Top Banner
MAKALAH ALAT TANGKAP RAMAH LINGKUNGAN (GILL NET) UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH DASAR-DASAR PENANGKAPAN IKAN Dr. Ir. Djumanto, M.Sc. PENYUSUN : Zaenab Ajiyatin (14/369723/PN/13957) Saiful Nur S. (14/369737/PN/13959) JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 1
35

Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

Apr 15, 2017

Download

Education

PT. SASA
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

MAKALAHALAT TANGKAP RAMAH LINGKUNGAN

(GILL NET)

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH DASAR-DASAR PENANGKAPAN IKAN

Dr. Ir. Djumanto, M.Sc.

PENYUSUN :

Zaenab Ajiyatin (14/369723/PN/13957)

Saiful Nur S. (14/369737/PN/13959)

JURUSAN PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

2015

1

Page 2: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,

Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah

ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat

dipergunakan sebagai salah satu pemenuh tugas dari mata kuliah Dasar-dasar Penangkapan

Ikan. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi

makalah ini agar kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami

miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk

memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah

ini.

Yogyakarta, April 2015

Penulis

2

Page 3: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………….……………………. 1

Daftar Isi …………………………………………………………………………... 2

Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran...................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah .....……………………………………………….......5

1.2. Study Area dan Metode ……..…………………………………………….….. 5

BAB 2 HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Hasil …………………………………………………………………………....7

2.2. Pembahasan ………………………………………………………………….....7

REFERENSI…………………………………………………………………..…....

3

Page 4: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

DAFTAR TABEL

1.1 Tabel Klasifikasi alat penangkapan ikan menurut ISSCFGFAO, 1971...............................................................................................................................11

1.2 Tabel Perbedaan Serat Alam Dan Sintetis...............................................................14

DAFTAR GAMBAR

1.1 Gambar hanging rasio horizontal yang umum.............................................................12

1.2 Gambar Jumlah Lembaran Jaring insang.................................................................15

1.3 Gambar Gill net rangkap dua (Jalapdu/ Double Nets)......................................................16

1.4 Gambar Gill net rangkap tiga (trammel net)......................................................................16

1.5 Gambar Rancangan alat tangkap jaring.....................................................................17

1.6 Gambar jaring dan kedudukan jaring didasar perairan............................................18

DAFTAR LAMPIRAN

4

Page 5: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

BAB 1PENDAHULUAN

Penangkapan ikan menurut sejarahnya sudah dimulai sejak sekitar 100.000 tahun

lalu yang dilakukan oleh manusia Neanderthal diawali dengan menggunakan tangan yang

kemudian berkembang terus menerus secara perlahan menggunakan alat bantuan berupa

batu, kayu, tulang, dan tanduk. Pada awalnya penangkapan ikan dilakukan untuk

memperoleh bahan makanan bagi keluarga, komunitas, atau kelompok tertentu.

Penangkapan ikan semula dilakukan hanya menangkap ikan seekor-seekor yang

perolehanya tidak pasti, kadang berukuran besar atau dilain waktu memperoleh ukuran

kecil. Ikan tidak memiliki substitusi seperti halnya bahan makanan yang ada di daratan,

orang menangkap ikan lebih dari yang dibutuhkan untuk diri sendiri ketika diketahui

bahwa ikan dapat disimpan dan diolah menjadi berbagai bentuk. Hal semacam ini menjadi

pendorong bagi nelayan untuk mengembangkan alat tangkap sehingga dapat meningkatkan

jumlah hasil tangkapan.

Alat tangkap ikan yang sudah berkembang hingga kini menurut FAO 1971 yaitu

Jaring Lingkar, Pukat, Trawl, Penggaruk, Tangkul, Alat yang dijatuhkan, Jaring Insang dan

Jaring Puntal, Pancing, Alat Penjepit dan Melukai serta Mesin Pemanen. Gill net

merupakan salah satu dari berbagai jenis alat tangkap ikan berupa jaring insang. Gill net

termasuk jenis jaring insang karena ikan-ikan yang tertangkap pada jaring terjerat di sekitar

operculum pada mata jaring sebab yang menjadi sasaran penangkapannya adalah

operculumnya atau operculum pada ikan terjerat mata jaring ketika ikan berusaha

menerobos jaring. Penamaan Gill net di Indonesia beraneka ragam, ada yang menyebutnya

berdasarkan jenis ikan (jaring koro, udang, dan sebagainya) ada pula yang menyebutnya

berdasarkan nama tempat (jaring udang Bayeman) dan sebagainya (Ayodhiya,1991).

