BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masalah demam berawal dari suatu hipotesis yang menyatakan bahwa demam merupakan suatu proses alamiah yang timbul sebagai akibat suatu stimulus. Ahli dari mesir beranggapan bahwa demam diakibatkan oleh inflamasi lokal. Bilroth pada tahun 1868 membuktikannya dengan menyuntikan pus kepada kelinci percobaan, kemudian kelinci tersebut menjadi demam yang terjadi akibat adanya endotoksin, yaitu suatu produk bakteri gram negatif yang mengkontaminasi bahan suntikan. Menkin pada tahun 1943 berhasil mengisolasi bahan penyebab demam yang disebut pyrexin. Kemudian Gery dan Waksman berhasil mengidentifikasi interleukin-1 (IL-1), dikenal sebagai sitokin yang terbukti identik dengan pirogen endogen. Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi. Dan peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk sistem pertahanan tubuh. 1,2 1.2 Rumusan Masalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masalah demam berawal dari suatu hipotesis yang menyatakan bahwa demam merupakan
suatu proses alamiah yang timbul sebagai akibat suatu stimulus. Ahli dari mesir beranggapan
bahwa demam diakibatkan oleh inflamasi lokal. Bilroth pada tahun 1868 membuktikannya
dengan menyuntikan pus kepada kelinci percobaan, kemudian kelinci tersebut menjadi demam
yang terjadi akibat adanya endotoksin, yaitu suatu produk bakteri gram negatif yang
mengkontaminasi bahan suntikan. Menkin pada tahun 1943 berhasil mengisolasi bahan
penyebab demam yang disebut pyrexin. Kemudian Gery dan Waksman berhasil mengidentifikasi
interleukin-1 (IL-1), dikenal sebagai sitokin yang terbukti identik dengan pirogen endogen.
Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup
ampuh terhadap infeksi. Dan peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang
optimal untuk sistem pertahanan tubuh. 1,2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan dibahas pada isi makalah ini yaitu sebagai berikut :
o Bagaiman pengaturan suhu tubuh?
o Apa yang akan terjadi jika tubuh mendapat infeksi dari luar?
o Definisi, penyebab, jenis – jenis, proses terjadi dan penatalaksanaan demam?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGATURAN SUHU TUBUH
A. Keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas
Pengaturan suhu memerlukan mekanisme perifer yang utuh, yaitu keseimbangan
produksi dan pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur
seluruh mekanisme. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju
hilangnya panas, timbul panas dalam tubuh dan temperatur tubuh meningkat. Sebaliknya, bila
kehilangan panas lebih besar, panas tubuh dan temperatur tubuh akan menurun. 1,2
2.1.1 Produksi Panas
Dalam tubuh, panas diproduksi melalui peningkatkan Basal Metabolic Rate (BMR).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan Basal Metabolic Rate antara lain: 1,2
i. laju metabolisme dari semua sel tubuh;
ii. laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot;
iii. metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin, epinefrin,
norepinefrin dan perangsangan simpatis terhadap sel;
iv. metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi
didalam sel sendiri.
Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas
dan kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan
adenosin trifosfat (ATP). Bayi baru lahir menghasilkan panas pada jaringan lemak coklat, yang
terletak terutama dileher dan skapula. Jaringan ini kaya akan pembuluh darah dan mempunyai
banyak mitokondria. Pada keadaan oksidasi asam lemak pada mitokondria dapat meningkatkan
produksi panas sampai dua kali lipat. Dewasa dan anak besar mempertahankan panas dengan
vasokonstriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respon terhadap kenaikan
suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam
mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada lingkungan panas atau bila suhu tubuh meningkat,
pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom
untuk melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi). Peningkatan aliran darah dikulit menyebabkan
pelepasan panas dari pusat tubuh melalui permukaan kulit kesekitarnya dalam bentuk keringat.
