MAKALAH
MATAKULIAH ETIKA PROFESI
SEGITIGA KESEIMBANGAN (TUHAN, MANUSIA, DAN ALAM RAYA)
Oleh:
Kelompok 2
Deni Kusumaningrum
125040200111118
Eva Muthahara
125040200111128
Anatasia
125040200111140
Angrenani Rindu Prastika125040200111148
Yarda Aisyah
125040200111149
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIANPROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara etimologis, manusia berasal dari bahasa Sansekerta, manu,
dan bahasa Latin, mens, yang berarti berpikir, berakal budi atau
makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara
istilah, manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta,
sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok atau seorang
individu. Manusia adalah makhluk yang luar biasa kompleks karena
merupakan perpaduan antara makhluk material dan makhluk
spiritual.
Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di
alam raya. Manusia hakikatnya adalah makhluk ciptaan Tuhan. Pada
diri manusia terdapat perpaduan antara sifat ketuhanan dan sifat
kemakhlukan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki tugas
tertentu dalam menjalankan kehidupannya di dunia ini. Manusia
dikaruniai akal dan pikiran oleh Tuhan untuk menjalankan tugasnya.
Akal dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam
menjalankan perannya. Dalam hidup di dunia, manusia diberi tugas
kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Tuhan di muka bumi,
serta pengelolaan dan pemeliharaan alam raya.
Hubungan manusia dengan Tuhan yaitu sebagai hamba, maka manusia
wajib beribadah kepada Tuhan sepanjang hidupnya, karena semua yang
dilakukan manusia akan dipertanggungjawabkan di kemudian hari.
Selain sebagai makhluk individu yang diwajibkan menjalankan ibadah
kepada Tuhan, manusia juga sebagai makhluk sosial. Manusia dalam
hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Manusia hidup bermasyarakat
dan berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian, maka manusia
haruslah memiliki etika yang baik, saling menolong dan menyayangi
sesama manusia. Demikian pula dengan alam, selain menjalin hubungan
baik dengan Tuhan dan sesama manusia, manusia juga memiliki amanah
sebagai khalifah di bumi, dimana manusia diberi kemuliaan untuk
mengelola dan memanfaatkan segala fasilitas yang ada di bumi,
dengan tidak mengabaikan kaidah-kaidah yang ada. Dari latar
belakang tersebut, maka penulis membuat suatu makalah berjudul
Segitiga Keseimbangan (Tuhan, Manusia dan Alam Raya).1.2 Tujuan
1. Mengetahui hubungan antara Tuhan, manusia dan alam raya.
2. Menginternalisasikan diri tentang peranan etika profesi.
3. Mengetahui fungsi nilai dan norma dalam etika profesi.
2. PEMBAHASAN
2.1 Manusia Makhluk Budaya
2.1.1 Hakikat Manusia
Drijarkara dalam bukunya Filsafat Manusia (1969) mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya
sendiri. Tidak hanya berhadapan, tetapi juga menghadapi, dalam arti
mirip dengan menghadapi soal, menghadapi kesukaran, dll. Bersama
dengan itu, manusia juga makhluk yang berada dan menghadapi alam
kodrat. Dia merupakan kesatuan dengan alam, tetapi juga berjarak
dengannya. Dia bisa memandangnya, bisa mempunyai pendapat-pendapat
terhadapnya, bisa merubah dan mengolahnya. Lebih lanjut Drijarkara
mengatakan bahwa manusia itu selalu hidup dan merubah dirinya dalam
arus situasi konkrit. Dia tidak hanya berubah dalam tetapi juga
karena dirubah oleh situasi itu. Manusia selalu terlibat dalam
situasi, situasi itu berubah dan merubah manusia.
Selain yang telah disebutkan di atas, beberapa rumusan atau
definisi lain tentang manusia adalah sebagai berikut: homo sapiens,
homo faber, homo economicus, dan homo religiosus. Berdasarkan
definisi tersebut, maka dibuat polarisasi pemikiran tentang manusia
sebagaimana akan terlihat pada uraian di bawah ini, yakni pola
pemikiran biologis, pola pemikiran psikologis, pola pemikiran
sosial-budaya, dan pola pemikiran teologis. Namun pola pemikiran
yang keempat itu bukan pola pemikiran teologis, melainkan lebih
tepat disebut pola pemikiran religius. Hal ini didasarkan pada
rumusan pengertian manusia sebagai homo religiosus. Sedangkan pola
pemikiran biologis, psikologis dan sosial-budaya masih dapat
dipertahankan (Dardiri, 2010).
1. Manusia menurut pola pemikiran biologisMenurut pola pemikiran
ini, manusia dan kemampuan kreatifnya dikaji dari struktur
fisiologisnya. Salah satu tokoh dalam pola ini adalah Portmann yang
berpendapat bahwa aktivitas manusia yang khas, yakni bahasanya,
posisi vertikal tubuhnya, dan ritme pertumbuhannya. Semua sifat ini
timbul dari kerja sama antara proses keturunan dan proses
sosial-budaya. Aspek individualitas manusia bersama sifat sosialnya
membentuk keterbukaan manusia yang berbeda dengan ketertutupan dan
pembatasan deterministis binatang oleh lingkungannya. Manusia tidak
membiarkan dirinya ditentukan oleh alam lingkungannya. Menurut pola
ini, manusia dipahami dari sisi internalitas, yaitu manusia sebagai
pusat kegiatan intern yang menggunakan bentuk lahiriah tubuhnya
untuk mengekspresikan diri dalam komunikasi dengan sesamanya.