Menurut Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan gill net adalah

alat penangkapan ikan yang berupa selembar jaring berbentuk empat persegi panjang

dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang sama atau beragam diseluruh bagian jaring

yang bagian atas jaringnya terdapat pelampung yang dilalui tali pelampung diikatkan pada

tali ris atas, sedangkan bagian bawahnya adalah pemberat yang dilekatkan pada tali ris

bawah. Fungsi dari pelampung dan pemberat itu sendiri agar jaring dapat terbentang

sempurna di dalam air(2009:61).

5

Page 6: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara bahari dan negara terbesar di dunia memiliki 17.504

pulau dengan 70% area Indonesia yang berupa laut dan sebagian lainnya merupakan

danau, laguna, muara, waduk, sungai, dan rawa. Kekayaan alam pada laut Indonesia dapat

berupa sumber daya alam SDA terbarukan dan tidak terbarukan. Sumber daya alam SDA

terbarukan misalnya seperti perikanan yang seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya

untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia, yang faktanya Indonesia belum bisa

memanfaatkannya dengan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya nelayan

yang bisa dikatakan jauh dari kata kemakmuran dan kejayaan serta sumberdaya kelautan

yang masih hanya dipandang sebelah mata.

Selat Bali merupakan salah satu lokasi sumberdaya alam yang potensial di

Indonesia, namun jumlah tangkapan ikan nelayan di selat Bali mulai mengalami penurunan

hingga tahun 2000, hal ini disebabkan adanya penangkapan ikan yang berebih dengan

penggunaan alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan seperti purse sein. Produktivitas

purse sein yang sangat berlimpah disatu sisi menguntungkan nelayan, tapi disisi lain dapat

berpengaruh pada berkurangnya jumlah ikan (Prasetya, 2007). Selain penggunaan purse

sein yang menyebabkan penurunan hasil jumlah tangkapan ikan, penangkapan ikan tanpa

memperhatikan ukuran, jenis, dan umur ternyata memiliki dampak ganda yang secara tak

disadari oleh bangsa Indonesia telah merugikan bangsa sendiri.

Sesuatu yang lumrah sebuah kebijakan menuai pro dan kontra dari masyarakat,

apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. Tidak terkecuali dengan Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 yang telah ditindaklanjuti dengan

Surat Edaran Nomor 18/MEN-KP/I/2015. Aturan tersebut menerangkan soal pengaturan

penangkapan lobster hanya boleh dilakukan dengan ukuran panjang karapas di atas 8 cm,

selain itu, untuk ukuran kepiting dengan ukuran lebar karapas di atas 15 dan rajungan

dengan ukuran lebar karapas di atas 10 cm (Republika, 2015).

1.2. Study Area dan Metode

Makalah penangkapan ikan dengan alat tangkap ramah lingkungan (Gill net)

ini penulis susun dengan study area permasalahan alat tangkap ramah lingkungan pada

persoalan Pelabuhan Benoa dalam Asosiasi Tuna Long line Indonesia (ATLI) di Bali

dengan Permen KP No.1 Tahun 2015 meliputi pembahasan kondisi eksisting dan

persoalan yang ada atau timbul yang disebabkan berbagai faktor, misalnya hubungan

6

Page 7: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

antara organisme, alat tangkap dan jenis ikan, menyajikan segi positif dan negatif

keberadaan alat tangkap (Gill net), dan upaya mempertahankan kondisinya agar tetap

optimum, serta menyajikan alternatif cara penanganan persoalan yang ada.

Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini berupa analisa

permasalahan alat penangkapan ikan dan eksploratif berbagai kejadian social tertentu atau

hubungan antara dua atau lebih variable.

