BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPembagunan di bidang ekonomi,
merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan
pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik pemerintah
maupun masyarakat sebagai orang perorangan dan badan hukum, sangat
diperlukan dana dalam jumlah yang besar.Salah satu sarana yang
mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana tersebut adalah
Perbankan. Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional,
telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian
dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit
perbankan. Kredit perbankan merupakan salah satu usaha bank
konvensional yang telah banyak dimanfaatkan oleh anggota masyarakat
yang memerlukan dana.[footnoteRef:1] [1: PELAKSANAAN PEMBERIAN
KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK
PERKREDITAN RAKYAT,
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=74&Itemid=74,
diakses pada tanggal 3 Maret 2015 ]
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha
kecil dan masyarakat di daerah pedesaaan. Bentuk hukum BPR dapat
berupa perseroan terbatas, perusahaan daerah, atau koperasi.
Pengertian lain tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah salah
satu jenis bank yang dikenal melayani glongan pengusaha mikro,
kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan
tempat masyarakat yang membutuhkan. Fungsi BPR tidak hanya sekedar
menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil, dan
menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat
1.2 Rumusan Masalah 1.Apa saja tujuan, sasaran, fungsi BPR serta
pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia?2.Apa saja usaha
yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh BPR?3.Apa saja kegiatan
yang dilakukan oleh BPR, serta ketentuan yang harus dipenuhi oleh
masyarakat?4.Bagaimana perkembangan BPR dari tahun ke tahun?5.Apa
usaha yang dilakukan Bank Indonesia agar SDM BPR meningkat?
1.3 Tujuan Penulisan1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Bank dan
Lembaga Keuangan2. Untuk menambah wawasan mengenai BPR, baik bagi
pembaca maupun penulis.3. Untuk mengetahui apa yang menjadi
sasaran, fungsi BPR.4. Untuk mengetahui usaha yang boleh dan tidak
boleh dilakukan.
BAB 2PEMBAHASAN2.1 Ketentuan Kelembagaan
2.1.1 Pendirian BPRBPR hanya dapat didirikan dan dimiliki dengan
izin Dewan Gubernu Bnak Indonesia oleh:1. Warga Negara Indonesia;2.
Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga Negara
Indonesia;3. Pemerintah daerah;4. Dua pihak atau lebih sebagaimana
dimaksud dalam poin 1,2,3.Modal disetor untuk mendirikan BPR:1. Rp
5 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;2. Rp 2
miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di
pulau Jawa dan Bali dan diwilayah kabupaten atau kotamadya Bogor,
Depok, Tanggerang, dan Bekasi3. Rp 1 miliar untuk BPR yang
didirikan di ibukota provinsi di luar pulau Jawa dan Bali dan di
wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebut
dalam poin 1 dan 24. Rp 500 juta untuk BPR yang didirikan di
wilayah lain di luar wilayah sebagaimana disebut dalam poin 1,2,
dan 3.
2.1.2 Kepemilikan BPR
Yang dapat menjadi pemilik BPR adalah pihak-pihak yang:
1. Tidak termasuk dlama daftar orang tercela dibidang perbankan
dan2. Memiliki integritas, antara ain memiliki akhlak dan moral
yang baik, bersedia mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dan bersedia mengembangkan operasional BPR secara
sehatSumber dana yang digunakan untk kepemilikan BPR dilarang
berasal dari1. Pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk
apapun dari bank dan/atau pihak lain(kecuali berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah) dan2. Berasal dari dan untuk tujuan
pencucian uang.Bagi pemegang saham pengendali, wajib memenuhi
persyaratan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi
kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi bank dalam
menjalankan kegiatan usahanya dan memenuhi persyaratan kelayakan
keuangan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan
kepatutan (fit and proper test) BPR..2.1.3Kepengurusan
BPRKepengurusan BPR terdiri dari direksi dan komisaris. Anggota
direksi dan Dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan.
Anggota direksi paling sedikit berjumlah 2 orang dan memiliki
sertifikat kelulusan dari lembaga sertifikasi.2.1.4 Merger,
Akuisisi, dan Konsolidasi BPR
1. Merger adalah penggabungan dari 2 bank atau lebih dengan cara
tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan
bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.2. Konsolidasi adalah
penggabungan dari 2 bank atau lebih, dengan cara mndirikan bank
baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa
likuidasi.3. Akuisisi BPR adalah pengambilalihan saham oleh
perorangan atau badan hukum yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian BPR yaitu bila kepemilikan saham menjadi sebesar 25%
atau lebih dari modal disetor BPR atau kurang dari 25% dari modal
disetor BPR namun menentukan baik secara langsung maupun tidak
langsung pengelolaan dan/atau kebijaksanaan bank.4. Merger,
Konsolidasi, dan akuisisi BPR wajib terlebih dahulu memperoleh izin
dari Bnak Indonesia dna dapat dilakukan atas inisiatif BPR yang
bersangkutan atau permintaan Bnak Indonesia.5. Merger atau
Konsolidasi hanya dapat dilakukan antar-BPR. Merger atau
konsolidasi antara BPR konvensional dengan BPR Syariah hanya dapat
dilakukan apabila BPR hasil merger atau konsolidasi menjadi BPR
Syariah.6. Merger atau konsolidasi BPR dapat dilakukan antar BPR
yang berkedudukan dalam wilayah provinsi yang sama atau antar-BPR
dalam wilayah provinsi yang berbeda sepanjang kantor-kantor BPR
hasil merger /konsolidasi berlokasi dalam wilayah provinsi yang
sama.
