourida.
Kecuali flourida, semua jenis mineral tersebut berfungsi
mengaktifasi enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme. Sebagian
besar interaksi zat gizi terjadi di dalam saluran pencernaan.
Interaksi itu dapat menguntungkan atau merugikan. Interaksi antara
vitamin C dengan Fe merupakan contoh yang menguntungkan, karena
vitamin C dapat meningkatkan kelarutan Fe, sehingga Fe lebih mudah
diserap tubuh. Peningkatan penyerapan Fe juga dapat dibantu vitamin
A dan vitamin B2.
B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas maka
didapat rumusan masalah sebagai berikut :1. Apa yang dimaksud
dengan Interaksi Zat Gizi ?2. Apa saja Jenis-jenis Interaksi Zat
Gizi ?3. Bagaimana Mekanisme Interaksi dan Penanganannya ?
C. TujuanBerdasarkan rumusan masalah di atas maka didapat tujuan
sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Pengertian Interaksi Zat
Gizi2. Untuk mengetahui Jenis-jenis Interaksi Zat Gizi3. Untuk
mengetahui Mekanisme Interaksi dan Penanganannya
D. Manfaat Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :1. Bagi penulis dapat memiliki dan menambah
wawasan serta pengetahuan lebih mengenai Interaksi dan Zat Gizi.1.
Bagi dosen mata kuliah yang bersangkutan, makalah ini dapat
dijadikan sebagai bahan atau persyaratan yang akan membantu dalam
pemenuhan nilai yang mesti dicapai oleh mahasiswa. Selain itu dapat
membantu dalam mewujudkan suatu sistem pembelajaran yang
berdasarkan KBK.1. Bagi masyarakat, makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan referensi dalam hal penulisan makalah ataupun paper
lainnya.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pengertian Interaksi Zat GiziInteraksi nutrient adalah
interaksi fisika dan kimia antar nutrisi, nutrisi dengan komponen
lain dalam makanan atau nutrisi dengan obat (senyawa kimia lain)
yang meliputi efek yang diinginkan dan tidak diinginkan sedangkan
Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk
fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan
kesehatan. Nutrisi didapatkan dari makanan dan cairan yang
selanjutnya diasimilasi oleh tubuh.Penelitian di bidang nutrisi
mempelajari hubungan antara makanan dan minuman terhadap kesehatan
dan penyakit, khususnya dalam menentukan diet yang optimal. Pada
masa lalu, penelitian mengenai nutrisi hanya terbatas pada
pencegahan penyakit kurang gizi dan menentukan standard kebutuhan
dasar nutrisi pada makhluk hidup. Angka kebutuhan nutrisi dasar ini
dikenal di dunia internasional dengan istilah Recommended Daily
Allowance (RDA). Seiring dengan perkembangan ilmiah di bidang medis
dan biologi molekular, bukti-bukti medis menunjukkan bahwa RDA
belum mencukupi untuk menjaga fungsi optimal tubuh dan mencegah
atau membantu penanganan penyakit kronis. Bukti-bukti medis
menunjukkan bahwa akar dari banyak penyakit kronis adalah stres
oksidatif yang disebabkan oleh berlebihnya radikal bebas di dalam
tubuh. Penggunaan nutrisi dalam level yang optimal, dikenal dengan
dengan istilah Optimal Daily Allowance (ODA), terbukti dapat
mencegah dan menangani stres oksidatif sehingga membantu pencegahan
penyakit kronis. Level optimal ini dapat dicapai bila jumlah dan
komposisi nutrisi yang digunakan tepat. Dalam penanganan penyakit,
penggunaan nutrisi sebagai pengobatan komplementer dapat membantu
efektifitas dari pengobatan dan pada saat yang bersamaan mengatasi
efek samping dari pengobatan. Karena itu, nutrisi sangat erat
kaitannya dengan kesehatan yang optimal dan peningkatan kualitas
hidup. Nutrisi tidak sekedar apa yang kita makan tetapi lebih
merupakan science yang meliputi interaksi antara organisme hidup
dengan makanan. Interaksi meliputi proses fisiologi seperti
memakan, mencerna, penyerapan, transport, dan penggunaaan makanan
tersebut. Nutrisi meliputi aksi-aksi biological dan interaksi
makanan dengan tubuh dan konsekuensinya untuk kesehatan dan
penyakit. Nutrisi juga meliputi factor-faktor fisiologikal, social,
cultural, ekonomik, dan teknologi yang mempengaruhi makanan yang
kita makan. Pentingnya makanan tergantung pada nutrient yang
dikandungnya. Nutrient atau nutrisi meliputi karbohidrat, protein,
lipid, mikronutrient, makronutrient, vitamin dan mineral.
B. Jenis InteraksiMasing-masing interaksi dapat bersifat positif
(sinergis), negative (antagonis) dan kombinasi diantara keduanya.
Interaksi disebut positif jika membawa keuntungan. Sebaliknya
disebut negatif jika merugikan.Zat-zat pengikat mineral itu umumnya
banyak ditemukan dalam bahan makanan nabati. Meskipun zat-zat non
gizi itu dapat mengganggu beberapa penyerapan mineral, bukan
berarti tidak berguna sama sekali. Dalam bahan makanan, suatu zat
gizi, misalnya mineral dapat berinteraksi negatif dengan zat non
gizi. Asam fitat dalam sayuran, serealia/umbi-umbian dapat mengikat
mineral besi (Fe), seng (Zn), atau magnesium (Mg). Akibatnya,
mineral-mineral itu tidak dapat diserap oleh tubuh. Begitu juga
dengan serat, tanin dan oksalat yang juga dapat mengganggu
penyerapan kalsium (Ca). Kebutuhan zat gizi esensial sehari-hari
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan
serta aktivitas fisik dan metabolisme. Yang termasuk dalam zat gizi
(mineral) esensial adalah besi, seng, mangan, molibdenum, tembaga,
selenium dan flourida. Kecuali flourida, semua jenis mineral
tersebut berfungsi mengaktifasi enzim yang dibutuhkan untuk
metabolisme. Sebagian besar interaksi zat gizi terjadi di dalam
saluran pencernaan. Interaksi itu dapat menguntungkan atau
merugikan. Interaksi antara vitamin C dengan Fe merupakan contoh
yang menguntungkan, karena vitamin C dapat meningkatkan kelarutan
Fe, sehingga Fe lebih mudah diserap tubuh. Peningkatan penyerapan
Fe juga dapat dibantu vitamin A dan vitamin B2.Dalam berbagai
penelitian telah diperlihatkan pula, protein hewani dapat
meningkatkan ketersediaan biologis Fe, khususnya Fe dalam bentuk
nonheme (jenis Fe yang banyak terdapat dalam bahan makanan nabati).