2. Manusia menurut pola psikologis
Kekhasan pola ini adalah perpaduan antara metode-metode
psikologi eksperimental dan suatu pendekatan filosofis tertentu,
misalnya fenomenologi. Penelitian psikologis harus diarahkan pada
kemampuan manusia untuk mengatasi dirinya sendiri dalam penggunaan
kebebasannya yang menghasilkan keputusan-keputusan dasar.Pandangan
psikologi humanistik lebih menekankan kemampuaan manusia untuk
mengarahkan dirinya, baik karena pengaruh faktor internal maupun
eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak serta merta atau
otomatis melakukan suatu tindakan berdasarkan desakan faktor
internal, karena desakan faktor internal bisa saja ditangguhkan
pelaksanaannya. Buktinya orang berpuasa, meskipun dorongan rasa
laparnya kuat, tetapi manusia bisa mengarahkan dirinya dalam arti
bisa menangguhkan desakan atau dorongan itu, yakni pada saatnya
berbuka di sore hari. Begitu juga, manusia tidak serta merta atau
otomatis melakukan tindakan karena mendapat rangsangan dari luar
(eksternal). Dia dapat mengabaikannnya, bahkan dia dapat memutuskan
sesuatu yang berbeda dengan desakan faktor eksternal. Buktinya,
manusia dapat menolak iming-iming sesuatu yang menggiurkan dari
pihak lain.3. Manusia menurut pola pemikiran sosial-budaya
Manusia menurut pola pemikiran ini tampil dalam dimensi sosial
dan kebudayaannya, dalam hubungannya dengan kemampuannya untuk
membentuk sejarah. Menurut pola ini, kodrat manusia tidak hanya
mengenal satu bentuk yang uniform melainkan berbagai bentuk. Salah
satu tokoh yang termasuk dalam pola ini adalah Erich Rothacker. Dia
berupaya memahami kebudayaan setiap bangsa melalui suatu proses
yang dinamakan reduksi pada jiwa-jiwa nasional dan melalui
mitos-mitos. Reduksi pada jiwa-jiwa nasional adalah proses
mempelajari suatu kebudayaan tertentu dengan mengembalikannya pada
sikap-sikap dasar serta watak etnis yang melahirkan pandangan
bangsa yang bersangkutan tentang dunia, atau weltanschauung. Dengan
demikian, meskipun orang menciptakan dan mengembangkan lingkup
kebudayaan nasionalnya, kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan dan
pengembangannya sudah ditentukan, karena semuanya itu sudah
terkandung dalam warisan ras.
4. Manusia menurut pola pemikiran religiusMenurut Eliade, homo
religiosus adalah tipe manusia yang hidup dalam suatu alam yang
sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat menikmati
sakralitas yang ada dan tampak pada alam semesta, alam materi, alam
tumbuh-tumbuhan, dan manusia. Pengalaman dan penghayatan akan Tuhan
ini selanjutnya mempengaruhi, membentuk, dan ikut menentukan corak
serta cara hidupnya. Eliade mempertentangkan homo religiosus dengan
homo non-religiosus, yaitu manusia yang tidak beragama, manusia
modern yang hidup di alam yang sudah didesakralisasikan,
bulat-bulat alamiah, apa adanya, yang dirasa atau yang dialami
tanpa sakralitas. Bagi manusia non-religiosus, kehidupan ini tidak
sakral lagi.Dengan membuka lingkup yang sewajarnya, seharusnya juga
melihat manusia sebagai makhluk alamiah, naturwesen yang merupakan
bagian dari alam dan oleh karena itu memiliki sifat-sifat dan
tunduk kepada hukum yang alamiah pula. Sebagai makhluk alamiah,
maka manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu. Ia membutuhkan
makanan agar badannya tetap segar dan sehat. Ia membutuhkan hiburan
agar hidupnya menarik dan tidak membosankan. Ia pun perlu belajar,
dll. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk
yang serba butuh hal-hal yang fisik dan rohani. Adanya
kebutuhan-kebutuhan tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah
makhluk yang belum selesai, artinya untuk memenuhi segala
kebutuhannya ia harus bekerja dan berkarya. Jelaslah di sini bahwa
kerja dan berkarya mempunyai arti yang manusiawi. Dalam kerjalah
tercermin mutu serta martabat manusia (Dardiri, 2010).Menurut kaum
eksistensialis (Tirtarahardja dan La Sulo, 1994) wujud sifat
hakekat manusia meliputi:
1. Kemampuan menyadari diri: yakni bahwa manusia itu berbeda
dengan makhluk lain, karena manusia mampu mengambil jarak dengan
obyeknya termasuk mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Dia
bisa mengambil jarak terhadap obyek di luar maupun ke dalam diri
sendiri. Pengambilan jarak terhadap obyek di luar memungkinkan
manusia mengembangkan aspek sosialnya. Sedangkan pengambilan jarak
terhadap diri sendiri, memungkinkaan manusia mengembangkan aspek
individualnya.2. Kemampuan bereksistensi: dengan kemampuan
mengambil jarak dengan obyeknya, berarti manusia mampu menembus
atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya.
Kemampuan menerobos ini bukan hanya dalam kaitannya dengan soal
ruang melainkan juga soal waktu. Manusia tidak terbelenggu oleh
ruang (di ruang ini atau di sini), dia juga tidak terbelenggu oleh
waktu (waktu ini atau sekarang ini), tetapi mampu menembus ke masa
depan atau ke masa lampau. Kemampuan menempatkan diri dan menembus
inilah yang disebut kemampuan bereksistensi. Justru karena mampu
bereksistensi inilah, maka dalam dirinya terdapat unsur
kebebasan.3. Kata hati: adalah kemampuan membuat keputusan tentang
yang baik dan yang buruk bagi manusia sebagai manusia. Orang yang
tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan
tentang yang baik atau yang buruk, atau pun kemampuannya dalam
mengambil keputusan tersebut dari sudut pandang tertentu saja,
misalnya dari sudut kepentingannya sendiri dikatakan bahwa kata
hatinya tidak cukup tajam. Manusia memiliki pengertian yang
menyertai tentang apa yang akan, yang sedang dan yang telah
dibuatnya, bahkan mengerti pula akibat keputusannya baik atau buruk
bagi manusia sebagai manusia.4. Tanggung jawab: adalah kesediaan
untuk menanggung akibat dari perbuatan yang menuntut jawab. Wujud
tanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab kepada diri
sendiri, kepada masyarakat dan kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada
diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam
bentuk penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat
berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial, yang berarti siap
menanggung sanksi sosial manakala tanggung jawab sosial itu tidak
dilaksanakan. Tanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung
tuntutan norma-norma agama, seperti siap menanggung perasaan
berdosa, terkutuk, dll.5. Rasa kebebasan: adalah perasaan yang
dimiliki oleh manusia untuk tidak terikat oleh sesuatu, selain
terikat (sesuai) dengan tuntutan kodrat manusia. Manusia bebas
berbuat sepanjang tidak bertentangan (sesuai) dengan tuntutan
kodratnya sebagai manusia. Orang hanya mungkin merasakan adanya
kebebasan batin apabila ikatan-ikatan yang ada telah menyatu dengan
dirinya, dan menjiwai segenap perbuatannya.6. Kewajiban dan hak:
adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
manusia sebagai makhluk sosial. Keduanya tidak bisa dilepaskan satu
sama lain, karena yang satu mengandaikan yang lain. Hak tak ada
tanpa kewajiban, dan sebaliknya. Dalam kenyataan sehari-hari, hak
sering diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan
kewajiban sering diasosiasikan dengan beban. Ternyata, kewajiban
itu suatu keniscayaan, artinya selama seseorang menyebut dirinya
manusia dan mau dipandang sebagai manusia, maka wajib itu menjadi
suatu keniscayaan, karena jika mengelaknya berarti dia mengingkari
kemanusiaannya sebagai makhluk sosial.7. Kemampuan menghayati
kebahagiaan: bahwa kebahagiaan manusia itu tidak terletak pada
keadaannya sendiri secara faktual, ataupun pada rangkaian
prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi
terletak pada kesanggupannya atau kemampuannya menghayati semuanya
itu dengan keheningan jiwa, dan mendudukkan hal-hal tersebut dalam
rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu: usaha, norma-norma dan
takdir.