2.2Ketentuan Kehati-hatian2.2.1 Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM)
1. BPR diwajibkan untuk memenuhi rasio KPMM (CAR) minimal 8%
yang dihitung dari perbandingan antara modal dengan Aset Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR)2. Komponen modal terdiri tas modal inti dan
modal pelengkap di mana modal pelengkap maksimum sebesar 100% dari
modal inti.3. Modal inti terdiri dari modal disetor, agio, dana
setoran, modal, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan,
laba ditahan (setelah diperhitungkan pajak), laba tahun-tahun lal
(setelah diperhitungkan pajak), dan laba tahun berjalan (sebesar
50% setelah taksiran pajak). Faktor pengurang pada modal inti
berupa goodwill, disagio, rugi tahun-tahun lalu, dan rugi
tahun-tahun lalu, dan rugi tahun berjalan.4. Modal pelengkap
terdiri dari cadangan revaluasi asset tetao, PPAP umum (maksimum
sebesar 1,25% dari ATMR), modal pinjaman (hybrid/quasi capital),
dan pinjaman subordinasi (maksimum sebesar 50% dari modal inti).5.
ATMR terdiri asset neraca BPR yang diberikan bobot sesuai dengan
kadar risiko yang melekat pada setiap pos asset.
2.2.2 Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)BMPK adalah batas
maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh
BPR kepada peminjam atau kelompok peminjam tertentu.
1. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih sesuaidengan rumus
sebagai berikut:a. Penyediaan Dana Pada tanggal pelaporan BMPKb.
ModalpadatanggallaporanBMPKX100%-[BMPK]2. Pelanggaran BMPK adalah
selisih lebih sesuaidengan rumus sebagai berikut:a. Penyediaan Dana
Pada saat pemberiannyab.
ModalpadasaatpemberianPenyediaandanaX100%-[BMPK]3. BMPK untuk satu
peminjam maupun satu kelompok peminjam yang tidak terkaitdengan BPR
ditetapkan setinggi tingginya 20 % dari modal BPR. 4. BMPK bagi
pihakyang terkaitdenganBPR secaraindividu maupun secarakeseluruhan
ditetapkansetinggi-tingginya sebesar 10% dari modal BPR. 5.
Terhadap pelampauan BMPK,BPR diwajibkanmenyampaikanaction plan
kepada BankIndonesia dandikenakan sanksidalam penilaian tingkat
kesehatan sementara terhadap pelanggaran BMPK dikenakansanksi dalam
penilaian tingkat kesehatan dandapat dikenakan sanksi pidana.
2.2.3 Kualitas Aset Produktif
1. Asset produktif adalah penanaman dana BPR dalam bentuk
kredit, SBI, dan Penempatan Dana Antar Bank dengan menerapkan
prinsip kehati-hatian di mana pengurus BPR wajib menilai, memantau,
dna mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas asset
produktif senantiasa lancer.2. Kualitas asset produktif dalam
bentuk kredit ditetapkan dalam 4 golongan, yaitu Lancar, Kurang
Lancar, Diragukan, dna Macet yang penilaiannya berdasarkan
ketepatan membayar dan/atau kemampuan membayar oleh debitur.
2.2.4 Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP)
1. PPAP adalah penyisihan yang wajib dibentuk oleh BPR untuk
menutup resiko kerugian2. Besarnya PPAP umum minimal adalah 0,5%
dari asset produktif yang digolongkan lancer (tidak termasuk SBI)3.
Besarnya PPAP khusus ditetapkan minimal:a. 10% dari asset produktif
dengan kualitas Krang Lancar setelah dikurangi dengan nilai
agunan:b. 50% dari asset produktif dengan kualitas Diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan;danc. 100% dari asset
produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai
agunan.Agunan yang dapat diperhitungkan sebgai factor pengurang
dalam perhitungan PPAP adalah sebesar:1. 100% dari agunan yang
bersifat likuid, berupa Sertifikat Bank Indonesia, tabungan, dan
deposito yang diblokir pada bank yang bersangkutan disertai dengan
surat kuasa pencairan emas dan logam mulai;2. 80% dari nilai hak
tanggungan untuk agunan berupa tanah,bangunan dan rumah
bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) yang
diikat dengan hak tanggungan;3. 60% dari nilai jual objek pajak
untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah bersertifikat hak
milik (SHM)atau hak guna bangunan (SGHB), hak pakai tanpa hak
tanggungan;4. 50% dari nilai jual objek pajak untuk agunan berupa
tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) yang
dilampiri surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) terakhir;dan5.
50% dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor yang
disertai bukti kepemilikan dan diikat sesuai ketentuan yang
berlaku.
2.2.5 Restrukturisasi Kredit
Restrukturisasi kredit dapat dilakukan terhadap debitur yang
mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit dan
debitur yang memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi
kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. BPR dilarang melakukan
restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk hanya utnuk
menghindari penurunan penggolongan kredit, peningkatan pembentukan
PPAP, dan/atau penghentian pengakuan pendapatan bunga secara
akrual.Kualitas kredit yang direstrukturisasi adalah maksimum
Kurang Lancar untuk kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki
kualitas Diragukan atau Macet dan tidak berubah untuk kredit yang
sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Lancar atau Kurang
Lancar. Kulitas kredit yang diresturkturisasi dapat menjadi Lancar,
apabila tidak terjadi tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga
selama 3 kali periode pembayaran secara berturut-turut dan apabila
debitur tidak mampu memenuhi kondisi ini maka kualitas kreditnya
sama dengan kualitas kredit sebelum dilakukan restrukturisasi
kredit.
2.2.6 Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
BPR wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah ( Know Your
Customer Principles) dengan cara menetapkan kebijakan dan prosedur
penerimaan, mengidentifikasi, memantau reekning dan transaksi,
serta manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip
Mnegenal Nasabah. Terkait dengan pemantauan rekening dan transaksi
nasabah, BPR wajib memiliki sistem informasi/sistem pencatatan yang
dpat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan
laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang
dilakukan oleh nasabah, serta melakukan pemantauan atas transaksi
yang dilakukan oleh nasabah, termasuk mengidentifikasi terjadinya
transaksi keuangan yang mencurigakan.BPR wajib menyampaikan laporan
transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analis
Transaksi Keuangan (PPATK) paling lambat 3 hari keja setalah
diketahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Bank
Indonesia melakukan penialiaan dan pengenaan sanksi atas penerapan
prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU
tentang tindak pidana pencucian uang bagi bank umum.