Penelitian oleh Cook dan Menson (1976), Hallberg (1980), dan
Latifuddin (1998) yang mempelajari pengaruh berbagai jenis protein
terhadap tingkat penyerapan Fe nonheme memperlihatkan, protein dari
daging sapi, daging ayam, ikan, dan telur dapat lebih efektif dalam
meningkatkan ketersediaan biologis Fe.Jika kita mengonsumsi makanan
itu bersama dengan daun singkong atau bayam (sebagai sumber Fe
nonheme), misalnya, maka jumlah Fe yang akan diserap dan ditahan
tubuh menjadi lebih besar. Peningkatan penyerapan ini karena adanya
Meat, Poultry and Fish Factors (faktor MPF) yang membuat Fe menjadi
lebih larut, sehingga lebih mudah diserap tubuh. Konsumsi protein
yang relatif tinggi dapat meningkatkan Ca dan Zn, meskipun ekskresi
Zn dalam urine menjadi meningkat. Vitamin D juga dapat meningkatkan
penyerapan Ca dengan cara mempercepat laju pembentukan "alat
transpor" Ca.Sementara itu, vitamin B1 dan beberapa vitamin
B-kompleks lainnya sangat diperlukan dalam proses metabolisme
energi. Vitamin C dan E secara bersama-sama memberikan efek
sinergis sebagai antioksidan dalam tubuh. Itulah sebabnya sering
dikatakan, mengonsumsi vitamin C dan E (atau antioksidan lain
seperti betakaroten) dapat membuat kita awet muda, karena mereka
mampu mengatasi serangan radikal bebas yang dipercaya mempercepat
ketuaan.Pada sisi lain, interaksi antara beberapa mineral justru
dapat merugikan tubuh. Khusus untuk mineral, ada dua tipe interaksi
yang terjadi, yaitu kompetisi dan koadaptasi. Interaksi yang
bersifat kompetisi ditentukan oleh kemiripan sifat fisik dan kimia
mineral itu satu sama lain. Interaksi ini terjadi pada waktu
penyerapan di dalam usus. Beberapa contoh mineral yang berinteraksi
secara kompetisi adalah Fe dengan Zn, Fe dengan Cr, Zn dengan Cu,
dsb.Mekanismenya, satu mineral yang dikonsumsi dalam jumlah
berlebihan akan menggunakan "alat transpor" mineral lain sehingga
akan terjadi kekurangan salah satu mineral itu. Misalnya,
transferrin merupakan "alat transpor" bagi Fe. Transferrin ini
ternyata dapat juga digunakan oleh Zn, Ca, dan Cr. Akibatnya, kita
bisa kekurangan Fe (anemia).Koadaptasi merupakan upaya adaptasi
yang dilakukan usus dalam menyerap mineral tertentu. Sifat
koadaptasi ini sering memberikan dampak negatif bagi tubuh.
Koadaptasi dapat terjadi dalam dua bentuk. Pertama, bila suplai
atau persediaan mineral tubuh rendah, maka usus akan beradaptasi
untuk meningkatkan efisiensi dan transfer suatu mineral. Akan
tetapi, bila penyerapannya tidak spesifik, maka mineral lain yang
serupa juga akan ditingkatkan penyerapannya.Kalau yang diserap itu
mineral tidak berbahaya, tentu tidak masalah. Tapi jika yang
diserap berpotensi sebagai racun, itu yang berbahaya. Hal ini tanpa
disadari mungkin pernah terjadi pada diri kita. Misalnya, pada
kasus kekurangan Fe (anemia), kita biasanya mengonsumsi suplemen Fe
kadar tinggi. Namun, penyerapan "besar-besaran" dari Fe ini
ternyata juga meningkatkan penyerapan Pb (timbal). Mineral Pb
merupakan suatu logam berat yang, jika terdapat dalam jumlah besar
dalam tubuh, dapat berubah menjadi racun.Bentuk koadaptasi kedua
adalah: bila persediaan mineral dalam tubuh berlebihan, usus akan
beradaptasi untuk mengeblok penyerapan mineral itu. Namun, bila
mekanismenya tidak spesifik, penyerapan mineral lain yang serupa
juga akan terhambat. Bentuk koadaptasi ini terutama terjadi pada
tubuh, yang memang sehat-sehat saja, ketika mengonsumsi suplemen
gizi atau makanan diperkaya dengan zat gizi dalam kadar tinggi.
Contohnya, susu kaya Fe dan Ca, atau suplemen Fe. Jika kadar Fe
tubuh normal saja, suplementasi Fe justru akan menghambat
penyerapan Zn. Hal ini telah dibuktikan oleh Kreb, et al. (1987)
yang memberikan suplemen Fe pada 20 orang ibu hamil. Mereka
menemukan adanya penurunan secara nyata kadar Zn pada mereka selama
hamil. Contoh interaksi mineral yang juga memberikan efek negatif
adalah antara Ca dengan Mg. Hasil penelitian Linkswiller (1980)
menunjukkan, peningkatan konsumsi Ca dari 800 mg menjadi 2.400 mg
per hari dapat menurunkan penyerapan Mg. Konsumsi Mg yang rendah
disertai Ca yang tinggi ternyata dapat menyebabkan timbulnya
hipertensi, karena mengecilkan ukuran pembuluh darah arteri dan
kapiler.
C. Mekanisme Interaksi dan Penanganannya 1. Interaksi Makro dan
MakroAda tiga komponen penting penghasil energi yang sangat
dibutuhkan bagi setiap manusia : karbohidrat, lemak, dan protein.
Khususnya bagi negara Indonesia sendiri yang sangat terkenal dengan
gizi buruk sampai saat ini. Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan
nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang
berbeda-beda, meski terdapat persamaan-persamaan dari sudut kimia
dan fungsinya. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam
menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna,
tekstur, dan lain-lain. Karbohidrat yang terasa manis disebut gula
(sakar). Dari beberapa golongan karbohidrat, ada yang sebagai
penghasil serat-serat yang sangat bermanfaat sebagai diet (dietary
fiber) yang berguna bagi pencernaan manusia. Lemak adalah
sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Carbon (C),
Hidrogen (H) dan Oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut
dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), seperti ether.
Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi bersifat padat pada suhu
kamar, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah, bersifat cair.
Lemak yang padat pada suhu kamar disebut lemak gaji, sedangkan yang
cair pada suhu kamar disebut minyak. Protein merupakan zat gizi
yang sangat penting, karena yang paling erat hubunganya dengan
prose-proses kehidupan. Semua hayat hidup sel berhubungan dengan
zat gizi
protein.NamaberasaldarikataYunaniprotebos,yangartinyayangpertamaatauyangterpenting.Di
dalam sel, protein terdapat sebagai protein struktural maupun
sebagai protein metabolik.Protein struktural merupakan bagian
integral dari struktur sel dan tidak dapat diekstraksi tanpa
menyebabkan disentegrasi sel tersebut. Protein metabolik dapat
diekstraksi tanpa merusak dapat diekstraksi tanpa merusak
integritas struktur sel itu sendiri. Molekul protein mengandung
unsur-unsur C, H, O, dan unsur-unsur khusus yang terdapat di dalam
protein dan tidak terdapat di dalam molekul karbohidrat dan lemak
ialah nitrogen (N). Bahkan dalam analisa bahan makanan dianggap
bahwa semua N berasal protein, suatu hal yang tidak benar. Unsur
nitrogen ini di dalam makanan mungkin berasal pula dari ikatan
organik lain yang bukan jenis protein, misalnya urea dan berbagai
ikatan amino, yang terdapat dalam jaringan tumbuhan.
