BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangWartawan adalah sebuah profesi.
Dengan kata lain, wartawan adalah seorangprofesional. Seperti
halnya dokter, bidan, guru atau pengacara. Dalam menjalankan
profesinya, seorang wartawan harus dengan sadar menjalankan tugas,
hak, kewajiban dan fungsinya yakni mengemukakan apa yang sebenarnya
terjadi. Sebagai seorang profesional, seorang wartawan harus turun
ke lapangan untuk meliput suatu peristiwa yang bisa terjadi kapan
saja. Bahkan, wartawan kadangkala harus bekerja menghadapi bahaya
untuk mendapatkan berita terbaru dan original.Selain itu wartawan
harus mematuhi kode etik jurnalistik, misalnya wartawan tidak
menyebarkan berita yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul
serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila, wartawan
menghargai dan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang benar, wartawan tidak dibenarkan menjiplak, wartawan
tidak diperkenankan menerima sogokan, dsb. Dalam melaksanakan kode
etik jurnalistik tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak
hambatan yang harus dilalui untuk menjadi wartawan yang
profesional. Kode etik harus menjadi landasanmoralatau etika
profesi yang bisa menjadi operasional dalam menegakkan integritas
dan profesionalitas wartawan. Penetapan kode etik guna menjamin
tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak hak masyarakat.
Wartawan memiliki kebebasan pers yakni kebebasan mencari,
memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Meskipun
demikian, kebebasan disini dibatasi dengan kewajiban menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat.B. Rumusan
MasalahDalam penulisan makalah ini penulis memiliki batasa-batasan
masalah guna untuk membatasi pembahasan makalah ini, agar nantinya
dalam pembahasan tidak keluar dari materi ini. Batasan-batasan itu
adalah :1. Apakah kode etik itu ?2. Bagaimana sejarah perkembangan
wartawan di Indonesia ?3. Seperti apakah kode etik jurnalistik itu
?4. Seperti apakah etika jurnalistik itu ?5. Seperti apa kekuatan
kode etik itu ?6. Tantanganapa yang harus dihadapijurnalistik?7.
Seperti apakah kepribadian wartawan Indonesia itu ?8. Pertanggung
jawaban seperti apakah yang harus ddilakukan oleh seorang
jurnalistik ?
BAB IIPEMBAHASANA. PENGERTIAN KODE ETIKEtika berasal dari bahasa
Latin, ethica, yang berarti aturan atau kaidah-kaidahmoral, tata
susila yang mengikat suatu masyarakat atau kelompok masyarakat,
atau profesi. Etika didasari oleh kejujuran dan integritas
perorangan.Etika yang mengikat masyarakat dalam sebuah profesi
itulah yang disebut Kode Etik, maka lahirlah berbagai macam Kode
Etik, antara lain Kode Etik Wartawan atau Kode Etik Jurnalistik,
Kode Etik Kedokteran, dan Kode Etik Pengacara.Di Indonesia, Kode
Etik Wartawan tidak hanya merupakan ikatan kewajiban moral bagi
anggotanya, melainkan sudah menjadi bagian dari hukum positif,
karena Pasal 7 (2) UU Pers dengan tegas mengatakan bahwa wartawan
memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik
dimaksud yaitu kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan
ditetapkan oleh Dewan Pers.B. Sejarah Perkembangan Wartawan di
IndonesiaKewartawananataujurnalisme(berasal dari katajournal),
artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari,
atau bisa juga berarti suratkabar.Journalberasal dari istilah
bahasa Latindiurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan
jurnalistik.Di Indonesia, istilah "jurnalistik" dulu dikenal dengan
"publisistik". Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya
berbeda asalnya. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya
karena berkiblat kepadaEropa. Seiring waktu, istilah jurnalistik
muncul dariAmerika Serikatdan menggantikan publisistik dengan
jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahasIlmu
Komunikasi.Seiring era Reformasi yang dikumandangkan dari Sabang
sampai Merauke oleh para Reformis, menggantikan era totaliterisme
Soeharto, maka dunia jurnalisme kita mendapatkan angin segar dalam
menyampaikan informasi kepada khalayak umum tanpa takut adanya
ancaman pembredelan.Tak kurang dari 32 tahun dunia jurnalisme kita
mandul dan harus berfungsi sebagai corong pemerintahan Orde Baru
yang jauh dari idealisme pers sebagai kontrol sosial. Bahkan sejak
akhir masa kekuasaan Soekarno (ordelama), pun dunia jurnalisme kita
telah diarahkan menjadi corong pemerintahan. Di era orde lama,
institusionalisme pers yang berkembang adalah bagaimana sebuah
lembaga penerbit pers dapat melibatkan diri dalam pertentangan
antar partai. Masing-masingmediacetak berfungsi sebagai corong
perjuangan partai-partai peserta pemilu 1955. Beberapa partai
seperti PNI mempunyai SuluhIndonesia, Masyumi mempunyai Abadi, NU
mempunyai Duta Masyarakat, PSI mempunyai Pedoman dan PKI mempunyai
Harian Rakyat. Jadi fungsi media di era Orde Lama tak lain sebagai
media perjuangan partainya masing-masing. Sejak pencabutan
pengaturan mengenai SIUPP dan kebebasan penyajian berita serta
informasi di berbagai bentuk pada tahun 1999 disahkan UU Pers No
40/1999. Mulai saat itu dunia jurnalisme kita lepas dari pemasungan
yang selama akhir masa Orde lama dan orde baru menjerat
demokratisasi pers kita. Tak lama kemudian dalam merayakan
kemenangan sistem demokrasi muncul berbagai macam ribuan media
massa baik cetak maupunelektronikyang tak terbendung lagi
memberikan warna kebebasan dalam dunia jurnalisme kita.Namun
gagasan otonomi pers selama ini disalahtafsirkan menjadi kebebasan
pers yang tanpa batas etika. Bahkan hemat saya, kebebasan pers di
era Reformasi telah jauh meninggalkan kode etik jurnalistik dan
lebihliberaldari persAmerikayang menganut paham leberalisme pers
sekalipun. Hal itu terlihat dari beberapa media pers kita yang
menyebarkan berita mengarah ke dunia pornografi, kriminal,
kekerasan serta mengabaikan nilai-nilai perjuangan kemanusiaan.