2.3 Ketentuan Mengenai Tingkat Kesehatan BPRTingkat kesehatan
BPR dinilai dengan atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap
kondisi dan perkembangan suatu BPR, yang meliputi aspek Permodalan,
Kualitas Aset Produktif, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas,
(CAMEL) serta mempertimbangkan factor-faktor yang lain yang dapat
menurunkan dan atau menggugurkan TKS. Hal-hal yang terkait dengan
penilaian tersebut antara lain:1. Hasil penilaian ditetapkan dalam
empat predikat yaitu: Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat, dan Tidak
Sehat.2. Bobot setiap faktor CAMEL adalah :a. Permodalan 30%b.
Kualitas Aset produktif 30%c. Manajemen 20%d. Rentabilitas 10%e.
Likuiditas 10%3. Pelaksanaan ketentuan yang sanksinya dikaitkan
dengan penilaian tingkat kesehatan BPR meliputi pelanggaran dan
atau pelampauan terhadap ketentuan BMPK, pelanggaran ketentuan
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC), pelanggaran ketentuan
transparansi informasi produk BPR, dan penggunaan data pribadi
nasabah.4. Faktor-faktor yang dapat menggugurkan penialaian tingkat
kesehatan BPR menjadi Tidak Sehat yaitu perselisihan internal,
campur tangan pihak di luar manajemen BPR, window dressing, praktik
bank dalam bank, kesulitan keuangan, dan praktik keuangan, dan
praktik perbankan lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha
BPR.
2.4 Ketentuan Exit Policy2.4.1Tindak Lanjut Penanganan Terhadap
BPR dalam Status PengawasanKhusus (DPK)Dalam hal Bank Indonesia
menilai suatu BPR mengalami kesuliatan yang membahayakan
kelangsungan usahanya, maka BPR tersebut ditetapkan dalam status
pengawasan khusus Bank Indonesia yaitu apabila rasio KPMM kurang
dari 4% dan atau cash ratio (CR) rata-rata selama 6 bulan terakhir
kurang dari 3 %. Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan maksimal
selama 6 bulan sejak tanggal surat pemberitahuan penetapan status
BPR dalam pengawasan khusus dari BI dan tidak dapat
diperpanjang.Selama jangka waktu pengawasan khusus tersebut, Bank
Indonesia dapat memerintahkan BPR dan/atau pemegang saham antara
lain untuk:a. menambah modal,b. menghapusbukukan kredit yang
tergolong macet dan memperhitungkan kerugian BPR dengan modalnya,c.
mengganti anggota Direksi dan/atau dewan Komisaris BPR,d. melakukan
merger atau konsolidasi dengan BPR lain,e. menjual BPR kepada
pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban BPR,f.
menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada
pihak lain,g. menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau
kewajiban BPR kepada pihak lain , dan/atauh. menghentikan kegiatan
usaha tertentu dalam waktu yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.Selama jangka waktu pengawasan khusus sampai dengan pada
saat berakhirnya jangka waktu tersebut, BPR dapat dikeluarkan dari
status pengawasan khusus apabilamemenuhi kriteria rasio KPMM paling
sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata selama 6 bulan terakhir paling
sedikit sebesar 3%. BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan
khusus, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pengawasan khusus
wajib memperbaiki kondisi keuangan sehingga rasio KPMM meningkat
paling sedikit 25% dari selisih untuk mencapai Rasio KPMM sebesar 4
% dan Rasio KPPM lebih besar dari 0%. Apabila BPR tidak dapat
memenuhi kondisi tersebut, maka BPR dilarang melakukan kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana dan Bank Indonesia akan
mengumumkan larangan dimaksud kepada masyarakat.Bank Indonesia
memberitahukan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan meminta
LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan BPR yang bersangkutan apabila BPR yang ditetapkan
dalam status pengawasan khusus:a. tidak memenuhi Rasio KPMM paling
sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata selama 6 bulan ter akhir
paling sedikit sebesar 3%.b. tidak dapat meningkatkan Rasio KPMM
menjadi lebih besar dari 0% dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
ditetapkan dalam status pengawasan khusus, bagi BPR yang pada saat
ditetapkan dalam status pengawasan khusus memiliki rasio KPMM sama
dengan atau lebih kecil dari 0%; atauc. memiliki Rasio KPMM sama
dengan atau kurang dari 0% dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6
bulan terakhir kurang dari 1% dalam jangka waktu 3 bulan sejak
ditetapkan dalam status pengawasan khusus, bagi BPR yang pada saat
ditetapkan dalam status pengawasan khusus memiliki rasio KPMM lebih
besar dari 0%; ataud. memiliki Rasio KPMM sama dengan atau kurang
dari 0% dan/atau memiliki CR rata-rata selama 6 bulan terakhir
kurang dari 1% setelah jangka waktu 3 bulan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b dan c, sampai dengan 1 (satu) hari sebelum
berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus.LPS akan melakukan
penilaian untuk mengambil keputusan menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan BPR yang bersangkutan. Apabila LPS memutuskan untuk
tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan, Bank Indonesia akan
mencabut izin usahaBPR yang bersangkutan setelah memperoleh
pemberitahuan dari LPS dan mengumumkannya kepada masyarakat.2.4.2
Likuidasi BPRLikuidasi BPR adalah tindakan penyelesaian seluruh hak
dan kewajiban BPR sebagai akibat pencabutan izin usaha dan
pembubaran badan hukum BPR.Beberapa alasan suatu BPR dicabut izin
usahanya oleh BI adalah karena :a. tindakan penyelamatan yang
diminta oleh BI terhadap BPR yang mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya, belum cukup mengatasi kesulitan
yang dihadapi BPR.b. menurut penilaian BI keadaan suatu BPR dapat
membahayakan sistem perbankan.c. terdapat permintaan dari pemilik
atau pemegang saham BPR.