2.1.2 Perasaan
Menurut Ludwig Klages (dalam Sunaryo, 2004), yang dipandang
sebagai peletak psikologi kepribadian modern, tingkah laku individu
terbentuk karena adanya 2 kekuatan, yaitu kekuatan pendorong dan
penghambat.
1. Temperamen, adalah sifat dari struktur kepribadian.2.
Perasaan. Sifat pokok perasaan, yaitu:
Inner activity (suara hati) : Daya untuk membedakan keinginan
yang terdapat dalam perasaan. Keinginan dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu menerima dan menolak. Corak perasaan : Taraf-taraf
kejelasannya.Perasaan yang dibedakan menjadi afek, yaitu adanya
keinginan yang kuat dalam perasaan (misalnya kegembiraan,
kemarahan, kegalauan, dan kekecewaan) dan suasana perasaan
(stimung), yaitu perasaan yang lebih menonjolkan warna atau corak
tertentu (misalnya kesedihan dan kerinduan). Suasana perasaan dapat
bersifat stabil maupun berubah-ubah (Sunaryo, 2004).Menurut Sunaryo
(2004), fungsi suasana perasaan, antara lain:
Ekspansif, arahnya tertuju keluar (sentrifugal). Perilakunya
ringan. Apabila dipengaruhi hal yang baik, menjadi individu yang
sibuk. Sebaliknya, tidak memiliki disiplin menjadi individu yang
dipengaruhi perbuatan tanpa rencana. Depresif, arahnya tertuju ke
dalam (sentripetal). Perilakunya berat dan apabila disertai daya
ekspresi yang berat, akan menjadi individu yang keras
kepala.Menurut Sunaryo (2004), sifat perasaan (afek), antara
lain:
Pasif, terdapat rasa terharu dan takjub serta memungkinkandaya
penerimaan yang besar sekali. Aktif, yang bekerja adalah nafsu
kebencian dan seksual, serta menimbulkan rasa mudah tersinggung
(irritability) yang kuat. Reaktif, timbul rasa kasihan yang
dalam.
2.1.3 Daya Rasa
Manusia dibekali dengan daya indera dan daya rasa, dari panca
indera yang dimiliki manusia, manusia bisa menghubungkan diri
dengan dunia luar. Daya rasa dibagi menjadi dua yaitu, perasaan
indrawi dan perasaan rohani, perasaan indrawi adalah rangsangan
jasmani melalui panca indra, perasaan indrawi tingkatnya rendah,
terdapat pada manusia dan hewan, sedangkan perasaan rohani adalah
perasaan luhur yang hanya terdapat pada manusia (Salasiah,
2012).
2.1.4 Tugas-Tugas Manusia
Dalam perjalanan hidup dan kehidupannya, manusia sebagai makhluk
Tuhan pada dasarnya mengemban amanah atau tugas-tugas kewajiban dan
tanggungjawab yang dibebankan oleh Tuhan kepadanya agar dipenuhi,
dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Amanah tersebut ada
bermacam-macam bentuknya, yaitu:
1. Amanah hamba terhadap Tuhannya, yakni sesuatu yang harus
dipelihara dan dijaga oleh manusia, yang berupa mengikuti segala
perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, serta menggunakan
alat-alat potensialnya dan anggota badannya dalam berbagai
aktivitas yang bisa menimbulkan kemanfaatan baginya dan dapat
mendekatkan diri kepada Tuhannya, sehingga bila manusia
melanggarnya, maka berarti dia berkhianat kepada Tuhannya.2. Amanah
hamba terhadap sesama manusia, yakni mengembalikan barang-barang
titipan kepada pemiliknya dan tidak mau menipu, serta menjaga
rahasia seseorang yang tidak pantas dipublikasikan.3. Amanah
manusia terhadap dirinya, yakni berusaha melakukan hal-hal yang
lebih baik dan lebih bermanfaat bagi dirinya untuk kepentingan
agama dan dunianya, tidak melakukan hal-hal yang membahayakan
dirinya baik untuk kepentingan akhirat maupun dunianya, serta
berusaha menjaga dan memelihara kesehatan dirinya (Tim Pascasarjana
UIN, 2013).
Tugas hidup manusia yang merupakan amanah dari Tuhan pada
intinya ada dua macam, yaitu: menyembah atau mengabdi kepada Tuhan
dan pengganti Tuhan di muka bumi, yang keduanya harus dilakukan
dengan penuh tanggung jawab.
1. Tugas manusia sebagai hamba TuhanTugas hidup manusia sebagai
hamba Tuhan merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti:
memelihara beban/tugas-tugas kewajiban dari Tuhan yang harus
dipatuhi. Sedangkan pengganti Tuhan di muka bumi merupakan
realisasi dari mengemban amanah dalam arti: memelihara,
memanfaatkan, atau mengoptimalkan penggunaan segala anggota badan,
alat-alat potensial (termasuk indera, akal dan qalbu) atau
potensi-potensi dasar manusia, guna menegakkan keadilan, kemakmuran
dan kebahagiaan hidup.Dari uraian terdahulu dapat dipahami bahwa
pada dasarnya manusia terdiri atas dua substansi, yaitu
jasad/materi dan roh/immateri. Jasad manusia berasal dari alam
materi (saripati yang berasal dari tanah), sehingga eksistensinya
mesti tunduk kepada aturan-aturan atau hukum Tuhan yang berlaku di
alam materi. Sedangkan roh-roh manusia, sejak berada di alam arwah,
sudah mengambil kesaksian di hadapan Tuhannya, bahwa mereka
mengakui Tuhan sebagai Tuhannya dan bersedia tunduk dan patuh
kepadaNya. Karena itulah, jika manusia konsisten terhadap
eksistensi dirinya atau naturnya, maka salah satu tugas hidup yang
harus dilaksanakannya adalah hamba Tuhan yang senantiasa tunduk dan
patuh kepada aturan dan KehendakNya serta hanya mengabdi kepadaNya
(Tim Pascasarjana UIN, 2013).
