Top Banner
ii
134

Makalah Gangguan Pencernaan Dan Perkemihan Pada Lansia

Nov 11, 2015

Download

Documents

JA VU

Makalah Gangguan Pencernaan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis, serta perubahan kondisi sosial. Inkontinensia urin merupakan salah satu kondisi umum yang terjadi pada lansia yang disebabkan karena faktor degeneratif, maupun lainnya, yang mengenai setidaknya 14 % wanita berumur di atas 30 tahun. Selain itu, masalah pada sistem pencernaan juga tak jarang ditemui pada lansia, salah satunya adalah konstipasi. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan konstipasi.Inkontinensia urine pada populasi lansia merupakan masalah serius. Definisi paling sederhana inkontinensia urine yaitu berkemih nonvolunter, ketika tekanan di dalam kandung kemih lebih besar dari resistansi uretra. Sedangkan Konstipasi adalah kondisi sulit atau jarang untuk defekasi. Konstipasi merupakan keluhan paling sering dalam praktik klinis. Inkontinensia urin maupun konstipasi yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang merugikan pada pasien, seperti gangguan

nyamanan akibat nyeri, kecemasan maupun menimbulkan rasa rendah diri pada pasien.1.2 Rumusan MasalahBagaimana Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Inkontinensia urine dan Konstipasi ?1.2 Tujuan Penulis

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk menjelaskan Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan SistemPerkemihan dan Pencernaan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan konsep inkontinensia urin pada lansia.

2. Menjelaskan konsep konstipasi pada lansia.1.3 Manfaat

1.3.1. Mahasiswa dapat memahami Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Sistem Perkemihan dan Pencernaan.dengan Gangguan SistemPerkemihan dan Pencernaan.

1.3.2. Mahasiswa dapat memahami konsep pada gangguan sistem perkemihan dan pencernaan.

1.3.3. Mahasiswa dapat memahami konsep inkontinensia urin pada lansia.

1.3.4. Mahasiswa dapat memahami konsep konsep konstipasi pada lansia.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gerontik

2.1.1 Definisi LansiaUsia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada kehidupan manusia. Sedangkan menurut Paal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjuut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara. 2008)Menurut UU No.4 tahun 1945, lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008)2.1.2 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008):1. Prelansia (prasenelis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia risiko tinggi4. Seseorang yang berusia 70 yahun atau lebih / seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes. RI, 2003).

5. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes. RI, 2003)

6. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.2.1.3 Karakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat (1999) dalam kutipan Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008, lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :1. Berusiah lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang Kesehatan)

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondidi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.1.4 Batasan Umur Lansia

Berikut adalah batasna-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat berbagai ahli yang dikutip dari Nugroho (2000) dalam Buku (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009)1. Menurut Undang-undang Nomor 13 1998 dalam Bab 1 Ayat 2 yang berbunyi Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 9enam puluh) tahun ke ats.

2. Menurut WHO (World health Organization)a. Usia pertengahan (middle age)

: 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly)

: 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old)

: 75-90 tahund. Usia sangat tua (very old)

: diatas 90 tahun3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)

Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa.kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut :

a. Pertama (fase iuventus)

: 25-40 tahun

b. Kedua (fase virilitas)

: 40-55 tahun

c. Ketiga (fase presenium)

: 55-65 tahun

d. Keempat (fase senium)

: 65 hingga tutup usia.Birren dan Jenner (1877) mengusulkan untuk membedakan usia antara usia biologis, psikologis, dan usia sosial. Usia biologis adalh usia yang merujuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya, berada dalam keadaan hidup, tidak mati. Usia psikologis adalah usia yang merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya. Sedangkan usia sosial adalah usia yang merujuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya. (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009)2.1.5 Perubahan Sistem Tubuh Lansia

1. Perubahan Fisika. Sel

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi protein di otak, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi. (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009)b. Sistem persarafan

Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik, hubungannya persarafan cepat menurun, lambat dalam merespons baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf pancaindera, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).c. Sistem pendengaran

Gangguan pada pendengaran (prsbiakusis), membran timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena penigkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).d. Sistem penglihatan

Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bole (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).e. Sistem kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensim, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).f. Sistem pengatuhan suhu tubuhSuhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis 35C, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).g. Sistem pernapasan

Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat. Menarik napas leih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dab kedalaman bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada artei menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuaran otot pernapasan (Efendi, Ferry, Makhfudli. 2009). h. Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan, esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, pristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplay aliran darah (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).i. Sistem genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun 50 %, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%m nilai ambang ginjal terhadap lukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria) melemah, kapasitasnya sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).j. Sistem endokrin

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta hormon kelamin seperti progesteron, esterogen, dan testosteron (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).

k. Sistem integumen

Kulit menjadi keruput akibat keilangan jaringan lemak, permukaan kasar dan bersisik, mrnurunnya respons terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dakam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).l. Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatannya (density) san semakin rapuh, kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).2. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).3. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami pensiun. Berikur ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa pensiun (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009):a. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang.

b. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya.

c. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.

d. Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awarness of mortality).2.1.6 Proses PenuaanProses penuaan terdiri atas teori-teori tentang penuaan, aspek biologis pada proses penuaan pada tingkat sel, proses penuaan menurut sistem tubuh, dan aspek psikologis pada proses penuaan ( Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008).

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses meghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Contasntinides,1994) dalam kutipan Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008.2.1.7 Teori-teori tentang penuaan

Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan. Teoriteori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial. (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008) :1. Teori Biologis

a. Teori jam genetikMenurut Hayflick (1965), teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula. b. Teori interaksi seluler

Vahwa sel-sel satu sama lain saling berinteraksi dan memengaruhi. Keadaan tubuh akan baik-baik saja selama sel masih berfungsi dengan baik, sebaliknnya bila terjadi kegagalan lambat laun akan mengalami degenerasi. c. Teori mutagenesis somatikKetika terjadi pembelahan sel (mitosis), akan terjadi mutasi spontan yang terus-menerus berlangsung dan akhirnya mengarah pada kematian sel.

d. Teori eror katastropBahwa eror akan terjadi pada struktur DNA, RNA, dan sintesis protein. Masing-masing eror akan saling menambah pada eror yang lainnya dan berakumulasi dalam eor yang bersifat katastrop.

e. Teori pemakaian dan keausanTeori biologis yang paling tua adalah teori pemakaian dan keausan (tear and wear), di mana tahun demi tahun hal ini berlangsung dan lama-kelamaan akan timbul deteriorasi.2. Teori Psikososial

a. Disengagement theoryKelompok teori ini dimulai dari Univercity of Chicago, yang menyatakan bahwa individu dan masyarakat yang memasuki usia tua, individu mulai menarik diri dari masyarakat, sehingga memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas-aktiviitas yang berfokus pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini.

b. Teori aktivitasDasar teori ini adalah bahwa konsep diri seseorang bergantung pada aktivitasnya dalam berbagai peran. Apabila hal ini hilang, maka akan berdampak negatif terhadap kepuasan hidupnya.

c. Teori kontinuitasPentingnya hubungan antara kepribadian dengan kesuksesan hidup lansia. Walaupun kepribadian sudah terbentuk sebelum masa lansia, akan tetapi gambaran kepribadian bersifat dinamis dan berkembang secara kontinu. d. Teori subkulturDalam teori ini, dikatakan bahwa lansia sebagai kelompok yang memiliki norma, harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan tersendiri, sehingga dapat digolongkan selalku suatu subkultur.e. Teori stratifikasi usiaTeori ini yang dikemukakan oleh Riley (1972) yang menerangkan adanya saling ketergantungan antara usia dengan struktur sosial. Lansia dan mayoritas masyarakat sensntiasa saling memengaruhi dan selalu terjadi perubahan kohor maupun perubahan dalam masyarakat.

f. Teori penyesuaian individu dengan lingkunganTeori ini dikemukakan oleh Lawton (1982). Menurut teori ini, bahwa ada ubungan antara kompetensi individu dengan lingkungannya. Orang yang berfungsi pada level kompetensi yang rendah hanya mampu bertahan pada level tekanan lingkungan yang rendah pula, dan sebaliknya. 2.1.10 Pembinaan Kesehatan Lansia1. Tujuan

Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu keidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan ekstensinya dalam masyarakat (Depkes RI, 2003) dalam kutipan Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008.2. Sasaran

a. Sasaran langsung (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008).1) Kelompok pralansia (45-59 tahun)

2) Kelompok lansia (60 tahun ke atas)

3) Kelompok lansia dengan risiko tinggi (70 tahun ke atas)

b. Sasaran tidak langsung (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008).1) Keluarga di mana usia lanjut berada.

2) Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut.

3) Masyarakat.

3. Pedoman Pelaksanaan (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008).a. Bagi petugas kesehatan

1) Upaya promotif, yaitu upaya untuk menggairahkan semangat hidup para lansia agar merasa tertap dihargai dan berguna.

2) Upaya preventif, upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi dari penyakit yang diseban oleh proses penuaan.

3) Upaya kuratif, yaitu upaya pengobatan yang penanggulangannya perlu melibatkan multidisiplin ilmu kedokteran.

4) Upaya rehabilitatif, yaitu upaya untuk memulihkan fungsi organ tubuh yang telah menurun.

b. Bagi lansia itu sendiri

1) Untuk kelompok pralansia, membutuhkan informasi sebagai berikut :

a) Adanya proses penuaan.

b) Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala.

c) Pentingnya melakukan diet dengan menu seimbang.

d) Pentingnya meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.

2) Untuk kelompok lansia

a) Pemeriksaan kesehatan sevara berkala.b) Kegiatan olahraga.

c) Pola makan dengan menu seimbang.

d) Perlunya alat bantu sesuai dengan kebutuhan.

e) Pengembangan kegemaran sesuai dengan kemampuan.

3) Untuk kelompok lansia dengan risiko tinggi.a) Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi dan melakukan aktivitas, baik di dalam maupun di luar rumah.

b) Pemeriksaan kesehatan berkala.

c) Latihan kesegaran jasmani.

d) Pemakaian alat bantu sesuai kebutuhan.

e) Perawatan fisioterapi.

c. Bagi keluarga dan lingkungannya

1. Membantu mewujudkan peran serta kebahagiaan dan kesejahteraan lansia.

2. Usaha pencegahan dimulai dalam rumah tangga.

3. Membimbing dalam ketakwaan kepada Tuhan YME.

4. Menghargai dan kasih sayang terhadap lansia.

2.2 Konsep Gangguan Inkontinensia Urine Pada Lansia

2.2.1. Definisi

Inkontinensia urine pada populasi lansia merupakan masalah serius. Definisi paling sederhana inkontinensia urine yaitu berkemih nonvolunter, ketika tekanan di dalam kandung kemih lebih besar dari resistansi uretra. Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR) Guidline mendefinisikan inkontinensia urine sebagai pengeluaran urine involunter yang cukup menimbulkan masalah (Mass, L, Meridean, 2001).Inkontinensia urin menurut International Continence Society didefinisikan sebagai keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial dan higiene serta secara objektif tampak nyata. Inkontinensia urin dapat merupakan suatu gejala, tanda ataupun suatu kondisi. Kondisi ini bukan merupakan bagian yang normal dari proses penuaan, walaupun prevalensinya meningkat sejalan dengan peningkatan usia.

Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit sedikit (Potter dan Perry, 2005).

Menurut Hidayat (2006), inkontinensia urin merupakan ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Secara umum penyebab inkontinensia dapat berupa proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif.

Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus, risiko terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa rendah diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin (Hariyati, 2000).

Adapun tipe-tipe inkontinensia urin menurut Hidayat, 2006

1. Inkontinensia DoronganKeadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat setelah berkemih.

Inkontinensia dorongan ditandai dengan seringnya terjadi miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali) dan spame kandung kemih (Hidayat, 2006). Pasien Inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat menahan kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas kandung kemih belum terpenuhi.

2. Inkontinensia TotalKeadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab inkontinensia total antara lain: disfungsi neorologis, kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan, trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinalis, fistula, neuropati.

3. Inkontinensia StressStres Inkontinensia Urin (SUI) didefinisikan oleh Internasional Continence Society (ICS) adalah keluarnya urin tanpa disadari pada saat aktifitas atau saat bersin atau saat batuk. Inkontinensia stress terjadi disebabkan otot spingter uretra tidak dapat menahan keluarnya urin yang disebabkan meningkatnya tekanan di abdomen secara tiba-tiba. Peningkatan tekanan abdomen dapat terjadi sewaktu batuk, bersin, mengangkat benda yang berat, maupun tertawa.(Mass, L, Meridean, dkk. (2001)

4. Inkontinensia ReflexKeadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak dirasakan.

Inkontinensia tipe ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis). Inkontinensia refleks ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur

5. Inkontinensia Fungsionalkeadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Keadaan inkontinensia ini ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.

2.2.2 EpidemiologiInkontinensia urin merupakan salah satu kondisi umum yang mengenai setidaknya 14 % wanita berumur di atas 30 tahun. Studi epidemiologi pun telah dilakukan untuk mengukur besarnya populasi wanita dengan inkontinensia, dan untuk mendapatkan faktor risiko spesifik dari para penderita inkontinensia (B, Pribakti, 2011).

Meskipun inkontinensia dianggap merupakan konsekuensi normal dari proses penuaan dan persalinan, namun banyak faktor predisposisi lain yang penting. Hubungan antara prolaps genital dan inkontinensia urine juga perlu diingat, seperti juga perbedaan antara inkontiensi jaringan dan wanita yang inkonten (B, Pribakti, 2011).Inkontinensia urin adalah tahap akhir dari banyak proses patologik, dan penelitian akhir-akhir ini memfokuskan pada dua hal : diagnosis yang akurat dan penanganan selanjutnya. Acuan dari semua panelitian ini adalah klasifikasi umum dari disfungsi saluran kemmih bagian bawah yang distandarisasi oleh Komite International Continence Society (ICS) (B, Pribakti, 2011).2.2.3 Etiologi

Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. (Darmojo, 2009). Penyebab utama Inkontinensia urin dapat terdaftar sebagai berikut :1. GSI (Genuine stress incontinence)

GSI adalah diagnosis yang dibuat oleh penilaian urodinamik. GSI didefinisikan sebagai pengeluaran urin yang tidak disadari ketika tekanan intra vesikalis melebihi tekanan penutupan uretra maksimal, dan tidak ada aktivitas detrusor. Hal ini terjadi karena tidak kompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan komponen mekanisme sfingter uretra (B, Pribakti, 2011).2. Ketidakstabilan Detrusor

Detrusor (lapisan muskuler) yang tidak stabil adalah salah satu yang ditampilkan objektif untuk berkontraksi, secara spontan atau provokasi, selama fase pengisian sistrometri sementara pasien berusaha menahan berkemih. Kontransi ini dapat mengakibatkan kebocoran urin. Insiden ini meningkat dengan usia, dan DI adalah penyebab paling umum inkontinensia urin pada orang tua (B, Pribakti, 2011).Kontraksi detrusor dapat berupa phasic atau sistolik, dimana mereka meniru refleks berkemih normal, atau kandung kemih bisa menunjukkan tingkat pengosongan lambat. (B, Pribakti. 2011)Patofisiologi DI masih kurang dipahami, dan penyebab yang mendasari kondisi ini jarang ditemukan. Pada kebanyakan kasus digunakan istilah DI idiopati. Ketidakstabilan detrusor dan inkompetensi sfingter uretra (GSI) dapat terjadi bersama-sama, dan DI apat timbul kembali setelah operasi untuk inkontinensia stres (B, Pribakti, 2011).3. Overflow Inkontinensia

Inkontinensia overflow adalah kondisi ekstrim yang mengakibatkan kesulitan untuk menahan keinginan berkemih, dan setiap kondisi yang dapat menyebabkan aliran yang jelak dan pengosongan kandung kemih inkomplit, tanpa terjadinya inkontinensia (B, Pribakti, 2011).Ini suatu kondisi dimana kandung kemih menjadi lembek dengan aktivitas detrusor sedikit atau tidak ada. Kadang terdapat obstruksi kronis kandung kemih menjadi kecil karena fibrosis, namun tetap hanya sedikit atau tidak ada aktivitas detrusor. Wanita itu gagal untuk mengosongkan dan kansung kemih bocor setiap kali penuh. Selain itu karena kapasitas kandung kemih fungsional sangat kecil, frekwensi berkemih meningkat dan infeksi saluran kemih berulang (B, Pribakti, 2011).Kandung kemih perempuan sangat sensitif terhadap overdistensi bahkan satu episode retensi urin akut bisa mengakibatkan atoni kronis kandung kemih dan seringkali membutuhkan kateterisasi jangka panjang. Diagnosis inkontinensia overflow dibuat bila sisa urin lebih dari 50% dari kapasitas kandung kemih (B, Pribakti, 2011).4. Infeksi

Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab (Darmojo, 2009).5. Kehamilan

Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul (Darmojo, 2009).2.2.4 Tanda dan Gejala1. Inkontinensia Stres

Merupakan gejala paling umum pada perempuan yang memeriksakan diri ke dokter kandungan, pengeluaran urine yang tidak disadari selama aktivitas fisik.