Jangka waktu likuidasi ditetapkan sebagai berikut :a.
pelaksanaan likuidasi BPR paling lama 5 tahun terhitung
sejakterbentuknya Tim Likuidasi.b. apabila melebihi 5 tahun,
penjualan aset dilakukan melalulelang dalam jangka waktu 180 hari
sejak berakhirnya pelaksanaan likuidasi BPR.2.5 Tujuan,Sasaran,
Fungsi dan Kewenangan BPR2.5.1 Tujuan. Sasaran dan fungsi BPRTujuan
dari BPR yaitu Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sasaran
Pendirian BPR Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan,
pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran
ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih
mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan
berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke
tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon). Sedangkan fungsi
dari BPR sediri adalah melakukan usaha penghimpunan dan penyaluran
dana masyarakat.2.5.2 Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh
Bank Indonesia pengaturan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank
Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No.3 tahun 2004 tentang
bank Indonesia. Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank
Indonesia meliputi kewenangan pemberian Ijin ( righ to lecense),
kewenangan untuk mengatur ( rihgt to regulate), kewenangan untuk
mengawasi ( right to control) dan kewenangan untuk mengenakan
sanksi ( right to impose sanction). Pengaturan dan pengawasan BPR
oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi BPR
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalam
mambantu pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah pedesaan. Dengan
demikian pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan
dengan karakteristik operasional BPR namun tatap menerapkan prinsip
kehati-hatian bank (prudential banking) agar tercipta sistem
perbankan yang sehat.2.5.3 Kegiatan BPRKegiatan BPR pada dasarnya
sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah
jumlah jasa Bankyang dilakukan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi
oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa
Bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga di kaitkan dengan misi
pendirian BPR itu sendiri.Dalam praktiknya kegiatan BPR adalah
sebagai berikut :1. Menghimpun dana hanya dalam bentuk :a. Simpanan
tabunganb. Simpanan deposito2. Menyalurkan dana dalam bentuk :a.
Kredit investasib. Kredit Modal kerjac. Kredit Perdagangan2.6 Usaha
Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan BPR2.6.1 Usaha yang boleh
dilakukan BPRa. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itub. Memberikan kredit.c.
Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah.d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau
tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank
Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.
2.6.2 Usaha yang tidak boleh dilakukan BPRa. Menerima simpanan
berupa Girob. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asingc.
Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan
concern terhadap layanan kebutuhan asyarakat menengah ke bawahd.
Melakukan usaha peransuransian e. Melakukan usaha lain di luar
kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.2.7
Pengembangan BPRKebijakan dan strategi pengembangan BPR kedepan
diarahkan sesuai dengan karakteristik BPR yaitu BPR sebagai
community bank yang sehat, kuat, produktif, serta menyebar
diseluruh Indonesia dan focus dalam penyediaan pelayanan jasa
keuangan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan
masyarakat stempat khusunya didaerah pedesaan. Dalam rangka
peningkatan daya saing dan jangkauan pelayanan BPR, upaya serta
strategi yang dilakukan dijabarkan sebagai berikut.2.8 Memperkuat
KelembagaanKelembagaan industry BPR perlu diperkuat melalui
pemberdayaan potensi daerah, peningkatan permodalan BPR, kebijakan
yang mendorong penyebaran BPR diseluruh Indonesia, perluasan
jaringan kantor, dan kerja sama dengan bank umum serta lembaga
keuangan lain dalam rangka penyaluran kredit kepada UMKM (linkage
program).Kredit BPR terutama untuk sektor UMKM dan informal.
Ditengah kondisi perekonomian global yang belum pulih akibat
krisis, sektor UMKM dan informal masih memiliki kemampuan yang
cukup baik untuk menyerap kredit BPR. Hal ini terlihat dari terus
meningkatnya fungsi intermediasi BPR yang relative stabil, sehingga
tetap mampu mendukung kebutuhan pembiayaan kegiatan ekonomi,
khusunya dalam skala MKM. Sedangkan dari sisi kualitas kredit, NPL
BPR konvesional mengalami penurunan cukup signifikan sejalan dengan
perbaikan kondisi perekonomian pasca krisis keuangan global. NPL
menurun menjadi sebesar 6,9% disbanding dengan tahun sebelumnya
yang tertekan mencapai 9,9%.Perlambatan ini disebabkan krisi di
global yang masih memengaruhi debitur untuk mengurangi ekspansi
kredit ( bersikap wait and see) dan disisi lain bank-bank lebih
selektif dalam meyalurkan kreditnya dan lebih fokus dalam
pengendalian NPL antara lain dengan pembinaan debitur
lama.Peningkatan pangsa baki debit MKM tersebut mencerminkan bahwa
UMKM merupakan bisnis yang prospeknya masih lebih baik dari pada
Non-UMKM. Selain itu, pembiayaan kepada UMKM pada awal masa krisis
dipandang oleh perbankan lebih menjajikan. Pangsa baki debit kredit
Kecil untuk posisi sampai dengan desember 2009 merupakan pangsa
yang tertinggi yakni sebesar 37,0%, diikuti oleh kredit mikro yang
mencapai 33,3%, dan terakhir oleh kredit menegah sebesar 29,7%.2.9
Kredit MKM Terutama untuk Tujuan KonsumsiPangsa kredit MKM mencapai
53,1% atau Rp407,3 triliun. Sedangkan pangsa kredit produktif
sebesar 46,9% yang etrdiri dari modal kerja sebesar Rp294,1 triliun
(38,3%), dan investasi sebesar Rp65,5 triliun (8,6%). Meningkatnya
ekspansi kredit konsumsi disebabkan antara lain: margin yang
tinggi, penyaluran kredit yang lebih mudah, risiko relative rendah,
dan masih cukup tingginya permintaan kredit konsumsi.Berdasarkan
sektor ekonomi penyaluran kredit MKM sebesar pada sektor
perdagangan sbesar Rp 198,3 triliun (25,9%). Penyaluran Kredit MKM
pada sektor perindustrian sebesar Rp 44,6 triliun (5,8%). Sampai
dengan posisi desember 2009, pertumbuhan sektor perindustrian masih
menunjukan nilai negatif sebesar -4,1%. Hal ini disebabkan oleh
menurunnya permintaan terhadap barang-barang produksi untuk
ekspor.Pangsa kredit terbesar pada Desember 2009 berdasarkan
kelompok bank adalah bank pesero dengan nilai sebesar 37,2%. Pangsa
tersebut meningkat jika dibandingkan dengan posisi desember 2008
yang mebcapai 34,8%. Pangsa kredit MKM terbesar kedua adalah Bank
BUSN Devisa sebesar 37,2%, posisi selanjutnya adalah BPD dengan
pangsa sebesar 14,0%.Sedangkan kelompok Bank BPR sebesar 3,8%. Bank
Asing dan Campuran memiliki pangsa masing-masing sebesar 2,1% dan
1,7%. NPL kredit MKM meningkat. Pada semester I (Juni 2009) NPL
kredit MKM sampai mengalami peningkatan menjadi sebesar 3,72%.