Mengingat sesuai dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang pers secara
tegas sebagai kedaulatan rakyat, dan berfungsi sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.Posisi Jurnalis
Tantangan idealisme pers masa kini bukan menentang atau harus
berkiblat kepada kekuasaan namun justru bagi para jurnalis
dihadapkan dengan institusionalisme pers yang cenderung komersil
dan tantangan dari para kapitalisme yang mencoba mengarahkan media
sesuai dengan keinginannya. Mengingat antara institusionalisme pers
dan kapitalisme tentu mereka mempunyai interest untuk mengarahkan
media sesuai dengan kehendaknya. Namun yang jadi pokok
permasalahannya ialah ketika media menempatkan sebagai penyampai
informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial tidak
diprioritaskan. Dengan demikian ungkapan yang selama ini populis
dengan jurnalisme berjuang melaluipenadalam kaitan dengan tanggung
jawab etis para jurnalis tidak sekedar berkaitan dengan dunia
teknis tulis-menulis jurnalistik, namun justru merupakan simbol di
dalam proses interaksi yang sangat rumit di antara faktor-faktor
eksternal daninternal mediapers, yakni Jurnalis sebagai kuli tinta
harus tegas memperjuangkan kebenaran sejati di atas
institusionalisme pers dan kapitalisme yang cenderung lebih
menampakan komersialisasi dibandingkan dengan media sebagai
penyampai informasi secara akurat dan terpercaya. Menurut Hoheberg
berpendapat bahwa terdapat empat unsur penopang tipe ideal seorang
jurnalis, yaitu,
a. Tidak pernah berhenti dalam mencari kebenaran, b. Mampu
menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman, c. Mampu melaksanakan
tugas-tugas yang berguna bagi masyyarakat, d. Mampu menjaga dan
memelihara kebebasannya. Mengingat peran wartawan dalam
mengkonstruksi berita sangat penting terhadap keselarasan informasi
kepada khalayak umum. Sebagai Media Perjuangan di tengah-tengah
arus informasi yang tak terbendung lagi maka media mempunyai peran
yang sangat vital dalam menyampaikan berita yang dibutuhkan oleh
khalayak umum. Meskipun di era Reformasi tantangan jurnalisme kita
masih menghadapi institusionalisme pers yang cenderung kkomersial
dan godaan syahwat kapitalisme. Belakangan ini Setidaknya media
baik cetak maupun elektronik telah merambah memperjuangkan keadilan
terhadap orang kecil. Misalnya belakangan ini, beberapa televisi
swasta kita telah berpartisipasi dengan menggalang koin untuk Prita
sebagai gerakan sosial anti-diskriminasi hukum yang dibebankan
terhadap Prita Mulyasari, alih-alih dianggap telah mencemarkan nama
baik RS. Omni Internasional dengan denda 204 juta. Bahkan gerakan
sosial koin untuk Prita merambah ke berbagai elemen sosial dari
pengamen sampai pejabat negara.Oleh karena itu, pers tak hanya
sekedar berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,
kontrol sosial namun juga berperan sebagai media perjuangan. Tentu
bukan memperjuangkan sebuah partai dalam memenangkan Pemilu seperti
yang terjadi di era Orde Lama atau sebagai corong pemerintahan
seperti yang terjadi di era Orde Baru. Namun pers secara etis
mempunyai beban moral untuk memperjuangkan terhadap segala bentuk
penindasan dan ketidakadilan di muka bumi ini.C. Kode Etik
JurnalistikKode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan oleh Dewan
Pers terdiri atas 11 pasal dan diawali dengan pembukaan, yang
antara lain menyatakan bahwa kemerdekaan berpendapat, berekspresi,
dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
PBB.Juga dinyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat
untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi
kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam
mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari
adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman
masyarakat, dan norma-norma agama.Dalam melaksanakan fungsi, hak,
kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang,
karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol
oleh masyarakat.Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak
publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia
memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan
integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan
Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.Surat
Keputusan Dewan Pers No.03/SK-DP/III/2006, tanggal 24 Maret 2006
tentang Kode Etik Jurnalistik:Pasal 1Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.Pasal 2Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.Pasal 3Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,
tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah.Pasal 4Wartawan Indonesia
tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.Pasal
5Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas
korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.Pasal 6Wartawan Indonesia tidak
menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.Pasal 7Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai
ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan "off the record"
sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas
dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan
bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit,
cacat jiwa atau cacat jasmani.Pasal 9Wartawan Indonesia menghormati
hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.Pasal 10Wartawan Indonesia segera mencabut,
meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat
disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau
pemirsa.Pasal 11Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak
koreksi secara proporsional.Kode etik merupakan prinsip yang keluar
dari hati nurani setiap profesi, sehingga tiap tindakanya seseorang
yang berprofesi akan membutuhkan tolak ukur dalam profesinya.