7

Page 8: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

BAB 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Hasil

Nelayan lobster sebelum pemberlakuan Permen KP No.1 Tahun 2015

mendapatkan keuntungan dari hasil ekspor lobster yang lumayan menggiurkan belum bisa

dikatakan sejahtera. Pemberlakuan Permen KP No.1 Tahun 2015 mengatur pelarangan

penangkapan lobster dengan berat dan ukuran tertentu mengakibatkan penghasilan para

nelayan berkurang, bahkan tidak jarang banyak nelayan yang tidak melaut lagi. Permen KP

No.1 Tahun 2015 dikeluarkan oleh mentri Susi Pujiastuti bukan tanpa sebab, menurutnya

selama 12 tahun ini Vietnam adalah negara eksportir terbesar di dunia, padahal bibit-

bibitnya dari Indonesia (KKP, 2015). Penerapan kebijakan Permen KP No.1 Tahun 2015

semata-mata bukan untuk mematikan pendapatan nelayan tapi justru untuk melindungi

nelayan.

Salah satu solusi yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan akibat

pemberlakuannya Permen KP No.1 Tahun 2015 yaitu dengan meminta bantuan jaring

dengan ukuran besar kepada nelayan kecil kepada ATLI (Asosiasi Tuna Long line

Indonesia) di Bali. ATLI bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali

memberikan jaring dengan ukuran besar kepada nelayan kecil. Bantuan jaring ramah

lingkungan kepada nelayan ini diharapkan bisa meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Hal

ini disampaikan Menteri Susi saat melakukan peninjauan terhadap PT. Bandar Nelayan,

sebuah perusahaan pengolahan Ikan Tuna yang tergabung dalam Asosiasi Tuna Long line

Indonesia (ATLI), di pelabuhan Benoa, Bali, 5 April 2015 (KKP, 2015).

2.2. Pembahasan

Perikanan tuna adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan

dan pemanfaatan SDI tuna dan lingkungan mulai dari produksi, pengolahan hingga

pemasaran dalam kesatuan industri tuna. Pemanfaatan SDI tuna di Indonesia didominasi

oleh armada penangkapan tuna longline (rawai tuna). Guna menjalin informasi dan

penguatan kelembagaan maka terbentuklah asosiasi-asosiasi tuna longline, asosiasi tuna

longline yang ada di Indonesia diantaranya ialah ATLI dan ASTUIN. Jumlah anggota

ATLI tahun 2009 terdata sebanyak 700 perusahaan dengan jumlah kapal sebanyak 995

buah. Anggota ATLI tidak terbatas longline (LL) saja termasuk handline cumi, purse seine

8

Page 9: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

(PS), kapal penunjang PS, kapal jaring dan kapal angkut. Selain unit penangkapan ATLI

juga beranggotakan unit pengolahan ikan (UPI) dan doking kapal. Berdasarkan data ATLI

produksi tahun 2010 dengan jumlah kapal 969 buah sebesar 9.100 ton dengan jumlah

ekspor sebanyak 4.060 ton; sehingga produksi per kapal per tahun sebesar 14 ton. Tren

ekspor menujukkan indikasi penurunan produksi. Tujuan utama ekspor tuna ialah negara

Jepang dengan prosentase sebanyak 75%. Adapun untuk produk olahan setengah jadi dari

UPI dipasarkan ke negara USA (80%), UE (50%), dan Jepang (5%). Berdasarkan data dari

PT. Perikanan Nusantara margin usaha yang diperoleh pada tahun 2003 sebesar Rp 5,9

milyar, sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 1,6 milyar; ada indkasi penurunan

(Andhika, 2010).

Alternatif penanganan persoalan yang ada di Bali tersebut dapat diselesaikan

dengan solusi yang diberikan ATLI yaitu memberikan bantuan jaring ramah lingkungan

yaitu alat tangkap ikan dengan jaring insang (gill net) seperti jaring ciker dan sirang

dengan ukuran yang ditentukan kepada nelayan kecil.

kriteria alat tangkap ramah lingkungan, FAO (1995) :

1. Selektifitas tangkapan yang tinggi(dari paling rendah hingga tinggi)

Kriteria Selektif : ukuran dan jenis :

a) Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh

b) Alat menangkap tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh

c) Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih

sama

d) Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama

2. Tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya.

Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi):

a) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas

b) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit

c) Menyebabkan sebagian habiat pada wilayah yang sempit

d) Aman bagi habitat (tidak merusak habitat)