2. Inkontinensia Urgensi

Merupakan pengeluaran urin yang tidak disadari dengan kenginan yang kuat untuk buang air.

3. Inkontinensia tak sadar

Merupakan pengeluaran urin yang tidak disadari tanpa danya urgensi

4. Enuresis

Merupakan semua pengeluaran urin yang tidak disadari, meskipun biasanya digunakan untuk menggambarkan inkontinensia selama tidur (Enuresis Noctural).

Tanda dan gejala yag ditemukan pada pasien dengan retensi urin menurut Uliyah (2008) yaitu:1. Ketidaknyamanan daerah pubis

2. Distensi vesika urinaria

3. Ketidak sanggupan untuk berkemih.

2.2.5 Faktor Predisposisi atau Faktor Pencetus1. UsiaUsia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tetapi juga berpengaruh terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum mampu untuk mengontrol buang air besar maupun buang air kecil karena sistem neuromuskulernya belum berkembang dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan mengalami perubahan dalam eliminasi tersebut. Biasanya terjadi penurunan tonus otot, sehingga peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengontrolan eliminasi feses, sehingga pada manusia usia lanjut berisiko mengalami konstipasi. Begitu pula pada eliminasi urine, terjadi penurunan kontrol otot sfingter sehingga terjadi inkontinensia (Asmadi, 2008).Inkontinensia urine lebih umum di perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan prevalensi meningkat dengan membahayakan usia. Banyak wanita tua sebenarnya menganggap gejala berkemih mereka merupakan bagian normal dari proses penuaan dari pada manifestasi penyakit (B, Pribakti, 2011).Fungsi kandung kemih menjadi kurang efisien seiring bertambahnya umur dan Malone Lee telah menunjukkan bahwa perempuan tua memiliki penurunan tingkat aliran urine, peningkatan risidu urine, kapasitas kandung kemih berkurang, dan telakan maksimum yang legih rendah.

Gangguan fisik pada lansia menyebabkan gejala tambahan dari inkontinensia, yang jarang pada wanita muda, sebagai berikut:a. Dimensia

b. Infeksi saluran kemih

c. Penurunan mobilitas

d. Masalah ginjal

e. Obat-obatan (misalnya diuretik, hipnotik)

2. Diet

Pemilihan makanan yang kurang memerhatikan unsur manfaatnya, misalnya jengkol, dapat menghambat proses miksi. Jengkol dapat menghambat miksi karena kandungan pada jengkol yaitu asam jengkolat, dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan menyumbat saluran kemih sehingga pengeluaran utine menjadi terganggu (Asmadi, 2008).

3. CairanKurangnya intake cairan menyebabkan volume darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine menjadi berkurang dan lebih pekat (Asmadi, 2008).4. Hormon Sex

Memburuknya fungsi ovarium yang berhubungan menopause dimana terjadi penurunan produksi estrogen endogen dan peningkatan insidensi gejala urin, termasuk disuria, nokturia dan inkontinensia. Selain itu, infeksi saluran kemih (UTI) menjadi lebih umum (B, Pribakti, 2011).5. Temperatur

Seseorang yang demam akan mengalami peningkatan penguapan cairan tubuh karena meningkatnya aktivitas metabolik. Hal tersebut menyebabkan tubuh akan kekurangan cairan sehingga dampaknya berpotensi terjadi konstipasi dan pengeluaran urine menjadi sedikit. Selain itu, demam juga dapat memegaruhi nafsu makan yaitu terjadi anoreksia, kelemahan otot, dan penurunan intake cairan (Asmadi, 2008).6. Obat-obatan

Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (atropin), antihistamin (sudafed), antihipertensi (aldomet), dan obat penyekat beta adrenergik (inderal) (Potter & Perry,2006).2.2.6 PatofisiologiPada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologis juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih disacrum. Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis (Darmojo, 2000).

Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang mempersyarafi otot dasar panggul (Potter & Perry, 2006).

Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urin. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu kondisi antara kontraksi kandung kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan inkontinensia (Potter & Perry, 2006).2.2.7 Penatalaksanaan1. Non-Farmakologi

Penatalaksanaan pada inkontinensia urin secara non farmakologis bisa dilakukan dengan latihan otot dasar panggul atau latihan Kegel, agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan uretra dapat tertutup dengan baik (Setiati, 2001). Latihan dasar panggul melibatkan kontraksi berulang otot pubokoksigeus, otot yang membentuk struktur penyokong panggung dan mengelilingi pintu panggul pada vagina, uretra, dan rektum. Manfaat dari latihan Kegel ini adalah :a. Menghentika aliran urine ketika berkemih, dengan tujuan menguatkan pintu keluar kandung kemih.b. Meningkatkan tonus otot dasar panggul dan meningkatkan ambang berkemih, yang mengakibatkan urgensi.c. Mampu meningkatkan kapasitas kandung kemih dan menunda episode inkontinensia.

2. Farmakologis

Secara farmakologis yaitu menggunakan obat-obatan untuk merelaksasikan kandung kemih. Ini biasanya dilakukan bila terapi non farmakologis tidak dapat menyelesaikan masalah inkontinensia urin (Setiati,2001). Obat tersebut meliputi : a. Propantelin (Pro-Banthine): Mengurangi kontraksi kandung kemih.

b. Efredin (Sudafed) : Menguatkan pintu kandung kemih.

c. Estrogen (Premarin) : Meningkatkan jaringan penopangan di sekitar uretra.3 Pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapinon farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita) (Setiati,2001).

4 Modalitas lain

Selain farmakologis dan non farmakologis yang menyangkut penyebab inkontinensia urin karena sumbatan atau keadaan patologik dilakukan dengan pembedahan. Sambil melakukan terapi dan masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu yang digunakan oleh lansia yang mengalami inkontinensia urin seperti kateter, pampers, dan komod (Setiati,2001).

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkaninkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalamiinkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet sepertiurinal, komod dan bedpan (Setiati,2001).2.2 Konsep Gangguan Konstipasi Pada Lansia

2.3.1 DefinisiKonstipasi adalah kondisi sulit atau jarang untuk defekasi. Karena frekwensi berdefekasi berbeda pada setiap individu, definisi ini berdifat subjektif dan dianggap sebagai penurunan relatif jumlah buang air besar pada individu (Corwin, Elizabeth, J, 2009).Konstipasi merupakan keluhan paling sering dalam praktik klinis. Karena rentang sifat usus normal lebar, konstipasi sulit didefinisikan dengan tepat. Kebanyakan orang mempunyai sedikitnya tiga gerakan usus per minggu, dan konstipasi didefinisikan sebagai frekwensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu. Namun, frekwensi feses sendiri bukan merupakan kriteria yang cukup digunakan, karena banyak pasien konstipasi menunjukkan frekwensi defekasi normal, tetapi keluhan subjektif mengenai feses keras, mengejan, rasa penuh bagian abdomen bawah dan rasa evakuasi tidak lengkap. Sehingga, kombinasi kriteria objektif dan subjektif harus digunakan untuk menerangkan konstipasi (Corwin, Elizabeth, J, 2009).2.3.2 Epidemiologi

Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan konstipasi yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan konstipasi. Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar (Corwin, Elizabeth, J, 2009).2.3.4 Etiologi

Secara patofisiologi, konstipasi umumnna terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau pada fungsi anorektal, sebagai akibat dari gangguan motalitas primer, penurunan kekuatan dan tonus otot, serta kurangnya aktivitas (Corwin, Elizabeth, J, 2009). Konstipasi juga dapat disebabkan karena faktor faktor berikut :

1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik, golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar.

2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis, neuropati diabetic.

3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.

4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB, mengabaikan dorongan BAB, konstipasi imajiner.

5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia kolon.

