Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tanda dan
gejala demam, nyeri otot, nyeri sendi disertai lekopenia,
ruam, limfadenopati, trombositopenia (Rohim, 2004).
Sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) mempunyai
resiko untuk terkena infeksi virus Dengue. Lebih dari 100
negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan demam
berdarah. Kurang dari 500.000 kasus setiap tahun di rawat
di RS dan ribuan orang meninggal (Mekadiana, 2007).
Pada bulan januari 2009, penderita DHF di Jawa
Tengah sebanyak 1706 orang. Sedangkan kasus DHF yang
terjadi di beberapa kota di Jawa Tengah sampai pertengahan
2009 sebanyak 2767 orang 73 diantaranya meninggal
(Lismiyati, 2009).
Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat
mengalami Dengue Syok Sindrom yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami deficit
volume cairan akibat meningkatnya permeabilitas kapiler
pembuluh darah sehingga darah menuju keluar pembuluh.
Sebagai akibatnya hampir 35% paien DHF yang terlambat
ditangani di RS mengalami syok hipovolemik hingga
meninggal.
Saat ini angka kejadian DHF di RS semakin meningkat,
tidak hanya pada kasus anak, tetapi pada remaja dan juga
Page 2
dewasa. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki
ketrampilan dan pengetahuan yang cukup dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan DHF. Ketrampilan yang
sangat dibutuhkan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi
tanda-tanda syok dan kecepatan dalam menangani pasien yang
mengalamim Dengue Syok Sindrom (DSS).
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI DEMAM BERDARAH
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit
infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan
terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam
tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan
bertendensi menimbulkan shock dan kematian. Penyakit ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ketinggian
lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi
penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit
Page 3
Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur.
Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih banyak
menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini
terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita
Demam Berdarah Dengue pada orang dewasa. Indonesia termasuk
daerah endemik untuk penyakit Demam Berdarah Dengue.
Serangan wabah umumnya muncul sekali dalam 4 - 5 tahun.
Faktor lingkungan memainkan peranan bagi terjadinya wabah.
Lingkungan dimana terdapat banyak air tergenang dan
barang-barang yang memungkinkan air tergenang merupakan
tempat ideal bagi penyakit tersebut (Siregar, 2004).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam
akut yang disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi
kriteria WHO untuk Manifestasi simptomatik infeksi virus
dengue adalah sebagai berikut :
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut
selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih
manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital,
mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan
[petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan
pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan
pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/
DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)
Page 4
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah
terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2
kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada
tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun
2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga
peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58
kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan
dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan
oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah
perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan
distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada tahun 2009
tampak provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan AI
DBD tertinggi (313 kasus per 100.000 penduduk), sedangkan
Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan AI DBD
terendah (8 kasus per 100.000 penduduk). Terdapat 11 (33%)
provinsi termasuk dalam daerah risiko tinggi (AI > 55 kasus
per 100.000 penduduk).
Dalam lima tahun terakhir (2005-2009) 5 provinsi
dengan AI tertinggi dapat dilihat pada. Provinsi DKI dan
Kalimantan Timur selalu berada dalam 5 provinsi AI
tertinggi dengan DKI Jakarta selalu menduduki AI yang
paling tinggi setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena
Page 5
pengaruh kepadatan penduduk, mobilitas penduduk yang tinggi
dan sarana transportasi yang lebih baik dibanding daerah
lain, sehingga penyebaran virus menjadi lebih mudah dan
lebih luas. Berbeda dengan Kaltim yang penduduknya tidak
terlalu padat, menurut SUPAS 2005 kepadatan penduduk
Kalimantan Timur hanya 12 orang/km2 (DKI Jakarta 13.344
orang/km2). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya
kejadian DBD di Kalimantan Timur, kemungkinan adalah karena
curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dan adanya
lingkungan biologi yang menyebabkan nyamuk lebih mudah
berkembang biak (Kemenkes, 2010).
