Top Banner

of 22

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

White-eyed blowout fracture: Another Look

Disusun oleh : Annisa R. A. Rahmi Aulina Annisaa M. F. Annisha D. P. Apsari Indriyani Putu Ayu Ditta S. U. Ranny Grevanny Bani Imran M. 0706260830 0706261341 0706260843 0706162972 0706260856 0706163054 0706261354 0706260931

Pembimbing : drg. Heru Suryonegoro, Sp. RKG (K)

DEPARTEMEN RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2012

DAFTAR ISI

ABSTRAK......3 I. Pendahuluan 4 I.1 Latar Belakang Masalah..4 I.2 Tujuan Makalah5 II. Tinjauan Pustaka.6 II.1 Anatomi Orbital Rim.6 II.2 Blowout Fracture.7 II.1.1 Definisi...7 II.1.2 Etiologi...7 II.1.3 Patofisiologi7 II.1.4 Pemeriksaan Klinis dan Radiograf 8 II.1.5 Perawatan...9 II.3 Computed Tomografi10 II.3.1 Definisi10 II.3.2 Indikasi11 II.3.3 Keuntungan dan Kerugian...11 II.3.4 Peralatan dan Cara Kerja.12 II.3.5 Pembentukan Gambaran CT...13 II.3.6 Manipulasi Gambar.15 III. Pembahasan16 III.1 III.1 III.2 III.3 Pendahuluan16 Material dan Metode...17 Hasil Penelitian...17 Diskusi.19

IV. Kesimpulan.21 DAFTAR REFERENSI...22

2

ABSTRAK

Fraktur basis orbita memiliki potensi untuk menyebabkan kelainan yang signifikan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, dan biasanya ditemukan pada diagnosis awal pemeriksaan. Walaupun perawatan bagi sebagian besar dari trauma ini mengikutsertakan pemerikasaan klinis dan adanya kemungkinan dilakukan operasi nantinya, terdapat bagian spesifik yang ada untuk pemeriksaan klinis kedaruratan yang disarankan bagi cedera kepala. Bagian ini, white-eyed blwout, biasanya terjadi pada umur di bawah 18 tahun, dengan riwayat dari trauma dan sedikit tanda dari jaringan lunak yang cedera, menggambarkan suatu patahan lantai orbita yang terperangkap oleh

pembengkakan akut dari otot orbita dan dianggap sebagai kedaruratan maxillofacial. Trauma ini ditandai dengan mual, muntah sakit kepala dan rangsangan sugestif dari cedera kepala yang biasanya menjadi pengalih perhatian dari etiologi yang sebenernya. Ini membutuhkan diagnosis dan perawatan yang cepat untuk menghindaari terjadinya kelainan yang permanen. Kami menyediakan tiga kasus dan mendiskusikan penanganannya.

Kata kunci

: fraktur dasar orbita pada remaja, trauma orbita, fraktur trap-door,

whitey-eyed blowout.

3

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Masalah Seringnya terjadi kasus fraktur oromaksilofacial merupakan pengaruh dari gaya hidup dan kecelakaan kerja, misalnya kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, trauma ketika berolahraga, dan trauma penetrasi. Belum ada data yang dengan pasti menyajikan jumlah kasus yang terjadi saat ini, namun lebih dari 80 % penderita yang datang ke ruang emergency selalu disertai dengan cedera kepala. Pada daerah dengan populasi lebih dari 100.000 penduduk, jatuh dan luka penetrasi adalah penyebab yang paling umum. Rasio terjadinya trauma oromaksilofacial antara pria dan wanita adalah 2:1 dengan prevalensi terbanyak ditemukan pada usia < 35 tahun.1, 2 Fraktur daerah orbital atau yang lebih dikenal dengan blowout fraktur juga sering ditemukan di masyarakat. Blowout fraktur yang lebih dikenal di masyarakat sebagai trauma mata, merupakan salah satu trauma yang melibatkan daerah orbital. Trauma mata tercatat menjadi kelainan mata yang penangannya sering tertunda sehingga menjadi penyebab terbanyak terjadinya kelainan visual. Di dunia tercatat mencapai angka 1,6 juta orang buta karena trauma mata, 2,3 juta mengalami penurunan tajam penglihatan karena trauma dan 19 juta mengalami kehilangan penglihatan satu mata karena trauma.3 Seiring dengan kemajuan teknologi khususnya di dunia kedokteran gigi, telah banyak ditemukan cara evaluasi dan perawatan yang baru sehingga memperkecil angka kelainan visual akibat fraktur, khususnya blowout fraktur. Dalam perawatannya, peranan ilmu radiologi kedokteran gigi sangat penting dalam hal mendeteksi letak dan keparahan fraktur tersebut sehingga dapat dilakukan perawatan yang tepat.