Diri manusia juga telah dianugerahi kemampuan dasar untuk
memilih atau mempunyai kebebasan, sehingga walaupun roh Ilahi yang
melekat pada tubuh material manusia telah melakukan perjanjian
dengan Tuhannya (untuk bersedia tunduk dan taat kepadaNya), tetapi
ketundukannya kepada Tuhan tidaklah terjadi secara otomatis dan
pasti sebagaimana robot, melainkan karena pilihan dan keputusannya
sendiri. Dan manusia itu dalam perkembangannya dari waktu ke waktu
suka melupakan perjanjian tersebut, sehingga pilihannya ada yang
mengarah kepada pilihan baiknya (jalan ketaqwaan) dan ada pula yang
mengarah kepada pilihan buruknya (jalan kefasikan) (Tim
Pascasarjana UIN, 2013).
2. Tugas manusia sebagai pengganti Tuhan di muka bumiTugas hidup
manusia juga sebagai pengganti Tuhan di muka bumi. Manusia adalah
makhluk yang termulia diantara makhluk-makhluk yang lain dan ia
dijadikan oleh Tuhan dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik
maupun, serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan
potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan.
Karena itulah maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas
sebagai pengganti Tuhan di muka bumi (Tim Pascasarjana UIN,
2013).Tugas manusia sebagai pengganti Tuhan di muka bumi antara
lain menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi, serta
mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi, dengan
cara beriman dan beramal saleh, bekerjasama dalam menegakkan
kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran. Karena itu
tugas tersebut merupakan tugas suci dan amanah dari Tuhan sejak
manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang,
dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya.
Tugas-tugas tersebut menyangkut: tugas terhadap diri sendiri, tugas
dalam keluarga/rumah tangga, tugas dalam masyarakat dan tugas
terhadap alam (Tim Pascasarjana UIN, 2013).
3. Tugas terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas: (1)
menuntut ilmu pengetahuan, karena manusia itu adalah makhluk yang
dapat dan harus dididik/diajar dan yang mampu mendidik/mengajar;
(2) menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa
menimbulkan bahaya dan kesengsaraan termasuk di dalamnya adalah
menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang
halal dan sebagainya; dan (3) menghiasi diri dengan akhlak yang
mulia.4. Tugas dalam keluarga/rumah tangga meliputi tugas membentuk
rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga cinta kasih dengan
jalan menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami-isteri atau
ayah-ibu dalam rumah tangga.5. Tugas dalam masyarakat meliputi
tugas-tugas : (1) mewujudkan persatuan dan kesatuan umat; (2)
tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan; (3) menegakkan
keadilan dalam masyarakat; dan (4) berlaku baik terhadap golongan
masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya adalah para fakir dan
miskin serta anak yatim, orang yang cacat tubuh, orang yang berada
di bawah penguasaan orang lain, dan lain-lain.6. Tugas terhadap
alam (natur) meliputi tugas-tugas: (1) mengkulturkan natur
(membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan,
sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan
hidup manusia; (2) menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni
budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi
alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak
menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan (3)
mengagamakan kultur (mengagamakan budaya), yakni dalam berbudaya
harus tetap komitmen dengan nilai-nilai agama, sehingga berbudaya
berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta
bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ajaran agama
serta keagungan dan kebesaran Tuhan.
2.2 Manusia dan Kebutuhan
Berdasarkan Teori Hirarki Kebutuhan menurut Maslow, Maslow
menyusun teori motivasi manusia, dimana variasi kebutuhan manusia
dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap
jenjang kebutuhan dapat dipenuhi hanya jenjang sebelumnya telah
(relatif) terpuaskan (tabel.1) menyajikan secara ringkas empat
jenjang basic need atau deviciency need, dan satu jenjang metaneeds
atau growth needs.
Tabel 1: Jenjang Kebutuhan
Dalam mencapai kepuasan kebutuhan, seseorang harus berjenjang,
tidak perduli seberapa tinggi jenjang yang sudah dilewati, kalau
jenjang dibawah mengalami ketidakpuasan atau tingkat kepuasannya
masih sangat kecil, dia akan kembali ke jenjang yang tak terpuaskan
itu sampai memperoleh tingkat kepuasan yang dikehendaki.
a. Kebutuhan Dasar 1: Kebutuhan Fisiologis
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat neostatik (usaha menjaga
keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, gula, garam,
protein, serta kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan fisiologis
ini sangat kuat, dalam keadaan absolut (kelaparan dan kehausan)
semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang mencurahkan semua
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini.
b. Kebutuhan Dasar 2: Kebutuhan Keamanan (Safety)
Sesudah kebutuhan keamanan terpuaskan secukupnya, muncul
kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum,
keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan
fisiologis dan keamana pada dasarnya adalah kebutuhan
mempertahankan kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan
hidup jangka pendek, sedang keamanan adalah pertahanan hidup jangka
panjang.
c. Kebutuhan Dasar 3: Kebutuhan Dimiliki dan Cinta (Belonging
dan Love)
Sesudah kebutuhan fisiologis dari keamanan relatif terpuaskan,
kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan
cinta menjadi tujuan yang dominan. Orang sangat peka dengan
kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan, dan kehilangan
sahabat atau kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting
sepanjang hidup. Ada dua jenis cinta (dewasa) yakni Deficiency atau
D-Love dan Being atau B-love. Kebutuhan cinta karena kekurangan,
itulah D-Love; orang yang mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya,
seperti harga diri, seks, atau seseorang yang membuat dirinya
menjadi tidak sendirian. Misalnya : hubungan pacaran, hidup bersama
atau perkawinan yang membuat orang terpuaskan kenyamanan dan
keamanannya. D-love adalah cinta yang mementingkan diri sendiri,
yang memperoleh daripada memberi. B-Love didasarkan pada penilaian
mengenai orang lain apa adanya, tanpa keinginan mengubah atau
memanfaatkan orang itu. Cinta yang tidak berniat memiliki, tidak
mempengaruhi, dan terutama bertujuan memberi orang lain gambaran
positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka
kesempatan orang itu untuk berkembang.
d. Kebutuhan Dasar 4: Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem)
Ketika kebutuhan dimiliki dan mencintai sudah relatif
terpuaskan, kekuatan motivasinya melemah, diganti motivasi harga
diri. Ada dua jenis harga diri :
1. Menghargai diri sendiri (self respect): kebutuhan kekuatan,
penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian,
dan kebebasan.
2. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other ) :
kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran,
dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima dan
apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal
dengan baik dan dinilai dengan baik oleh orang lain.
e. Kebutuhan Dasar Meta: Kebutuhan Aktualisasi Diri
Akhirnya sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah
kebutuhan meta atau kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi
sesuatu yang orang itu mampu mewujudkannya secara maksimal seluruh
bakat kemampuan potensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk
memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (Self fullfilment),
untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang
dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas
mencapai puncak prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai
tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh
kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak
menyadari ada kebutuhan semacam itu.
2.3 Hubungan Antara Manusia
Ada dua pengertian hubungan manusiawi, yakni hubungan manusiawi
dalam arti luas dan hubungan manusiawi dalam arti sempit: a.
Hubungan manusiawi dalam arti luas
Hubungan manusiawi dalam arti luas adalah interaksi antara
seseorang dengan orang lain dalam segala situasi dan dalam semua
bidang kehidupan. Jadi, hubungan manusiawi dilakukan dimana saja,
bisa dilakukan di rumah, di jalan, di dalam kendaraan umum (misal
bis, kereta api) dan sebagainya. b. Hubungan manusiawi dalam arti
sempit
Hubungan manusiawi dalam arti sempit adalah juga interaksi
antara seseorang dengan orang lain. Akan tetapi interaksi di sini
hanyalah dalam situasi kerja dan dalam organisasi kerja (work
organization).
Hubungan manusiawi dapat dilakukan untuk menghilangkan
hambatan-hambatan komunikasi, meniadakan salah pengertian dan
mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia. Dalam kegiatan
hubungan manusiawi ini terdapat dua jenis konseling, bergantung
pada pendekatan (approach) yang dilakukan. Kedua jenis konseling
tersebut ialah directive counseling, yakni konseling yang langsung
terarah dan non directive counseling yakni konseling yang tidak
langsung terarah (Onong, 2001).
Selain dengan konseling, ada beberapa teknik dalam hubungan
antar manusia antara lain:
a. Tindakan sosial
Tindakan sosial menurut Max Weber adalah tindakan seorang
individu yang dapat mempengaruhi individu lain dalam
masyarakat.
b. Kontak sosial
Kontak sosial adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak
lain yang merupakan terjadinya awal interaksi sosial.
c. Komunikasi sosial
Proses komunikasi terjadi saat kontak sosial berlangsung. Secara
harfiah komunikasi merupakan hubungan atau pergaulan dengan orang
lain.Hambatan dalam hubungan antar manusia pada umumnya mempunyai
dua sifat yaitu objektif dan subjektif. Hambatan yang sifatnya
objektif adalah gangguan dan halangan terhadap jalannya hubungan
antar manusia yang tidak disengaja dan dibuat oleh pihak lain tapi
mungkin disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. Hambatan
yang bersifat subjektif adalah yang sengaja dibuat oleh orang lain
sehingga merupakan gangguan, penentangan terhadap suatu usaha
komunikasi. Dasar gangguan dan penentangan ini biasanya disebabkan
karena adanya pertentangan kepentingan, prejudice, tamak, iri hati,
apatisme, dan sebagainya (Onong, 2003).2.4 Kebutuhan Jasmani dan
RohaniKebutuhan jasmani dapat dicapai melalui kebutuhan ekonomi
berupa pemilikan dan penggunaan harta kekayaan yang memuaskan.
Untuk memperolah harta kekayaan manusia harus bekerja keras. Harkat
dan martabat manusia ditunjukkan oleh kemampuannya bekerja keras
dan berkarya (nilai etis moral) dan ini sebagai kodrat manusia.
Manusia malas, tidak mau bekerja keras adalah bertentangan dengan
kodratnya. Supaya manusia bekerja efektif, perlu didukung oleh
kerja sama dan sarana (nilai kegunaan) serta keahlian (nilai
kebenaran). Kebutuhan rohani dapat dicapai karena terpenuhinya
kebutuhan rohani berupa hubungan serasi, tertib, damai, tanpa
sengketa antara manusia dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi
(kebutuhan jasmani). Semua berjalan menurut kaidah moral, dalam
arti saling menghargai dalam suasana, tertib, damai dan serasi
(nilai etis dan moral). Kaidah moral ini kemudian dijelmakan ke
dalam kaidah sosial yang menjadi cermin setiap perbuatan
bermasyarakat yang selanjutnya menjadi hukum kebiasaan atau
perilaku yang berkembang di masyarakat. Hukum kebiasaan ini
dihargai dan dipatuhi secara sadar oleh setiap anggota masyarakat
sehingga terpelihara ketertiban, kestabilan, dan kebahagian
masyarakat.2.5 Etika dan Tujuan Hidup
Setiap perbuatan manusia selalu memandang dua hal yaitu sumber
perbuatan dan tujuan perbuatan. Sumber perbuatan adalah
kecendrungan batin, kecendrungan baik atau kecendrungan buruk.
Sedangkan tujuan perbuatan adalah sesuatu yang diharapkan timbul
atau terjadi setelah dilakukan perbuatan itu.
Etika tujuan adalah etika yang memandang objek petimbangan moral
bukan sumber perbuatan melainkan tujuan perbuatan. Etika tujuan
banyak dianut dalam berbagai bentuk. Hal ini tidak mengherankan
karena kenyataan bahwa setiap manusia tentu pernah bertanya Apakah
Tujuan Hidupku Sebenarnya?.
Apakah tujuan hidupku untuk mencapai kebahagian, membuat orang
lain bahagia, meningkatkan kesejahteraan umum, mengabdi kepada
manusia-manusia lain, menyempurnakan diri sendiri, memperkembangkan
kepribadian ataupun hal-hal lain ?
Dengan kata lain, manusia mempertanyakan makna hidup, dengan
demikian mempertanyakan juga tujuan hidup. Hasrat ini didasarkan
pada kenyataan yang lebih mendasar, yaitu manusia yang dalam
kebulatannya merupakan objek pertimbangan moral adalah manusia yang
melakukan perbuatan. Melakukan perbuatan merupakan usaha, dan
selalu terarah untuk mencapai tujuan. Sifat tujuan menentukan sifat
usaha, yang akhirnya dapat menyingkapkan sifat manusia (Tim Dosen,
2014).
Dengan cara demikian, dapat diperoleh gambaran mengenai keadaan
moral seseorang berdasarkan tujuan yang hendak dicapainya. Tujuan
yang hendak dicapai memang harus baik. Tetapi norma-norma moral
menentukan tujuan yang baik itu. Sering tidak mudah untuk
menentukan tujuan yang hendak dicapai seseorang. Kelihatannya dia
hendak mencapai tujuan tertentu, tetapi setelah diselidiki lebih
dalam ternyata semu belaka. Pada kenyataannya, dia hendak mencapai
sesuatu yang lain sama sekali. 2.6Manusia Dan Sistem Nilai
Manusia sebagai makhluk budaya selalu melakukan penilaian
terhadap keadaan yang dialaminya. Menilai berarti memberi
pertimbangan untuk menentukan sesuatu itu benar atau salah, baik
atau buruk, indah atau jelek, berguna atau tidak berguna. Hasil
penilaian itu disebut nilai, yaitu sesuatu yang benar, yang baik,
yang indah, yang berguna atau yang sebaliknya.
Manusia selalu cenderung menghendaki nilai kebenaran, nilai
kebaikan, nilai keindahan karena berguna bagi kehidupan manusia.
Nilai-nilai yang hidup dalam pikiran anggota masyarakat membentuk
sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman atau acuan perilaku.
Sistem nilai dan sistem hukum menjadi dasar kehidupan masyarakat
(Tim Dosen, 2014).
Nilai yang dimiliki seseorang mempengaruhi perilakunya.
Sedangkan norma sebenarnya mengatur perilaku manusia yang
berhubungan dengan nilai yang terdapat dalam suatu kelompok.
Artinya, untuk menjaga agar nilai kelompok agar tetap bertahan,
lalu disusunlah norma-norma untuk menjaganya. Oleh karena itu
pelanggaran terhadap norma berarti juga pelanggaran terhadap nilai
yang dimiliki oleh kelompok atau masyarakat.
Macam-macam Nilai Menurut Notonegoro (1974), nilai dibagi
menjadi 3 bagian yaitu:
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur
manusia.2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk dapat mengadakan aktivitas.3. Nilai kerohanian, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/rohani manusia. Nilai
kerohanian dapat dibagi atas 4 macam yaitu:
a. Nilai kebenaran atau kenyataan yang bersumber dari unsure
akal manusiab. Nilai keindahan yang bersumber dari unsur rasa
manusiac. Nilai moral/kebaikan yang berunsur dari
kehendak/kemauand. Nilai religius, yaitu merupakan nilai Ketuhanan,
kerohanian yang tinggi dan mutlak yang bersumber dari keyakinan/
kepercayaan manusia
Manusia menjadikan nilai sebagai landasan, alasan, atau motivasi
dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Dalam bidang
pelaksanaannya, nilai-nilai dijabarkan dan diwujudkan dalam bentuk
kaidah atau norma.2.7 Manusia dan Hak Asasi
2.7.1 Hak Asasi
Ada dua jenis hak yang terdapat pada manusia yaitu hak manusia
dan hak undang-undang. Dimana, hak manusia adalah hak yang melekat
pada setiap manusia sebab berkaitan dengan realitas hidup manusia
itu sendiri. Hak tersebut dinamakan hak manusia sebab manusia harus
dinilai menurut martabatnya. Hak-hak dasar melekat sejak lahir.
Hak-hak tersebut dimiliki seseorang karena ia manusia. Hak-hak
tersebut berlaku bagi setiap anggota umat manusia tanpa
memperhatikan faktor-faktor pemisah seperti: ras, agama, warna
kulit, kasta kepercayaan, jenis kelamin atau kebangsaan. Jadi, hak
manusia mempunyai sifat dasar, asasi sehingga disebut juga hak
asasi manusia. Hak asasi manusia mendasari seluruh organisasi
masyarakat, dan menjadi asas undang-undang.
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam
Teaching Human Right, United Nations sebagaimana dikutip Baharudin
Lopa menegaskan bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat
pada setiap diri manusia, yang tanpanya manusia mustahil manusia
hidup sebagai manusia. John Locke menyatakan bahwa Hak Asasi
Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha
Pencipta sebagai hak yang kodrati (Effendi, 1994).
Hak Asasi Manusia ada bermacam-macam. Hak-hak asasi manusia
menurut ajaran John Locke Montesque dan JJ. Rousseau sebagai
berikut:
a. Hak kemerdekaan atas diri sendiri
b. Hak kemerdekaan beragama
c. Hak kemerdekaan berkumpul dan berserikat
d. Hak Write Of Hobbeas Corpus
e. Hak kemerdekaan pikiran dan pers
Laffayette merumuskan hak-hak itu secara lebih sempurna lagi
sehingga pada tahun 1789 meliputi semua hak-hak yang hanya dapat
dibatasi oleh undang-undang bahwa hak asasi itu merupakan dasar
hukum dan dasar kemerdekaan manusia sebagai konsekwensi dari
pengakuan kemerdekaan dan hak persamaan yang berbunyi Bahwa manusia
itu dilahirkan merdeka dan tetap tinggal merdeka serta mempunyai
hak yang sama.
Dalam rumusannya pada Declaration Des Droits de Home at do
Cetoyen yang kemudian diterima permusyawaratan ketatanegaraan
Perancis tahun 1789, deklarasi ini ditetapkan dalam konstitusi
Perancis tahun 1791 yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada
tahun 1793 dan 1848 hak asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu
antara lain sebagai berikut:
1. Manusia dilahirkan merdekan dan tetap merdeka
2. Manusia mempunyai hak yang sama
3. Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak
lain
4. Warga negara menmpunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan
serta pekerjaan umum
5. Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut
undang-undang
6. Manusia mempunyai kemerdekaan agama dan kepercayaan
7. Manusia merdeka mengeluarkan pikiran
8. Adanya kemerdekaan surat kabar
9. Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat
10. Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul
11. Adanya kemerdekaan bekerja, berdagang dan melaksanakan
kerajinan
12. Adanya kemerdekaan rumah tangga
13. Adanya kemerdekaan hak milik
14. Adanya kemerdekaan lalu-lintas
15. Adanya hak hidup dan mencari nafkah
Menurut Beirly (1954) pada dasarnya para ahli berpendapat
hak-hak asasi manusia dibagi menjadi 5, yaitu sebagai berikut:
1. Hak mempertahankan diri (self peservation)2. Hak kemerdekaan
(independence)3. Hak persamaan derajat (equality)4. Hak untuk
dihargai (respect)5. Hak bergaul satu sama lain (intecourse)Hak-hak
tersebut secara lebih terperinci sudah tercantum dalam pernyataan
sedunia tentang hak-hak asasi manusia yang diproklamirkan PBB
tanggal 10 Desember 1948 yang antara lain mencantumkan Bahwa tiap
orang mempunyai hak untuk hidup, kemerdekaan, dan keamanan badan,
untuk diakui kepribadiannya, menurut hukum, untuk memperoleh
perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat
jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum,
dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah, hak untuk masuk
dan keluar wilayah suatu negara, hak untuk mendapat asylum, hak
untuk mendapat suatu kebangsaan, hak untuk mendapat hak milik atas
benda, hak untuk bebas mengutarakan pendapat/pikiran dan perasaan,
hak untuk bebas memeluk agama dan mempunyai, hak mengeluarkan
pendapat, hak untuk rapat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan
pendidikan, hak untuk turut serta dalam gerakan
kebudayaan-kebudayaan dalam masyarakat, hak untuk menikmati
kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.
Di Indonesia, secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi
manusia itu dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:1. Hak-hak
asasi manusia (Personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan
pendapat. Kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.2.
Hak-hak asasi ekonomi (Property rights) yaitu hak untuk memiliki
sesuatu, membeli dan menjual serta memanfaatkannya.3. Hak-hak asasi
politik (Political rights), yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilihan
umum), hak untuk mendirikan partai politik.4. Hak-hak asasi untuk
mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (right
of legal equality)5. Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social
and culture right). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak
untuk mengembangkan kebudayaan.6. Hak asasi untuk mendapat
perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights).
Misalnya: peraturan dalam hal penahanan, penangkapan,
penggeledahan, dan peradilan (Sungguh, 2004).2.7.2 Hak
Undang-Undang
Hak undang-undang adalah hak yang melekat pada manusia karena
diberikan oleh undang-undang. Hak tersebut tidak langsung
berhubungan dengan martabat manusia, melainkan karena tertampung di
dalam undang-undang. Hak tersebut timbul lebih kemudian dari
manusia, jadi bukan sebagai bagian dari eksistensi manusia.
Karena diberikan oleh undang-undang, maka pelanggaran hak
undang-undang dapat dituntut di depan pengadilan berdasarkan
undang-undang. Hak manusia yang diberikan oleh undang-undang antara
lain:
a. Menjadi PNS atau anggota ABRIb. Memilih dan dipilih dalam
pemilu
c. Pensiun hari tua
d. Santunan ansuransi, dll (Tim Dosen, 2014).
2.7.3 Kebenaran Filosofis
Kebenaran filosofis penopang sistem etika adalah Tuhan, kehendak
dan tujuan. Tuhan adalah pencipta manusia, menjadi tujuan akhir
perjuangan manusia. Tuhan memberikan hukum mutlak, hukum moral yang
dapat menuntun apa yang harus dilakukan. Tuhan memberikan
kebahagiaan tertinggi dan menjadi hakim yang Maha Agung. Tuhan
adalah sumber etika yang mengharuskan manusia berbuat baik sesuai
dengan tuntunanNya. Kebahagiaan dunia dan akhirat adalah tujuan
akhir manusia (Tim Dosen, 2014).2.7.4 Perbuatan Manusia
Manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu harus bekerja keras
dalam arti berbuat sesuatu yang bermanfaat. Perbuatan manusia
berdasarkan unsur budaya yaitu akal (ratio), rasa (estetis) dan
karsa (kehendak). Manusia yang mengfungsikan ketiga unsur tersebut
disebut manusia seutuhnya (manusia kodrat).
Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan yang dilandasi olah
akal yang menyatakan benar atau salah, rasa yang menyatakan baik
atau buruk, dan karsa yang menyatakan pilihan berdasarkan kehendak
bebas. Kehendak bebas adalah kesadaran, dan kesadaran adalah suara
hati nurani. Hati nurani selalu menyuarakan yang baik, benar dan
bermartabat.
Perbuatan yang memenuhi ketiga unsur ini disebut perbuatan moral
yaitu perbuatan yang bersumber pada hati nurani yang selalu baik,
benar dan bermartabat. Perbuatan moral mempunyai nilai moral, yaitu
nilai manusia seutuhnya (manusia kodrat). Perbuatan moral menuntun
manusia menuju kebahagian, ketertiban, kestabilan dan kemajuan.
Kebalikan dari perbuatan moral adalah perbuatan amoral, yaitu
perbuatan tidak baik, tidak benar, tidak bermanfaat karena tidak
memenuhi ketiga unsur manusia seutuhnya. Perbuatan amoral adalah
perbuatan jahat yang tidak mempunyai nilai moral. Karena perbuatan
itu jahat, maka pelakunya disebut penjahat. Penjahat adalah musuh
masyarakat orang baik-baik.
Manusia seutuhnya (manusia kodrat) disebut juga manusiawi.
Perbuatan manusia seutuhnya (perbuatan manusia kodrat) disebut
perbuatan manusiawi. Perbuatan manusiawi mempunyai nilai manusiawi.
Sebaliknya, perbuatan yang tidak memenuhi unsur-unsur kodrat
manusia yaitu tidak baik, tidak benar, tidak bermartabat, tidak
menyuarakan hati nurani disebut perbuatan tidak manusiawi, dan
tidak mempunyai nilai manusiawi. Untuk menentukan perbuatan
moral/manusiawi dan perbuatan amoral/tidak manusiawi menggunakan
norma moral.
Norma moral adalah aturan, patokan, ukuran manusiawi untuk
mempertimbangkan perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk,
bermanfaat atau merugikan diri sendiri atau orang lain. Moralitas
perbuatan artinya segi baik buruknya perbuatan. Moralitas adalah
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik atau buruk.
Moralitas merupakan kualitas perbuatan manusiawi dalam arti
perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah.
Perbuatan manusia dikatakan baik apabila motivasi, tujuan akhir
dan lingkungan perbuatan itu baik. Apabila salah satu faktor
penentu tersebut tidak baik, maka perbuatan manusia itu tidak baik.
Ciri norma moral ialah menggunakan kesadaran manusia, artinya tidak
berbuat semaunya sendiri. Norma moral adalah norma kesusilaan,
norma hukum dan norma agama. Menurut kodratnya manusia ingin selalu
berbuat baik, benar dan berguna bagi diri sendiri dan orang lain
(Tim Dosen, 2014).2.8Nilai dalam Kehidupan
Kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan
menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar,
jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan
disebut nilai (value) apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi
konkrit. Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan
memilih jalan yang ditempuh. Manusia harus mempunyai tujuan akhir
untuk arah hidupnya.
Nilai dalam kehidupan meliputi:
a. Kebaikan,b. Kebajikan dan
c. kebahagiaan
Kebiasaan dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan,
sedangkan yang jahat, buruk dinamakan kejahatan. Kebajikan adalah
kebiasaan yang menyempurnakan manusia. Kebajikan adalah
pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Kebajikan budi menyempurnakan
akal menjadi alat yang baik untuk menerima pengetahuan.
Manusia merasa kosong, tidak puas, gelisah selama keinginannya
tidak terpenuhi. Kepuasaan yang sadar, yang dirasakan seseorang
karena keinginannya memiliki kebaikan sudah terlaksana disebut
kebahagiaan.
Manusia mencari kebahagiaan karena setiap orang berusaha
memenuhi keinginannya. Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh
perbuatan manusia. Untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia bekerja
keras dengan menggunakan segala jenis sarana (Tim Dosen, 2014).
Tingkat kesulitan untuk mencapainya akan menentukan rasa
bahagianya. Manusia merasa bahagia apabila :a) Cukup sandang,
pangan dan rumahb) Cukup sandang, pangan, rumah, pendidikanc) Cukup
sandang, pangan, rumah, pendidikan, pekerjaand) Cukup sandang,
pangan, rumah, pendidikan, pekerjaan, hiburane) Cukup sandang,
pangan, rumah, pendidikan, pekerjaan, hiburan, kepuasan seksualf)
Keberhasilan usaha atau profesi dalam hidup.Jadi ukuran kebahagiaan
tidak sama antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, ada
orang yang sudah bahagia dengan: Sudah merasa bahagia karena sudah
tercukupi kebutuhan jasmaninya Sudah merasa bahagia karena sudah
tercukupi kebutuhan rohaninya Baru merasa bahagia karena sudah
tercukupi kebutuhan jasmani + rohaninya.Yang paling ideal ialah
apabila kebahagiaan jasmani dan rohani tersebut dicapai secara
seimbang, baik dilihat dari subjeknya (manusianya) maupun objeknya
(kebutuhan). Namun kebahagiaan yang dicapai manusia tersebut adalah
kebahagiaan semu (relatif), bukan sempurna.Ada dua macam
kebahagiaan yaitu:a) Kebahagian sempurna yaitu kebahagian yang
dapat memuaskan manusia umumnya semua pihak atau anggota dalam
kelompok masyarakat baik jasmani maupu rohani dunia sampai akhirat.
Kebahagian sempurma merupakan tujuan akhir manusia. Etika membahas
kebahagiaan sempurna melalui kebenaran filosofis yang menjadi
penopang segala sistem etika.b) Kebahagian relatif yaitu
kebahagiaan yang hanya dapat memuaskan manusia secara individual
dengan segala kelemahannya.3. PENUTUP
3.1 KesimpulanKehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul
kehidupan di alam raya. Manusia hakikatnya adalah makhluk ciptaan
Tuhan. Pada diri manusia terdapat perpaduan antara sifat ketuhanan
dan sifat kemakhlukan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
memiliki tugas tertentu dalam menjalankan kehidupannya di dunia
ini. Setiap perbuatan manusia selalu memandang dua hal yaitu sumber
perbuatan dan tujuan perbuatan. Etika tujuan adalah etika yang
memandang objek petimbangan moral bukan sumber perbuatan melainkan
tujuan perbuatan. Manusia sebagai makhluk budaya selalu melakukan
penilaian terhadap keadaan yang dialaminya. Nilai yang dimiliki
seseorang mempengaruhi perilakunya. Sedangkan norma sebenarnya
mengatur perilaku manusia yang berhubungan dengan nilai yang
terdapat dalam suatu kelompok. Manusia menjadikan nilai sebagai
landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan
perbuatannya. Dalam bidang pelaksanaannya, nilai-nilai dijabarkan
dan diwujudkan dalam bentuk kaidah atau norma.DAFTAR
PUSTAKADardiri, A. 2010. Urgensi Memahami Hekekat Manusia. FIP UNY.
Yogyakarta.
Drijarkara, N. 1969. Filsafat Manusia. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Effendi, Mansyur. 1994. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia
dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia. Ghalia
Indonesia. Bogor.
J.L. Bierly. 1954. The Law of Nations, 5th.ed. Clarendon Press.
Oxford.Notonagoro. Pancasila Dasar Falsafat Negara. Jakarta. Bhina
Aksara, 1974.
Onong, Uchjana Effendy. (2001-2003). Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikasi. Jakarta: Erlangga.
Salasiah. 2012. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik. Universitas 17 Agustus 1945. Samarinda.
Sunaryo. 2004. Psikologi. Jakarta: Penerbit EGC.
Sungguh, As'ad. 2004. Etika Profesi. Sinar Grafika. Jakarta.
Tim Dosen. 2014. Modul Etika Profesi. Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.
Tim Pascasarjana UIN. 2013. Tugas Manusia di Bumi. Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Tirtarahardja, U. dan La Sulo. 1994. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Tinggi Depdikbud.