Seperti pada profesi jurnalistik memliki kebebasan pers sendiri
tentunya memiliki batasanya sendiri, dimana batsan yang paling
utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nurani,
namun kebebasan pers bukan hanya dibatai oleh kode etik jurnalistik
akan tetapi ada batsan yang kuat yang tercantum pada
undang-undang.Kode etik jurnalistik adalah asas atau norma yang
diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku.
Kode etik dimiliki oleh kelompok profesi. Kode etik memiliki ciri
sebagai berikut :a) Bersifatmoraldan mengikat anggota kelompok
profesib) Ruang lingkup kode etik hanya untuk kelompok profesi
tertentuc) Dibuat dan disusun oleh lembaga / kelompok profesi
tertentuKode etik jurnalistik dimiliki oleh para insan jurnalistik
dan insan pers. Kode etik jurnalistik menjadi landasan moral atau
etika bagi insan pers untuk menjamin kebebasan pers dan pedoman
operasional dalam menegakkan integritas serta profesionalitas
pers.Kode etik jurnalistik merupakan hal yang digunakan sebagai
landasan pers dalam melaksanakan kegiatannya, hal ini tercantum
dalam rules of the game untuk pers yaitu antara lain :Landasan
Idiil : Pancasila (Pemb. UUD 1945)Landasan Konstitusi :
Undang-Undang Dasar 1945Landasan Yuridis : Undang-undang Pokok
PersLandasan Strategis : GBHNLandasan Profesional : Kode Etik
JurnalistikLandasan Etis : Tata nilai yang berlaku dalam
masyarakat
Berikut ini akan dijabarkan Kode Etik Jurnalistik beserta
penafsirannya yang berasal dariHasilKongres XXII di Banda Aceh
27-29Juli 2008. Draft awal adalah keputusan Konkernas PWI 4 10 Juli
2007 di Jayapura, Papua.PEMBUKAANBahwa sesungguhnya salah satu
perwujudan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua
pihak.Mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
berdasarkan atas hukum, seluruh wartawan Indonesia menjunjung
tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung
jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.Maka atas dasar
itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu
kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat,
dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik
Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh
wartawan terutama anggota PWI.PENAFSIRANPEMBUKAANKode Etik
Jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani wartawan
dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang dijamin
sepenuhnya oleh Pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan
konstitusional wartawan dalam menjalankan tugas
jurnalistiknya.Kemerdekaan mengeluarkan pikiran ialah hak paling
mendasar yang dimiliki setiap insan wartawan, yang wajib dijunjung
tinggi dan dihormati oleh semua pihak. Sekalipun kemerdekaan
mengeluarkan pikiran merupakan hak wartawan yang dijamin
konstitusi, mengingat negara kesatuan Republik Indonesia ialah
negara berdasarkan hukum, maka setiap wartawan wajib menegakkan
hukum, keadilan dan kebenaran dalam menggunakan haknya untuk
mengeluarkan pikiran.Wartawan bersama seluruh masyarakat, wajib
mewujudkan prinsip-prinsip kemerdekaan pers yang profesional dan
bermartabat. Tugas dan tanggungjawab yang luhur itu hanya dapat
dilaksanakan, apabila wartawan selalu berpegang teguh kepada kode
etik jurnalistik, dan masyarakat memberi kepercayaan penuh serta
menghargai integritas profesi tersebut.Mengingat perjuangan
wartawan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
perjuangan bangsa Indonesia, maka selain bertanggungjawab kepada
hati nuraninya, setiap wartawan wajib bertangungjawab kepada Tuhan
Yang Maha Esa, kepada Masyarakat, Bangsa dan Negara dalam
melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sesuai dengan
kode etik jurnalistik.Sadar akan hak, kewajiban dan tanggung
jawabnya itu, dan untuk melestarikan kemerdekaan pers yang
profesional dan bermartabat serta kepercayaan masyarakat, maka
dengan ikhlas dan penuh kesadaran wartawan menetapkan kode etik
jurnalistik yang wajib ditaati dan diterapkan.Macam kode etik yang
ada dalam bidang jurnalistik / pers adalah :a. Kode Etik
WartawanIndonesiaKEWI disusun diBandungTahun 1999, yaitu:1.
Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar.2. Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang
etis dalam memperoleh dan menyiarkan informasi dan memberikan
identitas kepada sumber informasi.3. Wartawan Indonesia menghormati
asas praduga takbersalah, tidak mencampur adukkan fakta dengan
opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta
tidak melakukanplagiat.4. Wartawan Indonesia tidak menyebarkan
informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak
menyebutkan identitas korban jejahatan susila.5. Wartawan Indonesia
tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.6. Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargoinformasi
latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan7. Wartawan
segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta
melayani hak jawab.
b. Kode Etik Federasi Wartawan InternasionalKode etik federasi
wartawan internasional tersebut adalah sebagai berikut :1. Dalam
melaksanakan kewajiban ini, wartawan harus membela prinsp-prinsip
kebebasan dan pengumpulan publikasi berita secara jujur, dan hak
atas komentar, serta kritik yang adil.2. Wartawan sedapat mungkin
meralat setiap pemberitaan yang telah dipublikasikan yang ternyata
tidak benar dan merugikan orang lain.3. Menghormati kebenaran dan
hak-hak masyarakat akan kebenaran merupakan kewajiban utama seorang
wartawan4. Wartawan hendaknya sadar akan bahasa diskriminasi yang
dikarenakan olehmedia. Oleh karena itu, sedapat mungkin berusaha
menghindari tindakan diskriminasi yang didasarkan padaras, jenis
kelamin, orientasi, asal usul, bahasa, seksual, agama, pendapat
politik, atau pendapat lainnya. Serta asal usul kebangsaan
sosialnya.5. Wartawan hendaknya memberi laporan yang sesuai dengan
fakta yang diketahui sumbernya dan tidak menyembunyikan informasi
yang penting atau memalsukan dokumen.6. Wartawan hendaknya mengakui
kerahasiaan professional kebenaran dengan sumber berita yang di
dapatnya karena kepercayaan7. Wartawan hendaknya menggunakan cara
yang wajar / pantas untuk memperoleh berita,fotodan dokumen.8.
Seseorang yang berhak menyandang gelar wartawan hendaknya dengan
setia menaati prinsip-prinsip tersebut di atas dalam menjalankan
tugasnya
c. PenyimpanganKodeEtikJurnalistik olehBerbagaiMediaWalaupun
pers dituntut harus selalu tunduk dan taat kepada Kode Etik
Jurnalistik, pers ternyata bukanlah malaikat yang tanpa kesalahan.
Data yang ada menunjukkan bahwa pada suatu saat pers ada kalanya
melakukan kesalahan atau kekhilafan sehingga melanggar Kode Etik
Jurnalistik.Berbagai faktor dapat menyebabkan hal itu terjadi. Dari
pengalaman hampir seperempat abad dapat disimpulkan bahwa peristiwa
tersebut dapat terjadi antara lain karena faktor-faktor sebagai
berikut: Faktor Ketidaksengajaan1. Tingkat profesionalisme masih
belum memadai, antara lain meliputi: Tingkat upaya menghindari
ketidaktelitian belum memadai. Tidak melakukan pengecekan ulang.
Tidak memakai akal sehat. Kemampuan meramu berita kurang memadai.
Kemalasan mencari bahan tulisan atau perbandingan. Pemakaian data
lama (out of date) yang tidak diperbarui. Pemilihan atau pemakian
kata yang kurang tepat.
2. Tekanan deadline sehingga tanpa sadar terjadi
kelalaian.3.Pengetahuan dan pemahaman terhadap Kode Etik
Jurnalistik memang masih terbatas. Faktor Kesengajaan1. Memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik, tetapi
sejak awal sudah ada niat yang tidak baik.2. Tidak memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang Kode Etik
Jurnalistik dan sejak awal sudah memiliki niat yang kurang baik3.