6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah parut.2.3.5 Manifestasi klinisAnamnesis yang terperinci merupakan hal terpenting untuk mengungkapkan adakah konstipasi dan faktor resiko penyebabnya. Konstipasi merupakan suatu keluhan klinis yang umum dengan berbagai tanda dan keluhan lain yang berhubungan (Corwin, Elizabeth, J, 2009). Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah :

1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB

2. mengejan keras saat BAB

3. Massa feses yang keras dan sulit keluar

4. Perasaan tidak tuntas saat BAB

5. Sakit pada daerah rektum saat BAB

6. Rasa sakit pada perut saat BAB

7. Adanya perembesen feses cair pada pakaian dalam

8. Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses

9. Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB

2.3.6 Patofisiologi Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB (Corwin, Elizabeth, J, 2009).Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang diikuti relaksasi sfingter anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dilayani oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses ini (Corwin, Elizabeth, J, 2009).Patogenesis konstipasi bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan bertambahnya usia. Pengurangan respon motorik sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus, sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita. Pada penderita konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut (Corwin, Elizabeth, J, 2009).2.3.7 Penatalaksanaan1. Tatalaksana non farmakologik

a. Cairan

Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi. Kecuali ada kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk mencegah dehidrasi (Potter, Patricia A, 2005).b. Serat

Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit (transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Serat berasal dari biji-bijian, sereal, beras merah, buah, sayur, kacang-kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan usus dengan meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus (Potter, Patricia A, 2005).c. Latihan jasmani

Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur (Potter, Patricia A, 2005).d. Evaluasi penggunaan obat

Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan untuk mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan menimbulkan konstipasi. Obat antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial menimbulkan konstipasi. Obat yang mengandung zat besi juga cenderung menimbulkan konstipasi, demikian obat anti hipertensi (antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan yang sering pula menyebabkan konstipasi (Potter, Patricia A, 2005).2. Tatalaksana farmakologika. Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran. Sediaan yang ada merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja. Obat ini tidak menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang usia lanjut, tidak seperti bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti menurunkan konstipasi pada orang usia lanjut dan nyeri defekai pada hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus diimbangi dengan asupan cairan (Potter, Patricia A, 2005).b. Pelembut tinjaDocusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate sodium bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan permukaan feses untuk membiarakan air masuk dam memperlunak feses. Docusate sebenarnya tidak dapat menolong konstipasi yang kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana mangedan harus dicegah (Potter, Patricia A, 2005).d. Pencahar stimulant

Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg senna per hari selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam setelah pemberian. Orang usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni sampai dengan 10 minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur. Pemberian sebelum tidur malam mengurangi risiko inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus ditritasi berdasarkan respon individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik minimal dan sangat menolong untuk mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan segera setelah makan pagi secara supositoria untuk mendapatka efek refleks gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali seminggu (Potter, Patricia A, 2005).e. Pencahar hyperosmolar

Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di dalam kolon keduanya di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi bentuk laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan karbondioksida. Asam organik dengan berat molekul rendah ini secara osmotic meningkatkan cairan intraluminal dan menurunkan pH feses. Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar terbukti memperpendek waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang mengalami konstipasi. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati konstipasi pada orang usia lanjut yang berobat jalan (Potter, Patricia A, 2005).2.5 Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Inkontinensia Urine

2.5.1 Pengkajian1. Identitas klienInkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.

2. Riwayat kesehatana. Riwayat kesehatan sekarang

b. Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. c. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. d. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.

e. Riwayat kesehatan masa lalu.

Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.

f. Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.e. Pemeriksaan fisik1) Keadaan umumKlien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia

2) Pemeriksaan Sistem

a. B1 (breathing)Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.

b. B2 (blood)

Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

c. B3 (brain)Kesadaran biasanya sadar penuh

d. B4 (bladder)Inspeksi: Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.

Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.

e. B5 (bowel)Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.f. B6 (bone)

Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.3) Pengkajian Fungsi Sosial

a) Hubungan Lansia dengankeluarga sebagaiperan sentral

b) Meliputi APGAR Keluarga (Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve) yaitu Alat skrining singkat untuk mengkaji fungsisosial lanjut usia.2.5.2 Diagnosa & Rencana Asuhan keperawatan.NoDiagnosa keperawatanRencana tindakan

TujuanIntervensiRasional

1.Inkontinensia Stres berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang latihan dasar pelvis

Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat pegetahui tentang latihan dasar pelvis dengan kriteria :1. Melaporkan pengurangan inkontinensia2. Mampu mengukapkan penyebab inkontinensia dan alasan untuk perawatan

1. Pantau dan catat masukan dan haluaran karakteristik urine kaji kehilangan tonus otot karena :a. Melahirkanb. Kegemukan c. Proses penuaan2. Minta perwat atau bidan untuk latihan lebih efektif3. Ajarkan untuk mengidentifikasiotot otot dasar pelvis dan kekuatan saat melakukan latihan kegel

1. Deteksi masalah Untuk dapat mengetahui apa penyebab inkontinensia2. Melatih kekuatan kandung kemih3. Latihan kegel adalah untuk menguatkan dan mempertahankan tonus otot pubokogsigeal yang menyangga organ-organ pelvis.

2.

Inkontinensia refleks berhubungan dengan lesi medula spinalis diatas arkus refleks

Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat mencapai penerapan seperti ditunjukan oleh hal- hal berikut :1. Mengekspresi kan keinginan untuk mencoba tehnik manual berkemih2. Proses berkemih bisa terkontrol1. Latih kelayan mengoongkan kandung kemih2. Lakukan perawatan kulit dan pakaian pada Klien3. awasi bila ada tanda gejala infeksi saluran kemih.1. Melatih kelayan untuk miksi2. Memberikan rasa nyaman pada kelayan3.Infeksi saluran kemih dapat memperburuk keadaan klien

3. SHAPE \* MERGEFORMAT

4. SHAPE \* MERGEFORMAT

5.

Inkontinensia fungsional berhubungan dengan penurunan tonus kandung kemihInkontinensia urgensi berhubungan dengan penurunan fungsi persarafan kandung kemihInkontinenia overflow berhubungan dengan obtruksi pada kandung kemih

Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat pegetahuan tentang faktor penyebab penurunan tonus kandung kemih dengan kriteria :1. meminimalkan atau mengurangi episode inkontinensia2. mengambarkan faktor penyebabinkontinensiaDiharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat pegetahui cara mengoftimalkan kandung kemihdengan kriteria :1. Klien mampu mengungkapkan miksi kalau mau berkemih2. Mengetahi faktor penyebab inkontinensia urgensiDiharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat pegetahui penyebab obstruksi kandung kemih,dengan kriteria :1. Klien mau berkerja sama dalam proses pengobatan4. Inkontinensia bisa di atasi1. Berikan keempatan pada keleyan untuk miksi.2. Modifikasi linkungan tempat berkemih .3. Kolaborasi pemberian obat dengan dokter1. kolaborasi pemberian obat dengan dokter2. Ajarkan kelayan bladder training3. Minta Klien untuk menunda waktu ke toilet1. Kaji obstruksi pada kandung kemih2. Lakukan pembedahan jika terjadi pembesaran prostat.3. Lakukan kateterisasi,bila perlu secara intermiten,dan kalau tidak mungkin secara menetap1. Memberikan kenyamanan pada kelayan.2. Menjaga privasi dan kenyamanan kelayan.3. Untuk merelaksasi kandung kemih.

1. Untuk merelakasi kandung kemih2. Melatih kelayan mengembalikan kontrol miki3. Agar dapat menehan miksi dalam waktu yang lebih lama1. Mengetahui penyebab obstruksi2. Melancarkan proses berkemih3. Memberikan rasa nyaman pada klien

2.5.3 ImplementasiTahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dan merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan itu sendiri merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal (Mass, L, Meridean, 2001).2.5.4 EvaluasiEvaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan (Mass, L, Meridean, 2001).2.6 Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Konstipasi.2.6.1 Pengkajian

Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.1. Biodata Pasien

2. Keluhan Utama

3. Kesulitan BAB, mengejan saat BAB, rasa tidak nyaman pada perut, tidak lampias saat BAB, Feses terasa keras dan kering, frekuensi BAB berkurang, sering kelelahan saat aktivitas.4. Riwayat Penyakit Sekarang

5. Tidak suka makan sayuran dan buah, sering menahan BAB, kurang minum, atau sering merasa cemas

6. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.