Dilain pihak, pada lingkungan dingin akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga akan
mempertahankan suhu tubuh. 1,2
2.1.2 Kehilangan Panas
Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu:
i. Radiasi : kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu
jenis gelombang elektromagnetik. Dimana melalui cara ini tidak menggunakan
sesuatu perantara apapun. Secara umum enam puluh persen panas dilepas secara
radiasi;
ii. Konduksi : kehilangan panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain
yang bersinggungan dengan tubuh, dimana terjadi pemindahan panas secara
langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda. Dibandingkan
dengan posisi berdiri, anak pada posisi tidur dengan permukaan kontak yang
lebih luas akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi;
iii. Konveksi : pemindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan yang
menyelimuti permukaan kulit;
iv. Evaporasi : kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit
dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan
dalam jumlah yang sedikit dapat juga kehilangan panas melalui urine dan feses.
Faktor fisik jelas akan mempengaruhi kemampuan respon perubahan suhu. Pelepasan panas pada
bayi sebagian besar disebabkan oleh karena permukaan tubuhnya lebih luas dari pada anak yang
lebih besar. 1,2
B. Konsep “set-point” dalam pengaturan suhu tubuh
Konsep “Set-Point” dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme pengaturan
temperatur yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan temperatur tubuh kembali ke
tingkat “Set-Point”. Set-point disebut juga tingkat temperatur krisis, yang apabila suhu tubuh
seseorang melampaui diatas set-point ini, maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat
dibandingkan dengan produksi panas, begitu sebaliknya. Sehingga suhu tubuhnya kembali ke
tingkat set-point. Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point. 1,2
C. Peranan Hipotalamus dalam pengaturan suhu tubuh.
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan
hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada area
preoptik hipotalamus anterior. 1,2
Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, yang
mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III,
disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) yaitu batas antara sirkulasi dan
otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari
reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan
penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat
dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1
menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus
kalosum lamina terminalis (OVLT) mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam,
IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel
untuk memproduksi prostaglandin E-2 (PGE-2); secara difusi masuk kedalam regio preoptik
hipotalamus anterior untuk menyebabkan demam atau bereaksi dalam serabut saraf dalam
OVLT. PGE-2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan
erat antara demam, IL-1 dan peningkatan kadar PGE-2 di otak. Penyuntikan PGE-2 dalam
jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang, memproduksi demam dalam beberapa menit, lebih
cepat dari pada demam yang diinduksi oleh IL-1. 1,2
Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan
memberi isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas
(vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku
manusia yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau
menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai
peningkatan set-point. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan
konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis PGE-2. PGE-2
diketahui mempengaruhi secara negative feed-back dalam pelepasan IL-1, sehingga dapat
mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. 1,2
Sebagai tambahan, arginin vasopresin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk
mengurangi pyrogen induced fever. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi
dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut saraf
simpatis. 1,2
2.2 DEFINISI DEMAM
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology
mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak
seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap
invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi
dan kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara
patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus
yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan
suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai
respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru.
Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi
panas.3-5
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu
terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul
16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini.1,2 Suhu tubuh juga
dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan
suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal.
Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran (Tabel 1).3-5
Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda
Tempat
pengukuranJenis termometer
Rentang; rerata
suhu normal (oC)
Demam
(oC)
AksilaAir raksa,
elektronik
34,7 – 37,3;
36,437,4
SublingualAir raksa,
elektronik
35,5 – 37,5;
36,637,6
RektalAir raksa,
elektronik36,6 – 37,9; 37 38
Telinga Emisi infra merah35,7 – 37,5;
36,637,6
2.3 ETIOLOGI DEMAM
Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada
hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh 1,3,5
o infeksi, vaksin, agen biologis (faktor perangsang koloni granulosit-makrofag,
interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma,
suntikan intramuskular, luka bakar),
o keganasan (leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit metastasis),
o obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B),
o gangguan imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis
reumatoid),
o penyakit radang (penyakit radang usus),
o ganggguan endokrin (tirotoksikosis, feokromositoma),
o ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1), dan
o wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam mediterania
familial).
2.4 POLA DEMAM
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat
antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat
yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk
infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.).5