Karena persaingan pers sangat ketat, ingin mengalahkan para mitra
atau pesaing sesama pers secara tidak wajar dan tidak sepatutnya
sehingga sengaja membuat berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik
Jurnalistik.4. Pers hanya dipakai sebagai topeng atau kamuflase
untuk perbuatan kriminalitas sehingga sebenarnya sudah berada di
luar ruang lingkup karya jurnalistik.Jika pelanggaran terhadap kode
etik karena ketidak sengajaan, maka hal itu masih dimungkinkan
adanya ruang untuk toleransi. Biasanya apabila penyimpangan ini
dilakukan secara tidak sengaja maka pihak pers yang menerbitkannya
akan langsung meralat kesalahan yang telah mereka lakukan dan
memperbaiki diri agar tidak terulang kembali.Sebaliknya, apabila
pelanggaran kode etik dilakukan dengan sengaja, dan tidak ada
pengakuan dari pihak yang melanggar walaupun sudah diperingatkan
tentang kekeliruannya maka pihak yang berwenang akan memberikan
sanksi yang tegas seperti laranganbroadcastdan lain lain.Berikut
ini akan ditampilkan contoh contoh penyimpangan yang dilakukan pers
:
1. Sumber imajinerSumber berita dalam liputan pers harus jelas
dan tidak boleh fiktif.Satu harian di Medan melaporkan bahwa dalam
suatu kasus dugaan korupsi di Partai Golkar Sumatera Utara,
Kepolisian Daerah Sumut telah mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyelidikan (SP3). Menurut harian ini, sumber berita
adalah Komisaris Besar A. Nainggolan dari Hubungan Masyarakat Polda
Sumut yang diumumkan dalam sebuah konferensi pers. Ternyata
pertemuan itu tidak pernah ada.Dan petugas tersebut tidak pernah
mengeluarkanstatementseperti itu.2. Identitas dan foto korban
susila anak dimuatSesuai dengan asas moralitas, menurut kode etik
jurnalistik, masa depan anak harus dilindungi. Maka, apabila ada
anak yang menjadi korban kesusilaan, identitasnya harus
dilindungi.3. Tidak paham maknaoff the recordMenurut kode etik
wartawan harus menghormati ketentuan tentang off the record.
Artinya, apabila narasumber sudah mengatakan bahan yang diberikan
atau dikatakannya adalah off the record, wartawan tidak boleh
menyiarkannya. Apabila wartawan tidak bersedia, maka sejak awal
boleh membatalkan pertemuan dengan narasumber.Off the record tidak
berlaku bagi rahasia yang sudah menjadi rahasia umum. Tetapi,
justru inilah yang tidak dilakukan oleh wartawan satu harian di
Yogyakarta. Seorang narasumber dari kantor Telekomunikasi setempat
mengungkapkan bahwa ada pungutan tidak resmi oleh Asosiasi Warung
Telepon di Yogyakarta antara Rp5 juta - Rp25 juta. Keterangan
tersebut dengan jelas dan tegas dinyatakan sebagaioff the
record.Tetapi, ternyata oleh wartawan surat kabar ini keterangan
tersebut tetap disiarkan.Akibatnya, narasumber tersebut dituduh
mencemarkan nama baik. Di tingkat Pengadilan Negeri ia kalah.
Alasannya, menurut hakim, yang boleh mengatakan off the record
hanyalah pejabat tertentu! Orang pada posisi setingkat narasumber
itu, seorang yang cuma memiliki jabatan kepala, tidak berhak
mengeluarkan pernyataan off the record, kata hakim. (Pendapat
demikian, dari sudut pandang Kode Etik Jurnalistik, tentulah
sangatkeliru.)4. Tidak memperhatikan kredibilitas narasumberBerita
ini tidak main-main. Judulnya: "Dua Jenderal Berebut Seorang
Janda." Adapun yang dimaksud dengan dua jenderal pun tidak
tanggung-tanggung, yaitu dua tokoh militer Indonesia: Try Sutrisno,
mantan panglima TNI dan juga mantan wakil presiden, serta Edy
Sudrajat yang juga mantan panglima TNI.Tetapi berita ini merupakan
contoh bagaimana pers kurang memperhatikan kredibilitas
narasumber.Wartawan yang menyiarkan berita ini hanya berspekulasi
bahwa pendapat narasumbernya 100% benar, padahal tidak ada cukup
bukti untuk memperkuat pendapat tersebut. Sehingga Try Sutrisno
mengadukan sang wartawan ke penegak hukum, dan memang oleh
pengadilan wartawan tersebut akhirnya dihukum penjara enam bulan.5.
Melanggar hak properti pribadiKarena merasa ada berita
perselingkuhan antara mantan anak presiden dengan polisi, seorang
wartawan nekad masuk ke rumah narasumber dengan melompati pagar
rumah narasumber. Padahal wartawan tersebut telah diperingatkan
oleh pemilik rumah untuk tidak boleh masuk. Hal ini melanggar kode
etik, karena seorang wartawan harus menghormati hak hak pribadi
orang lain, kecuali bila ada kepentingan umum.