4

I.2

Tujuan Makalah Tujuan dari makalah ini adalah untuk membahas kasus fraktur orbital yan sering terjadi, serta peranan computed tomografi (CT) sebagai salah satu cara evaluasi radiologi blowout fraktur, untuk mengetahui penangan yang baik dan tepat bagi fraktur orbita.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Orbital Rim Rongga orbita terdiri dari bola mata, pembuluh darah dan saraf, terletak di antara tulang cranial dan fasial, serta terpisah satu sama lain oleh bagian atas fascies orbitalis cavum nasi. Terdapat tujuh tulang yang menyusun orbita, yaitu tulang frontal, tulang zygomatik, maksila, tulang ethmoid, tulang sphenoid, tulang lakrimal, dan tulang pterygopalatine. Dinding superior orbita terbentuk dari tulang frontal dan lesser wing tulang sphenoid. Dinding lateral orbita terbentuk dari tulang zygomatik dan greater wing tulang sphenoid. Dasar orbita terbentuk dari lempeng maksila orbita, lempeng zygomatikus, serta lempeng orbital dari tulang palatinus. Sedangkan untuk dinding medial orbita dibentuk oleh beberapa tulang yaitu tulang frontalis maksila, tulang lakrimal, tulang ethmoid, prosesus orbitalis tulang palatinus dan juga sebagian dari corpus sphenoidalis.4, 5

Gambar 2.1. Tulang-tulang orbita

Rongga orbita diisi oleh bola mata serta nervus opticus yang dikelilingi jaringan lemak longgar. Bola mata dibatasi oleh jaringan

6

lemak, selubung fascia, serta fascia bulbi atau fascia tenon. Di samping itu, orbita juga mengandung pembuluh darah, saraf, muskulus orbitalis, dan struktur lakrimalis.5

II.2 Blowout Fratur II.1.1 Definisi Yang dimaksud dengan blowout fraktur ialah suatu fraktur yang terjadi pada daerah dinding orbita tanpa disertai kerusakan pada margin orbita yang disebabkan oleh gaya eksternal yang mengenai area mata.6

II.1.2 Etiologi Blowout fraktur biasanya merupakan akibat adanya trauma langsung pada regio orbita, ini meliputi cedera pada bola mata dan kelopak mata bagian atas. Biasanya objek yang dapat menyebabkan trauma ini cukup besar untuk tidak masuk kedalam bola mata dan cukup kecil untuk tidak menyebakan fraktur pada rongga orbital. Salah satu contohnya yaitu kepalan tangan, bola tenis, atau kenop pintu. Fraktur ini sering ditemukan terjadi pada pria antara umur 21 hingga 30 tahun. 4, 7

II.1.3 Patofisiologi Mekanisme terjadinya blowout fraktur dipelajari melalui dua teori yang berbeda, yaitu teori hidrolik dan teori buckling. Bedasarkan teori hidrolik, trauma atau tekanan yang langsung mengenai bola mata menyebabkan bola mata terdorong ke posterior. Hal ini menghasilkan tekanan intraocular meningkat dan tekanan dari trauma diedarkan ke bagian terlemah dari orbita, maka terjadilah fraktur. Sedangkan menurut teori buckling, mengatakan bahwa pukulan yang langsung mengenai rongga infraorbital akan langsung menyebabkan blowout fraktur. Selain kedua teori di atas, para peneliti juga menyatakan bahwa ada kemungkinan lain mengenai mekanisme blowout fraktur yaitu pukulan yang langsung tertuju pada bola mata menyebabkan bola mata bergerak ke salah satu dinding orbita dan terjadilah fraktur. 4, 6, 7