7. Riwayat / Keadaan Psikososial

1. Masalah yang mempengaruhi pasien2. Persepsi pasien terhadap penyakitnya

3. Hal yang sangat difikirkan saat ini4. Harapan setelah menjalani perawatan

5. Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit

6. Mekanisme koping terhadap stres

7. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga

8. Pola interaksi dengan orang terdekat

9. Bagaimana hubungan klien dengan tenaga kesehatan/keperawatan selama dirawat

8. Pola Kebiasaan Sehari-hari

2.6.2 Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum

: Tampak lemah

Tanda-tanda VitalTekanan Darah: Cenderung Meningkat

Nadi

: Cenderung MeningkatRR

: Cenderung MeningkatSuhu

: Cenderung MeningkatGCS

: Compos Mentis2. Pemeriksaan (Fokus Abdomen)

Warna kulit

: NormalBunyi peristaltic

: terjadi penurunan dari normalKeadaan permukaan abdomen: Tenderness

Suara perkusi

:DullnessDistensi abdomenNyeri tekan abdomen2.6.3 Analisa Data

Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.

2.6.4 Diagnosa

a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.

c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

2.6.5 Intervensi

Diagnosa 1: Konstipasi b/d pola defekasi tidak teraturTujuan: pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)Kriteria hasil :

Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari

Konsistensi feses lembut

Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

IntervensiRasional

Mandiri

Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya

Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan

Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi

Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari

Kolaborasi

Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien

Untuk memfasilitasi refleks defekasi

Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal

Untuk melunakkan eliminasi feses

Untuk melunakkan feses

Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hilangnya nafsu makan

Tujuan: menunjukkan status gizi baikKriteria Hasil:

Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan

Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

Nilai laboratorium dalam batas normal

Melaporkan keadekuatan tingkat energi

IntervensiRasional

Mandiri

Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.

Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.

Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi

Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.

Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.

Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.

Kaji turgor kulit pasien

Kolaborasi

Observasi

Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah

Ajarkan metode untuk perencanaan makan

Health Edukasi

Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahalMandiri

Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.

Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.

Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.

Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien

Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan

Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan

Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah

Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.

Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.

Diagnosa 3 : Nyeri akut b/d akumulasi feses keras pada abdomen

Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurangKriteria Hasil:

Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan

Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil

Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi

Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri

Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat

IntervensiRasional

Mandiri

Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau radio

Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiat

Perhatikan kemungkinan interaksi obat obat dan obat penyakit pada lansia

Observasi

Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 10

Gunakan lembar alur nyeri

Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif

Health education

Instruksikan pasien untuk meminformasikan pada perawat jika pengurang nyeri kurang tercapai

Berikan informasi tetang nyeriMandiri

Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeri

Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiate

Hati-hati dalam pemberian obat-obatan pada lansia

Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien

Mengetahui karakteristik nyeri

Agar mngetahui nyeri secara spesifik

Perawat dapat melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi nyeri klien

Agar pasien tidak merasa cemas

4. Implementasi

5. Evaluasi

BAB 3

TINJAUAN KASUS3.1 Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan Inkontinensia Urin.3.1.1 PENGKAJIAN

1. Data Biografi

Nama:Ny. Y

Jenis kelamin: Perempuan

Golongan darah:A

Tempat & tanggal lahir:Kdr, 7 Maret 1947, Umur 67 tahun.

Pendidikan terakhir:SD

Agama:Islam

Status perkawinan:Janda (Mati)

Tinggi badan/berat badan:143cm, 51 kg

Alamat:H. No. 10

Orang yang mudah dihubungi:Bp. R (Menantu)

Alamat & telepon:H. No. 10 / 081-1708-45**

Tgl. Masuk RS: 3 September 2014, pukul : 14.00 WIB.2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan utama saat ini

Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan ingin BAK terus-menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke toilet.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien juga mengatakan dia tidak bisa menahan kencingnya, karena dia tidak sempat lagi untuk sampai toilet. Klien mengaku dia mengurangi minum agar tidak mengompol lagi. Klien mengatakan sering menahan haus. Klien mengatakan lecet lecet pada kulitnya. Klien mengatakan malu apabila keluar rumah, karena mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat, sehingga hanya diam dirumah.

c. Riwayat kesehatan dulu

Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumya. Klien mengatakan pernah dirawat di RS dan dipasang kateter.

3. Riwayat Keluarga

Klien mengatakan saudara kandungnya sudah meninggal semua, tetapi tidak ada riwayat penyakit keturunan, seperti diabetes mellitus, maupun hipertensi. Genogram :

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal

: Satu rumah.

4. Riwayat Pekerjaan

a. Pekerjaan saat ini:Tidak bekerja

b. Alamat pekerjaan:Tidak ada alamat pekerjaan

c. Alat transportasi:Tidak ada alat transportasi

d. Pekerjaan sebelumnya:Buruh pedagang, jarak dari rumah : 10 km.

e. Alat transportasi:Tidak ada alat transportasi

f. Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan : Dari hasil dagang dan pekerjaan suami.

5. Riwayat Lingkungan Hidup

a. Type tempat tinggal:Sederhana ; lantai keramik, dinding, atap genting (tanpa asbes).

b. Jumlah kamar:3, Jumlah tongkat : -

c. Kondisi tempat tinggal:

1. Kondisi rumah :

a) Penerangan : penerangan baik, pada siang hari ada cahaya dari ventilasi rumah

b) Lantai : lantai tidak licin

c) Keadaan rumah datar

2. Tata ruang

a) Tata ruang tidak sering diubah

b) Kamar mandi jauh, didekat dapur

c) Peralatan yang diperlukan tidak jauh dari jangkauan

d. Jumlah orang yang tinggal di rumah : Laki-laki = 3 orang / Perempuan = 4 orang

e. Tetangga terdekat:Tidak ada

f. Alamat dan telepon:Tidak ada

6. Riwayat Rekreasi

a. Hobby/minat:Menjahit

b. Keanggotaan dalam organisasi:Tidak ada

c. Liburan/perjalanan:Tidak ada

7. Sistem Pendukung

a. Perawat/bidan/dokter/fisioterapi:Dokter umum, jaraknya 9 km

b. Rumah sakit:RS. K, jaraknya 16 km

c. Klinik:Tidak ada

d. Pelayanan kesehatan di rumah:Tidak ada

e. Makanan yang dihantarkan:Sayur

f. Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : Membantu membersihkan badan dan tempat tidur.

g. Lain-lain:Tidak ada

8. Deskripsi Kekhususan

a. Kebiasaan ritual:Tidak ada.

b. Yang lainnya:Klien beribadah sesuai perintah agamanya.

9. Status Kesehatan

a. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu :

Klien mengalami penurunan aktivitas, seperti mudah lelah ketika berjalan terlalu lama. Klien tidak mempunyai penyakit tertentu, hanya terkadang merasa lelah dan mudah mengantuk.

b. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu :

Baik, klien tidak memiliki penyakit mau pun riwayat penyakit tertentu.

c. Keluhan utama :

Kliendatangdengankeluarganyake RS dengankeluhaningin BAK terus-menerusdantidakbisaditahansampaike toilet

d. Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan : Klien dan keluarga menggunakan pampers untuk menangani masalah pada klien.

e. Obat-obatan

Klien tidak pernah menggunakan obat-obatan medis sebelumnya.

f. Status imunisasi (catat tanggal terbaru)

1) Tetaus, difteri:Tidak pernah imunisasi sebelumnya.

2) Influensa:Tidak pernah imunisasi sebelumnya.

3) Pneumovaks:Tidak pernah imunisasi sebelumnya.

4) Lain-lain:Tidak ada.

g. Alergi (catatan agen dan reaksi spesifik)

1) Obat-obatan:Tidak ada.

2) Makanan:Tidak ada.

3) Faktor lingkungan:Klien alergi debu.

h. Penyakit yang diderita

(-) Hipertensi (-) Rheumatoid (-) Asthma (-) Dimensia

Lain-lain : tidak ada penyakit yang diderita.