6. Menyiarkan gambar ilustrasi sembaranganPenyiaran gambar
ilustrasi dalam pers harus memperhatikan relevansi sosial serta
nilai nilai yang hidup dalam masyarakat. Penyiaran gambar yang
sembarangan dapat diterima dengan makna yang jauh
berlainan.Contohnya suatu majalah membuat berita tentang remaja
putri yang menjadi wanita panggilan. Gambar ilustrasi tersebut
disertai foto yang menggambarkan aktivitas sekelompok remaja putri
di suatu tempat perbelanjaan. Padahal remaja di foto tersebut sama
sekali bukan wanita panggilan. Orang tua dari remaja yang ada di
foto tersebut langsung memprotes pemuatan foto tersebut. Hal ini
dikarenakan mencemarkan nama baik dari remaja tersebut.7. Wawancara
FiktifUntuk mengejar eksklusivitas, ada wartawan yang akhirnya
melakukan kesalahan fatal. Untuk membuktikan kehebatannya, sebagian
wartawan sampai menipu masyarakat dengan wawancara yang sebenarnya
tidak pernah ada alias fiktif. Satu harian di Jakarta memuat
wawancara dengan seorang tokoh dalam bentuk tanya jawab yang cukup
panjang.Setelah dimuat, barulah diketahui bahwa narasumber
wawancara itu sebenarnya sudah meninggal dua tahun sebelum laporan
ini disiarkan.Dengan kata lain, wawancara tersebut tidak pernah
dilakukan dengan narasumber. Jelas ini merupakan pelanggaran berat
terhadap Kode Etik Jurnalistik karena melakukan pemberitaan
bohong.Namun pihak terkait tidak meminta maaf.8. Tidak Memakai Akal
Sehat Apabila suatu berita agak berada diluar akal sehat, harus
dilakukan pengecekan berkali kali sampai terbukti apakah berita itu
benar atau tidak. Prinsip yang harus diterapkan wartawan adalah
bersikap skeptis (tidak percaya) sampai terbukti sebaliknya bahwa
berita itu benar adanya. Contoh: sebuah media pers memberitakan
bahwa organisasi Wanita Kowani (Kongres Wanita Indonesia)
Menyetujui untuk melakukan perkawinan poliandri dan perkawinan
sesama jenis. Berita ini padahal dengan tegas dibantah oleh pihak
Kowani, namun tetap saja diterbitkan. Padahal secara akal sehat,
apakah mungkin organisasi wanita semacam kowani menyetujui 2 hal
tersebut untuk masyarakat indonesia?. Oleh karena itu berita
tersebut melanggar kode etik karena tidak akurat dan mengandung
fitnah.9. Sumber berita tidak jelasContoh ketika pesawat adam air
jatuh di perairan Majene Sulawesi Barat, pada januari 2007. Hampir
semua pers melakukan kesalahan fatal, hanya beberapa jam setelah
pesawat itu jatuh, sebgaian besar pers mewartakan bahwa pesawat
tersebut jatuh di daerah tertentu. Tak hanya itu, ada pula yang
memberitakan bahwa rangka pesawat telah ditemukan. Lebih dahsyat
lagi sampai ada yang memberitakan bahwa sembilan korban telah
ditemukan masih hidup.Ternyata setelah di cross check,berita
tersebut tidak ada yang benar mengenai dimana jatuhnya pesawat dan
jumlah korban yang hidup tidak ada. Nasib dan letak pesawat tidak
diketahui. Setelah ditanyai, sebenarnya berita yang dimiliki oleh
pers sumbernya bersifat imajiner alias tidak jelas. Pihak yang
melanggar pun tidak mengungkapkan permohonan maaf.10. Tidak
melayani hak jawab secara benarHak Jawab merupakan hal yang sangat
penting dalam mekanisme kerja pers. Begitu pentingnya Hak Jawab
sehingga soal ini diatur baik dalam tingkat undang-undang maupun
dalam Kode Etik Jurnalistik. Hak Jawab memiliki dimensi demokratis
dalam pers. Adanya Hak Jawab menyebabkan publik memiliki akses
kepada informasi pers dan sekaligus sebagai sarana untuk membela
kepentingan mereka terhadap informasi yang merugikan mereka atau
kelompoknya.Maka baik menurut undang-undang maupun Kode Etik
Jurnalistik, pers wajib melayani hak jawab. Pers yang tidak
melayani hak jawab melanggar Kode Etik Jurnalistik (dan juga
undang-undang).11. Membocorkan identitas narasumberDalam kasus
tertentu wartawan mempunyai Hak Tolak, yakni hak untuk tidak
mengungkapkan identitas narasumber.Hak ini dipakai karena pada satu
sisi pers membutuhkan informasi dari narasumber yang ada, tetapi
pada sisi lain keselamatan narasumber (dan juga mungkin
keluarganya) dapat terancam kalau informasi itu disiarkan.Untuk
menghadapi keadaan seperti itulah maka kemudian ada Hak Tolak.Pers
dapat meminta informasi dari narasumber, tetapi narasumber dapat
pula meminta kepada wartawan agar identitasnya tidak disebutkan.