9

Page 10: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

3. hasil ikan tangkapan berkualitas tinggi

Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil tangkapan secara

morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai

berikut:

a) Ikan mati dan busuk

b) Ikan mati, segar, dan cacat fisik

c) Ikan mati dan segarIkan hidup

4. Tidak membahayakan nelayan(penangkap ikan)

Dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi) :

a) Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat kematian pada nelayan

b) Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat menetap

(permanen) pada nelayan

c) Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan

yang sifatnya sementara

d) Alat tangkap aman bagi nelayan

e) Produksi tidak membahayakan konsumen

Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang mungkin

dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan adalah (dari rendah hingga

tinggi):

a) Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen

b) Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen

c) Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen

d) Aman bagi konsumen

6. Hasil sampingan (By-catch) rendah

Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah

hingga tinggi):

a) Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis (spesies) yang

tidak laku dijual di pasar

b) Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis dan ada yang

laku dijual di pasar

10

Page 11: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

c) Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan laku dijual di

pasar

d) Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan berharga

tinggi di pasar

7. Dampak negatif biodiversitas rendah

Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah

hingga tinggi) :

a) Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan

merusak habitat

b) Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies dan

merusak habitat

c) Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi

tidak merusak habitat

d) Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati

8. Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi

Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi undangundang

ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa:

a) Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat

b) Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap alat

c) Ikan yang dilindungi .pernah. tertangkap

d) Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap

9. Secara sosial dapat diterima

Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat bila:

a) biaya investasi murah

b) menguntungkan secara ekonomi

c) tidak bertentangan dengan budaya setempat

d) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada

Pembobotan Kriteria ditetapkan dengan menilai kenyataan di lapangan bahwa (dari

yang rendah hingga yang tinggi):

a) Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir persyaratan di atas

b) Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas

11

Page 12: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

c) Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir persyaratan di atas

d) Alat tangkap memenuhi semua

KLASIFIKASI ALAT PENANGKAP IKAN MENURUT ISSCFG(International Standard Statistical Classification Fishing Gear)FAO, 1971. (Tabel 1.1)

12

Page 13: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

Gill NET (Jaring Insang)Gill net adalah beberapa rangkaian lembaran jaring berbentuk empat persegi

panjang dengan ukuran panjang jaring maksimum adalah tidak boleh lebih dari 2.500

meter. Gill net menyebabkan ikan tertangkap dengan cara terjerat atau terbelit pada mata

jaring di sekitar operkulum/tutup insangnya. Jenis ikan yang tertangkap adalah jenis ikan

yang berenang kearah horizontal, sedangkan migrasi verticalnya tidak seberapa aktif. Jenis

ikan yang tertangkap termasuk yang berenang dekat permukaan laut dan hasil tangkapan

surface gillnet adalah tenggiri (Scomberomerusc ommersoni), cakalang (Katsuwonus

pelamis), tongkol (Auxis spp.), kuwe (Caranx spp) dan alu-alu (Sphyraena spp.)

Persyaratan Gillnet

Agar ikan terjerat atau terbelit:

a. Kekakuan twine (rigidity of petting twine)

Twine yang lembut di atur dengan: memperkecil diameter twine atau

mengurangi pilin persatuan panjang, ataupun bahan celup pemberi warna

ditiadakan. Semakin lembut semakin mudah menjerat.

b. Ketegangan rentangan tubuh jaring

Kuat rentangan kearah panjang (horizontal) dan lebar (bawah). Ketegangan

jaring, dipengaruhi: pelampung, pemberat, berat tubuh jaring, tali temali, shortening

dan lingkungan.

c. Hanging rasio

Beda panjang jaring setelah dilekatkan pada floatline dengan panjang tubuh

jaring dalam keadaan teregang sempurna (strech) Hanging rasio = L/Lo

Contoh hanging rasio horizontal yang umum dibuat(Gambar 1.1) :

13

Page 14: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

Contoh menghitung luas jaring:

S=E x√1−E2 x L x H x a2

S= Luas jaring (m 2 )

E= hanging rasio memanjang

L = Jumlah mata jaring memanjang

H =Jumlah mata jaring vertikal

a2 = ukuran mata jaring

Luas jaring maksimum: E=0,71

d. shortening atau shrinkage

Merupakan beda panjang tubuh jaring dalam keadaan teregang sempurna dengan

panjang jaring setelah direkatkan float line disebutkan dalam persen .