C. VIRUS DANGUE
Virus penyebab demam Dengue termasuk arbovirus
(arthropod–borne viruses) yang merupakan virus kedua yang
dikenal menimbulkan penyakit pada manusia. Virus ini
merupakan anggota keluarga dari Flaviviridae (flavi =
kuning) bersama-sama dengan virus demam kuning. Morfologi
virion Dengue berupa partikel sferis dengan diameter
nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm. Genomnya
berupa RNA (ribonucleic acid). Protein virus Dengue terdiri
dari protein C untuk kapsid dan core, protein M untuk
membran, protein E untuk selubung dan protein NS untuk
protein non struktural.
Saat ini telah diketahui ada 4 tipe virus Dengue.
Tipe-tipe virus ini baru diketahui setelah Perang Dunia II
oleh Sabin yang berhasil mengisolasinya dari darah pasien
pada epidemi di Hawai, yang disebut sebagai tipe 1 (1952 ).
Page 6
Tipe 2 juga diisolasi oleh Sabin (1956 ) dari pasien di New
Guinea. Tipe 3 dan 4 diperoleh tahun 1960 dari pasien yang
mengalami DHF di Filipina pada tahun 1953.
Virus Dengue menurut Danny (1999) memiliki tiga jenis
antigen yang menunjukkan reaksi spesifik terhadap antibodi
yang sesuai yaitu :
1. Antigen yang dijumpai pada semua virus dalam genus
Flavivirus dan terdapat di dalam kapsid,
2. Antigen yang khas untuk virus Dengue saja dan terdapat
pada semua tipe, 1 sampai 4, di dalam selubung,
3. Antigen yang spesifik untuk virus Dengue tipe tertentu
saja, terdapat di dalam selubung.
D. VEKTOR DEMAM BERDARAH
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil
jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini
mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada
bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti
jantan mengisap cairan tunlbuhan atan sari bunga untuk
keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah.
Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada
binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada
siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-
10.00) sampai petang hari (16.00-17.00). Aedes aegypti
mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk
memenuhi lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai
penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini
Page 7
hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat
hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung
dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini
nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya
nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat
perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2
hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar,
2004).
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue
sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam
Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya
terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya
mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit
demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7
hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut
digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut
terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus
akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan
tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1
minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut
siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi
ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti
yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular
(infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena
Page 8
setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah
akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya
(proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama
air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke
orang lain (Siregar, 2004).
E. MANIFESTASI KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria
klinis dan laboratorium (WHO, 2011). Manifestasi klinis :
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif,
petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, dan/melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi (≤20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
5. Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
6. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥
20% dari nilai dasar/ menurut standar umur dan jenis
kelamin
7. Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia
dan hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit ≥20%.
8. Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
9. Dijumpai tanda perembesan plasma
a. Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
Page 9
b. Hipoalbuminemia
10. Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan
trombositopenia yang jelas, mendukung diagnosis DSS.
11. Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan
DSS dari syok sepsis.
F.KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE (WHO,
1997)
DD/ DBD Derajat Gejala LaboratoriumDD Demam disertai 2 atau
lebih tanda; sakit
kepala, nyeri retro
orbital, mialgia,
artalgia
Leucopenia,
trombositopenia,
tidak ditemukan
bukti kebocoran
plasma, serologi
dengue positifDBD I Gejala diatas
ditambah uji bendung
(uji Troniquet)
positif
Trombositopenia
(<100.000/mikroliter
), bukti kebocoran
plasmaDBD II Gejala diatas
ditambah perdarahan
spontan
Trombositopenia
(<100.000/mikroliter
), bukti kebocoran
plasmaDBD III Gejala diatas
ditambah kegagalan
sirkulasi (kulit
dingin dan lembab
serta gelisah)
Trombositopenia
(<100.000/mikroliter
), bukti kebocoran
plasma
Page 10
DBD IV Syok berat disertai
dengan tekanan darah
dan nadi tidak
terukur
Trombositopenia
(<100.000/mikroliter
), bukti kebocoran
plasmaDBD derajat III dan IV disebut sindrom syok dengue (SSD)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DEMAM BERDARAH DENGUE
1. Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin,
kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah
tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3).
Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak
timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai
mulai hari ke 3 demam.
2. Pemeriksaan Homeostatis. Pada DBD yang disertai
manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan
hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP).
3. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah
albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
4. Pemeriksaan RT-PCR . Untuk membuktikan etiologi DBD,
dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan
isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi
Page 11
molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang
dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus.
Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang
ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta
biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini,
seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis
molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui
pemeriksaan reverse transcription-polymerase chain
reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil
yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan
dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif
mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat
menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan
yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan
serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti
dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari
ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang
setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai
terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi
sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.
5. ELISA. Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang
sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik
virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1
(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang
terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam
berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1
dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan
mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat
Page 12
terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai
hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai
hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan
antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan
100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO
menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji
dini terbaik untuk pelayanan primer.
6. Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan
lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat
ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi
dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
H. PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Penatalaksanaan menurut Mulya (2011) yaitu :
1. Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan
rumatan / atau cairan oral apabila anak masih mau
minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
a. Medikamentosa
Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian
parasetamol bukan aspirin.
Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan (misalnya antasid, anti emetik) untuk
mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Page 13
Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati
apabila terdapat perdarahan saluran cerna
kortikosteroid tidak diberikan.
Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
b. Supportif
Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan
per hari + 5% defisit
Diberikan untuk 48 jam atau lebih
Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan
kehilangan plasma, sesuai keadaan klinis, tanda
vital, diuresis, dan hematokrit
2. Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan
yaitu kebutuhan rumatan + deficit, disertai monitor
keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)
a. Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila
tekanan darah sudah didapat cairan selanjutnya sesuai
algoritma pada derajat III
b. Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama
diulang 10 ml/kg, dapat diberikan bersama koloid 10-
30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil
laboratorium yang tidak normal
c. Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai
langkah selanjutnya (setelah review hematokrit
sebelum resusitasi)
Page 14
d. Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi
pembuluh darah vena pusat / jalur arteri) Inotropik
dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba
cairan elektrolit per oral bila pasien sadar atau jalur
intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan
darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan
jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan
melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan
secara cepat dalam 2-5 menit
3. Perdarahan hebat
a. Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi,
segera hentikan. Transfusi darah segera adalah
darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun
terlalu rendah. Bila darah yang hilang dapat
dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur,
10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan
dan dievaluasi.
b. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan
penghambat pompa proton dapat digunakan.
c. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen
darah seperti suspense trombosit, plasma darah
segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut
ini dapat menyebabkan kelebihan cairan.
4. DBD ensefalopati
DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok
atau tidak.
Page 15
a. Ensefalopati yang terjadi bersamaan dengan syok
hipovolemik, maka penilaian ensefalopati harus
diulang setelah syok teratasi.
Apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi,
maka kesadaran menurun atau kejang disebabkan
karena hipoksia yang terjadi pada syok
Pertahankan oksigenasi jalan napas yg adekuat
dengan terapi oksigen.
b. Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan
masa krisis sudah dilewati maka,
Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial
dengan,
1) Memberikan cairan intravena minimal untuk
mempertahankan volume intravaskular, total
cairan intravena tidak boleh >80% cairan
rumatan
2) Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera
apabila hematokrit terus meningkat dan volume
cairan intravena dibutuhkan pada kasus dengan
perembesan plasma yang hebat.
3) Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda
dan gejala kelebihan cairan
4) Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30
derajat.
5) Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan
melindungi jalan napas.
Page 16
6) Dipertimbangkan steroid untuk menurunkan
tekanan intrakranial, dengan pemberian
deksametasone 0,15mg/kg berat badan/dosis
intravena setiap 6-8 jam.
Menurunkan produksi amonia
1) Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk
menginduksi diare osmotik.
2) Antibiotik lokal akan mengganggu flora usus
maka tidak diperlukan pemberian
Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan
infus glukosa yang dianjurkan 4-6 mg/kg/jam.
Perbaiki asam basa dan ketidakseimbangan
elektrolit
Vitamin K1 IV dengan dosis:umur < 1tahun: 3mg, <5
tahun: 5mg, >5 tahun:10mg.
Anti kejang phenobarbital, dilantin, atau
diazepam IV sesuai indikasi.
Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai
indikasi. Komponen darah lain seperti suspense
trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan
karena kelebihan cairan dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
Terapi antibiotik empirik apabila disertai
infeksi bakterial.
Pemberian H2 antagonis dan penghambat pompa
proton untuk mencegah perdarahan saluran cerna.
Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai
besar obat dimetabolisme di hati.
Page 17
c. Hemodialisis pada kasus perburukan klinis dapat
dipertimbangkan.
5. Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau
cairan oral, serta monitor tiap 12-24 jam. Indikasi
untuk pulang. Pasien dapat dipulangkan apabila telah
terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan
antipiretik
Nafsu makan telah kembali
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada
distres pernafasan, dan nadi teratur
Diuresis baik
Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura,
tidak ada asites
Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa
komplikasi, pada umumnya jumlah trombosit akan
meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.
I. KOMPLIKASI
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai
berikut :
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000
/mm³ dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan
meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
Page 18
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura,
ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
2. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal
tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada
lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel
netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Gagal sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari
ke 2 – 7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan
serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod,
miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga
terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan
sirkulasi jaringan.
J.ETIKA KEPERAWATAN
Page 19
Macam-macam Prinsip etika keperawatan. Prinsip-prinsip etika
keperawatan terdiri dari:
1. Autonomy (Otonomi )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu
mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri,
memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang
dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek
terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional.Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak
pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Beneficience (Berbuat Baik)
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik.
Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau
kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-
kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi
konflik dengan otonomi.
3. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan
adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip
moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan
dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan
Page 20
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan .
4. Non Maleficience (tidak merugiakan)
Prinsip ini berarti segala tindakan yang dilakukan pada
klien tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan
psikologik.
5. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini
diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk
meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran.
6. Fidelity (loyalty/ketaatan)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai
janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia
pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan
rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban
seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap
kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari
perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan
penderitaan.
7. Confidentiality (kerahasiaan)
Page 21
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa
informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang
terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh
dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu
orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika
diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi
tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada
teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan
lain harus dicegah.
8. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti
bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat
digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas
merupakan standar pasti yang mana tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak
dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin,
Page 22
alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang
tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang
ke rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai
menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Panas
turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak
semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau
konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian,
nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal,
serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi
(grade III, IV), melena atau hematemasis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak
biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan type
virus yang lain.
5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemumgkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi.
Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat
berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan
nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan
Page 23
tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka
anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan
lingkumgan yang kurang bersih (seperti yang mengenang
dan gantungan baju yang di kamar).
8. Pola kebiasaan Nutrisi dan metabolisme :
Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan
nafsu makan menurun. Eliminasi BAB: kadang-kadang anak
mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF grade
III-IV bisa terjadi melena. Eliminasi BAK : perlu dikaji
apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau
tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria. Tidur
dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur
karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian
sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun
istirahatnya kurang. Kebersihan : upaya keluarga untuk
menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang
terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang
sakit serta upa untuk menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan
grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
a. Kesadaran : Apatis
Page 24
b. Vital sign : TD : 110/70 mmHg00
c. Kepala : Bentuk mesochepal
d. Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik, mata anemis
e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak
ada gangguan pendengaran
f. Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis
g. Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering,
dehidrasi, ada perdarahan pada rongga mulut, terjadi
perdarahan gusi.
h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid,
kekakuan leher tidak ada, nyeri telan
i. Dada Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot
bantu pernafasan Auskultasi : tidak ada bunyi
tambahan Perkusi : Sonor Palpasi : taktil fremitus
normal
j. Abdomen : Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran
hati (hepatomegali) Auskultasi : bising usus
8x/menit Perkusi : tympani Palpasi : turgor kulit
elastis, nyeri tekan bagian atas
k. Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral
dingin, nyeri otot, sendi tulang
l. Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan
tidak terpasang kateter
10. Sistem integumen
Page 25
Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan
muncul keringat dingin dan lembab. Kuku sianosis atau
tidak.
a. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami
perdarahan (epistaksis) pada grade II,III, IV. Pada
mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi
perdarahan telingga (grade II, III, IV).
b. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto
thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada
paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi,
yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
c. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali) dan asites. Ekstremitas : akral
dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta
tulang.
11. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan
adanya infeksi dengue adalah : Uji rumple leed /
tourniquet positif
b. Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia,
hemokonsentrasi, masa perdarahan memanjang,
hiponatremia, hipoproteinemia.