Namun, sampai dengan desember 2009, angka NPL kredit MKM menurun.
Meningkatnya NPL pada bulan Juni 2009. Disebabkan oleh menurunnya
usaha debitur akibat krisis dan kemudian menurun pada akhir 2009
disebabkan oleh adanya peningkatan baki debit Kredit MKM pada akhir
Triwulan IV 2009, serta bank-bank yang lebih intensif melakukan
penagihan kredit-kredit yang macet, dan upaya
restrukturasi/penghapusanbukuan kredit macet oleh bank.2.10
Peningkatan Pemodalan Di IndonesiaUntuk meningkatkan kemampuan BPR
dalam melakukan ekspansi dan meningkatkan daya saing, upaya untuk
mendorong BPR melakukan merger atau konsolidasi terus agar
dilakukan agar BPR memiliki permodalan yang kuat, jaringan kantor
lebih terintegrasi, dan operasi yang lebih efisien. Selain daripada
itu BPR juga harus mampu memenuhi ketentuan modal disetor sesuai
dengan ketentuan pada waktu yang telah ditetapkan.Kinerja BPR
membaik. Sekalipun dengan konstribusi yang masih relatif kecil,
namun demikian BPR senatiasa mampu menunjukan kinerja yang membaik
dan tetap konsisten melayani UMKM.2.11 Pangsa BPRTingkat efisiensi
BPR membaik. Dengan tingkat suku bunga kredit secara rata-rata
mencapai 32,09%, rasio biaya operasional terhadap pendapatan
operasional (BOPO) mengalami perbaikan dari 82,8% pada akhir 2008
menjadi 81,8% di akhir tahun 2009.Sejalan dengan upaya peningkatan
peran BPR konvesional dalam pembiayaan keuangan mikro, mayoritas
kredit BPR konvesional digunakan untuk pembiayaan sektor produktif
dalam bentuk kredit modal kerja (KMK). Pangsa kredit modal kerja
mencapai Rp 14,2 triliun atau 50,6% dari total portofolio, disusul
oleh kredit konsumsi yang mencapai Rp 12,3 triliun (43,8%) dan
kredit investasi sebear Rp 1,6 triliun (5,6%).Berdasarkan sektor
ekonomi, mayoritas kredit BPR konvesional digunakan untuk
pembiayaan sektor lain-lain dan sektor perdagangan. Pangsa kredit
berdasarkan sektor ekonomi tertinggi adalah sektor lain-lain yang
mencapai Rp 12,7 triliun (45,2%), disusul dengan sektor perdangan
mencapai Rp 9,8 triliun (34,9). Sedangkan porsi terendah adalah
kredit sektor pertanian dan sektor industri yang hanya mencapai
masing-masing Rp 2,0 triliun (7,1%) dan Rp 0,5 triliun
(1,8%).Risiko Kredit membaik. Pada akhir tahun 2009, kualitas
kredit BPR konvosional secara umum berangsur membaik dibandingkan
tahun 2008 sebagai akibat dari adanya dampak pencabutan izin usaha
satu BPR besar yang bermasalah pada Maret 2009. NPL industri
menurun menjadi 6,9% apabila dibandingkan dengan posisi akhir tahun
sebelumnnya yang mencapai 9,9%. Berdasarkan plafon kredit,
penurunan NPL terjadi pada kredit plafon menengah. Berdasarkan
jenis penggunaan, penurunan NPL terjadi pada seluruh jenis kredit.
Sedangkan berdassarkan sektor ekonomi, penurunan NPL terjadi pada
kredit sektor perdagangan dan jasa-jasa.2.12 Penyebaran BPR di
Seluruh IndonesiaBank Indonesia terus mendorong pendirian BPR baru
diluar pulau Jawa dan Bali agar masyarakat di seluruh pelosok
Indonesia, khususnya sektor usaha mikro, kecil, menengah dapat
merasakan manfaat layanan BPR. Hal ini didukung oleh langkah
kebijakan penetapan persyaratan modal disetor yang lebih rendah
untuk pendirian BPR di luar Wilayah Jawa Bali di bandingkan
pendirian di wilayah Jwa-Bali. Selama tahun 2009, Bank Indonesia
telah memberikan Izin prinsip kepada 25 BPR, Izin usaha kepada 20
BPR, izin marger/konsolidasi kepada 65 BPR menjadi 10 BPR, dan
mencabut izin usah 4 BPR.Pemberian izin usaha BPR baru terutama
untuk di luar Jawa Bali, yakni 19 dari 20 BPR baru, meskipun
demikian, saat ini konsentrasi BPR masih di wilayah Jawa dan Bali
yakni sebesar 1.294 BPR (74,7%).