Kalau ada yang menanyakan sumber informasi ini, pers berhak menolak
menyebutkannya. Inilah yang dimaksud dengan Hak Tolak.Sekali pers
memakai Hak Tolak, maka pers wajib untuk terus melindungi
indentitas narasumbernya. Dalam keadaan ini seluruh tanggung jawab
terhadap isi informasi beralih kepada pers. Pers yang membocorkan
identitas narasumber yang dilindungi Hak Tolak melanggar hukum dan
kode etik sekaligus. Tetapi, dalam praktik, karena takut akan
ancaman atau tidak mengerti makna kerahasiaan di balik Hak Tolak,
masih ada terbitan yang membocorkan identitas narasumber yang
seharusnya dirahasiakan, baik yang dilakukan secara terbuka maupun
secara diam-diam.D. Etika JurnalistikJurnalistik merupakan cara
kerjamediamassa dalam mengelola dan menyajikan informasi pada
masyarakat,yang bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang
efektif, dalam arti informasi yang disebarluaskan merupakan
informasi yang diperlukan. Jurnalistik berasal dari bahasa asing
yaitu diurnal dan dalam bahasa inggris journal yang berarti catatan
harian.Etika jurnalistik adalah Standart aturan perilaku dan moral
yang mengikat para jurnalistik dalam melaksanakan pekerjaanya.
Etika jurnalistik ini sangat penting dimana bukan hanya
mencerminkan standart jkualitas jurnalistik namun untuk menghindari
dan melindungi masyarakat dari kemungkinan dmpak yang merugikan
dari tindakan atu perilaku keliru dari seorang jurnalis.
E. Kekuatan Kode EtikKode etik dibuat atas prinsip bahwa
pertanggung jawaban tentang penataannya berada terutama pada hati
nurani setiap wartawan Indonesia. Dan bahwa tidak ada satupun pasal
dalam kode etik (jurnalistik) yang memberi wewenang kepada golongan
manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap seorang
wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers. Karenanya saksi
atas pelanggaran kode etik adalah hak yang merupakan hak
organisatoris dari PWI melalui organ-organnya.Menyimak dari
kandungan kode etik jurnalistik di atas tampak bahwa nilai-nilai
moral, etika maupun kesusilaan mendapat tempat yang sangat urgen,
namun walau demikian tak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang
bebicara di lapangan masih belum sesuai dengan yang
diharapkan.Namun terlepas dari apakah kenyataan-kenyataan yang ada
tersebut melanggar kode etik yang ada atau norma/aturan hukum atau
bahkan melanggar kedua-duanya, semua ini tetap terpulang pada
pribadi insan pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab
masyarakat sendirilah yang dapat menilai penerbitan/media yang
hanya mencari popularitas dan penerbitan/media yang memang
ditujukan untuk melayani masyarakat, dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung tinggi kode etiknya.F.
Tantangan JurnalistikSeorang Jurnalis atau Wartawan harus memiliki
berbagai kemampuan dan keterampilan agar bisa bersaing dan tetap
menjalankan profesinya sesuai dengan Kode etik Jurnalistik. Jika
seorang wartawan tidak punya keinginan untuk mengembangkan diri,
dia akan tersingkir dari kelompoknya.Salah satu tantangan yang
harus siap dihadapi yakni kesadaran hukum dan keberanian masyarakat
sudah muncul. Mereka meminta hak jawab, berbagai pihak yang
dirugikan bisa melakukan somasi dan tuntutan hukum. Jika seorang
jurnalis menjalankan profesinya sesuai dengan Kode Etik
Jurnalistik, dia akan lebih dihargai oleh masyarakat, nara sumber
dan rekan se-profesinya.Hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi
Tantangan, diantaranya : Menjalankan pekerjaan sesuai dengan Kode
Etik Jurnalistik. Banyak Membaca (buku, koran, kamus populer,
internet, UU, Peraturan, Perda dll.) Mengikuti berbagai Pelatihan
dan Kursus Keterampilan (jurnalistik, bahasa asing, audit, pajak,
dll.) Menguasai materi sebelum melakukan wawancara. Mempunyai data
pendukung untuk materi tulisan.
1. Jurnalis Yang MemihakProfesi jurnalis rentan sekali untuk
memihak kepada satu pihak, sehingga dia tidak independen lagi dalam
mencari berita. Informasi yang disampaukan karena pesanan pihak
tertentu. Contoh Keberpihakan, ketika satu daerah melakukan
pemilihan kepala daerah langsung. Jurnalis menulis berita tersebut
sesuai dengan pesanan tim suksesnya, tanpa memperhatikan keinginan
para pembaca.2. Jurnalis Masyarakat (Civil Journalist)Sejak
dibukanya kebebasan Pers tahun 1998 lalu, banyak sekali berbagai
perusahaan media yang muncul dan tenggelam. Tetapi para wartawan
maupun perusahaan media tidak menyadari bahwa jurnalis masyarakat
sudah muncul di dunia maya seperti blog. Para blogger muncul Tanpa
perlu latar belakang pendidikan jurnalistik. Mereka membuat berita
sendiri (meskipun tidak mengikuti kaidah penulisan). Mereka
menuangkan ide, tulisan bahkan makian terhadap pihak tertentu tanpa
sensor.3. Media GratisSatu lagi tantangan bagi perusahaan para
jurnalis dan perusahaan pers yakni maraknya media (koran dan
majalah gratis). Media gratis bisa mengurangi pendapatan kue iklan,
karena tarif iklan lebih murah dibanding tarif iklan di surat koran
maupun majalah. Para penulis di media gratis juga jarang yang
berlatar belakang seorang jurnalis. Mereka hanya mengandalkan
materi tulisan dari perusahaan yang memasang iklan, seperti iklan
berita (advetorial).