10. Aktivitas Hidup Sehari-hari (ADL)

a. Continence:Tidak mampu mengendalikan BAK , tidak bisa menahan BAK.

b. Bathing: Kesulitan toileting, tidak mampu menahan urinasi untuk mencapai toilet.

c. Dressing:

1) Mengenakan pakaian dalam, rok, celana; 2) Mengenakan baju yang mudah digunakan apabila ingin urinasi, tidak menggunakan jaket; 3) Mengancingkan baju; 4) Tidak mengenakan kaos kaki, tidak menggunakan sepatu, atau menali sepatu; 5) Tidak menggunakan sarung tangan, menggunakan tutup kepala.

d. Feeding:

a) Memegang, mengambil, memasukkan makanan / minum dalam mulut sendiri; b) Pasien bisa mengunyah; c) Pasien bisa menelan.e. Walking & transferring:

1) Pasien mengalami keterbatasan berjalan; 2) Tidak menaiki dan menuruni tangga; 3) Tidak mampu untuk lari; 4) Tidak berjalan menggunakan kursi roda, tetapi memegang objek untuk menahan; 5) Mampu merubah posisi dari berbaring ke duduk dan sebaliknya, memegang objek untuk menahan; 6) Mampu merubah posisi dari duduk ke berdiri dari kursi roda, memegang objek utuk menahan; 7) Perpindahan dari dan ke tempat tidur posisi berdiri; 8) Mendekati kursi roda / tempat tidur.f. Rekreasi

Menonton TV, liburan dengan keluarga

g. Psikologis

1) Murung

2) Mudahtersinggung

3) Isolasi social

4) Perubahanperan

*Klasifikasi Indeks Katz : C ( Mandiri kecuali bathing dan 1 fungsi lain )

11. Tinjauan Sistem

Keadaan umum: Klientampaklemas, dangelisah

Tingkat kesadaran:Compos mentis.

Skala Koma Glasgow:Eya = 4, Verbal = 5, Motorik = 6 ; Total = 15

Tanda-tanda vital: Pulse = 90 x/m, Temp = 37 C, RR = 18 x/m, Tensi = 160 / 90 mmHg

a. Kepala

Simetris dan tidak ada benjolan, warna rambut putih, distribusi rambut merata

b. Mata, telinga, hidung

1) Mata = Pupil isokor

2) Telinga = Bersih , tidak ada serumen keras / terlalu lembek.

3) Hidung = Simetris, tidak ada benjolan.

c. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar Tyroid atau pembesaran limpa node.

d. Dada & punggung

Bentuk dada simetris, etraksiotot dada (-), suaranafasvesikuler, ronchi(-), wheezing (-).

e. Abdomen

Bisingusus (+), Pulsasi, tida ada nyeritekan abdomen

f. Ekstremitas atas dan bawah

Kelemahan

g. Sistem kardiovaskuler

Peningkatan Tekanan darah.

h. Genetalia

Kelemahan otot vagina dan uterus.i. Perkemihan

Inkontinensia urine, BAK .> 10 kali, Lebihdari 1500-1600 ml dalam 24 jam

j. Sistem endokrin

Penuruhan hormon estrogen.

k. Sistem pengecapan

Penurunan sistem pengecapan, penurunan sensasi terhadap rasa asin.

l. Sistem penciuman

Normal.

m. Tactil respon

Normal.

12. Status Kognitif / Afektif / Sosial

1. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

BENARSALAHNOPERTANYAAN

01Tgl berapa hari ini?

02Hari apa sekarang ini?

03Apa nama tempat ini?

04Dimana alamat anda?

05Berapa umur anda?

06Kapan anda lahir?

07Siapa presiden Indonesia sekarang?

08Siapa presiden Indonesia sebelumya?

09Siapa nama ibu anda?

1020-3, 10-3, 5-3

Jumlah : 6Jumlah : 4

Score total: 10

Interpretasi hasil:

Salah 4

: Kerusakan intelektualringan2. Mini-Mental State Exam (MMSE)

NOASPEK KOGNITIFNILAI MAKSNILAI KLIENKRITERIA

1.Orientasi53Menyebutkan dengan benar:

Tahun

Musim

Tanggal

Hari

Bulan

2.Orientasi 55Dimana kita sekarang berada?

Negara Indonesia

Propinsi Jawa Timur

K.

3.Registrasi 33Sebutkan nama 3 objek (oleh pemeriksa) detik untuk mengatakan masing-masing objek. Kemudian tanyakan kepada klien ke3 objek tadi (untuk disebutkan)

Anak

Cucu

Rumah

4.Perhatian dan kalkulasi54Minta klien untuk memulai dari angka 10 kemudian dikurang7 sampai 5 kali/ tingkat

5.Mengingat 33Minta klien untuk mengulangi ke 3 objek pada no 2 (registrasi) tadi, bila benar 1 point untuk masing-masing objek

6.Bahasa 95Tunjukan pada klien suatu benda dan tanyakan namanya pada klien

(buku)

(meja)

Minta klien untuk mengulang kata berikut : tak ada, jika, dan, ada, atau, tetapi bila benar nilai satu point

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah : ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan taruh dilantai

Ambilkertas ditangan anda

Lipat dua

Taruh dilantai

Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktifitas sesuai perntah nilai satu point)

Tutup mata anda

Perintahkan pada klien untuk menulis satu kalimat dan menyalin gambar

Tulis satu kalimat

Menyalin gambar

Total nilai23Normal tidak ada kerusakan kognitif

I. ANALISA DATA

NODataEtiologiMasalah

1.DS :

- Klien mengatakan ingin BAK terus menerus

- Klien mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari.

- Klien juga mengatakan dia tidak bisa menahan kencingnya

DO:

- Klien sering mengompol Sering berkemih, urgensiPerubahan pola eliminansi

2.DS :

- Klien mengatakan nyeri pada saat mengeluarkan urine

- Klien mengatakan pernah dirawat di RS dan dipasang kateter.

DO:

Klien tampak meringis menahan sakit apabila berkemihPemasangan kateterResiko tinggi infeksi

3.DS :

- Klien mengatakan jarang minum agar tidak mengompol

- Klien mengatakan sering menahan haus

DO :

- Jumlah urine lebih dari 1500-1600 mm dalam 24 jam

- klien tampak lemas

- kulit klien kering Intake dan output yang tidak adekuat Kekurangan volum cairan

3.1.2 PRIORITAS MASALAH

1. Perubahan pola eliminasi

2. Risiko tinggi infeksi.

3. Kekurangan volume cairan.

3.1.3 DIAGNOSA

1. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensi

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter

3. Kekurangan volum cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak adekuat

PROSES KEPERAWATAN

NoDx keperawatanTujuanKriteria hasilIntervensiRasional

1.Kekurangan volum cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak adekuat

Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam diharapkan Klien menunjukkan hidrasi yang adekuat/ kekurangan cairan dapat diatasi TTV stabil

Membrane mukosa bibir lembab

Turgor kulit elastic

Intake dan output seimbangMandiri :

Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan dengan lamanya gejala seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan

Pantau TTV, catat adanya perubahan TD warna kulit dan kelembaban-nya

Pantau masukan dan pengeluaran urine

Timbang BB setiap hari

Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung

Kolaborasi:

Berikan terapi cairan sesuai indikasi

Berikan cairan IV Untuk memperoleh data tentang penyakit pasien, agar dapat melakukan tindakan sesuai yang dibutuhkan

Indicator hidrasi/volum sirkulasi dan kebutuhan intervensi.

Membandingkan keluaran actual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/ derajat stasis/ kerusakan ginjal

Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi

Mempertahankan keseimbangan cairan

Memenuhi kebutuhan cairan tubuh Mempertahankan volum sirkulasi, meningkatkan fungsi ginjal

2.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter

Setela dilakukan intervensi selama 2x24 jam diharapkan infeksi dapat teratasi Tidak mengalami tanda nfeksiMandiri:

Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.

Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar

Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2 jam dan anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

Kolaborasi:

Berikan antibiotic sesuai indikasi

Untuk mengah kontaminasi uretra

Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan

Untuk mencegah stasis urine.

Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatn resiko infeksi

3.Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensiMengurangi atau mengatasi pola eliminasi agar dapat berkemih normalIndividu akan

Menjadi kontinen (terutama selama siang hari, malam, 24 jam) dan mampu mengidentifikasi penyebab inkontinens dan rasional untuk pengobatan

Mandiri :

Tentukan pola berkemih normalpasien dan tentukan variasi

Dorong meningkatkan pemasukan cairan

Selidiki keluhan kandung kemih penuh, palpasi untuk daerah suprapubik

Kolaborasi:

Ambil urine untuk kultur dan sensivitas Kalkulus dapat menyebabkan eksitalitas saraf, yang menyebabkan sensasi berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus mendekati pertemuan uretrovesikal

Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah,dan debris dan dapat membantu lewatnya batu

Retensi urine dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal

Menentukan adanya ISK, yang penyebab atau gejala komplikasi

CATATAN PERKEMBANGAN

No.Hari & Tanggal

PukulDiagnosa KeperawatanImplementasiEvaluasi

1.Minggu, 13 September 2014, jam 13.00 13 40

Kekurangan volum cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak adekuat

1. Memantau TTV, catat adanya perubahan TD warna kulit dan kelembaban-nya

2. Memantau masukan dan pengeluaran urine.

3. Memberikan terapi cairan sesuai indikasi

S: Klien mengatakan Badan saya lemas

Klien mengatakan sehari-harinyaklienhanyatiduran di tempat tidur.