Metabolisme Karbohidrat, Lemak, dan Proteina. KarbohidratMakanan
yang mengandung karbohidrat di dalam mulut akan dicerna jadi
maltose(oleh ptyalin) dan hasil akhirnya adalah glukosa di dalam
duodenum maka akan masukke sel mengalami glikolisis , yang nantinya
hasil akhirnya asam piruvat apabila suasanasitoplasma tempat
terdapatnya asam piruvat itu aerob sehingga mitocondria
dipastikanpenuh oksigen maka asam piruvat akan meneruskan proses
perubahan menjadi asetylCo.A dalam Pra Siklus krebs (dekarbosilasi
oksidatif). b. LemakDi dalam mitokondria jaringan lemak atau di
hati, asam lemak dan gliserol bergabungmembentuk lemak netral (TG)
kemudian disimpan sebagai cadangan energi. Dipecahmenjadi
asetil-koenzim-A (Asetil Co-A) yang kemudian masuk ke dalam siklus
Krebs diubah menjadi sumber energi (glukoneogenesis). Selain itu,
asetil Co-A juga dapatdigunakan untuk pembentukan kolesterol. Di
berbagai jaringan tepatnya di dalammitokondria dan mikrosoma,
asetil Co-A diubah menjadi trigliserida untuk disimpansebagai lemak
jaringan atau dapat juga diubah menjadi protein (asam amino).c.
ProteinJika jumlah protein terus meningkat protein sel dipecah
jadiasamaminountukdijadikan energi atau disimpan dalam bentuk
lemak. Pemecahan protein jadi asam aminoterjadi di hati dengan
proses: deaminasi atau transaminasi Deaminasi: prosespembuangan
gugus amino dari asam amino Transaminasi: proses perubahan asam
amino menjadi asam keton1.Transaminasi:alanin + alfa- ketoglutarat
piruvat + glutamate2. Diaminasi: asam amino + NAD+ asam keto+
NH3NH3 merupakan racun bagi tubuh, tetapi tidak dapat dibuang oleh
ginjal harusdiubah dahulu jadi urea (di hati) agardapat dibuang
oleh ginjal. Interaksi Protein PolisakaridaSistem makanan selalu
mengandung campuran heterogen protein dan polisakarida yang berbeda
sifat alami kimia, modifikasi, rantai dasar, ukuran, bentuk
molekul, tingkatan hidrolisis, denaturasi, disosiasi dan agregasi.
Informasi yang tersedia mengenai sifat fase campuran polimer dan
campuran sistem gelatin-gum arab tidak cukup untuk memahami fungsi
protein dan polisakarida dalam sistem makanan. Interaksi protein
dan polisakarida dan beragam protein satu sama lain dan dengan air
akan mengatur kelarutan danco-solubiliybiopolimer, kemampuan untuk
membentuk larutan dan gel kental, viskoelastis dan sifatnya di
permukaan (DamodaranandParaf, 1997).Campuran protein-polisakarida
digunakan secara luas dalam industri makanan karena berperan
penting dalam struktur dan tekstur bahan makanan
(DickinsonandMerino, 2002). Keseluruhan tekstur dan struktur produk
tidak hanya bergantung pada sifat individu protein dan
polisakarida, tetapi juga sifat alami dan kekuatan interaksi
protein-polisakarida. Oleh karena itu, untuk mengembangkan sifat
yang diinginkan pada produk makanan, pengetahuan mekanisme
interaksi protein-polisakarida sangat penting (Hemaret al.,
2002).Menurut Oakenfullet al.,(1997) jika protein dan polisakarida
berinteraksi dapat menghasilkan tiga kemungkinan,
yaitu:1)Co-solubility, bila terjadi interaksi yang bersifat tidak
nyata karena kedua molekul primer memiliki eksistensi
sendiri-sendiri.2)Incompatibility, bila kedua tipe polimer saling
menolak sehingga menyebabkan keduanya berada pada fase
terpisah.3)Complexing, yaitu kedua polimer saling berikatan yang
menyebabkan membentuk fase tunggal atau endapan.Sifat sistem
polimer yang bercampur telah dipelajari secara luas, bila satu atau
kedua polimer memiliki kekuatan membentuk gel akan memiliki potensi
untuk menciptakan produk dengan beragam tekstur. Ziegler dan
Foegeding (1990) dalam Ledward (1994), telah meringkas tipe
jaringan gel yang dapat terbentuk dengan dua bahan pembentuk gel
yang berbeda. Bila proses pencampuran adalah eksotermik, dan
interaksi tarik menarik, maka dapat mengarah pada susunan komplek
larut atau tidak larut. Pada umumnya terjadi hanya untuk polimer
yang muatannnya berlawanan, seperti alginat, pektat dan
karboksimetilselulose (Ledward, 1994), atau yang bersulfat seperti
karagenan (Willet al.,1988 dalam Ledward, 1994).Reaksi lanjut yang
mungkin antara protein dan polisakarida meliputi susunan langsung
ikatan kovalen antara kedua polimer. Ledward (1979), Tolstoguzov,
(1986), HillandZadow (1974) dalam Ledward (1994) menemukan bahwa
pada pH 6,0 dan kekuatan ionik rendah (0,05 M), pektat, alginat dan
CMC mampu untuk memodifikasi struktur mioglobin (pI=6,9) dan bovin
serum albumin (pI=4,9) (Imesonet al.,1977). Kelompok hematin pada
mioglobin yang bermuatan positif tinggi, akan cenderung untuk
berikatan pada polisakarida anionik. Globular protein yang lain
tidak akan mengarah padasebagian penghalang muatan positif,
sehingga mioglobin secara umum tidak aplikatif. Kompleks larut
terbentuk pada pH 5-7 dengan polisakarida anionik dan mioglobin
terdenaturasi atau BSA atau gelatin dapat larut karena protein
terikat kuat, komplek masih membawa muatan negatif besar sehingga
memiliki sedikit kecenderungan untuk berkumpul. Pembukaan campuran
polisakarida bermuatan dan protein pada kondisi dimana protein
tidak melipat menghasilkan gulungan acak fleksibel yang akan
berinteraksi dengan polisakarida sebagai sisi mengikat muatan
potensial positif dan akan terbuka.