2.12.1Perluasan Jaringan KantorDalam rangka meningkatkan daya
saing dan memperluas jangkauan pelayanan BPR, telah dikeluarkan
paket kebijakan sektor keuangan berupa kemudahan pembukaan kantor
cabang (KC) BPR yaitu BPR tidak dibatasi untuk dapat membuka KC
dalam setahun. Persyaratan pembukaan KC hanya berdasarkan
persyaratan CAR dan TKS, sedangkan persyaratan untuk modal disetor
dipenuhi sesuai masa penahapan. Namun dalam realisai diketahui
bahwa banyak BPR yang tidak sehat sesuai ketentuan Bank Indonesia,
oleh karena itu dalam rangka penyehatan BPR-BPR maka langkah yang
dilakukan adalah melakukan merger dan konsolidasi.Disisi lain
jumlah BPR berbadan hukum PT makin meningkat, baik dari jumlah
maupun pangsanya. Hal ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia
untuk mendorong pendirian BPR yang baru dengan bentuk badan hukum
PT sebagai bentuk badan hukum yang ideal bagi industri perbankan
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, dalam hal akuntabilitas
public. Bentuk badan hukum secara tidak langsung mencerminkan
komposisi kepemilikan BPR.Dengan demikian BPR dengan bentuk badan
hukum PT meunjukan bahwa kepemilikan BPR mayoritas oleh pihak
swasta. Demikian pula BPR dengan badan hukum perusahaan daerah,
maka seluruh atau sebagian kepemilikan BPR dipegang oleh pemerintah
daerah, dan selanjutnya dengan bentuk koperasi.Peningkatan BPR,
dengan bentuk badan hukum PT selain karena pendirian BPR baru
dengan badan hukum PT, juga karena adanya perubahan bentuk badan
hukum BPR yang semula koperasi maupun PD menjadi
PT.2.12.2Peningkatan Kerja Sama BPR dengan Bank Umum/Lembaga Lain
(Linkage Program)Linkage program merupakan kerja sama bank umum dan
BPR yang dilandasi semangat kemitraan yang bersifat symbiosis
mutualistic dengan tetap berorientasi pada aspek bisnis yang
tertuang dalam Generic Model Linkage Program. Strategi ini
merupakan suatu bentuk kerja sama anatara Bank Umum dengan BPR
untuk meningkatkan jangkauan (outreach) dalam rangka penyaluran
kredit UMKM. Linkage Program dinilai telah memberika hasil yang
positif dalam pengembangan BPR serta peningkatan kredit kepada
nasabah UMKM. Bank Indonesia berperan dalam memberikan bantuan
teknis kepada Bank Umum berupa pelatihan mengenai BPR. Dalam rangka
mengevaluasi dan menyempurnakan Linkage Program di masa yang akan
datang, telah dilakukan survei pelaksanaan Linkage Program kepada
seluruh BPR yang telah mendapat pembiayaan dari Bank
Umum.2.12.3Meningkatkan Kualitas PengaturanPeningkatan kualitas
pengaturan terus dilakukan antara lain melalui penyempurnaan
ketentuan yang terkait dengan pemenuhan modal di setor minimum,
melakukan riview, evaluasi, dan penyempurnaan ketentuan
kehati-hatian, kelembagaan, dan penilaian tingkat kesehatan BPR
dengan mempertimbangkan strata total aset, karekteristik ekonomi,
dan budaya daerah. Untuk menunjang kualitas pengaturan maka
penyusunannya ketentuan di bidang oleh penilitian yang diperlukan
untuk pengembangan untuk pengembangan BPR dalam rangka peningkatan
peran dan konstribusi sebagai lembaga pembiayaan kepada UMKM dan
masyarakat setempat khusunya di daerah pedesaan.Pada tahun 2006
triwulan ke IV telah di keluarkan ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam paket Oktober dan November 2006 yang merupakan perubahan
beberapa ketentuan mengenai kelembagaan BPR, KPMM, KAP dan PPAP,
serta Transparasi kondisi keuangan BPR. 2.13Meningkatkan
Efektivitas Sistem PengawasanIndustri BPR yang sehat, kuat,
produktif, dan dipercaya tidak terlepas dari system pengawasan yang
dilakukan oleh Bank Indonesi. Selain kompetensi pengawas melalui
pelatihan secara terus-menerus dan sertifikasi pengawas, telah
diterbitkan Pedoman Teknik Pengawasan yang Terfokus untuk dijadikan
acuan bagi seluruh pengawas BPR untuk meningkatkan kualitas
pengawasan terutama dalam mendeteksi secara dini (early warning)
permasalahan BPR yang makin kompleks atau potensi permasalahna yang
mungkin terjadi.Dengan pedoman tersebut diharapkan dapat mengurangi
seminimal mungkin terjadinya pelanggaran dan penyimpangan BPR
terhadap ketentuan bahkan permasalahan yang berpotensi mengarah
pada tindak pidana di bidang perbankan serta menjadi panduan bagi
pengawas baik dalam pengawasan maupun dalam menentukan area
pemeriksaan untuk memenuhi prinsip Know Your Bank.Peningkatan
efektivitas system pengawasan tidak terlepas dari peran system
informasi yang ada. Oleh karena itu telah dilakukan upaya
penyempurnaan sistem informasi antara lain melalui penyampaian
laporan BPR secara oline kepada Bank Indonesia, penyempurnaan
informasi dan publikasi tentang perkembangan dan kondisi BPR secara
regular.Kompleksitas permasalahan BPR yang makin meningkat menuntut
pengawas untuk tidak hanya memahami bidang tugasnya secara
profesional dan memiliki ketajaman dalam melakukan analisis, tetapi
juga memiliki kemampuan dalam melakukan professional judgement.
