Page 1
Rinosinusitis Maxillaris akut dan penatalaksanaannya
Theresia Chlara Esperansa Obisuru (102012261)/F3
email : [email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061
Fax. 021-5631731
Pendahuluan
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri.1
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan
maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus
maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi
gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.1
Anatomi sinus maxilla
Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini
membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak dan
membantu dalam resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus
paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi,
sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sphenoidalis di belakang bola mata. Seluruh
sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu
1
Page 2
mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam kavum nasi.
Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.2
Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada saat lahir. Sinus
maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding inferior orbita sebagai batas
superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial, prosesus alveolaris maksila sebagai batas
inferior, dan fossa canine sebagai batas anterior.2
Sinus maksilaris berbentuk pyramid dengan basis di medial yaitu dinding lateral cavum
nasi dan apeknya pada prosesus zygomaticus ossis maxillaris. Atap sinus dibentuk oleh dasar
orbita sedangkan dasar sinus merupakan prosesus alveolaris ossis maxillaries. Dinding
anteriornya memisahkan sinus dengan fasies, sedangkan dinding posteriornya memisahkan
dengan fossa pterigopalatina.2
Sinus maksilaris disebut juga antrum High-more, merupakan sinus yang sering
terinfeksi, oleh karena 1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, 2) letak ostiumnya lebih
tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksilaris hanya tergantung dari
gerakan silia, 3) dasar sinus maksilaris adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), hanya
dipisahkan dengan lamina tulang yang sangat tipis dan bahkan sama sekali tidak dipisahkan
oleh tulang, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis, 4) ostium
sinus maksilaris terletak dimeatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga
mudah tersumbat oleh karena drainase kurang baik. 5) Sinusitis maksilaris dapat
menimbulkan komplikasi orbita melalui duktus nasolakrimalis.2
Gambar 1. Sinus Paranasalis Tampak Depan dan Samping.2 2
Page 3
Vaskularisasi sinus maksilaris sebagian besar berasal dari a. maksilaris dan cabang-
cabangnya yang menembus tulang sinus. Drainase vena pada sinus mulai v.maksilaris dan
v.facialis anterior menuju v.jugularis interna. Selain itu v.maksilaris juga menuju pleksus
pterygoid. Sedangkan drainase cairan limfe ke limfonodi submandibular.
Sinus maksilaris mendapat inervasi dari n. infraorbital, n. maxillaries (n.V2). Inervasi
sekretomotorik mukosa sinus berasal dari nucleus intermediate n.fascialis. Membran mukosa
sinus menerima inervasi dari postganglionik parasimpatetik untuk sekresi mukus.
Anamnesis
Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis
penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut anamnesis.
Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan
untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat strok dan lain
sebagainya. Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan
sistem dan anamnesis pribadi (meliputi riwayat imunisasi, keadaan sosial ekonomi, budaya,
kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).
1. Identitas pasien
Perlu di tanyakan nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, umur, agama,
suku bangsa, dan pendidikan.
2. Keluhan utama
Keluhan yang membuat pasien datang ke dokter dan perlu di tanyakan onsetnya. Dari
khasus keluhan utama pasien adalah pilek tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien juga mengeluh sakit kepala dan nyeri di pipi bila ditekan. Selain itu juga
ditannyakan karekter sekret, apakah purulent atau tidak, apakah turun ke tenggorok (post
nasal drip), tanyakan juga apakah pasien mengalami demam dan lesu, hiposmia/anosmia,
halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.3
3
Page 4
4. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami penyakit seperti ini atau tidak. Jika sudah
tanyakan apakah sudah pernah berobat atau belum (riwayat pengobatan)
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
Tanyakan pada ibu pasien apakah di keluarga atau teman sebayanya ada yang terkena
penyakit seperti ini atau tidak.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palapsi, transiluminasi, rhinoskopi
anterior dan posterior. Pada inspeksi diperhatikan adalah pembengkakan di pipi sampai
kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan dapat menunjukkan sinusitis maksila
akut. Pada palpasi, terdapat nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan
adanya sinusitis maksila. Pada pemeriksaan transiluminasi, manfaatnya terbatas sehingga
sudah sangat jarang dilakukan. Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk memeriksa sinus
maksila dan frontal bila tidak tersedia pemeriksaan radiologik. Apabila transiluminasi tampak
gelap di daerah infraorbita, kemungkinan antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal
atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus
maksila, akan tampak terang pada transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak
adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksila.3
Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior dan posterior, dan pemeriksaan
naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khasnya
adalah adanya pus di meatus medius. Naso-endoskopi juga dapat mempermudah dan
memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian yang rumit termasuk KOM.3
Pemeriksaan penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:1,4
4
Page 5
a. Pemeriksaan transluminasi.
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau gelap. Hal
ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah, karena akan nampak
perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit.
b. Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada
sinus yang sakit. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk
mengetahui adanya abses gigi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
a) Posisi Caldwell
Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas meja
sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan kantus
lateralis mata dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus
terhadap film. Sudut sinar rontgen adalah 15° kraniokaudal dengan titik
keluarnya nasion.
Gambar 2. Posisi Caldwell.4
b) Posisi Waters
Posisi ini yang paling sering digunakan. Maksud dari posisi ini adalah
untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum 5
Page 6
maksila. Hal ini didapatkan dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian
rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Bidang yang melalui kantus
medial mata dan tragus membentuk sudut lebih kurang 37° dengan film
proyeksi waters dengan mulut terbuka memberikan pandangan terhadap semua
sinus paranasal.
Gambar 3. Waters Photo Sinusitis Maxillaris dextra.4
c). Posisi Lateral
Kaset dan film diletakkan paralel terhadap bidang sagital utama tengkorak
Gambar 4. Posisi lateral.4
c. CT-Scan, terdapat air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan
atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas
dan beratnya sinusitis.
6
Page 7
d. MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai
sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut.
e. Kultur
Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab,
maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus medius, meatus
superior, atau aspirasi sinus. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang
merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus,
streptococcus, staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga
ditemukan virus atau jamur.
Gejala klinis sinusitis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan
didaerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri
juga terasa ditempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri
diantara atau dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri didahi atau
seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di vertex,
oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada
nyeri alih ke gigi dan telinga.1,3
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit
didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan
kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis),
bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.1,3,5,6
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan
di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis
dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak
7
Page 8
mukopus atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip).
Gambar 5. Pus pada meatus medius.6 Gambar 6. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis.6
Working diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas pada
sinusitis maksilaris ialah adanya pus di meatus medius. Pada rinosinusitis akut, mukosa
edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus
medius.3 Dari hasil anamnesis dan semua pemeriksaan, pasien menderita rinosinusitis
maksilaris akut.
Klasifikasi :
Terdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling sederhana
adalah pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala. Rinosinusitis didefinisikan
akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila
durasi gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis
diklasifikasikan sebagai subakut apabila gejala berlangsung antara 4 minggu hingga 12
minggu, sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4 minggu
hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan rinosinusitis akut berulang
(recurrent) sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa
gejala menetap di antara episode, sementara JTFPP mendefinisikan rinosinusitis akut
berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik,
hampir semua pedoman sepakat bahwa rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis 8
Page 9
yang menetap selama 12 minggu atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala
rinosinusitis yang menetap selama 8 minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.7
Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology – Head
and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on
Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang dibagi atas
kategori gejala mayor dan minor untuk diagnosis rhinosinusitis.3
Tabel 1: Bagan Task force on Rhinosinusitis 19963
RINOSINUSITIS
Major Symptoms Minor Symptoms
Facial pain/pressure Headache
Facial congestion/fullness Fever (non acute)
Nasal obstruction/blockage Halitosis
Nasal discharge/purulence/discolored
posterior drainage
Fatique
Hyposmia/anosmia Dental pain
Purulence on nasal exam Cough
Fever (acute rhinosinusitis only) Ear pain/pressure/fullness
a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for diagnosis in
the absence of another symptom or sign.
b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history for diangosis
in the absence of another symptom or sign.
Riwayat yang konsisten dengan rinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 mayor dan 2
faktor minor pada pasien dengan gejala lbih dari 7 hari. Ketika adanya 1 faktor mayor atau 2
atau lebih faktor minor yang ada, ini menunjukkan kemungkinan di mana rinosinusitis perlu
di masukkan ke dalam diagnosa banding.
Differential diagnosis9
Page 10
Dokter perlu memahami keluhan pasien yang menggambarkan sinus mereka
bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan sinus. Banyak kondisi yang
mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit kepala yang harus dipertimbangkan. Sindrom
sakit kepala bisa termasuk tension headache, migrain, cluster headache atau arteritis
temporal. Pada keluhan sakit mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi dan
strabismus. Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan gangguan
temporomandibular juga harus dipertimbangkan. Sakit kepala mungkin disebabkan dari
kontak septum hidung dengan salah satu konka, disebut sakit kepala rhinologic (rhinologic
headache). Kontak tersebut bisa dikurangkan dengan pengobatan vasomotor atau rinitis
alergi, dapat memperbaiki sakit kepala pada beberapa pasien. Pasien yang mempunyai sinus
sejati mungkin memiliki rhinitis alergi atau oklusi sinus karena neoplasma. Neoplasma yang
sering adalah karsinoma epitel nasofaring yang biasanya berasal dari sel skuamosa. Kejadian
ini lebih banyak di negara Mediterania dan Timur Jauh. Faktor genetik dan lingkungan juga
mungkin memainkan peranan. DNA virus Epstein-Barr telah dideteksi pada tumor dan
kondisi premaligna, dan beberapa kelompok antigen limfosit manusia (HLA) juga telah
diidentifikasi.5
Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan rinosinusitis
maksilaris yaitu : 2,6
1. Rinosinusitis frontalis : nyeri didahi atau seluruh kepala
Komplikasi rinosinusitis frontalis di antaranya : kelainan intrakranial, dapat berupa
meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus
Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott bengkak(Pott’s
puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal menyebabkan dahi edema.
Hal ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan bedah drainase. Osteomelitis dan
abses subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada
anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada
pipi
2. Rinosinusitis etmoidalis akut : nyeri diantara atau dibelakang kedua bola mata
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Yang paling sering adalah sinusitis etmoid. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis 10
Page 11
dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita,
abses subperiosteal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat
melibatkan pembuluh darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis . Gejalanya
meliputi edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika
tidak diobati, dapat berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan. Perluasan pada
intrakranial termasuk terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau
sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan
demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus dicurigai
memiliki komplikasi intrakranial.
Etiologi dan faktor predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada
sindrom Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi
yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat
memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia. 1
Penyebab sinusitis dibagi menjadi:2,7
1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang menyebabkan
sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis
11
Page 12
alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi
sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang
membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan
epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis adalah
infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri penyebab adalah
Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans,
Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.
Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya
kerusakan pada gigi.
Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik. Dasar sinus
maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang
tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau
inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau
melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada
sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas
berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan
dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob. Seringkali juga
diperlukan irigasi sinus maksila.1
Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang
jarang ditemukan. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya pemakaian
antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang
merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus,
neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang
sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergillus dan Candida.1
Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti berikut:
Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran
kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih keabu-abu
pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk
12
Page 13
yang invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif akut
fulminan dan invasif kronik indolen. Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke
jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol,
pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain steroid yang
lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah
meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus,
jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum
warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering kali
berakhir dengan kematian. 1
Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan
imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa
menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat
gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-
gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan
bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni
jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di
dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering
mengenai sinus maksila. Gejala klinik menyerupai sinusitis kronik berupa rinore
purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum
nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor
dengan atau tanpa pus di dalam sinus.1
Epidemiologi
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak signifikan pada
kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka yang
produktivitas kerjanya menurun. Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di
Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat,
dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia
sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
13
Page 14
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin
atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,8
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel
epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu
lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandung zat-zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika
jumlahnya berlebihan. 1,5,7,8
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan
terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk
KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling
bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan
negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam
waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1,5,7,8
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga
faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu
dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.1
14
Page 15
Penatalaksanaan
Terapi sinusitis maksilaris umumnya terdiri dari :9,10
1. Istirahat
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya
beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan
kelembaban udara tetap.
2. Antibiotika
Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas yang relative murah dan aman.
Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh beberapa kepustakaan juga bervariasi
tergantung kondisi penderita. Pada kasus akut, antibiotika diberikan selama 5-7 hari
sedangkan pada kasus kronik diberikan selama 2 minggu hingga bebas gejala selama 7
hari. Antibiotika yang dapat diberikan antara lain:
a. Amoksisilin 3 kali 500 mg
b. Ampicillin 4 kali 500 mg
c. Eritromisin 4 kali 500 mg
d. Sulfametoksasol – TMP
e. Doksisiklin
3. Dekongestan lokal (tetes hidung) atau sistemik (oral) merupakan Alpha adrenergik agonis
menyebabkan vasokontriksi, sehingga memperlancar drainase sinus
a. Sol efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung
b. Sol.Oksimetasolin HCL 0,05%(semprot hidung untuk dewasa).
c. Oksimetasolin HCL 0,025%(semprot hidung untuk anak-anak)
d. Tablet pseudoefedrin 3 kali 60mg (dewasa)
4. Analgetika dan antipiretik: parasetamol
5. Antihistamin
Antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H1 sel
target. Bekerja dengan menghambat hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet dan
menghambat peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mencegah rinore dan sebagai
vasokontriksi sinusoid untuk mencegah hidung tersumbat. Antihistamin berguna untuk
mengurangi obstruksi KOM pada pasien alergi yang menderita sinusitis akut. Terapi
antihistamin ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien dengan
15
Page 16
sinusitis akut, karena dapat menimbulkan komplikasi melalui efeknya yang mengentalkan
dan mengumpulkan sekresi sinonasal.
6. Mukolitik
Secara teori, mukolitik seperti bromhexin atau ambroxol hidroklorida memiliki kelebihan
dalam mengurangi sekresi dan memperbaiki drainase. Namun tidak biasa digunakan
dalam praktek klinis untuk mengobati sinusitis akut.
7. Tindakan operatif
a. Pungsi dan Irigasi sinus maksilaris (antrum wash out)
Tujuan dilakukan Irigasi antrum adalah 1) sebagai tindakan diagnostik untuk
memastikan ada tidaknya sekret pada sinus maksilaris, 2) untuk mengeluarkan sekret
yang terkumpul didalam rongga sinus maksilaris, 3) memperbaiki aliran mukosiliar,
4) jika dalam waktu 10 hari, penderita tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan
dengan terapi konservatif, atau telah didapatkan adanya air fluid level dalam antrum,
5). untuk memperoleh material yang dapat digunakan untuk kultur dan tes sensitifitas.
Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
Komplikasi orbita dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan
mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang tersering
kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi
orbita ini :5
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan
b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi
orbita namun pus belum terbentuk
c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis
d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur
dengan isi orbita
16
Page 17
e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri
melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya terbentuk suatu
tromboflebitis septik.
Pencegahan
Terdapat beberapa pencegahan rhinosinusitis diantaranya:11
1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan menjaga kebiasaan
cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang menderita pilek atau flu .
2. Disarankan mendapatkan vaksinasi influenza tahunan untuk membantu mencegah flu
dan infeksi berikutnya dari saluran pernapasan bagian atas.
3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza), oseltamivir
(Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine (Symmetrel), jika diambil pada
awal gejala, dapat membantu mencegah infeksi .
4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti mengurangi durasi
gejala pilek.
5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan segar dan
sayuran berwarna gelap, dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh .
6. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:
a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan supaya sekresi
hidung tipis.
b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu menjaga saluran
hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen infeksius. Menghirup uap
dari semangkuk air mendidih atau mandian panas beruap juga dapat membantu.
c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan semprotan
dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga bagian sinus agar
terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray selama penerbangan.
7. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis harus
menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi seperti asap rokok
dan menyelam di kolam diklorinasi.
Prognosis
17
Page 18
Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya. Namun,
sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam kasus yang jarang
dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan
tanpa antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %. Pasien dengan sinusitis
akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat.
Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak
adanya respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali.
Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan
komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan
abses otak.1,6
Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-tanda
edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat mengurangkan
sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat
menghilangkan nidus infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus.1,6
Kesimpulan
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal.Yang paling sering ditemukan ialah
sinusitis maksila dan sinusitis etmoid. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau
kronis. Sinusitis akut dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang
atas (dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa demam dan rasa lesu. Pada hidung
dijumpai ingus kental. Dirasakan nyeri didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke
alveolus. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan.
Pada pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi
anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak
mukopus di nasofaring (post nasal drip). Terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-
14 hari. Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian.
Daftar pustaka
18
Page 19
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.150-4.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht.
Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.173-240
3. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to the diagnosis
and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005. Diunduh dari
informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 . 21 Maret 2015 .
4. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming otolaryngology
head and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby; 2006.p.201.
5. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy and
immunology. California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90.
6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview. 21 Maret 2015.
7. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician: a
synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-43
8. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc. 2012 ;33 Suppl
1:24-7
9. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM, Sachs APE. Systemic
corticosteroid monotherapy for clinically diagnosed acute rhinosinusitis: a randomized
controlled trial. CMAJ. 2012; 184: 751-7
10. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute and
chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):2
11. Rhinosinusitis, diunduh dari :
https://www.aaaai.org/conditions-and-treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-
sinusitis,-rhinosinusitis.aspx , 21 Maret 2015.
19