Interaksi Protein dengan ProteinProtein dapat berinteraksi
dengan protein lain karena adanya ikatan hidrogen dan perubahan
gugus sulfuhidril dan disulfida. Interaksi molekuler tersebut
membentuk suatu jaringan tiga dimensi yang mengakibatkan tekstur
protein menjadi kompak, denganstruktur tiga dimensi tersebut maka
protein dapat memerangkap sejumlah air (DamodaranandParaf,
1997).Struktur pangan seperti: keju, daging terbentuk karena
interaksi antar molekul protein. Gel yang terjadi pada produk susu,
apabila whey protein susu mengalami denaturasi. Upaya meningkatkan
rendemen keju diperoleh, bila pemanasan mendorong I nteraksi casein
dengan protein terlarut dalam susu. Ilmu pangan menjelaskan kepada
kita fungsi molekul protein pada produk berbasis protein seperti:
daging, susu dsb, adalah karena protein akan mengalami peristiwa
gelasi selama proses atau protein mengikat air, sehingga terjadi
semacam tekstur dari produk pangan berbasis protein tsb.Molekul
protein sebagai polipeptida, molekul tsb dapat bersifat tertutup
(folded) dalam berbagai bentuk tergantung pada urut-urutan asam
amino penyusun protein dari berbagai jenis protein. Sehingga
interaksi protein-protein ditentukan dan dijaga kestabilan
strukturnya oleh interaksi antara berbagai jenis molekul asam-asam
amino yang membentuk polipeptida/protein tsb.Tipe atau jenis ikatan
yang menstabilkan molekul protein- protein antara lain disebabkan
oleh interaksi van der waals, interaksi hidrofobik, interaksi
elektrostatik, ikatan hydrogen dan interaksi kinetic dan factor
lain yang menjaga interaksi protein-protein tsb.Protein
alami/native dari sumber nabati seperti: protein 7 S atau 11 S,
struktur molekulnya dijaga oleh tipe ikatan protein-protein
tertentu. 11 S = Glycinin protein kedele tersusun atas 6 sub-unit
molekul protein, dimana tiap sub-unit terdiri terikat oleh 2 tipe
ikatan disulfide. Apabila 11 S dipanaskan akan pecah menjadi dimer
AB, apabila pemanasan dilanjutkan akan pecah menjadi monomer A dan
B yang selanjutnya molekul protein akan menggumpal.Mekanisme gelasi
atau penggumpalan protein sebenarnya masih belum sepenuhnya
diketahui, namun paling tidak melalui 2 cara. Pertama, akibat
denaturasi protein, konformasi molekul protein berubah, baik karena
pemanasan atau kimiawi. Kedua, tahap penggumpalan karena peristiwa
denaturasi protein merupakan syarat mutlak, dimana penggumpalan
akan membuka kesempatan molekul protein saling berinteraksi satu
dengan lainnya, sehingga peristiwa gelasi atau terbentuknya GEL
terjadi. Contoh: gugus thiol molekul cystein-120 dari jenis
-lactoglobulin dengan mudah terbuka karena proses pemanasan. Hal
ini memungkinkan terjadinya interaksi protein-protein dari tipe
ikatan SH/S-S dan sifat hidrofobik dari protein kedele komersial
meningkat akibat pemanasan, karena molekul 11 S terdissosiasi
menjadi sub-unit-sub-unit.
Interaksi Protein dengan LemakDalam makanan, interaksi
protein-lemak sering dijumpai pada sistem emulsi.Adanya lemak dapat
berfungsi melindungi protein dari denaturasi akibatpanas. Sifat
Fungsional ProteinSifat fungsional lain :Sifat mengemulsi,
membentuk gel, dan membentuk buih.Dalam sistem emulsi dan buih yang
distabilkan oleh protein terjadi karenaprotein memiliki gugus
hidrofobik dan hidrofilik.Faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pembentukan gel :panas, pH, kekuatan ion, dan konsentrasi
protein.
2. Interaksi Makro dan Mikro Interaksi Serat dengan Mineral
Ketersedian biologik mineral banyak dipengaruhi oleh bahan bahan
non mineral di dalam makanan. Asam fitrat dalam serat kacang-
kacangan dan serelia serta asam oksalat dalam bayam mengikat
mineral- mineral tertentu sehingga tidak dapat diabsorpsi . Makanan
tinggi serat ( lebih dari 35 gram sehari ) menghambat absorpsi
kalsium, zat besi, seng dan magnesium. Interaksi Protein dengan
MineralInteraksi ini didasarkan pada adanya sifat hidrofilik
protein. Sifat ini timbul oleh adanya rantai sisi polar di
sepanjang rantai peptida, yaitu gugus karboksil dan amino. Molekul
protein mempunyai beberapa gugus yang mengandung atom N atau O yang
tidak berpasangan. Atom N pada rantai peptida bermuatan negatif
sehingga mampu menarik atom H dari air yang bermuatan positif.
Molekul air yang telah terikat tersebut dapat berikatan dengan
molekul air yang lain, karena memiliki sebuah atom O dengan
elektron yang tidak berpasangan (Damodaran and Paraf, 1997).
Protein akan mengalami perubahan muatan pada pH diatas dan dibawah
titik isoelektriknya. Pada pH di bawah titik isoelektrik muatan
positifnya lebih besar, sedangkan diatas titik isolektrik muatan
negatifnya lebih besar. Perubahan muatan menyebabkan menurunnya
daya tarik menarik antara molekul protein sehingga melekul lebih
mudah terurai. Semakin jauh perbedaannya dari titik isoelektrik
maka kelarutan protein semakin meningkat (Mangino, 1994).
Penyerapan air oleh protein berkaitan dengan adanya gugus-gugus
polar rantai samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil,
dan sulfhidril yang menyebabkan protein bersifat hidrofilik dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan air. Perbedaan jumlah dan tipe
gugus-gugus polar tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan protein
dalam menyerap air (Kilara, 1994). Interaksi Protein dengan
VitaminVitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah
sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari
jaringan ikat, tulang-tulang rawan, dentin, lapisan endotelium
pembuluh darah dan lain-lain. Kekurangan asupan vitamin C dapat
menyebabkan skorbut (scurvy). Dalam kasus-kasus skorbut spontan,
biasanya terjadi gigi mudah tanggal, gingivitis, dan anemia, yang
mungkin disebabkan oleh adanya fungsi spesifik asam askorbat dalam
sintesis hemoglobin. Skorbut dikaitkan dengan gangguan sintesis
kolagen yang manifestasinya berupa luka yang sulit sembuh, gangguan
pembentukan gigi, dan robeknya kapiler (Tjokronegoro, 1985).Vitamin
C mudah diabsorpsi secara aktif, tubuh dapat menyimpan hingga 1500
mg vitamin C bila dikonsumsi mencapai 100 mg sehari. Jumlah ini
dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan. Tanda-tanda
skorbut akan terjadi bila persediaan di dalam tubuh tinggal 300 mg.
Konsumsi melebihi taraf kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin
(Almatsier, 2001).
Kolagen adalah protein utama jaringan ikat dan mempunyai
struktur heliks-rangkap tiga. Pada stukturnya terdapat asam amino
yang kurang terkenal (jarang ditemukan) yaitu 4-hidroksi prolin.
Studi menggunakan pelacak radioaktif menunjukkan bahwa prolin pada
sisi amino residu-residu glisin menjadi terhidroksilasi pada rantai
kolagen. Atom oksigen dari O2 terikat pada dengan C-4 prolin, atom
oksigen sisanya diambil oleh alfa-ketoglutarat yang dikonversi
menjadi suksinat.
Reaksi kompleks di atas dikatalisis oleh enzim prolil
hidroksilase (suatu dioksigenase). Reaksi dibantu oleh ion Fe2+
yang terikat kuat sekali dan berperan untuk mengaktifkan oksigen.
Enzim ini juga mengkonversi alfa-ketogultarat menjadi suksinat
tanpa hidroksilasi prolin. Pada sebagian reaksi ini, terbentuk
kompleks Fe3+-O- dan bersifat meng-inaktifkan enzim.
Gangguan hidroksilasi begitu penting dalam struktur kolagen.