7

Gambar 2.2. Mekanisme terjadinya fraktur orbita

II.1.4 Pemeriksaan Klinis dan Radiograf Pada pemeriksaan klinis rongga orbita pasien harus diteliti lebih lanjut untuk melihat Apakah terdapat edema, ekimosis, enophtalmus, perdarahan subkonjungtiva, dan proptosis (dislokasi mata), serta Apakah pasien tidak dapat menggerakkan bola mata, dan diplopia. Diplopia biasanya terjadi oleh karena terbatasnya pergerakan mata, terutama pergerakan ke atas. Enophthalmus yaitu kondisi bola mata berputar ke belakang, disebabkan oleh hilangnya lemak orbita, peningkatan volume tulang orbital, terjepitnya otot yang menyebabkan bola mata tertarik ke belakang, dan nekrosis lemak orbita. Hypesthesia atau anesthesia nervus infraorbita merupakan hal yang umum terjadi. Hal ini ditandai dengan rasa baal pada gingival dan kulit pada sepertiga tengah wajah.4 Rongga orbita perlu di palpasi untuk memeriksa ada tidaknya bony step-off dan krepitus yang menjadi indikasi fraktur yang dapat melibatkan sinus. Ketika mempalpasi untuk memeriksa iregularitas, kita juga harus mempalpasi sisi yang tidak terkena trauma sebagai pembanding, karena foramina untuk nervus supraorbital dan infraorbital

8

dapat tampak sebagai fraktur. Disamping itu keluhan pasien mengenasi rasa sakit, ada tidaknya riwayat baal pada pipi, gigi maksila serta bibir atas, juga perlu ditanyakan. Paraesthesis pada daerah-daerah ini dapat mengindikasikan kontusi atau terganggunya nervus infraorbital.4, 6-8 Pada tampakan radiografis, blowout fraktur akan memberi gambaran radioopak seperti air mata pada bagian atas antrum (hanging drop appearance) yang disebabkan oleh runtuhnya atap antrum atau patahnya tulang dasar orbita yang sangat tipis sehingga terjadi pembengkakan konten orbital ke arah bawah menuju antrum. Margin infraorbital tetap terlihat menyatu dan kontinyu. Superimposisi pada radiograf konvensioal menyulitkan dalam mendeteksi adanya fraktur ini, sehingga membutuhkan CT untuk menentukan letak dan keparahan trauma.9

Gambar 2.3. 10

II.1.5 Perawatan Pasien dengan fraktur yang terjadi pada area kurang dari 50% dari dasar orbita, dan tanpa disertai enophthalmus atau otot yang terjepit, dan tidak ada tanda-tanda diplopia, dapat dilakukan perawatan secara konservatif. Pasien ini perlu dievaluasi secara seksama untuk memastikan tidak ada perubahan selama minggu pertama perawatan.

9

Pasien dapat dirawat dengan memberikan antibiotik oral atau intravena. Pasien dapat diresepkan prednisolone oral untuk mengatasi edema pada orbita dan otot orbita.4 Pasien mengalami enophthalmos lebih dari 2mm selama 6 minggu pertama, hypoglobus, diplopia terutama pada primary field of gaze yang gagal sembuh setelah 2 minggu, dan defek dasar orbita yang besar diindikasikan untuk dilakukan pembedahan.49