O:

TD : 160 / 90 mmHg

Warna kulit sedikit pucat

Kulit tampak kering dan kusam.

A :

Masalah belum teratasi

P :

Jelaskan pada klien pentingnya keseimbangan cairan bagi klien.

Berikan posisi yag nyaman untuk klien.

2.Senin, 14 September 2014, jam 08.00 08.40

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter

Memberikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Dan mencuci daerah perineal sesegera mungkin.

S:

Klien mengatakan Iya sus, jika diperlukan pembersihan dengan sabun, saya akna melakukannya .

O :

Klien tampak lebih menjaga kebersihan, terutama daerah perineal.

Klien tidak mengelih gatal ataupun tidak nyaman di daerah perineal.

A :

Tujuan tercapai

P :

Evaluasi akhir terminasi

3Selasa, 15 September 2014, jam 13.00-13.45

Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensi

Mengubah posisi pasien setiap 2jam dan menganjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Membantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.S :

Klien mengatakan kencingnya sudah mulai berkurang, karena saya mengontrol minum mapun makan saya yang berkuah.O :

Klien nampak lebih bersemangat.

Klien lebih memperhatikan edukasi yang diberikan oleh perawat.

A :

Masalah teratasi sebagian.

P :

Intervensi dilanjutkan

4Rabu, 16 September 2014, jam 08.00 08.45

Mendorong meningkatkan pemasukan cairan

S :

Klien mengatakan badan saya sudah tidak lemas lagi, bisa jalan-jalan keluar kamar, kencingnya berkurang

O :

Klien tampak lebih segar dan semangat

Turgor kulit klien elastis dan tidak kering.

A :

Tujuan tercapai

P :

Evaluasi akhir terminasi

Kamis, 17 September 2014, jam 08.00-08.40Memantau keluhan kandung kemih penuh, melaukan palpasi untuk daerah suprapubis

5Minggu, 18 September 2014, jam 11.00 11.40

S :

Klien mengatakan terima kasih sus, sudah membantu saya, sehingga punggung saya tidak terasa capek lagi.

O:

Pasien mengetahui cara berpindah posisi tanpa menggeser posisi slang keteter.

Tidak rembesai urin di tempat tidur pasien.

A :

Tujuan tercapai

P :

Evaluasi akhir terminasi

6Senin, 19 September 2014, jam 11.00-11.40S:

Klien mengatakan iya sus terimah kasih, saya akan menambah minum saya

O:

Porsi munum klien bertambah.

Tidak tampak urin pekat

A :

Tujuan tercapai

P :

Evaluasi akhir terminasi.

3.2 Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan Konstipasi.

3.2.1 PENGKAJIAN

1. Data Biografi

Nama:Ny. K

Jenis kelamin: Perempuan

Golongan darah:AB

Tempat & tanggal lahir:Sby, 9 Mei 1949, Umur 65 tahun.

Pendidikan terakhir:SD.

Agama:Islam

Status perkawinan:Janda (Mati)

Tinggi badan/berat badan:145cm, 47 kg

Alamat: Dusun S. No. 19

Orang yang mudah dihubungi:Bp. S (Menantu)

Alamat & telepon:H. No. 10 / 089-0677-85**

Tgl. Masuk RS: 13 Februari 2014, pukul : 13.00 WIB.

2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan utama saat ini

Klien mengatakan kesulitan saat BAB sehingga perutnya keras.

b. Riwayat kesehatan sekarang.

Klien mearasa perutnya keras dan tidak nyaman karena jarang BAB. Selain itu klien mngatakan mengatakan punya penyakit maag yang sudah lama dan kadang-kadang masih kambuh. Perut juga sering terasa gemetar, tetapi klien tidak pernah muntah. c. Riwayat kesehatan dulu

Klien mengatakan pernah mondok di RS Panti Rapih selama 9 bulan karena melahirkan anka pertamanya. Sebelum klien dibawa ke RS Panti Rapih, klien sudah di tangani di Puskesmas Melati II selama 1 minggu. Selain itu, klien juga mempunyai penyakit maag yang gejalanya masih dirasakan sampai sekarang. Menurut anak ke-2 klien, klien pernah mengalami disentri dan keluarga memeriksakan ke Puskesmas. Selain klien minum obat dari Puskesmas, klien juga diberikan Pisang Bandung dengan tujuan untuk menahan keluarnya BAB. Setelah itu, klien tidak BAB selama 1 bulan, kemudian klien diberikan pepaya dan klien dapat BAB.3. Riwayat KeluargaKlien mengatakan keluarganya banyak yang meninggal karena adanya pegeblug atau kekurangan pangan pada zaman penjajahan. Menurut klien ada penyakit keturunan dari keluarga yaitu hipertensi. Genogram :

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal

: Satu rumah.

4. Riwayat Pekerjaan

Pekerjaan saat ini:Tidak bekerja

Alamat pekerjaan:Tidak ada alamat pekerjaan

Alat transportasi:Tidak ada alat transportasi

Pekerjaan sebelumnya:Tidak bekerja.

Alat transportasi:Tidak ada alat transportasi

Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan : Dari hasil pekerjaan suami.

5. Riwayat Lingkungan Hidup

a. Type tempat tinggal:Sederhana ; lantai keramik, dinding, atap genting (tanpa asbes).

b. Kondisi tempat tinggal:

1) Kondisi rumah :

a) Penerangan : penerangan baik, pada siang hari ada cahaya dari ventilasi rumah

b) Lantai : lantai tidak licin

c) Keadaan rumah datar2) Tata ruang

a) Tata ruang tidak sering diubah

b) Kamar mandi jauh, didekat dapur

c) Peralatan yang diperlukan tidak jauh dari jangkauan

c. Jumlah orang yang tinggal di rumah : Laki-laki = 3 orang / Perempuan = 3 orang

d. Alamat dan telepon:Dusun S. No 15 (031-77675**)

6. Status Kesehatan

a. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu :

Klien mengalami pennurunan aktivitas, seperti mudah lelah ketika berjalan terlalu lama. Klien tidak mempunyai penyakit tertentu, hanya terkadang merasa lelah dan mudah mengantuk.

b. Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu :

Baik, klien tidak memiliki penyakit mau pun riwayat penyakit tertentu.

c. Keluhan utama :

Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan kesulitan saat BAB sehingga perutnya keras.d. Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan : Keluarga memberikan asupan sayur yang cukup untuk klien.

e. Obat-obatan

Klien tidak pernah menggunakan obat-obatan medis sebelumnya.

f. Status imunisasi (catat tanggal terbaru)

1) Tetaus, difteri:Tidak pernah imunisasi sebelumnya.

2) Influensa:Tidak pernah imunisasi sebelumnya.

3) Pneumovaks:Tidak pernah imunisasi sebelumnya.

4) Lain-lain:Tidak ada.

g. Alergi (catatan agen dan reaksi spesifik)

1) Obat-obatan:Tidak ada.

2) Makanan:Tidak ada.

3) Faktor lingkungan:Klien alergi debu.

h. Penyakit yang diderita

(-) Hipertensi (-) Rheumatoid (-) Asthma (-) Dimensia

Lain-lain : tidak ada penyakit yang diderita.

7. Tinjauan Sistem

Keadaan umum: Klien tampak gelisah

Tingkat kesadaran:Compos mentis.