Menurut penelitian in vitro, kolagen yang disintesis tanpa askorbat
mempunyai suhu leleh lebih rendah daripada protein normal. Studi
tentang stabilitas suhu polipeptida sintetik sangat informatif. Tm
heliks rangkap tiga (Pro-Pro-Gli) adalah 24 derajat, sedangkan
heliks rangkap tiga (Pro-Hyp-Gli) adalah 58 derajat (Hyp =
hidroksiprolin). Ini terjadi karena hidroksiprolin menstabilkan
heliks rangkap tiga kolagen dengan pembentukanikatan hidrogenantar
untai. Serat-serat abnormal yang terbentuk oleh ketidakcukupan
kolagen terhidroksilasi turut menyebabkan kelainan kulit dan
menambah fragilitas pembuluh darah yang dijumpai pada skorbut.
Interaksi Protein dengan Air Interaksi ini didasarkan pada
adanya sifat hidrofilik protein. Sifat ini timbul oleh adanya
rantai sisi polar di sepanjang rantai peptida, yaitu gugus
karboksil dan amino. Molekul protein mempunyai beberapa gugus yang
mengandung atom N atau O yang tidak berpasangan. Atom N pada rantai
peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom H dari air
yang bermuatan positif. Molekul air yang telah terikat tersebut
dapat berikatan dengan molekul air yang lain, karena memiliki
sebuah atom O dengan elektron yang tidak berpasangan (Damodaran and
Paraf, 1997). Protein akan mengalami perubahan muatan pada pH
diatas dan dibawah titik isoelektriknya. Pada pH di bawah titik
isoelektrik muatan positifnya lebih besar, sedangkan diatas titik
isolektrik muatan negatifnya lebih besar. Perubahan muatan
menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antara molekul protein
sehingga melekul lebih mudah terurai. Semakin jauh perbedaannya
dari titik isoelektrik maka kelarutan protein semakin meningkat
(Mangino, 1994). Penyerapan air oleh protein berkaitan dengan
adanya gugus-gugus polar rantai samping seperti karbonil,
hidroksil, amino, karboksil, dan sulfhidril yang menyebabkan
protein bersifat hidrofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
air. Perbedaan jumlah dan tipe gugus-gugus polar tersebut
menyebabkan perbedaan kemampuan protein dalam menyerap air (Kilara,
1994). Interaksi Lemak dengan mineralPerbandingan zink dengan
kuprum (Zn:Cu) tinggi akan meningkatkan risiko kena penyakit
kardiovaskuler hal ini dikaitkan dengan semakin tinggi kolesterol,
hipertensi dan HDL-kolesterol (hight density lipoprotein) menjadi
rendah. Kebutuhan akan zink adalah 15 mg/hari. Kadar kuprum menurun
dalam plasma akan menyebabkan hiperkolesterol dan gangguan fungsi
jantung, kebutuhan kuprum dalam sehari 2-3 mg/hari. Kebutuhan krom
erat kaitannya dengan metabolisme karbohidrat, kadar krom tercukupi
akan menyebabkan kerja insulin meningkat dan menurunkan risiko
penyakit kardiovaskuler, total kolesterol menurun serta
meningkatkan HDL-kolesterol. Kebutuhan Cr 50-200 mg/hari. Kebutuhan
mangan 2,5 mg/hari, jika kebutuhan mangan tercukupi, juga akan
meningkatkan kerja insulin dan memperbaiki kadar gula dalam darah,
serta meningkatkan HDL-kolesterol.Peranan kalsium untuk menurunkan
berat badan dan kolesterol telah terungkap secara empiris, walaupun
sebagai fungsi utama kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang
dan gigi. Perkembangan pengetahuan ini juga membawa dilema
(antagonistik) efek kalsium terhadap peningkatan risiko
aterosklerosis. Konsumsi kalsium yang cukup dalam diet harian
dianjurkan untuk menurunkan berat badan dan menurunkan sintesis
lemak dan mencegah hiperkolesterol. Hasil studi longitudinal pada
wanita menunjukkan IMT (indeks massa tubuh) menurun dengan
peningkatan konsumsi kalsium. IMT adalah perbandingan berat badan
(kg) dengan tinggi badan (meter) pangkat dua. Konsumsi kalsium
dengan protein (rasio 1:20) akan menurunkan berat badan 1 kg/tahun.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa orang yang
kegemukan (obesitas) akan dapat menurunkan berat badan dengan
tingkat keberhasilan 60-80 persen jika konsumsi kalsium sesuai
anjuran.Mekanisme kerja kalsium berhubungan dengan peran
intraseluler kalsium dalam metabolisme pada jaringan adiposit ,
Peningkatan konsumsi kalsium dalam bahan pangan akan menurunkan
konsentrasi 1,25-dehidroksi vitamin D (1,25 (OH2) D). Hasilnya akan
menyebabkan penurunan pengaturan transfer kalsium ke adiposit dan
pankreas. Dalam adiposit penurunan konsentrasi kalsium intraseluler
akan menurunkan sintesa asam lemak, penurunan proses lipogenesis
(pembentukan lemak), dan peningkatan lipolisis (pemecahan
lemak).Dalam sel pankreas, penurunan konsentrasi kalsium dalam
intraseluler akan menurunkan produksi insulin yang akan berpengaruh
terhadap penurunan lipogenesis dan peningkatan lipolisis dalam
adiposit. Kombinasi kedua ini berperan dalam penurunan simpanan
lemak dalam jaringan adiposit (Onge, 2005). Interaksi Senyawa
Flavor dengan Karbohidrat Senyawa flavor merupakan senyawa yang
dapat memberikan aroma pada pangan. Ciri utama senyawa flavor
adalah bersifat volatil. Suatu senyawa akan bersifat volatil jika
mempunyai berat molekul (BM) kurang dari 294.1. Senyawa flavor
berada pada suatu matriks pangan yang beraneka ragam jenisnya.
Jenis matriks pangan akan mempengaruhi tingkat pelepasan dari
senyawa flavor tersebut (flavor release). Hal ini karena senyawa
flavor dapat berinteraksi dengan karbohidrat, protein dan lemak
yang umumnya berada pada pangan. Polaritas senyawa flavor pada
umumnya rendah. Hal ini akan mempengaruhi interaksi antara senyawa
flavor dengan karbohidrat, protein dan lemak.Karbohidrat dapat
berupa pati dan gula sederhana. Interaksi dari setiap jenis
karbohidrat tersebut dengan senyawa flavor berbeda-beda. Hal ini
karena setiap jenis karbohidrat mempunyai struktur yang berbeda.
Gula sederhana seperti monosakarida dan disakarida banyak digunakan
sebagai carrier senyawa flavor karena gula sederhana dalam sistem
aqueous dapat meningkatkan volatilitas dari senyawa flavor. Semakin
tinggi konsentrasi gula sederhana maka nilai koefisien partisi juga
akan semakin meningkat. Pati dapat berupa amilosa dan amilopektin.
Amilosa dapat membentuk struktur single helix, sedangkan
amilopektin dapat membentuk struktur double helix. Kedua struktur
tersebut dapat meng-entrap senyawa flavor. Hal ini karena bagian
dalam dari struktur helix tersebut cenderung bersifat nonpolar.
Hasil hidrolisis pati dapat berupa dextrin dan maltodextrin.