II.3 Computed Tomografi II.3.1 Definisi

Computed Tomography (CT) disebut juga sebagai computerized axial tomography, computerized reconstruction axial tomography, dan

computerized

tomographic

scanning,

tomography

computerized transaxial tomography. Dengan menggunakan teknik ini kita mampu membuat gambaran axial melintang dari kepala

menggunakan narrowly collimated,dan juga moving beam dari sinar X. CT scan menggunakan sinar X untuk memproduksi gambaran melintang atau potongan seperti pada tomografi konvensional, namun disamping menggunakan film radiografik, teknik ini menggunakan detektor kristal atau gas yang sangat sensitif. Detektor ini berguna untuk mengukur intensitas sinar X yang terpancar dari pasien dan kemudian mengubahnya menjadi data digital yang disimpan dan dimanipulasi pada komputer. Informasi numeris ini diubah menjadi grey scale yang merepresentasikan kepadatan jaringan yang berbeda, sehingga

memungkinkan terciptanya gambaran visual. Gambaran yang didapatkan 100 kali lebih sensitif dibandingkan dengan sistem sinar X biasa yakni mampu membedakan berbagai jaringan lunak.

10

Gambar 2.4 Produksi gambar pada CT scan

II.3.2 Indikasi Penggunaan CT kepala dan leher antara lain (1)

pemeriksaan penyakit intracranial, termasuk tumor, haemorrhage dan infark, (2) pemeriksaan kerusakan intracranial dan spinal cord setelah trauma kepala dan leher, (3) pemeriksaan fraktur yang melibatkan:

orbitsdan kompleks naso-ethmoidal, basis cranium, odontoid peg, cervical spine, (4) tumour staging penilaian lokasi, ukuran dan perluasan tumor, baik jinak maupun ganas yang melibatkan: maxillary antra, the base of the skull, regio pterygoid, faring, laring, (5) pemeriksaan tumor dan pemebengkakan yang menyerupai tumor baik instrinsik maupun ekstrinsik terhadap kelenjar saliva, (6) pemeriksaan osteomyelitis, (7) pemeriksaan TMJ, (8) penilaian preoperatif dari ketinggian dan ketebalan tulang alveolar pada maxilla dan mandibula sebelum memasukkan implant.

II.3.3 Keuntungan dan Kerugian CT memiliki beberapa keuntungan dan kelebihan jika

dibandingkan dengan film radiografi konvensional dan tomografi. Pertama, tidak terdapatnya superimposisi gambar struktur diluar area yang dituju. Kedua, karena resolusi kontras yang tinggi, perbedaan antar jaringan yang berbeda kepadatan fisik kurang dari 1% dapat dilihat, sementara pada radiograf konvensional, tidak. Ketiga, data dari prosedur

11

CT imaging tunggal yang terdiri dari beberapa scan kontinu ataupun satu scan helical tunggal dapat ditampilkan sebagai gambar dalam bidang axial, coronal maupun sagital, tergantung dari keperluan diagnosis, yang disebut dengan multiplanar reformatted imaging. Keuntungan CT scan dibandingkan tomografi konvensional berbasis film: (1) dapat mendeteksi jumlah dan perbedaan absorpsi sinar X yang sangat sedikit, sehingga memungkinkan: gambaran mendetail dari lesi intracranial, gambaran jaringan lunak dan keras, diferensiasi yang sangat baik antara tipe jaringan baik yang normal maupun tidak, (2) gambar dapat dimanipulasi, (3) dapat diperoleh potongan aksial tomografik, (4) rekonstruksi gambar dapat diperoleh dari informasi yang didapatkan dari bidang aksial, (5) gambar dapat ditingkatkan dengan media kontras IV untuk menyediakan informasi tambahan. CT juga memiliki beberapa kerugian, antara lain : (1) peralatan sangat mahal, (2) potongan yang sangat tipis dan kontinu/overlapping menimbulkan dosis yang tinggi, (3) objek metalik seperti bahan tambal dapat memproduksi tanda goresan atau artefak star pada gambaran CT, dan (4) risiko yang berkaitan dengan agen kontras IV.