Shortening = ((Lo-L1)/Lo)x100%

e. Tinggi jaring

Tinggi jaring merupakan jarak antara float line dengan sinker line pada saat jaring

terpasang di perairan. Digunakan sebagai pembeda dengan lebar jaring (mesh

depth) yang biasanya digunakan untuk menjelaskan satuan jumlah mata jaring

ataupun meter. Tinggi jaring = 2a n √2 s−s2 . Mesh size (2a), jumlah mata (n),

shortening (s)

f. Mesh size dan besar ikan

Gillnet bersifat selektif terhadap besar ukuran dari ikan tangkapan yang diperoleh.

Oleh karena itu untuk mendapatkan jumlah tangkapan yang banyak harus

disesuaikan dengan besar badan ikan yang jumlahnya banyak pada fishing ground.

g. Warna jaring

Warna Webbing atau jaring ketika berada dalam air akan dipengaruhi oleh

kedalaman air, transparansi, sinar matahari, sinar bulan dll. Warna jaring

mempengaruhi visibilitas ikan. Warna jaring semakin transparan maka ikan

semakin sulit membedakan dengan lingkungannya.

14

Page 15: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

BAHAN JARING

Syarat umum benang jaring :

Mempunyai ketahanan yang besar / tinggi

Sifat halus dan fleksibel

Mempunyai visibilitas yang tinggi

Panjang yang cukup

Sedikit menyerap air

Tahan terhadap kebusukan / tidak cepat rusak

Sifat transparan yang cukup (supaya tidak terlihat oleh ikan)

KLASIFIKASI SERAT

1. Serat alam (natural fibre) :

a. Serat selulose : kapas & rami

b. Serat protein : rambut kuda, Rambut unta wool & sutera

c. Serat mineral : asbes

2. Serat buatan (synthetic fibre) :

a. Polyamide : nylon

b. Polyhidrokarbon : polyethylen Polypropilin

c. Polyhidrokarbon yang disubstitusikan dengan halogen :

# saran (polyviniliden chlorida)

# Vinilon (polyvinil alkohol)

d. Polyhidrokarbon yang disubstitusikan dengan hidriksil : vinilon

Perbedaan Serat Alam Dan Sintetis(Tabel 1.2) :

noVegetable fibre Synthetic fibre

1Mudah busuk Sukar busuk

2Terdiri dari staple fibre Terdiri dari continues filamen

3Tidak dipengaruhi oleh sinar matahari

Ada beberapa yang dipengaruhi oleh sinar matahari

15

Page 16: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

4 Kurang kuat Lebih kuat5 Menyerap air

Sedikit / tidak sama sekali

6Tidak mencair Mencair pada suhu tertentu

7Dalam proses pembuatannya tergantung pada kondisi fisik lingkungan

Tidak tergantung musim dan dapat diproduksi secara massal / besar

8Tidak begitu mulur Lebih mulur

Menurut Bentuknya :

1.Serat dengan sisik permukaan - rambut kuda - rambut unta, wool

2.Serat dengan tanda melintang dan penggelembungan yang jelas : rami, henep, flax

3.Serat dengan dengan puntiran : kapas, sutera

4.Serat-serat lain yaitu serat yang termasuk di atas.

Klasifikasi Jaring Insang Berdasarkan Jumlah Lembaran Jaring

(Gambar 1.2) http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2012/05/download.jpg

 a. Gill net tunggal

Yang termasuk klasifikasi gill net tunggal adalah gill net permukaan, gill net

pertengahan, dan gill net dasar.

16

Page 17: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

b. Gill net rangkap

1) Gill net rangkap dua (Jalapdu/ Double Nets)

Gill net rangkap dua merupakan jaring yang memiliki dua lapis dengan mata

jaring besar pada lapis pertama dan mata jaring kecil pada lapis kedua. Seperti

halnya gill net rangkap tiga, ikan-ikan tertangkap dengan cara terpuntal.

(Gambar1.3) http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2012/05/gill-net-rangkap-2.jpg

2) Gill net rangkap tiga (trammel net)

Gill net rangkap tiga (trammel net) juga biasa disebut jaring gondrong, jaring

tilek, jaring kantong, jaring ciker, dan jatilap (jaring tiga lapis). Seperti namanya

jaring ini terdiri dari 3 lapis, yaitu 2 lapis yang diluar memiliki mata jaring lebih

besar sedang yang di dalam memiliki mata jaring yang lebih kecil dan dipasang

agak longgar. Dalam pengoperasiaannya jaring ini dapat diset di dasar maupun

dihanyutkan. Ikan-ikan yang tertangkap karena terpuntal (entangied).