Senyawa-senyawa tersebut kehilangan sifat pengikatan (entrapped)
terhadap senyawa flavor karena struktur helix-nya sudah tidak ada.
Siklodektrin merupakan dextrin yang bersifat siklik yang banyak
digunakan untuk enkapsulasi senyawa flavor. Interaksi Senyawa
Flavor dengan LemakTrigliserida merupakan senyawa yang tersusun
dari 3 asam lemak dan gliserol. Trigliserida atau lemak mempunyai
sifat nonpolar sehingga dapat mengikat senyawa flavor yang umumnya
bersifat nonpolar. Adanya lemak akan menurunkan tingkat pelepasan
flavor (flavour release), sehingga makanan yang mempunyai kadar
lemak tinggi umumnya mempunyai odour threshold yang tinggi
dibandingkan makanan dalam sistem aques.3. Interaksi Mikro dan
Mikro a. Interaksi Vitamin dan VitaminVitamin A berinteraksi dengan
kedua Vitamin E dan K. pembelahan -karoten menjadi Vitamin E.
Retina memerlukan Vitamin E adalah probablr diperlukan untuk
melindungi substrat dan produk dari oksidasi, namun dosis besar 10
kali RDA Vitamin E menghambat -karoten penyerapan retinol konversi
ke dalam usus. Kelebihan Vitamin A juga muncul mengganggu
penyerapan Vitamin K. Status protein Vitamin A juga mempengaruhi
status dan transportasi. Aktivitas enzim yang memotong caretenoid
dioxigenase -karoten tertekan oleh asupan protein yang memadai.
Keseluruhan Vitamin A metabolisme berkaitan erat dengan status
protein karena transportasi dan penggunaan vitamin tergantung dari
beberapa Vitamin A-binding protein disintesis dalam tubuh. Sebuah
defesiency seng mengganggu dengan vitamin A metabolisme. Efeknya
muncul untuk beroperasi pada dua tingkatan. Pertama, pengurangan
umum dalam pertumbuhan disertai oleh penurunan asupan makanan dan
penurunan sintesis protein plasma, particularlt RBP, yang dibuat
dalam hati. Jadi dengan seng defeciency ada penurunan hepatik
mebilization dari bentuk retinol penyimpanan sebagai retinyl ester.
Aktivitas enzim retinyl ester hidrolase, yang melepaskan bentuk
penyimpanan vitamin bentuk, dapat dihambat oleh kurangnya seng atau
mungkin oleh vitamin E. di jaringan perifer, alkohol dehidrogenase,
yang percakapan retinol ke retina, juga tergantung pada seng.
Status besi juga interellated dengan vitamin A. vitamin A
defeciency dapat mengakibatkan anemia microcytic. Vitamin A
suplemen pada gilirannya memperbaiki anemia dengan indeks absorved
peningkatan metabolisme besi atau penyimpanan atau dapat
mempengaruhi diferensiasi sel darah merah.Vitamin A dan E yang
larut dalam lemak diketahui memusuhi vitamin K. Kelebihan vitamin A
muncul untuk mengganggu penyerapan vitamin K. Efek yang
antagonistik (tokofeni) pada vitamin K bagaimanapun belum dapat
dijelaskan, tetapi diperkirakan mempengaruhi penyerapan, fungsi dan
atau metabolisme. Vitamin E atau quinone (Tokoneril quinon) dapat
menghalangi generasi pembentukan vitamin K dan /atau dapat
mempengaruhi pembentukan protrombin dengan cara lain. Vitamin E
bisa juga memberikan dampak penyerapan vitamin K. Kemungkinan
keterkaitan Vitamin K dan D dan A disarankan didasarkan pada
hubungan mereka dengan mineral kalsium vitamin D berdampak pada
fungsi metabolisme kalsium, dan protein vitamin K. Pembantu
mengikat kalsium. Tergantung vitamin k. protein pengikat kalsium
telah atau penelitian KGP lebih jauh diperlukan untuk lebih
mencirikan hubungan.Intake tinggi vitamin E dapat mengganggu fungsi
wuth yang lain vitamin yang larut dalam lemak. Pada dosis melebihi
1 g/hari, vitamin E telah terbukti bertentangan dengan aksi vitamin
K dan untuk anhance efek obat antikoagulan coumarin lisan. Vitamin
E atau quinone dapat menghalangi oksidasi vitamin K dan mungkin
efek pembentukan prothrombin. Vitamin E bisa juga dampak penyerapan
vitamin K. Masalah dengan melibatkan mineralisasi tulang vitamin D
telah dilaporkan pada hewan yang diberikan dosis tinggi vitamin E.
Hubungan lain adalah antara vitamin E dan vitamin A. Dalam
kekurangan vitamin A, vitamin E adalah menurunkan tingkat di mana
vitamin A adalah habis dari liver.Although mekanisme interaksi ini
adalah kontroversial, itu tampaknya unrealeted ke pencegahan
peroxidation lipid. Pembelahan beta karoten ke dalam retina juga
memerlukan vitamin E. Vitamin E mungkin diperlukan untuk melindungi
substrat dan produk dari oksidasi, namun dosis besar (10 kali RDA)
vitamin E bisa menghambat penyerapan beta karoten atau konservasi
untuk retinol dalam usus . Hubungan antara vitamin E dan diet
khususnya PUFA adalah kuat karena kebutuhan untuk vitamin meningkat
atau berkurang sebagai asupan PUFA dietayi naik atau turun.
Beberapa peneliti percaya bahwa tingkat diet PUFA perlu ditentukan
untuk vitamin E minimal persyaratan yang akan ditentukan. b.
Interaksi Vitamin dan Mineral Vitamin C meningkatkan absorpsi besi
bila dimakan pada waktu yang bersamaan. Vitamin D kalsiterol juga
akan meningkatkan absorpsi kalsium. Banyak vitamin yang membutuhkan
mineral untuk melakukan peranannya dalam metabolisme. Seperti
koenzim tiamin membutuhkan magnesium untuk berfungsi secara
efisien.Secara teori, terdapat 2 mekanisme yang sering digunakan
untuk menjelaskan hubungan atau interaksi antara zink dan vitamin
A. Mekanisme pertama adalah zink berperan dalam memediasi
transportasi vitamin A melalui sebuah protein yang disebut dengan
RBP (Retinol Binding Protein). Defisiensi zink dapat menyebabkan
penurunan sintesis dari RBP di hati yang berdampak pada penurunan
konsentrasi RBP dalam plasma. Mekanisme kedua adalah zink merupakan
salah satu komponen dalam enzim zink dependent retinol
dehydro-genase yang berperan dalam perubahan retinol menjadi
retinal (retinaldehyde).Vitamin D membantu tubuh anda untuk
menyerap kalsium. Menggunakan supplement kalsium bersama dengan
calcipotriene (Dovonex) mungkin menyebabkan tubuh terlalu banyak
menyerap kalsium. Kadar vitamin D seseorang sangat dipengaruhi oleh
kalsium, phosphor, dan faktor pertumbuhan fibroblast. Kadarnya akan
menjadi menurun akibat umpan balik negative dari paratiroid
hormone. Vitamin D aktif berperan dalam meningkatkan absorsi
kalsium di usus melalui interaksi kalsium dengan reseptor vitamin D
diusus. Kalsium dibutuhkan untuk membuat osteoclast menjadi matang
yang berperan dalam mempertahankan kadar calsium dan phosphor dalam
sirkulasi darah dan memberi calsium beserta phosphor untuk
mineralisasi pembentukan tulang. Peran lain vitamin D dalam
mencegah kanker usus adalah melalui perannya membuat pasase usus
lancer sehingga menghindari adanya kontak lama antara zat-zat yang
diasup tidak sehat dengan usus. Seseorang dikatakan kurang vitamin
bila kadar Vitamin D (25 hidroksi vitaminD) didalam darah kurang
dari 20 ng permililiter. Seseorang akan berisiko intoksikasi
(keracunan) bila kadar 25 dehidroksivitamin D besar 150 ng
permililiter. Sediaan Vitamin D yang dijual biasanya didapat dari
hasil ultraviolet iradiasi terhadap esgosterol dari jamur yang
dikemas dengan vitamin D2, sedangkan vitamin D 3 didapat dari hasil
iradiasi ultraviolet 7 dehidrocholesterol dari lanolin. Vitamin D
diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Vitamin D ini
diperlukan untuk membantu penyerapan kalsium di usus yang
dibutuhkan untuk proses pertumbuhan tulang. Untuk menjaga dan
mempertahankan pertumbuhan tulang selain vitamin D juga diperlukan
kalsium serta kegiatan fisik yang teratur. Kekurangan vitamin D
akan mengganggu pertumbuhan tulang pada anak, seperti penyakit
Rickets dan osteoporosis pada dewasanya.Beberapa mineral juga
sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan terutama kalsium.