II.3.4 Peralatan dan Cara Kerja Pada bentuk yang paling sederhana, CT scanner terdiri dari radiographic tube yang mengeluarkan sinar X yang terkolimasi halus, fan-shaped yang diarahkan ke serangkaian detector scintilasi atau kamar ionisasi. Terdapat peralatan persegi besar (gantry) dengan lubang sikular pusat. Pasien berbaring dengan bagian tubuh yang akan diperiksa berada di dalam lubang sirkular. Gantry akan mengarahkan tabung sinar X dan detektor. Geometri mekanik dari scanner bervariasi. Tergantung geometri mekanik dari scanner, baik radiographic tube maupun detektor akan berputar secara sinkron mengelilingi pasien, dan tube sinar X akan membentuk lingkaran dalam cincin detektor. Setiap set detektor memproduksi attenuasi atau penetrasi profil potongan tubuh yang diperiksa. CT scanner yang menggunakan jenis pergerakan ini

12

untuk mendapatkan gambar disebut incremental scanner karena gambaran final terdiri dari serangkaian gambar yang berkelanjutan atau tumpang tindih. Saat ini telah dikembangkan CT scanner yang mendapatkan data dengan cara spiral atau helical. Dalam spiral CT, rotasi yang dilakukan terjadi secara kontinu, baik itu tabung sinar X dan detektor pada generasi ketiga, maupun hanya tabung sinar X pada generasi ke empat. Gerakan kontinu tersebut diperoleh dengan teknologi slip-ring. Dengan scanner tersebut, saat gantry dengan tube sinar X dan detektor mengelilingi pasien, meja tempat pasien tidur akan bergerak menembusnya. Dengan demikian didapat data spiral yang berkelanjutan. Dibandingkan dengan incremental CT scanner, spiral scanner menyediakan multiplaner image reconstruction yang lebih baik, waktu pemeriksaan yang lebih singkat, dan dosis radiasi yang lebih sedikit (hingga 75%).

Gambar 2.4. Prinsip kerja scanning dalam CT

II.3.5 Pembentukan Gambaran CT Gambaran CT merupakan gambaran digital yang direkonstruksi oleh komputer yang secara matematis memanipulasi data transmisi yang diperoleh dari banyak proyeksi. Gambaran CT direkam dan dipaparkan sebagai matriks dari blok individual yang disebut voxel (volume element). Setiap petak dari image matrix merupakan pixel. Ukuran pixel13

ditentukan terutama oleh program komputer untuk membangun gambar. Panjang voxel ditentukan oleh lebar sinar X yang dikendalikan prepatient dan postpatient collimator. Untuk pemaparan gambar, setiap pixel memiliki nomor CT yang mewakili densitas. Nomor ini sebanding dengan derajat attenuasi sinar X terhadap material di dalam voxel. Hal tersebut merepresentasikan karakteristik absorpsi atau linear attenuation coefficient dari volume tertentu jaringan pasien. Nomor CT disebut juga Hounsfield units, bervariasi dari -1000 hingga +1000, setiap nomor mewakili level optical density yang berbeda. Skala densitas relatif berdasarkan pada udara (-1000), air (0) dan tulang padat (+1000).

Jaringan Udara Lemak Air Jaringan lunak Darah Tulang padat

Nomor CT -1000 -100 hingga -60 0 +40 hingga +60 +55 hingga +75 +1000Table 2.1. Skala densitas relatif

Warna Hitam

Putih

Tahap pembuatan gambar CT Scan yakni: 1. Saat tabung berotasi di sekeliling pasien, detektor memproduksi profil attenuasi atau penetrasi dari potongan tubuh yang diperiksa 2. Komputer menghitung absorpsi pada titik-titik dalam grid atau matriks yang dibentuk oleh interseksi seluruh profil generasi potongan tersebut, 3. Setiap poin dalam matriks disebut pixel dan ukuran matriks yang umum berkisar 512 x 512 atau 1024x 1024 pixel. Makin kecil pixel individual, makin besar resolusi gambar akhir, 4. Area yang dicitrakan oleh setiap pixel memiliki volume definit, tergantung pada ketebalan potongan tomographic dan disebut dengan voxel,

14

5. Setiap voxel memiliki nomor CT atau Hounsfield unit, yang nilainya tergantung dari jumlah absorpsi dalam jaringan, 6. Setiap nomor CT memiliki derajat greyness yang berbeda, memungkinkan konstruksi gambar visual dan ditampilkan pada monitor, 7. Pasien bergerak maju di dalam gantry dan potongan selanjutnya dicitrakan, 8. Gambar yang terpilih di fotografikan secara berkelanjutan untuk memproduksi gambaran hard copy.