Untuk itu, pengawasan BPR perlu memiliki pengetahuan di bidang
akuntansi perbankan, menguasai teknik-teknik pengawasan dan
pemeriksaan, serta memiliki pemahaman mengenai ketentuan
perbankan.Selain hal tersebut, agar permasalahn yang dihadapi BPR
segera diketahui dan solusi penyelesaian dilakukan secara tepat,
pengawas dituntut pula untuk lebih mengetahui kondisi bank yang
diawasi (know your bank) dari waktu ke waktu.Dalam rangka
meningkatkan kompetensi pengawas BPR, BI juga secara terencana dan
berkelanjutan melakukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
para pengawas BPR dan program sertifikasi pengawas bank (banking
school). Selain itu,peningkatan kompetensi pengawas BPR juga
dilakukan melalui forum sosialisasi, workshop, klinik umum, dan
knowledge sharing.Secara umum terdapat dua besaran pengembangan
system informasi (SI) BPR yang terus disempurnakan dalam rangka
meningkatkan efektivitas tugas pengawasan dan pembinaan BPR,
sekaligus meningkatkan efesiensi baik dari sisi BI maupun BPR,
yakni:1. Sistem Pelaporan BPR BMPK secara online. Dengan dapat
disampaikan laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) BPR
secara online, maka menambah jumlah laporan online oleh BPR yang
telah ada sebelumnya yakni Laporan Bulanan, Laporan Debitur (SID),
dan Laporan Keuangan Publikasi.2. System pengolahan Data BPR
Pengembangan sistem pengolahan data di Bank Indonesia dilakukan
secara terintegritas untuk menghilangkan redundansi input data dan
diharapkan agar dapat meminimalisasi human error dan inkonsistensi
data. Sistem pengolahan data BPR menghasilkan Sistem Informasi
Manajemen Pengawasan (SIMWAS) BPR dan Statistik dan Publikasi
BPR.Mengembangkan aplikasi SIMWAS BPR guna mendukung tugas
pengawasan secara menyeluruh. Pengembangan SIMWAS BPR 2009 untuk
menudukung tugas pengawasan secara offsite, mencakup modul untuk
melakukan proses perizinan BPR baru, penatausahaan data pokok,
analisa laporan berkala, penilaian tingkat kesehatan, pemantauan
kinerja, penatausahaan gasil fit and proper test hingga pelaksanaan
proses cabut izin usaha dan likuidasi (untuk BPR yang telah dicabut
sebelum LPS).Mengembangkan aplikasi Statistik dan Publikasi BPR
guna mendukung kebujakan pengembangan industry BPR dan
transparansi. Aplikasi pengelolahan data yang dikembangkan telah
menghasilkan data statistik yang mampu menggambarkan peta kondisi
industry BPR masyarakat. Bank Indonesia memfasilitasi penayangan
Laporan Publikasi BPR melalui situs Bank Indonesia. Selain itu pada
situs bank Indonesia diinseminasikan pula hasil pengolahan data
yang terdiri dari data statistik dan alamat BPR untuk kepentingan
stakeholders.Mengembangkan Sistem Informasi Sistem Pengawasan BPR
yang terfokus. Aplikasi simwas akan terus dikembangkan untuk
mewujudkan system pengawasan secara off site maupun on site yang
terfokus pada kondisi BPR, sehingga proses pemeriksaan menjadi
lebih efektif dan efisien. Selain itu pengembangan juga dilakukan
untuk membantu proses analisa penilaian studi kelayakan BPR dalam
rangka pendirian maupun perpindahan kantor cabang BPR. Selanjutnya
pada tahun 2010 akan di kembangkan satu alat yang dapat membantu
pengawas untuk mengidentifikasi permasalahan bank secara dini
(early warning system) sehingga BPR yang dapat melakukan antisipasi
atas ressiko dan potensi permasalahan pada BPR.Terhadap BPR yang
melanggar prinsip kehati-hatian telah dilakukan pembinaan dan/atau
pengenaaan sanksi. Selanjutnya pengurus/pemilik BPR diminta untuk
mengatasi masalah yang dihadapi. Sebagian BPR yang bermasalah
sedang didalam pengawasan khusus, permasalahannya dapat
diselesaikan melalui akusisi dan/atau penambahan modal disetor oleh
pemilik untuk mencapai CAR minimum 4% dan cash ratio minimum 3%.
Sedangkan BPR yang tidak dapat diselamatkan, telah diserahkan
kepada LPS untuk kemudian dicabut izin usahanya. Dan Bank Indonesia
menyarankan agar BPR mengganti pengorganisasian atau kepengurusan
pemilik yang terbukti yang menyebabkan BPR menjadi bermasalah. Dan
penyimpangan tersebut dapat diserahkan kepada DIMP untuk
ditindaklanjuti. Adupun praktik-praktik tidak sehat yang umumnya
dilakukan BPR, antara lain:1) Melakukan rekayasa pemberian kredit
bank kepada pihak terkait maupun pihak tidak terkait untuk
menghindari pelanggaran BMPK;2) Menyampaikan laporan yang belum
sepenuhnya akurat;3) Melaksanakan praktik bank dalam bank atau
kepentingan pengurus dan/atau pemilik BPR;4) Melakkan fraud antara
lain rekayasa pembukuan oleh pengurus untuk menutupi manipulasi
keuangan;5) Mismanagement; dan6) Adanya perselisihan internal baik
antar pengurus maupun antara pengurus dan pemilik yang dapat
memengaruhi operasional bank.
2.14 Mendorong Kualitas Tata Kelola, Manajemen, dan Operasional
yang Sehat dan ProfesionalBPR dimasa mendatang diharapkan dikelola
oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompentensi dan
integritas yang tinggi serta menerapkan prinsip-prinsip tata kelola
yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, kualitas kompetensi SDM
BPR perlu terus ditingkatkan sehingga tercapaistandar kualitas yang
memadai dalam pengelolaan BPR. Upaya yang dapat dilakukan meliputi
peningkatan profesionalisme SDM BPR melalui program sertifikasi
bagi direktur BPR dan pelatihan bagi SDM BPR lainnya, memfasilitasi
peningkatan keterampilan dan pengetahuan SDM BPR mengenai inovasi
produk baik simpanan maupun pembiayaan terutam kredit kepada sektor
pertanian dan masyarakat pedesaan, serta mendorong pemanfaatan
teknologi informasi untuk operasional dan penyusunan laporan
keuangan internal BPR maupun laporan kepada Bank Indonesia.