Seperti diketahui 25% dari tulang adalah senyawa kalsium. Kalsium
dibutuhkan tidak secara tersendiri karena penyerapannya melibatkan
vitamin D, protein, natrium, dan lain-lain. asupan kalsium ini
sangat bervariasi tergantung dari ras, individu, kebiasaan makan,
dan lain-lain. Jadi, perlu untuk mengetahui kebutuhan yang
direkomendasikan.c. Interaksi Antar MineralKalsium dan magnesium
adakalanya bekerja antagonis akan tetapi kadang-kadang dapat saling
menggantikan. Pemberian kalsium dapat menghilangkan depresi
pernafasan akibat magnesium, tetapi kedua mineral tersebut dapat
menghilangkan gejala tetani.Untuk flourida dan kalsium membentuk
suatu perenyawaan yang membantu menstabilkan mineral dalam tulang
dan gigi serta mencegah kerusakan pada gigi. Mineral lainnya,
seperti arsen, krom, kobalt, nikel, silicon dan vanadium, yang
mungkin sangat diperlukan oleh hewan, dan tidak dibutuhkan oleh
manusia. Seluruh mineral ini beracun apabila dikonsumsi dalam
jumlah banyak dan beberapa mineral (arsen, nikel dan krom) telah
diidentifikasi sebagai penyebab kanker.1) Interaksi Zat Besi, Asam
Folat dan SengStatus dan manipulasi terhadap satu atau lebih zat
gizimikro dalam tubuh akan mempengaruhi metabolism zat gizimikro
lainnya (Watts, 1997). Zat gizimikro yang mungkin berinteraksi
dengan besi dalam fungsinya pada sintesis hemoglobin cukup banyak
antara lain adalah asam folat, vitamin B12, vitamin A, vitamin C,
seng dan tembaga (Ronnenberg, 2000). Interaksi besi dan folat
adalah peranan folat pada metabolism asam nukleat. Pada defisiensi
folat akan menyebabkan gangguan pematangan inti eritrosit yang pada
gilirannya akan menyebabkan gangguan dalam replikasi DNA dan proses
pembelahan sel. Keadaan ini akan mempengaruhi kinerja sel tubuh
termasuk sel yang berperan dalam sintesis hemoglobin (Mc Laren,
2002).Defisiensi folat akan menyebabkan gangguan metabolism DNA dan
bila berkelanjutan akan menyebabkan kerusakan DNA dan gangguan
ekspresi gen (Choi, 2000). Dari sisi pandang eritopoisis,
defisiensi folat akan menyebabkan gangguan pematangan eritrosit,
yang menyebabkan munculnya sel darah merah dengan bentuk dan ukuran
yang abnormal. Kondisi ini disebut anemia megaloblastik. Keadaan
ini akan mempengaruhi kinerja seluruh sel tubuh termasuk sel yang
berperan dalam pembentukan hemoglobin. Biasanya defisiensi folat
seiring dengan defisiensi besi. Pada populasi defisiensi besi
rendah maka prevalensi defisiensi folat juga rendah (Monge,
2001).Peranan asam folat dalam proses sintesis nukleo protein
merupakan kunci pembentukan dan produksi butir-butir darah merah
normal dalam susunan tulang. Kerja asam folat tersebut banyak
berhubungan dengan kerja dari vitamin B12 (Winarno, 1997). Folat
diperlukan dalam berbagai reaksi biokimia dalam tubuh yang
melibatkan pemindahan satu unit karbon dalam interkonversi asam
amino misalnya konversi homosistein menjadi metionin da serin
menjadi glisin atau pada sintesis prekusor DNA purin (Hoffbrand,
2005).Asam folat berperan sebagai koenzim dalam transportasi
pecahan-pecahan karbon tunggal dalam metabolisme asam amino dan
sintesis asam nukleat. Bentuk koenzim ini adalah tetrahidrofolat
(THF) atau asam tetrahidrofolat (THFA) THFA beperan dalam sintesis
purin-purin guanin dan adenin serta pirimidin timin, yaitu senyawa
yang digunakan dalam pembentukan DNA dan RNA. THFA berperan dalam
saling mengubah antara serin dan glisin, oksidasi glisin, metilasi
hemosistein menjadi metionin dengan vitamin B12 sebagai kofaktor
dan metilasi prekusor etanolamin menjadi vitamin kolin. Asam folat
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih
dalam sumsum tulang dan untuk pendewasaannya. Asam folat berperan
sebagai pembawa karbon tunggal dalam pembentukan hem. Vitamin B12
diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan dalam
fungsi normal metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran
cerna, sumsum tulang, dan jaringan saraf (Almatsier, 2008).Seng
merupakan trace element yang paling banyak terdapat dalam tubuh
manusia selain besi. Interaksi antara seng dan besi telah
dibuktikan oleh sejumlah penelitian pada hewan percobaan dan
manusia. Besi menghambat absorpsi Zn manakala keduanya diberikan
dalam bentuk anorganik (Lonnerdal, 1998).Interaksi Zn dengan besi
pertama kali terjadi di usus. Zn berkompetisi dengan besi untuk
dapat diserap di usus. Bila Zn lebih banyak jumlahnya maka Zn akan
diserap lebih banyak dibanding Fe. Setelah diserap di usus, besi
dan Zn akan dibawa oleh transferin ke darah, jaringan, hati, dan
sebagainya. Dalam keadaan normal transferin akan membawa besi
kurang dari 50%. Pada kasus kelebihan besi, transferin akan
mengikat lebih dari 50% besi yang akan mengakibatkan tempat ikatan
untuk Zn tinggal sedikit, sehingga Zn tidak bisa dibawa oleh
transferin. Disamping itu asupan berlebihan salah satu atau
kombinasi trace element dapat menimbulkan defisiensi besi dan
akhirnya anemia (Watts, 1997).Pemberian Zn dalam jangka lama dapat
menyebabkan defisiensi tembaga, dimana tembaga mempengaruhi
aktivitas peroksidase yang akan menghambat eritropoesis dan
akhirnya menimbulkan anemia (Lonnerdal, 1998). Jika status Zn
rendah, sintesa dari RBP (Retinol Binding Protein)
terganggu/berkurang. RBP ini berfungsi membawa vitamin A dari
cadangan ke jaringan yang membutuhkan. Selain itu, Zn merupakan
co-factor dari enzim asam amino levulinic dehidratase untuk
sintesis transferin. Transferin berfungsi untuk membawa besi yang
berasal dari makanan yang diserap usus, dibawa oleh darah kemudian
didistribusikan ke sum-sum tulang dan jaringan yang membutuhkan.