II.3.6

Manipulasi Gambar

Keuntungan utama dari pencitraan komputer adalah fasilitas untuk memanipulasi atau mengubah gambar dan rekonstruksi gambar baru, tanpa mengharuskan pasien terpapar radiasi ionisasi kembali. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam memanipulasi gambar, yaitu:

a.

Window level and window width Kedua variabel ini memungkinkan gambar visual diubah dengan menentukan rata-rata dan level kepadatan yang akan ditampilkan.

b.

Reconstructed images Informasi yang didapatkan dari original axial scan dapat dimanipulasi komputer untuk rekonstruksi potongan

tomographic pada bidang koronal, sigital, amupun bidang lain yang dibutuhkan. Untuk meminimalkan step effect yang

nampak pada gambar rekosntruksi tersebut, original axial scan harus sangat tipis dan kontinu atau overlapping, hal ini

menimbulkan dosis radiasi yang relatif tinggi bagi pasien.

15

BAB III PEMBAHASAN

III.1

Pendahuluan Blow out fraktur adalah fraktur pada dasar orbita tanpa atau disertai fraktur

dinding medial orbita akibat trauma oleh gaya eksternal ke arah mata. Fraktur blow out merupakan jenis fraktur yang sering terjadi, diperkirakan sekitar 10% dari fraktur wajah merupakan fraktur blow out dan 30-40% dari fraktur wajah melibatkan daerah orbital. Fraktur blow out atau fraktur dasar orbital, disebut juga dengan fraktur dasar terisolasi, terjadi akibat adanya kerusakan langsung ke globe dan kelopak mata bagian atas. Benda yang mengenai biasanya cukup luas bukan untuk menembus globe dan cukup kecil juga bukan menyebabkan fraktur pada rima orbital.11 Pada suatu penelitian disuatu daerah, 70% fraktur terjadi karena terserang dengan benda tumpul (contohnya seperti kepalan tangan, tongkat pemukul baseball), dan 13% terjadi karena kecelakaan sepeda motor, biasanya terkena bagian depan dari sepeda motor, 10% karena terjatuh, dan luka tembak sebanyak 6% dari fraktur dasar orbital. Kekuatan pukulan tersebut menyebabkan penekanan pada mata dan peningkatan tekanan intraorbita, yang mengakibatkan fraktur pada titik terlemah pada dinding orbital. Biasanya titik ini adalah dasar orbital, tapi bisa juga terjadi pada dinding medial.11 Fraktur blow out biasanya hadir dengan tampakan klinis berupa rasa sakit yang terlokalisasi, pembengkakan, perdarahan subconjuctiva, dan dapat

menyebabkan perubahan volume orbita sekunder. Orbital trap door fracture atau disebut juga dengan white-eyed blowout fracture biasanya terjadi pada pasien berusia dibawah 18 tahun dengan riwayat trauma dengan sedikit tanda pada jaringan lunak. Ditandai dengan terbatasnya gerakan ocular, diplopia, dan nyeri yang signifikan saat mata melihat vertikal, sehingga disebut white-eyed. Fraktur ini biasanya menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, yang dapat menyebabkan kesalahan diagnosis dan penanganan pada prosedur kegawatdaruratan. Jika

16

kesalahan tersebut terjadi, dapat menyebabkan iskemia dan morbiditas permanen pada jaringan orbita.

III.2

Metode Material yang digunakan dalam laporan kasus ini berupa tiga kasus fraktur

blow out yang termasuk dalam kategori white-eyed frature dan mendiksuksikan penanganannya. Semua rekam medik dan data identitas yang digunakan diklasifikasikan dan dihitung berdasarkan usia, jenis kelamin, objek sasaran injuri, dan tipe trauma yang terjadi. Setelah rekam medic dan data identitas didapatkan seluruhnya, dilakukan analisis lanjutan.6

III.3

Hasil Dari tiga kasus yang didiskusikan dalam laporan kasus ini, diketahui kasus

pertama merupakan kasus yang terjadi pada seorang remaja berusia 17 tahun, dengan dugaan telah mengalami penyerangan pada malam sebelum subjek dibawa ke Rumah Sakit. Pasien mengalami mual, muntah beberapa kali, dan sakit kepala yang persisten. Glasgow Comma Scale menunjukkan skala 14, dan pasien mengaku telah dilakukan observasi neuro. Dari hasil CT korona ditemukan orbital floor trap door fracture yang ditandai dengan terjebaknya rektus inferior (gambar 3.1). Pasien segera dikonsulkan ke bagian bedah. Pada pemeriksaan gerakan mata, pasien merasa mual dan nyeri pada pergerakan superior dan inferior, tapi tidak ada subconjuctival ecchymosis. Ketajaman visual dilaporkan normal. Beberapa jam kemudian, pasien menjalani operasi perbaikan dasar orbita melalui transconjuctival approach dan resorbable polydioxanone sheet

reconstruction. Pada hari keenam pasca operasi, gerakan bola mata pasien sudah mulai menunjukkan perbaikan.

17

Gambar 3.1: CT korona menunjukkan acute entrapment otot rektus inferior sebelah kanan.

Kasus kedua terjadi pada subjek laki-laki berusia 14 tahun dibawa ke Rumah Sakit setelah dugaan penyerangan, dengan keluhan mual, sakit kepala, dan nyeri pada mata. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter mata, ditemukan pembatasan pada pergerakan mata kanan. Pasien dirawat, dan dimintakan konsultasi ke bagian bedah keesokan paginya. Dilakukan penilaian ortoptik dan CT korona 24 jam setelah kedatangan subjek. CT korona menunjukkan left trap door fracture dengan jaringan periorbital yang terjebak (tanpa keterlibatan otot) (gambar 3.2). Kemudian pasien menjalanin operasi perbaikan dasar mata sebelah kiri. Sehari pasca operasi, terlihat perbaikan.

Gambar 3.2: Hasil CT korona menunjukkan minimally displaced left trap door fracture with teardrop herniation of periorbital tissue.

18

Kasus ketiga terjadi pada seorang pria berusia 21 tahun datang ke Rumah Sakit 4 hari setelah dugaan mengalami penyerangan. Pasien sudah menjalani pemeriksaan pada Instalasi Gawat Darurat dan oleh dokter mata pada dua Rumah Sakit berbeda dan dilaporkan ada riwayat nyeri persisten, mual, dan terbatasnya gerakan okuler sebelah kanan. Hasil CT korona pada malam harinya menunjukkan adanya orbital floor fracture. Namun juga ditemukan severe restriction pada pergerakan superior, inferior dan lateral, yang disertai nyeri persisten dan mual. Pada CT berikutnya ditemukan subconjuctival ecchymosis dan terjebaknya rektus inferior serta peningkatan volume orbita. Pasien kemudian menjalani operasi perbaikan dasar orbita dengan titanium-reinforced polyethylene sheet pada hari keenam setelah injuri. Setelah operasi, terlihat pengurangan rasa sakit dan mual, namun masih ada pembatasan pergreakan yang persisten. CT selanjutnya menunjukkan telah adanya hasil rekonstruksi yang memuaskan, tanpa adanya pergeseran otot. Pasien masih tetap dalam perawatan untuk paresis otot ekstraokular matanya.

III.4

Diskusi White-eyed blowout fracture biasanya terjadi pada pasien berusia dibawah

18 tahun dengan sedikit gelaja trauma pada jaringan lunak. Terdapat pembatasan gerakan ekstraokular, diplopia, dan rasa nyeri saat melakukan pandangan vertikal. Berdasarkan Bernard Ascher Guiseppe, reflex occulocardiac juga sering terlihat. Jalur aferennya berasal dari saraf trigeminal yang dilanjutkan ke gasserian ganglion kemudian ke sensor pusat nucleus pada ventrikel keempat. Melalui pembentukan reticular, serat internuklear berhubungan dengan jalur eferen yang berasal dari vagus, yang kemudian sampai pada myocardium. Stimulasi kemudia menuju pada bradikardia dengan rasa mual dan muntah yang sering membuat diagnosis menjadi disebabkan oleh injuri kepala. Tabel 1 menunjukkan tandatanda yang terjadi pada trap door fracture.

19

Pada penemuan CT, terdapat retak kecil sepanjang dasar orbita dengan displacement yang minimal atau tidak ada atau sedikit trap door dengan herniasi terhadap sinus maksila. Otot dan/atau jaringan periorbital dapat terjebak. Kasus pertama menunjukan diagnosis yang terlambat mengenai trap door fracture dimana gejala nyeri, mual, sakit kepala, dan muntah mendistraksi etiologi sebenearnya. Terjebaknya otot secara akut yang terlihat pada CT dapat menunjukan adanya compartment syndrome jika tidak segera ditangani. Kasus kedua menunjukkan terjbaknya jaringan ikat periorbital (walau pun tidak ada muscle entrapment) yang juga harus segera dilakukan penatalaksanaannya. Kasus pertama dan kedua ditangani secara bedah setelah 48 jam. Kasus ketiga menunjukkan bahwa grup usia yang lebih tua (21 tahun) juga dapat terlihat adanya muscle entrapment akut (walau pun ada subconjuctival ecchymosis) dan morbiditas signifikan yang dapat terjadi karena diagnosis dan penanganan yang terlambat. Trap door fracture, dimana pasien merupakan remaja dengan riwayat nyeri, mual, muntah, dan restriksi akut pada pergerakan mata dengan wite conjunctiva, harus dibedakan, dan konsultasi maksilofasial harus dilakukan. Presentasinya dekat dengan injuri kepala dan dapat menyebabkan kesalahan dan keterlambatan diagnosis. Sebaiknya, penatalaksanaan segera dilakukan, kira-kira 48 jam setelah injuri, jika lebih lama, dapat terjadi paresis permanen.

20

BAB IV KESIMPULAN

Kompleksnya anatomi struktur tulang dan jaringan lunak daerah orbital dan keterbatasan dari pemeriksaan X-ray dan CT, harus diimbangi dengan kemampuan operator untuk mendiagnosis blowout fraktur (white-eyed atau trap door fracture) secara tepat guna dengan mengikutsertakan tampakan-tampakan klinis, sehingga penggunaan pemeriksaan dengan CT akan sangat efektif dan efisien serta diagnosis penatalaksanaan tidak terlambat.

21

DAFTAR REFERENSI

1.

Trauma kepala. [cited 2011 15 Desember]; Available from: .

2.

Cedera kepala pada dewasa muda. [cited 2011 15 Desember]; Available from: http://timehome1714.com/2008/06/24/cedera-kepala-pada-dewasa-muda-danrisiko-depresi-seumur-hidup/.

3.

Fraktur daerah orbita. [cited 2011 15 Desember]; Available from: http://a5thedestroyer.blogspot.com/.

4.

Orbital blowout fracture. [cited 2011 15 Desember]; Available from: .

5.

Dixon AD. Anatomy for students of dentistry. 5 ed. London: Churchill Livingstone; 1986.

6.

Teng Chen SG, Wei Han, Qinchu Zang. The CT characteristics of orbital blowout fracture and its medicolegal expertise. Journal of Forensic and Legal Medicine2009;16.

7.

Patrick Mehanna, Daniel Mehanna, Cronin aA. White-eyed blowout fracture: Another look. Journal compilation Australasian College for Emergency Medicine and Australasian Society for Emergency Medicine2009.

8.

Emergency Medicine. [cited 2011 15 Desember]; Available from:

9.

Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. London: Elsevier; 2007.

10.

Blowout Fracture, 21 Maret 2009 [cited 2011 16 Desember]; Available from: http://audreyshaw19.blogspot.com/

11.

Orbital Floow Fractures (Blowout), 20 Mei 2010 [cited 2011 16 Desember]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1284026overview#showall

22