Page 26
c. Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan
d. Serologi, dikenal beberapa jenis serologi yang biasa
dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue
antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa
e. Isolasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence
anti body technique test secara langsung / tidak
langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau
penggabungan)
f. Identifikasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence
anti body tehnique test secara langsung atau tidak
langsung dengan menggunakan conjugate
g. Radiologi
Pada foto thorax selalu didapatkan efusi pleura
terutama disebelah hemi thorax kanan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan
kebocoran plasma
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan merembesnya
cairan dari intravaskular ke ekstravaskular
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan jalan nafas
terganggu akibat spasme otot pernafasan
Page 27
5. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
berlebihan
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-
faktor pembekuan darah
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan
dengan proses penyakit
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Dx
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria HasilIntervensi Keperawatan
1 Ketidakefektifa
n perfusi
jaringan
berhubungan
dengan
kebocoran
plasma
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ... jam,
perfusi jaringan
klien kembali
efektif
Kriteria Hasil :
Tekanan systole
dan diastole
dalam rentang
yang diharapkan
Tidak ada
ortostatik
hipertensi
Tidak ada
1. Monitor adanya
daerah tertentu
yang hanya peka
terhadap
panas/dingin/tajam/
tumpul
2. Instruksikan
keluarga untuk
mengobservasi kulit
jika ada lesi atau
laserasi
3. Gunakan sarung
tangan untuk
proteksi
4. Batasi gerakan
pada kepala, leher
dan punggung
5. Monitor adanya
Page 28
tanda-tanda
peningkatan
tekanan
intrakranial
trombopeblitis
2 Hipertermia
berhubungan
dengan proses
infeksi virus
dengue
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ... jam,
suhu tubuh klien
kembali dalam
rentang normal
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh
dalam rentang
normal
Nadi dan RR
dalam rentang
normal
Tidak ada
perubahan warna
kulit dan tidak
ada pusing
1. Monitor suhu
sesering mungkin
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor tekanan
darah, nadi dan RR
4. Monitor penurunan
tingkat kesadaran
5. Monitor WBC, Hb
dan Hct
6. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien
8. Kompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
9. Tingkatkan
sirkulasi udara
10. Kolaborasi
pemberian cairan
intravena
11. Kolaborasi
pemberian obat anti
piretik
Page 29
3 Kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan
merembesnya
cairan dari
intravaskular
ke
ekstravaskular
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ... jam,
status hidrasi
klien dalam
rentang normal
Kriteria Hasil :
Mempertahankan
urine outpus
sesuai dengan
usia dan BB, BJ
urine normal
Tanda-tanda
vital dalam
batas normal
Tidak ada
tanda-tanda
dehidrasi,
elastisitas
turgor kulit
baik, membran
mukosa lembab,
tidak ada rasa
haus yang
berlebihan
1. Pertahankan
catatan intake dan
output yang akurat
2. Monitor status
hidrasi (kelembaban
membran mukosa,
nadi adekuat) jika
diperlukan
3. Monitor vital
sign
4. Monitor masukan
makanan/cairan dan
hitung intake
kalori harian
5. Monitor status
nutrisi
6. Dorong masukan
oral
7. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
8. Kolaborasi
pemberian cairan
intravena
9. Kolaborasi dengan
dokter kemungkinan
untuk transfusi dan
persiapan untuk
Page 30
transfusi4 Ketidakefektifa
n pola nafas
berhubungan
jalan nafas
terganggu
akibat spasme
otot pernafasan
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ... jam,
pola nafas klien
menjadi efektif
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasik
an batuk
efektif dan
suara nafas
yang bersih,
tidak ada
sianosis dan
dispneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak
ada pursed
lips)
Menunjukkan
jalan nafas
yang paten
(klien tidak
1. Posisikan klien
untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Identifikasi
klien apakah perlu
pemasangan alat
jalan nafas buatan
3. Berikan peralatan
oksigenasi
4. Monitor aliran
oksigen
5. Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
6. Auskultasi suara
nafas, catat
apabila terdapat
adanya suara
tambahan
7. Berikan
bronkodilator bila
perlu
8. Monitor respirasi
dan status O2
9. Monitor tanda-
tanda vital klien
10. Monitor frekuensi
Page 31
merasa
tercekik, irama
nafas,
frekuensi,
pernafasan
dalam rentang
normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Tanda-tanda
vital dalam
rentan normal
dan irama
pernafasan
11. Monitor sianosis
perifer
5 Resiko syok
hipovolemik b.d
perdarahan
berlebihan.
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ... jam,
tidak terjadi
syok hipovolemik
pada klien
Kriteria hasil:
Nadi dalam
batas yang
diharapkan.
Irama jantung
dalam batas
yang
1. Monitor status
sirkulasi BP, warna
kulit, suhu kulit,
denyut jantung, HR,
dan ritme, nadi
perifer, dan
kapiler refill.
2. Monitor tanda
inadekuat
oksigenasi
jaringan.
3. Monitor suhu dan
pernapasan.
4. Monitor tanda
awal syok.
5. Lihat dan
Page 32
diharapkan.
Irama
pernapasan
dalam batas
yang
diharapkan.
pelihara kepatenan
jalan napas.
6. Monitor input dan
output.
6 Resiko
perdarahan b.d
penurunan
faktor-faktor
pembekuan
darah.
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ... jam,
tidak terjadi
perdarahan pada
klien
Kriteria hasil:
Tidak ada
hematuria dan
hematemesis.
Kehilangan
darah yang
terlihat.
Tekanan darah
dalam batas
normal sistol
dan diastol.
Tidak ada
perdarahan
1. Monitor ketat
tanda-tanda
perdarahan.
2. Catat nilai Hb
dan HT sebelum dan
sesudah terjadinya
perdarahan.
3. Monitor nilai lab
(koagulasi) yang
meliputi PT, PTT,
trombosit.
4. Pertahankan bed
rest selama
perdarahan aktif.
5. Lindungi pasien
dari trauma yang
dapat menyebabkan
perdarahan.
6. Observasi adanya
darah dalam sekresi
cairan tubuh:
emesis, feses,
Page 33
pervagina
Hemoglobin dan
hematrokrit
dalam batas
normal.
urine, residu
lambung, dan
drainase luka.
7 Defisit
pengethuan b.d
proses
penyakit.
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ... jam,
pengetahuan klien
dan keluarga
meningkat tentang
penyakit yang
diderita
Kriteria hasil:
Pasien dan
keluarga
menyatakan
pemahaman
tentang
penyakit,
kondisi,
prognosis, dan
program
pengobatan.
Pasien dan
1. Berikan penilaian
tentang tingkat
pengetahuan pasien
tentang proses
penyakit yang
spesifik.
2. Jelaskan
patofisiologi dan
penyakit dan
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan
fisiologi, dengan
cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda
dan gejala yang
biasa muncul pada
penyakit dengan
cara yang tepat.
4. Gambarkan proses
penyakit dengan
cara yang tepat.
5. Sediakan
Page 34
keluarga mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan
secara benar.
Pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa
yang dijelaskan
perawat/tim
kesehatan
lainnnya.
informasi pada
pasien tentang
kondisi dengan cara
yang tepat.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi
virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama
menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak
dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan
shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin juga Albopictus.
Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas
Page 35
permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan
lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat
menyerang semua golongan umur.
DAFTAR PUSTAKA
Page 36
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman tatalaksana klinis infeksi
dengue di sarana pelayanan kesehatan. p.19-34
Nainggolan L. (2008). Reagen pan-E dengue early capture ELISA (PanBio) dan
platelia dengue NS1 Ag test (BioRad) untuk deteksi dini infeksi dengue.
Hadinegoro SRH, et al. (2004). Tata laksana demam berdarah dengue di
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI dan Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan.
NANDA NIC NOC., 2013., Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa
media., Media Action., Yogyakarta
Karyanti, Mulya Rahma., 2011., Diagnosis dan Tata Laksana
Terkini Dengue
Umar Fahmi Achmadi, et al., 2010., Buletin Jendela
Epidemiologi., Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah3.pdf
Wiradharma, Danny., 1999., Diagnosis Cepat Demam Berdarah
Dengue., Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti
Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue.
Dalam: Hadinegoro SRH, Satari HI, editor. Demam Berdarah
Dengue: Naskah Lengkap. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
1999.p.32-43