Pengelolaan BPR yang sehat dan dijalankan secara professional BPR
dimata masyarakat.2.15Memberdayakan Infrastruktur Pendukung
Industri BPR yang Efektif.Strategi untuk mendorong terbentuknya
infrastruktur yang mendukung industry BPR yang dilakukan melalui
peningkatan peran Asosiasi BPR dalam rangka pelaksanaan pembinaan
dan pengembangan BPR terutama dalam pengembangan SDM BPR,
mewujudkan lembaga Apex, peningkatan efektivitas lembaga
sertifikasi profesi, serta peningkatkan kerja sama dan koordinasi
dengan berbagai instansi untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi
perkembangan BPR.2.15. 1Lembaga ApexLembaga Apex merupakan lembaga
pengayom bagi BPR dengan menjalankan fungsi-fungsi yang diperlukan
untuk mendukung operasional industry BPR agar lebih efisien baik
melalui pemberian bantuan lukuidasi bagi BPR yang mengalami
liquidity mismatch dan bantuan dana untuk ekspansi BPR maupun
bantuan bantuan teknis antara lain seperti pelatihan, teknologi
informasi, konsultasi manajemen, dan penyedia jasa dalam system
pembayaran bagi anggota (terbatas). Pada bulan agustus 2005 telah
dibentuk Kelompok Kerja Apex untuk mempersiapkan pilot project
Apex. Hasil dari pilot project Apex terdapat lemabag di 5 wilayah
sebagai leader, Sumatera dan Jawa barat dengan pola kerja sama
dengan Bank Umum serta Bali dan Jawa Tengah dengan pola BPR leader
yang didukung oleh PT PNM.2.15.2Lembaga SertifikasiDalam rangka
meningkatkan kualitas SDM BPR secara sistematis dan berkelanjutan
serta mendukung aspek fit (kemampuan) SDM BPR maka dilaksanakan
CERTIF, yaitu Program Sertifikasi Profesional untuk BPR LSP LKM
lembaga ini mengatur dan menetapkan system sertifikasi dan telah
mendapat pengesahan dari instansi berwenang. Tujuan utama pendirian
lembaga sertifikasi adalah untuk menjamin terlaksanannya system
sertifikasi bagi direktur BPR, termasuk menjamin kualitas dan
pelaksanaan system sertifikasi, dan meningkatkan kualitas dan
kemampuan profesionalisme SDM BPR.Melihat manfaatnya bagi
peningkatan kualitas SDM BPR, maka lembaga ini di masa mendatang
perlu diperluas dengan program sertifikasi kepada komisaris dan
karyawan BPR. Hal tersebut dimaksudkan agar kompetensi SDM BPR
dapat ditingkatkan terutama dalam memberikan UMKM. Dan dalam
menghadapi persaingan yang makin ketat antarlembaga keuangan yang
melayani UMKM.2.16Kasus Pada Bank BPRDalam penelitian ini, peneliti
ingin lebih jauh menjelaskan kesehatan keuangan sebuah Bank
Perkreditan Rakyat yang ada di Kabupaten Rembang, dimana peneliti
pernah berkecimpung sebagai karyawan di bank tersebut. Laporan
kesehatan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk
memperoleh informasi sehubungan dengan kesehatan dan hasilhasil
yang telah dicapai oleh bank yang bersangkutan. Data kesehatan
tersebut akan lebih berarti bagi pihakpihak yang berkepentingan
yaitu terutama pemilik dan pengguna, apabila data tersebut dapat
diperbandingkan untuk dua periode atau lebih, dan dianalisis lebih
lanjut sehingga dapat diperoleh data yang akan dapat mendukung
keputusan yang akan diambil di kemudian hari. Makin kompetitifnya
persaingan antar bank dan koperasi dari luar wilayah Kecamatan
Sedan, maka PD. BPR BKK Sedan harus meraih serta menciptakan pasar
dengan meningkatkan pelayanan dan pemasaran secara lebih ofensif
dan terarah. Untuk itu perlu adanya analisis yang mendalam sebelum
bank sekelas BPR BKK memberikan kredit ke debitur. Kondisi
kesehatan PD. BPR BKK Sedan bila dilihat dari keempat rasio yaitu
Return On Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR), Capital
Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Loand (NPL) apakah sehat
ataukah sebaliknya yaitu tidak sehat. Untuk itu peneliti akan
meneliti keempat rasio tersebut dari tahun 2000 2005.BAB
3PENUTUP3.1 KesimpulanBPR adalah lembaga perkreditan bagi rakyat
yang memiliki tujuan meningkatkan iklim usaha dikalangan rakyat
terutama pengusaha kecil dan menengah, Sesuai dengan Undang-Undang
No 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan
ketentuan yang ada serta melaksanakan pelaporan-pelaporan sebagai
alat kontrol dalam manajemen pengelolaan dan sebagai bentuk
pertanggungjawaban pengelola kepada pemilik.UU No.10/1998, dalam UU
tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.Kegiatan usaha BPR terutama untuk melayani
usaha-usaha kecil dan masyarakat di pedesaan. Dengan demikian BPR
harus dikelola dengan profesional dengan menerapkan ketentuan-3.2
SaranBank Perkreditan Rakyat ( BPR ) semakin banyak berdiri
dimasyarakat kita, idealnya semakin bergairah pula dunia usaha
terutama usaha kecil dan menengah sehingga BPR benar-benar berperan
penting dalam meningkatkan roda perekonomian masyarakat kecil.
dewasa ini telah muncul juga BPRS yang melaksanakan operasionalnya
berdasarkan pada prinsip syariah sehingga semakin beragam pilihan
masyarakat untuk memenfaatkan fasilitas kredit yang dapat diambil
untuk mengembangkan usahanya. Masyarakat kita terutama ekonomi
lemah masih mengalami kekurangan secara struktural tentang
permodalan, modal adalah masalah klasik yang terus menghantui dan
menjadi barang mewah bagi mereka, maka solusi terbaik adalah
bagaimana BPR dapat melaksanakan program yang dapat membantu secara
riel usaha masyarakat ekonomi lemah dengan pengelolaan yang
professional.Page | 2