17

Page 18: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

(Gambar 1.4) http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2012/05/gill-net-rangkap-3.jpg

JARING CIKER DAN JARING SIRANG

Jaring ciker dan jaring sirang (trammel net) termasuk jenis jaring penyangkut

karena ikan atau udang yang tertangkap disebabkan tersangkut atau terjerat di mata jaring.

Konstruksi jaring terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar mempunyai ukuran mata jaring

lebih besar, sedangkan satu jaring yang ada ditengah mempunyai bukaan mata jaring yang

lebih kecil dan dipasang lebih longgar (Waluyo & Barus, 1998). Jaring ciker mempunyai

bentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawah dan

pelampung pada tali ris atas. Pelampung berfungsi agar tali ris atas jaring dapat terapung

dan tidak tenggelam, sedangkan pemberat berfungsi untuk menenggelamkan tali ris bawah,

jaring terbentang menghadang arus air dan udang terjerat pada mata jaring(Partosuwiryo,

2002).

Rancangan alat tangkap jaringRancangan alat tangkap jaring terdiri atas pelampung, tali pelampung, tali ris atas,

tubuh jaring, srampad atas, tali ris bawah, tali pemberat, dan pemberat.

(Gambar 1.5)

Pelampung yang digunakan terbuat dari bahan PVC berbentuk lonjong dengan ukuran panjang 14 cm. Jumlah pelampung sebanyak 20-78 buah dalam satu piece. Penggunaan pelambung sangat penting, agar mata jaring dapat terbuka didalam air sehingga ikan tertangkap. Tali pelampung terbuat dari bahan PE berdiameter 5-8 mm dengan arah pilinan Z. Tali pelampung berwarna hijau, dengan panjang 31,8 – 70,7 m. Dalam satu piece jaring, tali pelampung dibuat lebih panjang 0,5 m yaitu berfungsi untuk menyambung antara piece yang satu dengan yang lainnya. Tali ris atas terbuat dari bahan PE berdiameter 5 mm dengan arah pilinan Z, berwarna hijau, dengan panjang 31,8 – 70,7m. Dalam satu piece jaring sirang, tali ris. Tubuh jaring terbuat dari bahan nilon multifilament. Keunggulan dari bahan ini adalah kuat dan lemas. Ukuran mata jaring (mesh size) 5-7 inci, dengan hang inratio 0,39-0,54. Ukuran mata jaring tersebut relatif besar, karena ukuran mata jaring disesuaikan dngan ukuran sasaran tangkap. Dngan ini hang in ratio 0,39-0,54 maka untuk menangkap ikan secara entangled sudah cukup baik. Benang multifilament lebih kuat dibanding benang monofilament. Benang multifilament

18

Page 19: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

yang digunakan memiliki ukuran 210 D/60. Warna jaring biru kehijauan, sehingga sama dengan warna perairan berfungsi untuk mensamarkan jaring di dasar perairan.

Srampad atas terbuat dari bahan yang sama dengan tubuh jaring berjumlah ½ mata ke arah bawah. Srampad atas dibentuk oleh benang ganda berfungsi agar pada saat pengangkatan jaring tubuh jaring tidak putus akibat berat jaring dan berat ikan yang terjerat.

Tali ris bawah terbuat dari bahan PE berdiameter 5 mm dengan arah pilinan Z berwarna kuning dengan panjang 42,9-101,9 m. Dalam satu piece jaring, tali ris bawah dibuat lebih panjang 0,5 m berfungsi untuk menyambung antara piece satu dengan yang lainnya.

Pemberat terbuat dari timah dengan berat satuan 13,04 gram. Pemberat tambahan berfungsi sebagai jangkar, terbuat dari batu yang besar, memiliki berat kira-kira 3 kg. Oleh karena penempatan jaring berada didasar perairan, maka pemberat memiliki peran penting untuk menjaga kedudukan jaring agar tetap ditempat. Hal ini menjadi penting karena pengaruh arus bisa menggeser kedudukan jaring dari tempat semula dan bisa mengubah formasi jaring dalam menghadang ikan.