Skala Koma Glasgow:Eya = 4, Verbal = 5, Motorik = 6 ; Total = 15

Tanda-tanda vital: Pulse = 82 x/menit, Temp = 37 C, RR = 18 x/menit, Tensi = 140/90 mmHg

a. Kepala

Kulit kepala dan rambut bersih, sudah beruban, jumlah rambut sudah berkurang

b. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar Tyroid atau pembesaran vena jugularis.c. Dada & punggung

Bentuk dada simetris, etraksi otot dada (-), suara nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-).

d. Abdomen

teraba keras di bagian bawah, tidak ada ascites, tidak kembung, nyeri tekan (-)

e. Ekstremitas atas dan bawah

Tidak ada kelainan, kuku jari tangan dan kaki panjang dan agak kotor

f. Sistem kardiovaskuler

Tekanan darah dalam batas normal.

g. Genetalia

Kelemahan otot vagina dan uterus.

h. Sistem endokrin

Penuruhan hormon estrogen.

i. Pemeriksaan panca indra

1) Pengelihatan (mata):

a) Bola mata: simetris tidak ada kelainan, kornea nampak keruh

b) Konjunctiva: tidak anemis

c) Sklera: tidak ikterik

d) Reflek pupil: (+/+)

e) Visus: 0/6

2) Pendengaran (telinga):

a) Bentuk telinga simetris

b) Nyeri tekan tidak ada

c) Liang telinga: serumen tidak ada

d) Gangguan pendengaran tidak ada, tidak menggunakan alat bantu dengar

3) Pengecapan (mulut):

a) Gigi geligi cukup bersih, gigi sudah banyak yang tanggal, tinggal 1 buah gigi seri, dan beberapa gigi geraham

b) Lidah bersih

c) Sensasi rasa manis, asin dan pahit (+)

4) Sensasi (kulit):

a) Sensari nyeri (+), sensasi taktil (+), sensasi suhu (+)

b) Turgor kulit: baik agak kering

5) Peciuman (hidung):

a) Lubang hidung simetris

b) Septum nasi: lurus

c) Tidak ada sekret3.2.2 ANALISA DATA

SYMTOMPPROBLEMETIOLOGI

DS:

1) Klien mengatakan pernah jatuh di tangga depan pintu kamarnya 2 kali

2) Ny S mengatakan bahwa klien sudah tidak pernah pergi-pergi dari kamarnya, kecuali untuk BAB saja

3) Ny S mengatakan klien sudah tidak bisa berjalan sendiri, apabila pergi BAB harus di tuntun.

DO:

1) Usia klien 75 tahun

2) Pengelihatan klien terganggu, visus 0/6

3) Tremor

4) Kondisi rumah sempit dan ada tangga yang tinggi tepat di pintu kamarResiko untuk jatuhUmur > 65 tahun

DS :

1) Klien tidak pernah keluar kamar kecuali kalau BAB di sungai

2) Klien mengatakan aktivitas sehari-hari hanya di tempat tidur

3) Ny S mengatakan bahwa klien masih mampu berdiri sendiri. Tetapi sudah tidak bisa berjalan sendiri, sehingga lebih banyak tiduran

DO:

1) Saat kunjungan, klien sedang berbaring di tempat tidur

2) Klien mampu duduk di tempat tidurImmobilisasiPenurunan fungsi sistem tubuh pada proses menua

DS:

1) Klien mengatakan sulit BAB

2) Klien mengatakan, kalau BAB, kok lama sekali, kadang hanya 1 atau 2 kali sebulan.

3) Klien mengatakan sakit saat BAB/ mengeluarkan feces dan harus dibantu dengan mengurut-urut perutnya

4) Klien mengatakan, feces yang keluar keras seperti batu

5) Klien mengatakan perutnya juga keras dan terasa tidak nyaman

6) Klien mengatakan hanya minum 1-2 gelas sehari

7) Klien mengatakan hanya makan 3-5 suap setiap kali makan

DO:

i. Perut bagian bawah teraba kerasKonstipasiPenurunan motilitas traktus gastrointestinal

DS:

1) Klien mengatakan makan hanya 3-5 suap, kalau lebih dari itu makanan terasa tidak enak

DO:

1) BB: 27Kg, TB: 142 Cm

2) IMT: 13,39 (dibawah ideal >20%)

3) Intake makanan kurang

4) Mudah merasa kenyang sesaat setelah menguyah makanan

5) Keengganan untuk makanKetidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhKetidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorbsizat-zat gizi berhubungan dengan proses menua

DS:

1) Klien mengatakan sulit untuk tidur

2) Klien mengatakan tdur hanya 2-3 jam dalam sehari

3) Klien mengatakan tidak dapat tidur siang

DO:

1) Saat perawat datang, klien sedang tiduran tetapi tidak tidurGangguan pola tidurPergantian tidur yang berhubungan dengan usia

DS:

1) Klien mengatakan, ngak apa, meskipun saya tinggal di kolong tikus seperti ini, tetapi saya lebih senang tinggal disini, karena lebih luas, dapat melihat suasana di luar dan kalau disana, saya perkewuh (tidakenak) dengan banyak orang

2) Ny S mengatakan bahwa sewaktu klien berada di rumah induk, pernah terjadi pencurian, oleh karena itu klien meminta untuk pindah kamar di belakang rumah agar rumah induk dapat dikunci pada saat semua orang pergi kerja.

DO:

1) Klien bearada di sebuah kamar sempit dan berada di belakang rumah

2) Kamar klien terpisah dari rumah induk

3) Keluarga jarang menemani klien, kontak sering dilakukan bila memberi memberi makan dan menyiapkan air hangat untuk mandiResiko untuk kesepianIsolasi fisik

3.2.3 PRIORITAS MASALAH

1. Resiko untuk jatuh

2. Imobilisasi

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

4. Konstipasi

5. Gangguan pola tidur

6. Resiko untuk kesepian

3.2.4 DIAGNOSA

1. Resiko untuk jatuh berhubungan dengan umur >65 tahun.

2. Imobilisasi berhubungan dengan penurunan fungsi sistem tubuh pada proses menua.

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan proses menua.

4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastroinstestinal.

3.2.5 RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA KEPERAWATAN

NOCNIC

1. Resiko untuk jatuh b.d umur >65 tahunTIU:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam klien sudah mulai stabil.

TIK:

Setelah dilakukan 2x24 jam klien dapat mengenal adanya resiko jatuh kembali dengan kriteria:

1. Dapat menjelaskan perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia

2. Mampu menyebutkan akibat perubahan fisik tersebut

3. Mampu menjelaskan cara pencegahan agar tidak jatuh

4. Dapat mendemon-strasikan cara pencegahan

5. Keluarga menyatakan akan memodifikasi lingkungan sehingga menajadi lebih aman

6. Tampak adanya modifikasi terhadap lingkungan rumah1. Kaji pengetahuan klien terhadap perubahan fisik pada lanjut usia dan akibatnya

2. Berikan pujian atas pengetahuan positif yang disampaikan oleh klien

3. Diskusikan dengan klien mengenai perubahan pada lanjut usia; proses menua, batasan usia lanjut; perubahan pada sistem tubuh, akibat perubahan

4. Monitor sumber-sumber dalam keluarga yang ada dan dapat digunakan; peralatan, biaya, tenaga

5. Kaji faktor pendukung terjadinya jatuh ulangan; kondisi rumah, kondisi penderita

6. Diskusikan dan ajarkan cara-cara pencegahan jatuh pada klien

7. Diskusikan mengenai keadaan rumah yang sekarang dan keterkaitannya dengan kesehatan klien

8. Diskusikan dan jelaskan lingkungan yang aman bagi usia lanjut

9. Minta klien menjelaskan ulang lingkungan yang aman

2. Imobilisasi b.d penurunan fungsi sistem tubuh pada proses menuaTIU:

Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam klien mampu melakukan mobilisasi sesuai kemampuan

TIK:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dan keluarga mampu melakukan perawatan pada lansia yang imobilisasi dengan kriteria:

1. Mampu menjelaskan pengertian, penyebab, akibat dan upaya pencegahan imobilisasi

2. Mampu memotivasi diri untuk melakukan mobilisasi sesuai kemampuan1. Kaji pengetahuan klien tentang imobilisasi: pengertian, penyebab, akibat, dan upaya pencegahan

2. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang imobilisasi

3. Berikan contoh dan demonstrasi mobilisasi yang aman dan dapat dilakukan oleh klien

4. Motivasi klien untuk melakukan mobilisasi sesuai kemampuan

5. Libatkan keluarga untuk membantu mobilisasi klien

6. Berikan reinforcement atas usaha pemahaman informasi dan usaha mobilisasi yang di lakukan

3. Ketidak seim-bangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak-mampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan proses menuaTIU:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam klien dapat memahami mengenai keseimbangan nutrisi. Pengetahuan klien bertambah

TIK:

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, klien dan keluarga dapat melakukan perawatan anggota keluarga dengan nutrisi yang kurang dengan kriteria:

1. Klien dapat menjelaskan alasan mengapa ia berada pada nutrisi yang kurang

2. Klien dan keluarga dapat menyebutkan nutrisi seimbang1. Diskusikan klien dengan klien dan keluarganya kondisi kurang nutrisi

2. Beri motivasi agar meningkatkan makan porsi kecil tapi sering (ngemil)

3. Anjurkan klien dan keluarga lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayur