Struktur dan MekanismePernapasan pada Manusia
Yulita Hera (102011132)
Fakultas kedokteranUniversitas Kristen Krida WacanaJln. Terusan
Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510Tlp. 021- 56942061 Fax .
021-5631731E_mail : [email protected]
Skenario 5Seorang anak berusia 10 tahun datang berobat dengan
keluhan batuk, serak, dan sakit saat menelan, setelah dilakukan
pemeriksaan, anak tersebut didiagnosa menderita radang pada pharynx
(pharyngitis).Istilah yang tidak diketahui Pharyngitis : peradangan
pada pharynx
Pendahuluan Respirasi adalah keseluruhan proses yang
melaksanakan pemindahan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk
menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus-menerus CO2
yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Sistem
pernapasan berperan dalam homeostasis dengan mempertukarkan O2 dan
CO2 antara atmosfer dan darah. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara
sistem pernapasan dan jaringan. Fungsi utama respirasi (pernapasan)
adalah memperoleh O2 untuk digunakan sel tubuh dan untuk
mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel.1 Pertukaran gas dari
udara ke paru, diperantarai oleh saluran pernapasan yang dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu saluran pernapasan bagian atas atau jalan
napas dan saluran pernapasan bagian bawah.Berdasarkan skenario yang
didapat, yaitu mengenai seorang anak dengan keluhan batuk, serak
dan sakit saat menelan, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai
struktur sistem respiratorius bagian konduksi serta mekanisme
pernapasan.
Isi dan PembahasanStruktur MakroskopisSistem respiratorius
dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian konduksi dan bagian respirasi.
Bagian konduksi adalah saluran nafas yang menghantarkan udara dari
luar ke dalam paru untuk respirasi. Sedangkan bagian respirasi
adalah saluran nafas di dalam paru tempat berlangsungnya respirasi
atau pertukaran gas. Bagian konduksi sistem pernafasan terdiri atas
rongga hidung, faring, laring, trakea, bronki ekstrapulmonal dan
intrapulmonal dengan diameter yang semakin kecil dan berakhir pada
bronkioli terminalis.2Struktur yang membentuk sistem pernapasan
dapat dibedakan menjadi struktur utama (principal structure), dan
struktur pelengkap (accessory structure).Yang termasuk struktur
utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan. Saluran
udara pernapasan dibagi menjadi dua, yaitu: A.) saluran udara
pernapasan bagian atas (upper respiratory tract)jalan napas. Yang
disebut sebagai jalan napas adalah (1) nares, hidung bagian luar
(external nose), (2) hidung bagian dalam (internal nose), (3) sinus
paranasal, (4) faring, (5) laring. Yang merupakan cakupan bidang
Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dan tidak dibahas di dalam
pulmonologi tetapi dapat saja terkait jika membicarakan
respirologi. B.) saluran udara pernapasan bagian bawah (lower
respiratory tract) atau saluran napas yang mencangkup trakea,
bronki dan bronkioli (keduanya dibahas dalam pulmonologi). Batas
saluran udara pernapasan bagian atas dan saluran udara pernapasan
bagian bawah adalah pinggir bawah kartilago krikoidea. Saluran
udara pernapasan bagian bawah dimulai dari ujung trakea (pinggir
bawah kartilago krikoidea) sampai bronkiolus terminalis.
Struktur Sistem Respiratorius Bagian Konduksi1. Hidung (Nasal)
dan Rongga hidung (kavum nasi) Hidung eksternal, berbentuk piramid
disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari
kerangka kerja tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareolar.
Septum nasal, sepertiga anterior rongga hidung, membagi hidung
menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior dari
septum adalah kartilago. Ostium nasalis interna merupakan bagian
yang paling sempit di rongga hidung. Udara yang dihirup melalui
ostium ini mendapat tahanan lima puluh persen lebih tinggi
dibandingkan jika dihirup melalui mulut. Nares (nostril) eksternal,
dibatasi oleh kartilago nasal. Kartilago nasal lateral terletak di
bawah jembatan hidung. Ala besar dan ala kecil kartilago nasal
mengelilingi nostril. Tulang hidung, tulang ini membentuk jembatan
dan bagian superior kedua sisi hidung. Vomer dan lempeng
perpendicular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum
nasal. Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari
tulang maksila dan palatinum. Langit-langit rongga nasal pada sisi
medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang ethmoid, pada sisi
anterior dari tulang frontal dan nasal, dan pada sisi posterior
dari tulang sphenoid. Terdapat juga konka superior, medial, dan
inferior yang menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga
nasal. Dibawahnya ada meatus superior, medial, dan inferior yang
merupakan jalan udara rongga nasal. Sinus paranasalis, terdiri dari
empat pasang, yaitu frontal, ethmoid, maksilar, dan sphenoid. Sinus
ini berupa kantong tertutup yang dilapisi membran mukosa. Sinus ini
berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan
tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan
udara yang masuk serta memproduksi mukus, menambah resonansi suara,
dan mengubah ukuran dan bentuk wajah setelah pubertas. Membran
mukosa nasal, kulit pada bagian eksternal permukaan hidung yang
mengandung folikel rambut, keringat, dan kelenjar sebasea,
merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit di
bagian dalam ini mengandung rambut (vibrissae) yang berfungsi untuk
menyaring partikel udara yang terhisap. Fungsi membran mukosa nasal
secara umum adalah untuk menyaring partikel kecil, penghangatan,
dan pelembaban udara yang masuk.
Gambar 1. Struktur anatomi nasal2. Faring, berbentuk tabung
muskular yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai
esofagus. Palatum molle membagi faring menjadi dua bagian, yaitu
regio nasofaring dan regio orofaring. Faring terdiri dari tiga
regio, yaitu:
Gambar 2. Struktur anatomi faring Nasofaring, merupakan bagian
posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui
dua naris internal (koana), terdapat jaringan limfoid yang
membentuk lingkaran; adenoid termasuk di dalamnya. Dua tuba
eustachius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada
kedua sisi gendang telinga. Orofaring, dipisahkan dari nasofaring
oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum keras
tulang. Perbatasan rongga mulut dengan orofaring terdapat tonsil.
Laringofaring, faring ini mengelilingi mulut esofagus dan laring,
yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya. 3.
Laring (kotak suara), penghubung faring dengan trakea. Laring
merupakan tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular, yang
terdiri atas tiga kartilago berpasangan dan tiga kartilago tidak
berpasangan (berfungsi sebagai penopang), pita suara, otot dan
ligamentum; semuanya bekerja sama untuk menjaga agar jalan napas
terbuka selama bernapas dan menutup ketika sedang menelan.
Kartilago berpasangan Kartilago tiroid (jakun), terletak di bagian
proksimal kelenjar tiroid. Pada laki-laki ukurannya lebih besar dan
lebih menonjol akibat hormon yang disekresi saat pubertas.
Kartilago krikoid, cincin anterior yang lebih kecil dan lebih
tebal, terletak di bawah kartilago tiroid. Epiglotis, katup
kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago
tiroid. Saat menelan, epiglottis secara otomatis menutupi mulut
laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan.Gambar 3.
Struktur anatomi laring Kartilago tidak berpasangan Kartilago
aritenoid, terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid.
Kartilago ini melekat pada pita suara sejati. Kartilago
kornikulata, melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
Kartilago kuneiform, berupa batang-batang kecil yang membantu
menopang jaringan lunak. 4. Trakea (pipa udara) dan bronkus, tuba
yang terletak di atas permukaan anterior esofagus. Tuba ini
merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam sampai area
vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus,
yaitu bronkus dekstra dan bronkus sinistra. Bronkus akan bercabang
menjadi bronkiolus. Bronkiolus dibedakan menjadi dua, yaitu
bronkiolus terminalis dan brinkiolus respiratorik. Bronkiolus
bercabang lagi menjadi alveolus.3 Trakea dan bronkus besar adalah
tabung yang cukup kaku tak berotot yang dikelilingi oleh
serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah saluran ini
menyempit. Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan.
Dinding saluran ini mengandung otot polos yang disarafi oleh sistem
saraf otonom dan peka terhadap hormon dan bahan kimia lokal
tertentu. Faktor-faktor ini mengatur jumlah udara yang mengalir
dari atmosfer ke setiap kelompok alveolus, dengan mengubah derajat
kontraksi otot bronkiolus sehingga mengubah kaliber saluran
terminal.1Struktur Pelengkap Sistem PernapasanYang digolongkan ke
dalam struktur pelengkap sistem pernapasan adalah struktur
penunjang yang diperlukan untuk bekerjanya sistem pernapasan itu
sendiri. Struktur pelengkap tersebut:1. Dinding Dada atau Dinding
ToraksDinding toraks dibentuk oleh tulang iga, otot, serta
kulit.Tulang Pembentuk Rongga DadaTulang yang membentuk dinding
toraks: tulang iga (12 buah) vertebra torakalis (12 buah) sternum
(1 buah) klavikula (2 buah) dan skapula (2 buah)2. Muskulus
Respiratoriusa. Otot Pembatas Rongga Dada, terdiri dari:Otot
ekstremitas superior: Muskulus pektoralis mayor Muskulus pektoralis
minor Muskulus serratus anterior Muskulus subklaviusOtot
anterolateral abdominal: Muskulus abdominal oblikus ekstemus
Muskulus rektus abdominisOtot toraks intrinsik: Muskulus
interkostalis eksterna Muskulus interkostalis interna Muskulus
sternalis Muskulus toraksis transversusb. Otot PernapasanSelain
sebagai pembentuk dinding dada, otot skelet juga berfungsi sebagai
otot pernapasan. Menurut kegunaannya, otot-otot pernapasan
dibedakan menjadi otot untuk inspirasi, mencakup otot inspirasi
utama dan tambahan, serta otot untuk ekspirasi tambahan.Otot
inspirasi utama (principal), yaitu: Muskulus interkostalis
eksterna, Muskulus interkartilaginus parasternal, dan Otot
diafragma.Otot inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle)
yang sering juga disebut sebagai otot bantu napas, yaitu: Muskulus
sternokleidomastoideus Muskulus skalenus anterior Muskulus skalenus
medius Muskulus skalenus posteriorSaat napas biasa (quiet
breathing), untuk ekspirasi tidak diperlukan kegiatan otot, cukup
dengan daya elastis paru saja udara di dalam paru akan keluar saat
ekspirasi. Namun, ketika ada serangan asma, sering diperlukan
active breathing; dalam keadaan ini, untuk ekspirasi diperlukan
kontribusi kerja otot-otot berikut. Muskulus interkostalis interna
Muskulus interkartilaginus parasternal Muskulus rektus abdominis
Muskulus oblikus abdominis eksternusOtot-otot untuk ekspirasi juga
berperan untuk mengatur pernapasan saat berbicara, menyanyi, batuk,
bersin, dan untuk mengedan saat buang air besar serta saat
bersalin.3. DiafragmaDiafragma adalah suatu septum berupa jaringan
muskulotendineus yang memisahkan rongga toraks dengan rongga
abdomen. Dengan demikian, diafragma menjadi dasar dari rongga
toraks. Ada tiga apertura pada diafragma, yaitu: hiatus aortikus
yang dilalui oleh aorta desenden, vena azigos dan duktus torasikus;
hiatus esofageus yang dilalui oleh esofagus; apertura yang satu
lagi dilalui oleh vena kava inferior.4. PleuraPleura dibentuk oleh
jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus ini dapat
dibedakan menjadi: Pleura viseralis yang melapisi paru dan Pleura
parietalis yang melapisi dinding dalam hemitoraks.Di antara kedua
pleura tadi, terbentuk ruang yang disebut "rongga" pleura yang
sebenarnya tidak berupa rongga tetapi merupakan ruang potensial.
Pada keadaan normal, "rongga" pleura berisi cairan pleura dalam
jumlah yang sangat sedikit(0,1-0,2 mL/kg.BB)jadi hanya berupa
lapisan cairan pleura (film) setebal 10-20 nm yang menyelaputi
kedua belah pleura. Meskipun sangat tipis, cairan ini telah dapat
memisahkan lapisan pleura viseralis dengan pleura parietalis agar
tidak saling bersinggungan atau berlengketan.3Struktur Mikroskopis
Pada dasarnya dinding saluran napas terdiri atas tunika mukosa,
lamina propria, tunika muskularis, dan kerangka tulang rawan. Makin
kecil saluran napas itu, makin tipis dindingnya. Hanya sampai
bronkus, kerangka tulang rawan terlihat, namun sampai yang kecil
pun masih dilengkapi dengan otot polos dan epitel bersilia dan sel
goblet. Sel goblet berguna untuk mensekresi mucus pada saluran
pernapasan. Saluran udara yang paling kecil tidak lagi mengandung
sel goblet. Hanya alveolus paru yang dilapisi epitel selapis
gepeng.4Bagian konduksi sistem pernafasan ditunjang oleh tulang
rawan hialin. Trakea dilingkari oleh cincin-cincin tulang rawan
hialin berbentuk C. Setelah bercabang menjadi bronki yang kemudian
memasuki paru, cincin hialin diganti oleh lempeng-lempeng tulang
rawan hialin. Saat diameter bronkiolus mengecil, semua lempeng
hialin menghilang dari saluran pernafasan bagian konduksi. Bagian
konduksi saluran nafas yang terkecil adalah bronkiolus
terminalis.5Mukosa trakea dilapisi oleh epitel bertingkat silindris
bersilia bersel goblet. Dalam lamina propria terdapat kelenjar
campur. Bagian trachea yang mengandung tulang rawan disebut pars
kertilaginea trachea. Celah pada huruf C ini ditutup oleh jaringan
ikat dengan kerangka jaringan otot polos. Bagian ini disebut pars
membranasea trachea. Di sekeliling trachea, meliputi bagian luar
trachea baik pars kartilaginea maupun pars membranasea terdapat
selubung jaringan ikat jarang yang disebut tunika
adventisia.Bronkus intrapulmonal memiliki mukosa saluran napas yang
tidak rata, berkelok-kelok dan dilapisi epitel bertingkat silindris
bersilia bersel goblet. Dalam lamina propria terdapat berkas otot
polos yang tersusun melingkar. Di bawah lapisan otot polos dapat
ditemukan penggalan tulang hialin. Di antara penggalan tulang rawan
tersebut, di bawah berkas otot polos, terlihat kelenjar campur.
Permukaan luar dindingnya yaitu tunika adventisia merupakan
jaringan ikat jarang.Mukosa pada bronkiolus juga sering tampak
bergelombang. Pada bronkiolus yang besar, epitelnya selapis torak
bersilia bersel goblet. Sementara pada bronkiolus yang kecil,
epitelnya lebih rendah, epitel selapis kubis tak bersilia.
Perubahan jenis epitel itu terjadi berangsur-angsur, semakin ke
arah distal, dari bronkiolus besar ke bronkiolus kecil, epitel
makin rendah, terlihat epitel tak bersilia. Sel goblet makin
jarang, sampai akhirnya tak ditemukan lagi pada daerah yang
epitelnya selapis kubis tak bersilia. Dalam lamina propria tidak
lagi terdapat kelenjar maupun penggalan tulang rawan. Berkas serat
otot polos pun semakin ke distal semakin tipis, sehingga sulit
dikenali. Bronkiolus yang paling kecil akan menyalurkan udara ke
dalam suatu lobulus disebut bronkiolus terminalis yang menyalurkan
udara pernapasan ke asinus, yaitu suatu unit struktural paru.4 Pada
bronkioli terminalis juga terdapat sel kuboid tanpa silia yang
disebut sel clara.5 Bronkiolus terminalis hanya dapat dipelajari
pada bronkiolus yang terpotong memanjang karena pendeknya saluran
ini.4Bagian superior atau atap rongga hidung mengandung epitel yang
yang sangat khusus untuk mendeteksi dan meneruskan bebauan. Epitel
ini adalah epitel olfaktoris yang terdiri atas tiga jenis sel,
yaitu sel penyokong (sustentakular), sel basal, dan sel olfaktoris.
Sel olfaktoris adalah neuron bipolar sensoris yang berakhir pada
permukaan epitel olfaktori sebagai bulbus olfaktoris kecil. Di
dalam jaringan ikat di bawah epitel olfaktoris terdapat N.
olfaktoris (gabungan akson tak bermielin dan akson reseptor lain
pada lamina propria) dan kelenjar olfaktoris. Sel olfaktorius
terletak diantara sel basal dan sel penyokong. Sel sustentakuler
atau sel penyokong merupakan sel silindris dengan inti lonjong dan
ada granula kuning kecoklatan pada sitoplasmanya. Sel basa
berbentuk segitiga dengan inti lonjong, merupakan sel cadangan yang
membentuk sel penyokong dan menjadi sel olfaktorius.Gambar 4.
Epitel olfaktoriusMukosa olfaktoris terdapat pada permukaan konka
superior, yaitu salah satu sekat bertulang dalam rongga hidung.
Epitel respirasi di dalam rongga hidung adalah epitel bertingkat
semu silindris bersilia dan bersel goblet. Epitel olfaktoris
dikhususkan untuk menerima rangsang tbau yang terdiri dari epitel
bertingkat semu silindris tinggi tanpa sel goblet. Epitel
olfaktorius terdapat di atap rongga hidung, pada kedua sisi septum,
dan di dalam konka nasal superior. Di bawah lamina propia terdapat
kelenjar Bowman yang menghasilkan sekret serosa, berbeda dengan
sekret campur mukosa dan serosa yang dihasilkan kelenjar di bagian
lain rongga hidung.Faring adalah ruangan di belakang kavum nasi,
yang menghubungkan traktus digestivus dan traktus respiratorius.
Yang termasuk bagian dari faring adalah nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Nasofaring tersusun dari epitel bertingkat torak
bersilia bersel goblet. Orofaring terdiri dari epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk, sedangkan pada laringofaring epitelnya
bervariasi, sebagian besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk.Laring terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel
goblet kecuali ujung plika vokalis berlapis gepeng. Dindingnya
tersusun dari tulang rawan hialin, tulang rawan elastis, jaringan
ikat, otot bercorak, dan kelenjar campur.5Epiglotis adalah bagian
superior laring, terjulur ke atas dari dinding anterior laring
berupa lembaran pipih. Tulang yang membentuk kerangka epiglotis
adalah sepotong tulang rawan elastin yang terletak di tengah.
Permukaan lingual (anterior) dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk. Lamina propia dibawahnya menyatu dengan
perikondrium tulang rawan epiglotis. Sedangkan pada permukaan
posterior yang menghadap ke arah laring (permukaan laryngeal)
terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dalam
lamina propria kedua permukaan tersebut tedapat kelenjar campir.
4,5
Mekanisme PernapasanUdara cenderung mengalir dari daerah dengan
tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah, yaitu menuruni
gradien tekanan. Maka hal ini yang menyebabkan udara mengalir masuk
dan keluar paru selama tindakan bernapas. Terdapat 3 tekanan yang
berperan penting dalam ventilasi:a. Tekanan atmosfer (barometrik):
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer udara pada
benda di permukaan bumi. 760 mmHg adalah tekanan pada ketinggian
permukaan laut. b. Tekanan intra-alveolus (tekanan intraparu):
Tekanan di dalam alveolus. Udara dengan cepat mengalir menuruni
gradien tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari
tekanan atmosfer, udara akan terus mengalir hingga tekanan seimbang
(ekuilibrium). c. Tekanan intrapleura: Tekanan di dalam kantung
pleura. Tekanan ini juga dikenal sebagai tekanan intrathoraks yaitu
tekanan yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks.
Tekanan intrapleura ini biasanya lebih rendah daripada tekanan
atmosfer yaitu 756 mmHg saat istirahat. Rongga thoraks lebih besar
daripada paru yang tidak teregang karena dinding thoraks tumbuh
lebih cepat daripada paru sewaktu perkembangan. Terdapat 2 gaya
yang berguna untuk menahan dinding thoraks dan paru saling
berdekatan, juga meregangkan paru untuk mengisi rongga thoraks yang
lebih besar, yaitu 1. Daya kohesif cairan intrapleura Molekul air
dalam cairan intrapleura menahan tarikan yang memisahkan mereka
karena molekul ini bersifat polar dan saling tarik. Daya rekat yang
terbentuk di cairan intrapleura cenderung menahan kedua permukaan
pleura menyatu. Karena itu, cairan intrapleura dapat dianggap
sebagai lem antara bagian dalam dinding thoraks dan paru.2. Gradien
tekanan transmural (trans: melintasi, mural: dinding)Tekanan
intra-alveolus lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga tekanan
yang menekan dinding paru lebih besar daripada tekanan yang
mendorong ke dalam. Perbedaan netto tekanan ke arah luar ini
disebut gradien tekanan transmural yang mendorong paru keluar,
meregangkan sehingga paru selalu dipaksa mengembang untuk mengisi
rongga thoraks. Tekanan intrapleura lebih rendah daripada tekanan
atmosfer karena baik dinding thoraks maupun paru tidak berada pada
posisi alaminya ketika keduanya saling menempel, maka keduanya
secara terus-menerus berusaha untuk kembali ke posisi awal mereka.
Paru yang teregang memiliki kecenderungan tertarik ke dalam
menjauhi dinding thoraks sedangkan dinding thoraks yang tertekan
cenderung bergerak keluar menjauhi paru. Namun gradien tekanan
transmural dan daya rekat cairan intrapleura mencegah kedua
struktur ini saling menjauh kecuali untuk jarak yang sangat kecil.
Penurunan kecil tekanan intrapleura di bawah tekanan atmosfer juga
disebabkan oleh pengembangan ruang vakum kecil yang tidak ditempati
oleh cairan intrapleura yang berada di rongga pleura.Tekanan
intra-alveolus dapat diubah dengan mengubah volume paru. Oleh
karena itu, ekspansi paru tidak disebabkan oleh udara masuk ke
dalam paru, tetapi karena turunnya tekanan intra-alveolus. Hukum
Boyle mengatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan yang ditimbulkan
oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas. Maka saat
volume gas dalam paru meningkat, tekanan yang ditimbulkan oleh gas
akan menurun. Perubahan volume paru disebabkan secara tidak
langsung oleh aktivitas otot pernapasan. Otot-otot tersebut
mengubah volume rongga thoraks, sehingga ada perubahan yang terjadi
pada volume paru karena dinding thoraks dan dinding paru
berhubungan melalui daya rekan cairan intrapleura dan gradien
tekanan transmural.1
Inspirasi & EkspirasiSebelum inspirasi dimulai, otot-otot
pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara yang
mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan
atmosfer. Otot inspirasi utama-otot yang berkontraksi untuk
melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang-adalah diafragma dan
otot interkostal eksternal. Inspirasi merupakan proses aktif.
Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume
intratorakal. Otot inspirasi utama adalah diafragma, suatu lembaran
otot rangka yang membentuk lantai rongga thoraks dan disarafi oleh
saraf frenikus. Diafragma dalam keadaan melemas berbentuk kubah
yang menonjol ke atas ke dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi
(pada stimulasi oleh saraf frenikus), diafragma turun dan
memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran
vertikal (atas ke bawah). Dinding abdomen, jika melemas, menonjol
keluar sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun akan menekan
isi abdomen ke bawah dan ke depan. 75% pembesaran rongga thoraks
dilakukan oleh kontraksi diafragma. Dua set otot interkostal
terletak antara iga-iga (inter artinya "di antara"; kosta artinya
"iga"). Otot intercostal eksternal terletak di atas otot
interkostal internal. Kontraksi interkostal eksternal, yang
serat-seratnya berjalan ke dan depan antara dua iga yang
berdekatan, memperbesar rongga toraks dalam dimensi lateral (sisi
ke sisi) dan anteroposterior (depan ke belakang). Ketika
berkontraksi, interkostal eksternal mengangkat iga dan selanjutnya
sternum ke atas dan ke depan, memperbesar bagian atas rongga
thoraks. Saraf interkostal mengaktifkan otot-otot interkostal
ini.1Pada saat kelahiran, jaringan paru dikembangkan sehingga
teregang, dan pada akhir ekspirasi tenang, kecenderungan daya
rekoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh
daya rekoil dinding dada ke arah yang berlawanan. Apabila dinding
dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru kehilangan
elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong
(barrel shaped).6Selama pernapasan tenang, ekspirasi normalnya
merupakan suatu proses pasif, karena dicapai oleh recoil elastik
paru ketika otot-otot inspirasi melemas, tanpa memerlukan kontraksi
otot atau pengeluran energi. Namun, pada awal ekspirasi, masih
terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi
sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.
Sebaliknya, inspirasi selalu aktif karena ditimbulkan hanya oleh
kontraksi otot inspirasi dengan menggunakan energi. Ekspirasi dapat
menjadi aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih
cepat daripada yang dicapai selama pernapasan tenang, misalnya
sewaktu pernapasan dalam ketika olahraga. Tekanan intra-alveolus
harus lebih ditingkatkan di atas tekanan atmosfer daripada yang
dicapai oleh relaksasi biasa otot inspirasi dan recoil elastik
paru. Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau aktif tersebut,
otot-otot ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi
volume rongga thoraks dan paru. Otot ekspirasi yang paling penting
adalah otot dinding abdomen. Sewaktu otot abdomen berkontraksi
terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang menimbulkan gaya ke
atas pada diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke dalam rongga
thoraks daripada posisi lemasnya sehingga ukuran vertikal rongga
thoraks menjadi semakin kecil. Otot ekspirasi lain adalah otot
interkostal internal, yang kontraksinya menarik iga turun dan
masuk, mendatarkan dinding dada dan semakin mengurangi ukuran
rongga thoraks. Hal ini berlawanan dengan otot interkostal
eksternal.Sewaktu kontraksi aktif otot ekspirasi semakin mengurangi
volume rongga thoraks, volume paru juga menjadi semakin berkurang
karena paru tidak harus teregang lebih banyak untuk mengisi rongga
thoraks yang lebih kecil. Sementara tekanan intra-alveolus lebih
meningkat sewaktu udara di paru tertampung di dalam volume yang
lebih kecil. Perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan atmosfer
kini menjadi lebih besar daripada ketika ekspirasi pasif sehingga
lebih banyak udara keluar menuruni gradient tekanan sebelum
tercapai keseimbangan.1Pada awal inspirasi, terjadi kontraksi
otot-otot abductor laring (m. cricoarytaenoideus posterior) yang
akan memisahkan pita usara dan membuka glottis. Selama menelan atau
sewaktu tersedak, secara refleks terjadi kontraksi otot-otot
tersebut yang menutup glottis dan mencegah aspirasi makanan, cairan
atau bahan muntah ke dalam paru. Otot laring dipersarafi oleh
n.vagus. Secara umum, otot polos pada dinding bronkus membantu
pernapasan. Selama inspirasi bronkus akan dilatasi, sebaliknya
selama ekspirasi erjadi konstriksi bronkus. Dilatasi disebabkan
oleh rangsan simpatis dan konstriksi oleh rangsang
parasimpatis.
Volume ParuJumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap
inspirasi (atau jumlah udara yang keluar dari paru setiap
ekspirasi) dinamakan volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah
udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal,
setelah inspirasi biasa disebut volume cadangan inspirasi
(inspiratory reserve volume/IRV). Jumlah udara yang dapat
dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot
ekpsirasi, setelah ekspirasi biasa disebut volume cadangan
ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan udara yang masih
tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume
residu (residual volume/RV). Ruang di dalam saluran napas yang
berisi udara yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran gas
dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan /
ruang rugi anatomik. Sementara ruang rugi alveolus adalah udara
yang berada dalam alveolus namun tidak ikut serta dalam pertukaran
gas.
Gambar 5. Grafik volume paruPengukuran kapasitas vital, yaitu
jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru setelah
inspirasi maksimal, sering kali digunakan di klinik sebagai indeks
fungsi paru. Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi
mengenai kekuatan otot-otot pernapasan serta beberapa aspek fungsi
pernapasan lain. Pada keadaan normal, jumlah udara yang
diinspirasikan selama satu menit (ventilasi paru, volume respirasi
semenit) sekitar 6 L (500 ml/napas x 12 napas/ menit). Ventilasi
volunter maksimal (Maximal Voluntary Ventilation/MW), atau yang
dahulu disebut kapasitas pernapasan maksimum (Maximal Breathing
Capasity), adalah volume gas terbesar yang dapat dimasukkan dan
dikeluarkan selama 1 menit secara volunter. Pada keadaan normal, MW
berkisar antara 125-170 L/menit.6 Kapasitas residual fungsional
(functional residual capacity/FRC) adalah volume udara di paru pada
akhir ekspirasi pasif normal, sekitar 2200 ml. Kapasitas paru total
(total lung capacity/TLC) adalah volume udara maksimal yang dapat
ditampung oleh paru, sekitar 5700 ml.1
Pertukaran gasBernapas secara kontinyu memasok O2 segar untuk
diserap oleh darah dan mengeluakan CO2 dari darah. Darah bekerja
sebagai sistem transpor untuk O2 dan CO2 antara paru dan jaringan,
dengan sel jaringan mengekstraksi O2 dari darah dan mengeliminasi
CO2 ke dalamnya. Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler
jaringan berlangsung secara difusi pasif sederhana O2 dan CO2
menuruni gradien tekanan parsial (perbedaan tekanan parsial antara
darah kapiler dan struktur sekitar). Tekanan parsial adalah tekanan
yang ditimbulkan secara independent oleh masing-masing gas dalam
suatu campuran gas. Semakin besar tekanan parsial suatu gas dalam
cairan, semakin banyak gas tersebut larut. Pertukaran oksigen dan
CO2 menembus kapiler paru dan kapiler sistemik akibat gradient
tekanan parsial. Pertukaran ini membentuk suatu sirkulasi
pernapasan. Sirkulasi ini diawali dengan inspirasi, masuknya O2
dari udara atmosfer ke dalam alveolus, menuruni gradien tekanannya.
PO2 alveolus tetap relatif tinggi dan PCO2 alveolus relatif tetap
rendah karena sebagian dari udara alveolus ditukar dengan udara
atmosfer baru setiap kali bernapas. Sebaliknya, darah vena sistemik
yang masuk ke paru relatif rendah dalam O2 dan tinggi dalam CO2
karena telah menyerahkan O2 dan menyerap CO2 di tingkat kapiler
sistemik. Hal ini menciptakan gradien tekanan parsial antara udara
alveolus dan darah kapiler paru yang memicu difusi pasif O2 ke
dalam darah dan CO2 keluar darah sampai tekanan parsial darah dan
alveolus setara. Karena itu darah yang meninggalkan paru relatif
mengandung O2 tinggi dan CO2 rendah. Darah ini disalurkan ke
jaringan dengan kandungan gas darah yang sama ketika darah tersebut
meninggalkan paru. Tekanan parsial O2 relatif rendah dan CO2
relatif tinggi di sel jaringan yang mengonsumsi O2 dan memproduksi
CO2. Akibatnya, gradien tekanan parsial untuk pertukaran gas di
tingkat jaringan mendorong perpindahan pasif O2 keluar darah menuju
sel untuk menunjang kebutuhan metabolik sel-sel tersebut dan juga
mendorong pemindahan secara simultan CO2 ke dalam darah. Setelah
mengalami keseimbangan dengan sel-sel jaringan, darah yang
meninggalkan jaringan relatif mengandung O2 rendah dan CO2 yang
tinggi. Darah ini kemudian kembali ke paru untuk kembali diisi oleh
O2 dan dikeluarkan CO2 nya. Selain gradien tekanan parsial,
kecepatan difusi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:1. Luas
permukaanSemakin luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas,
maka semakin tinggi juga laju difusi gas. Dalam keadaan istirahat,
sebagian dari kapiler paru biasanya tertutup, karena tekanan
sirkulasi paru yang rendah, tidak dapat menjadga semua kapiler
tetap terbuka. Selama olahraga, saat tekanan darah paru meningkat
karena bertambahnya curah jantung, banyak dari kapiler paru yang
semula tertutup mejadi terbuka. Hal ini meningkatkan luas permukaan
darah yang tersedia untuk pertukaran. Pada emfisema, luas permukaan
berkurang karena banyak dinding alveolus yang lenyap.2. Ketebalan
sawarDengan bertambahnya ketebalan, kecepatan pemindahan gas
berkurang karena gas memerlukan waktu lebih lama untuk berdifusi
menembus ketebalan yang lebih besar. 3. Koefisien difusiKecepatan
pemindahan gas berbanding lurus dengan koefisien difusi, suatu
konstanta yang berkaitan dengan kelarutan gas tertentu dalam
jaringan pari dan dengan berat molekulnya. Koefisien difusi untuk
CO2 adalah 20 kali O2 karena CO2 jauh lebih mudah larut dalam
jaringan tubuh dibandingan dengan O2. Maka kecepatan difusi CO2
menembus membran pernapasan 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan
O2 pada gradien tekanan parsial yang sama. Namun hal ini menjadikan
kecepatan difusi O2 dan CO2 seimbang, karena gradien tekanan
parsial O2 jauh lebih besar dibandingan dengan CO2.1
Transpor gasOksigen yang diserap oleh darah di paru harus
diangkut ke jaringan untuk digunakan oleh sel. Sebaliknya, CO2 yang
diproduksi di tingkat sel harus diangkut ke paru untuk dikeluarkan.
Oksigen terdapat dalam darah dalam dua bentuk: 1. Larut secara
fisik Sangat sedikit O2 yang larut secara fisik dalam cairan plasma
karena O2 kurang larut dalam cairan tubuh. Semakin tinggi Po2,
semakin banyak O2 yang larut. Hanya 1,5% O2 dalam darah yang larut,
sisa 98,5%nya diangkut dalam ikatan dengan Hb. O2 yang berikatan
dengan Hb tidak ikut membentuk Po2 darah.2. Larut secara kimiawi
Hemoglobin adalah suatu molekul protein yang mengandung besi (Fe2+)
dan terdapat pada eritrosit. Ketika tidak berikatan dengan O2, Hb
disebut sebagai hemoglobin tereduksi / deoksihemoglobin (Hb).
Ketika berikatan dengan O2 maka disebut oksihemoglobin (HbO2).
Hemoglobin terdiri dari heme dan globin. Pada seorang dewasa
normal, sebagian globin mengandung dua rantai polipeptida dan dua
rantai . Setiap globin mengandung 4 heme. Gugus heme berikatan
dengan residu histidin dari polipeptida melalui Fe2+. Jadi 1 gugus
heme mengikat 1 Fe2+. Fe2+ berikatan dengan koordinasi dengan 6
buah ligan (penyumbang elektron pada atom pusat) dan satu tempat
kosong Fe2+ diisi oleh molekul O2. Fe2+ dapat berikatan dengan O2
melalui ikatan yang longgar dan revesibel dengan O2. Maka 1
hemoglobin dapat mengikat 4 O2. Reaksinya: Hb + O2
Hb(O2)4Hemoglobin dianggap jenuh ketika semua Hb yang ada membawa
oksigen secara maksimal. Persen saturasi hemoglobin (%Hb) adalah
suatu ukuran seberapa banyak Hb yang ada berikatan dengan oksigen.
Faktor terpenting yang menentukan % saturasi Hb adalah Po2 darah,
yang berkaitan dengan konsentrasi O2 yang secara fisik larut dalam
darah. Sesuai dengan hukum aksi massa, ketika Po2 darah meningkat,
seperti pada kapiler paru, reaksi bergerak ke arah sisi kanan
persamaan, meningkatkan pembentukan Hb(O2). Kurva disosiasi oksiHb
adalah kurva yang menggambarkan hubungan persentase saturasi
kemampuan pengangkutan O2 dan Po2. Pengikatan O2 oleh gugus heme
pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme
kedua terhadap O2, dan oksigenasi gugus kedua lebih meningkatkan
afinitas gugus ketiga, dst, sehingga afinitas Hb terhadap molekul
O2 keempat berlipat kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.
Terdapat tiga keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi
oksiHb: pH, suhu dan kadar 2,3-difosfogliserat (DPG; 2,3-DPG).
Peningkatan suhu atau penurunan pH menggeser kurva ke kanan. Kurva
yang ke kanan menujukkan turunnya afinitas oksiHb dan peningkatan
disosiasi oksiHb, dibutuhkan Po2 yang lebih tinggi agar hemoglobin
dapat mengikat sejumlah tertentu O2. Sebaliknya, penurunan suhu
atau peningkatan pH menggeser kurva ke kiri, dan dibutuhkan Po2
yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah tertentu O2. Berkurangnya
afinitas hemoglobin terhadap O2 saat pH darah menurun dikenal
sebagai efek Bohr dan hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa
hemoglobin terdeoksigenasi (deoksihemoglobin) lebih aktif mengikat
H+ dibandingkan oksihemoglobin. Peningkatan kandungan CO2 darah
akan menurunkan pH darah, sehingga bila Pco2 meningkat, kurva
bergeser ke kanan dan P50 meningkat. Sementara 2,3 DPG akan
menurunkan afinitas Hb terhadap O2.
Gambar 6. Kurva disosiasi oksiHbKelarutan CO2 dalam darah
sekitar 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2. CO2 yang
berdifusi ke dalam eritrosit secara cepat dihidrasi menjadi H2CO3,
karena adanya enzim anhidrase karbonat. H2CO3 akan berdisosiasi
menjadi H+ dan HCO3- , selanjutnya H+ dibuffer, terutama oleh
hemoglobin menjadi HHb, sementara HCO3- memasuki plasma dan Cl-
masuk menggantikan HCO3- yang keluar. Hal ini disebut pergeseran
klorida. Sejumlah CO2 dalam eritrosit akan bereaksi dengan gugus
amino dari protein, terutama hemoglobin, membentuk senyawa
karbamino. Oleh karena hemoglobin terdeoksigenasi lebih banyak
mengikat H+ dibandingkan oksihemoglobin serta lebih mudah membentuk
senyawa karbamino, terikatnya oksigen pada hemoglobin akan
menurunkan afinitasnya terhadap CO2 (efek Haldane). Sebagai
akibatnya, darah vena lebih banyak mengandung CO2 dibandingkan
darah arteri.6
Pengaturan pernapasanOtot pernapasan merupakan otot rangka yang
perlu dirangsang melalui persarafan agar dapat berkontrasi. Pola
pernapasan spontan berirama diatur oleh pusat kontrol pernapasan di
batang otak. Pusat pengaturan pernapasan volunter terletak di
korteks serebri yang impulsnya disalurkan melalui traktus
kortikospinalis ke motor neuron saraf pernapasan. Pusat pernapasan
secara otonom terdiri atas 3 bagian: a. Pusat respirasi Terletak
pada formatio retikularis medula oblongata. Pusat respirasi terdiri
atas 2 kelompok neuron, yaitu kelompok respiratorik dorsal dan
kelompok respiratorik ventral. Kelompok dorsal terdiri dari neuron
inspiratorik yang sinyalnya ditujukan untuk otot inspirasi.
Kelompok ventral terdiri dari neuron inspiratorik untuk memacu
aktivitas inspirasi dengan memberikan sinyal bagi otot inspirasi
tambahan, dan neuron ekspiratorik untuk mengaktifkan otot
ekspirasi. Kerja kelompok ventral dikontrol oleh kelompok dorsal.
Neuron ekspiratorik juga dapat menghambat kerja dari neuron
inspiratorik kelompok dorsal. b. Pusat apneustikTerletak pada pons
bagian bawah, berfungsi untuk mencegah neuron inspiratorik
dipadamkan, sehingga dorongan inspirasi meningkat. c. Pusat
pneumotaksikTerletak pada pons bagian atas, berfungsi untuk
mengirim impuls ke kelompok dorsal yang memadamkan neuron
inspiratorik sehingga durasi inspirasi dibatasi.1
KesimpulanMekanisme pernapasan terdiri dari transport O2 dan CO2
melalui proses difusi. Sistem pernapasan pun dibagi secara makro
dan mikro yang meliputi jalannya pernapasan dari hidung sampai
akhirnya ke paru-paru. Pada saluran napas, terdapat otot-otot
rangka pada saluran pernapasan yang dipersarafi oleh pusat
pernapasan di kortex cerebri dan batang otak. Pertukaran gas pada
paru dan kapiler sistemik terjadi berdasarkan perbedaan gradien
parsial. Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan jaringan terjadi
secara fisika dan kimia, diseimbangkan oleh sistem buffer.
Mekanisme dan fungsi pernapasan yang terganggu dapat menyebabkan
gangguan pernapasan.
Daftar Pustaka1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke
sistem. Yesdelita N, Pendit BU, editor. Edisi ke 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. h.496, 502-7, 524-42.2.
Eroschenko VP. Atlas histologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC; 2003.
h.231-46.3. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009,
h.5-20.4. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Histologi. Jakarta:
Penerbit Universitas Trisakti; 2007. h.160-6.5. Bloom, Fowcett.
Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: EGC, 2002: 629-48.6.
Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Widjajakusumah MD,
Irawati D,Siagian M, Moeloek D, Pendit BU,editor. Edisi ke 20.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003. p.621-54.