Interaksi antara besi dan seng berlangsung secara tidak langsung,
peran seng dalam sintesi protein transferin yaitu protein
pengangkut besi, serta karena defisiensi seng juga menurunkan
sistem kekebalan dan dapat mengganggu metabolism besi (Nixon,
2000). Pemberian besi dalam bentuk anorganik akan menurunkan
konsentrasi Zn serum (OBrien, 1999). Pemberian Zn dalam bentuk
anorganik akan menurunkan konsentrasi serum feritin. Zn dalam
bentuk senyawa anorganik dapat menghambat penyerapan besi dalam
bentuk senyawa anorganik (Yadrick, 1989). Pemberian Zn dalam bentuk
anorganik dan Fe dalam bentuk organik nyata tidak mempengaruhi
penyerapan Zn. Begitu sebaliknya, pemberian Zn dalam bentuk organik
dan Fe dalam bentuk anorganik nyata tidak mempengaruhi penyerapan
Zn (Solomons, 1981). Adanya ligan dalam makanan penyerapan Zn tidak
dipengaruhi oleh konsentrasi besi. Besi dan Zn tidak berkompetisi
untuk mendapatkan tempat ikatan transferin pada permukaan usus,
karena Zn diserap kemudian diikat oleh albumin (Lonnerdal, 1998).2)
Interaksi Yodium dengan Zat Gizi Lain Selenium Ketersediaan
selenium yang kurang pada tanah diduga juga mengandung rendah
yodium pada tanah yang sama. Untuk sementara interaksi antara
yodium dan selenium dalam proses penyerapan belum ada. Kalaupun ada
interkasi ini sangat kompleks dan terkait dengan fungsi fungsi
selenium dalam selenoprotein. Pada binatang percobaan ditemukan
bahwa kurang selenium meningkatkan kadar T3 di jantung, sehingga
dapat menimbulkan peningkatan denyut jantung dan palpasi.
Selenoprotein yang juga terlibat dalam interaksi metabolisme yodium
ialah iodotyronine deiodinase yang berfingsi merubah thyroxine (T4)
menjadi bentuk aktif dari hormon thyroid triiodothyronine (T3)
(Satoto, 2001).. Enzym tersebut merupakan selenium-dependent
enzymes selain merupakan katalisator utama dalam perubahan thyroxin
(T4) menjadi triiodotyronine (T3) juga merupakan katalisator yang
merubah dari T3 menjadi T2 untuk mempertahankan level T3. Selain
itu, salah satu contoh dari selenoprotein yang berhunbungan dengan
metabolisme yodium adalah glutathione peroxidase, berfungsi sebagai
antioksidan utama dalam tubuh manusia dan binatang (Satoto, 2001).
Dengan adanya gambaran diatas, jelas bahwa akibat dari kekurangan
selenium asupan T3 dalam sel tubuh juga menurun. Thiosianat
Tiosiant dikenal sebagai zat goitrogenik yaitu zat yang dapat
menghambat transport aktif yodium dalam kelenjar tiroid dan yang
paling potential dari zat goitrogenik yang lain. Menurut Bourdoux
(1993) dalam Thaha (2001), thyocianat adalah komponen yang utama
pada kelompok zat goitrogenik yang dapat mewakili asupan kelompok
goitrogenik melalui makanan. Delanggu dalam Thaha (2001) melaporkan
bahwa disuatu populasi bila perbandingan antara eksresi yodium dan
tiosianat dalam urin (ug/g) kurang dari 3, maka daerah tempat
populasi itu berada mempunyai resiko yang potensial untuk
terjadinya gondok endemik. Makin kecil perbandingan antara eksresi
yodium dan thyiosinat dalam urin maka semakin tinggi tingkat
endemisitasnya. Namun demikian, menurut Larsen dan Ingbar dalam
Thaha (2001), hambatan oleh pengaruh tiosinat hanya efektif bila
konsentrasi yodium plasma normal atau rendah.Penelitian di Pulau
Seram Barat, Seram Utara dan pulau Banda menunjukkan adanya
perbedaan ekresi thyocianat yang bermakna antara daerah endemik
GAKY dan daerah non-endemik GAKY yang mana kandungan thyosianat
tinggi pada daerah kontrol dibandingkan daerah kasus. Hal ini
bertentangan dengan dugaan bahwa kandungan thiosinat yang tinggi
akan dijumpai pada daerah gondok endemik. Data dari P. Buru
menujukkan nilai eksresi tiosianat yang paling tinggi dibanding
dengan tiga daerah lain sehingga menyebabkan tingginya nilai
tiosinanat di urin pada kelompok kpontrol. Akan tetapi rasio
eksresi yodium dan eksresi tiosinat pada urin daerah yang endemik
menunjukkan lebih kecil dari pada daerah yang non endemik (Thaha,
2001) yang menandakan bahwa ratio yang semakin kecil menghasilkan
resiko yang semakin besar terhadap gondok endemik. Besi Besi adalah
mineral yang paling banyak dipelajari dan diketahui oleh para ahli
gizi dan kedokteran di dunia. Penemuan terakhir membuktikan bahwa
kekurangan besi dapat menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid
dalam tubuh manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Zimmermann dkk
(2000) yang membagi kelompok anak anak yang menderita kekurangan
yodium menjadi dua, yaitu anak yang menderita anak yang kekurangan
iodine saja dan anak yang menderita kekurangan iodine dan besi.
Pada kelompok pertama dan kedua, semua anak diberi 200 mg oral
iodine dalam minyak. TSH (thyroid Stimulation Hormon, IU (iodine
concentration), T4, dan volume kelenjar thyroid diambil pada awal
dan minggu ke 1,5,10, 15 dan 30 minggu sesudah pemebrian. Sesudah
30 minggu pemberian iodine, bagi kelompok yang anaemia karena
kekurangan besi diberikan tablet besi (ferrous sulphate) 60 mg
secara oral 4 kali perminggu selama 12 minggu. Hasilnya menunjukkan
bahwa pada minggu ke 30 setelah pemberian iodine kedua kelompok,
terjadi penurunan volume rata-rata tiroid menurun dibandingkan
dengan awal sebelum dilakukan pemberian iodine, masing masing 45.1%
dan 21.8 % (p