Berikut jaring dan kedudukan jaring didasar perairan :

19

Page 20: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

(Gambar 1.6) http://himafarin.lk.ipb.ac.id/files/2014/04/jwtg0102.pdf

LAMPIRAN

PERATURANMENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1/PERMEN-KP/2015TENTANG

PENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp.), KEPITING (Scylla spp.), DANRAJUNGAN (Portunus pelagicus spp.)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa keberadaan dan ketersediaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) telah mengalami penurunan populasi, sehingga perlu dilakukan pembatasan penangkapan terhadap Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.);

b. bahwa untuk itu perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.);

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

2. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan

20

Page 21: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

Presiden Nomor 13 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 24);

3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 189);

4. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339);

5. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 Tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;

6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;

MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

TENTANG PENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp.), KEPITING (Scylla spp.), DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus spp.).

Pasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:1. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.2. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang

terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

3. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perikanan.

4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang melaksanakan tugas teknis di bidang perikanan tangkap.

Pasal 2Setiap orang dilarang melakukan penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur.

Pasal 3(1) Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan

Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dapat dilakukan dengan ukuran:a. Lobster (Panulirus spp.) dengan ukuran panjang karapas >8 cm

(di atas delapan sentimeter);b. Kepiting (Scylla spp.) dengan ukuran lebar karapas >15 cm (di

atas lima belas sentimeter); dan

21

Page 22: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

c. Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dengan ukuran lebar karapas >10 cm (di atas sepuluh sentimeter).

(2) Cara Pengukuran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 4Setiap orang yang menangkap Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) wajib:

a. melepaskan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau dengan ukuran yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) jika masih dalam keadaan hidup;

b. melakukan pencatatan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau dengan ukuran yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang tertangkap dalam keadaan mati dan melaporkan kepada Direktur Jenderal melalui kepala pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penangkapan Ikan.

Pasal 5Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 6 Januari 2015MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANANREPUBLIK INDONESIA,ttd.

SUSI PUDJIASTUTI

Diundangkan di Jakartapada tanggal 7 Januari 2015MENTERI HUKUM DAN HAMREPUBLIK INDONESIAttd.YASONNA H. LAOLYBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 7

22

Page 23: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

LAMPIRANPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

REPUBLIK INDONESIANOMOR 1/PERMEN-KP/2015

TENTANGPENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp.),

KEPITING (Scylla spp.), DAN RAJUNGAN (Portunuspelagicus spp.)

Cara Pengukuran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), danRajungan (Portunus pelagicus spp.)

Gambar Pengukuran lobster

Gambar Pengukuran Kepiting

Gambar Pengukuran Rajungan

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANANREPUBLIK INDONESIA,

23

Page 24: Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring

ttd.

SUSI PUDJIASTUTI

REFERENSI

Ayodhiya, A.U. 1981. METODE PENANGKAPAN IKAN. Bogor : Yayasan Dewi Sri.

Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan.2009. Alat Penangkapan Ikan. Jakarta. hal: 61

Partosuwiryo, S. 2002. Dasar-dasar penangkapan ikan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Waluyo, S. & H.R. Barus. 1998. Alat penangkapan ikan dan Udang Laut di Indonesia. Balai Penelitian Perikanan Laut.

Djumanto. 2015. Bahan ajar Dasar-Dasar Penangkapan Ikan. Universitas Gadjah

Mada.Yogyakarta

http://prasetya.ub.ac.id/berita/Mengatur-Penangkapan-Ikan-Perairan-Selat-Bali-7538-

id.html/02/02/2007

https://andhikaprima.wordpress.com/2010/12/29/perikanan-tuna-di-indonesia-masalah-

dan-kendala-usaha-perikanan-tuna-2/

http://kkp.go.id/index.php/berita/vietnam-eksportir-lobster-terbesar-bibitnya-dari-

indonesia/23/01/2015

http://kkp.go.id/index.php/berita/atli-bantu-alat-tangkap-ramah-lingkungan-untuk-nelayan-

kecil/07/04/2015

http://www.fao.org/docrep/010/ah827o/ah827id04.htm

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48456

http://journal.ugm.ac.id/jfs/article/view/2946

http://himafarin.lk.ipb.ac.id/files/2014/04/jwtg0102.pdf

24