G. Kepribadian Wartawan IndonesiaWartawan Indonesia adalah warga
negara yang memiliki kepribadian, yaitu : bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat pada UUD 1945, bersifat
kesatria, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan berjuang
untuk emansipasi bangsa dalam segala lapangan, sehingga dengan
demikian turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia
sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa.H. Pertanggung
JawabanBahwa seorang wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung
jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya
suatu berita, tulisan, gambar, karikatur dan sebagainya
disiarkan.Kaitannya dengan hal di atas, dalam kenyataan yang ada
masih terdapat banyak media cetak yang memuat berita atau gambar
yang secara jelas bertentangan dengan kehidupan sosial yang
religius. Namun walau demikian tampaknya gejala ini oleh sebagian
kalangan dianggap sebagai suatu kewajaran dalam rangka mengikuti
perkembangan zaman, sehingga batasan-batasan etika dan norma yang
harusnya dikedepankan, menjadi kabur bahkan tidak lagi menjadi
suatu pelanggaran kode etik, maupun norma/aturan hukum yang
ada.Sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1) UU. No. 40/1999 disebutkan
bahwa "Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini
dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat
serta asas praduga tak bersalah". Serta ditambahkan lagi dalam
Pasal 13 yang memuat larangan tentang iklan, yaitu iklan yang
memuat unsur : Mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama,
minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dan
penggunaan wujud rokok atau penggunaan rokok.Pertanggungjawaban
dalam hal ini dapat pula terkait dengan keberpihakan seorang
wartawan terhadap seseorang atau suatu golongan tertentu. Namun
lagi-lagi dalam kenyataannya menunjukkan bahwa keberpihakan
tersebut tampaknya telah menjadi trend dan seolah tidak
dipermasalahkan lagi.
BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULANPenerapan kode etik jurnalistik yang
merupakan gambaran serta arah, apa dan bagaimana seharusnya profesi
ini dalam bentuk idealnya oleh sebagian pers atau media massa belum
direalisasikan sebagaimana yang diharapkan, yang menimbulkan kesan
bahwa dunia jurnalistik (juga profesi lain) terkadang memandang
kode etik sebagai pajangan-pajangan yang kaku. Namun terlepas dari
ketimpangan dari apa yang seharusnya bagi dunia jurnalistik
tersebut, tampaknya hal ini berpulang pada persepsi dan
obyektifitas masyarakat/publik untuk menilai kualitas, bobot,
popularitas maupun keberpihakan dari suatu media massa.Kebebasan
pers yang banyak didengungkan, sebenarnya tidak hanya dibatasi oleh
kode etik jurnalistik, tetapi terdapat aturan lain yang dapat
dipergunakan untuk mewujudkan apa yang seharusnya. Untuk itulah
masih diperlukan langkah-langkah konkrit dalam rangka mewujudkan
peran dan fungsi pers, paling tidak menutup kemungkinan untuk
dikurangi dari penyimpangan tersebut.B. SARANPers dalam menjalankan
fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya, haruslah menghormati hak
asasi setiap orang. Oleh sebab itu pers dituntut untuk profesional
dan terbuka. Pers memiliki peranan penting dalam menegakkan HAM.
Pers Juga elaksanakan kontrol sosial (Social Control) untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan keuasaan baik korupsi, kolusi
dan nepotisme. maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.Suatu
sistem pers di Indonesia diciptakan untukmnentukan begaimana
seharusnya pers dapat menjalankan kebebasan dan tanggung jawabnya.
Pers dalam sejarah Indonesia memiliki peran yang efektif debagai
jembatan komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan
masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri.Seluruh
wartawan Indonesia harus menjunjung tinggi konstitusi dan
menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma
norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa memperjuangkan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perbedaan abadi, dan keadilan sosial
berdasarkan pancasila.Diharapkan dengan semakin berjalannya waktu
cara kerja dan etika pers menjadi lebih baik sehingga wartawan atau
pers di Indonesia lebih dapat melaksanakan tugasnya secara efektif
dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
http://situscoplug.blogspot.com/2011/12/makalah-etik-profesi-jurnalistik.htmlhttp://pusat-makalah-hukum.blogspot.com/http://situscoplug.blogspot.com/search/label/Referensi%20Hukumhttp://ikanooraini.blogspot.com/2014/02/pers-yang-bebas-dan-bertanggung-jawab.htmlhttp://titismawar.blogspot.com/2013/11/kode-etik-jurnalistik-dan-pers-yang_2923.htmlhttp://romeltea.com/kode-etik-jurnalistik-etika-profesi-wartawan/
24