This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Uji disintegrasi dianggap penting karena merupakan salah satu komponen
dalam pengendalian kualitas fabrikasi tablet. Selain itu uji disintegrasi
memberikan jaminan teknologi misalnya pada reprodusibilitas suatu lot fabrikasi.
Namun demikian waktu hancur yang baik tidak menjamin efektivitas sediaan
obat. Oleh karena itu dilakukan uji disolusi yang diperkirakan lebih menjamin
efektivitas suatu sediaan obat.
Uji Disolusi
Penetapan kadar furosemid terlarut dilakukan secara fisikokimia dengan
mengukur sampel dari masing-masing waktu sampling pada spektrofotometri UV-
16
Vis pada panjang gelombang maksimum. Profil disolusi kesepuluh macam produk
tablet furosemid dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Profil Laju Disolusi Sepuluh Produk Furosemide 40 mg/tablet pada Media,
Dapar Fosfat pH 5,8 pada Suhu 37 ± 0,5 °C
Dari pada gambar terlihat adanya profil yang bervariasi. Berarti pula
adanya variasi bioavailabilitas dari produk-produk obat tersebut. Perbedaan dalam
biolavailabilitas antara produk-produk obat dari zat terapetik sama bias jadi
karena perbedaan bahan formulasi yang digunakan, metode dari produk pabrik
pembuat yang digunakan, kerasnya prosedur control kualitas dalam proses
pembuatan, dan bahkan metode penanganan, pengemasan, dan penyimpanan.
Perkembangan ilmu teknologi modern membuktikan, bahwa formulasi obat yang
sudah baik dalam suatu pabrik bias sama sekali berubah bila dibuat di pabrik lain
dengan penggunaan alat-alat yang berbeda.
Variabel-variabel yang dapat membantu ke perbedaan antar produk adalah
banyak. Misalnya dalam pembuatan tablet, bahan atau jumlah bahan yang berbeda
dari komponen formulasi seperti pengisi, zat pendisintegrasi, pengikat, pelumas,
zat warna, pemberi rasa, dan penyalutan yang mungkin digunakan. Ukuran
partikel dan bentuk kristal dari suatu komponen farmasi atau terapetik bisa
bervariasi antarformulasi. Tablet bisa bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan
kekerasan tergantung punch dan die yang dipilih untuk digunakan oleh pembuat
tersebut dan tekanan kompresi yang digunakan dalam proses tersebut. Selama
17
pengemasan, pengapalan, dan penyimpanan, integritas dari tablet tersebut bisa
diubah oleh tumbukan fisik yang kuat atau perubahan dalam kondisi kelembapan,
temperatur, atau melalui interaksi dengan komponen-komponen wadah. Masing-
masing faktor yang dicatat bisa mempunyai pengaruh terhadap laju disintegrasi
(penghancuran) tablet, disolusi obat, dan akibatnya terhadap laju dan besarnya
absorpsi obat.
Untuk mengukur keefektifan absorpsi dari furosemida dapat dilakukan
dengan mengukur parameter efisiensi disolusi yang meliputi efisiensi disolusi
pada menit ke 15 (ED15), efisiensi disolusi pada menit ke 45 (ED45) dan efisiensi
disolusi pada menit ke 60 (ED60) yang dilakukan dengan mengukur luas daerah
dibawah kurva (AUC) pada masing-masing waktu diatas.
Dari data analisis statistik menggunakan ANOVA pada taraf kepercayaan
0,05 menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang bermakna pada masing-masing
nilai Efisiensi Disolusi (ED) yang meliputi ED15, ED45 dan ED60. Dari data
yang terkumpul diperoleh hasil dimana Efisiensi Disolusi (ED) yang paling baik
adalah pada ED60.
Penentuan laju disolusi furosemide berdasarkan parameter persen terlarut
pada 60 menit memberikan hasil seperti tertera pada tabel 3 berikut.
Tabel 2
Hasil Penentuan Laju Disolusi Furosemide Pada 60 Menit
Sesuai Persyaratan Fi Edisi Iv.
Produk Hasil (%) Syarat (%) Kesimpulan
A 94,380 80 +
B 91,832 80 +
C 56,381 80 -
D 99,014 80 +
E 97,899 80 +
F 99,872 80 +
G 100,668 80 +
H 79,195 80 -
I 97,149 80 +
18
J 76,292 80 -
Keterangan : + memenuhi syarat
- Tidak memenuhi syarat
Dari tabel tersebut dapat dilihat hasil yang bervariasi, dimana tujuh produk
memenuhi persyaratan termasuk di dalamnya produk generik dan tiga produk
lainnya yang semuanya merupakan produk paten tidak memenuhi persyaratan
Farmakope. Di dalam FI edisi IV dijelaskan persyaratan disolusi untuk tablet
furosemide adalah tidak kurang dari 80 % dari yang tertera pada etiket (Anonim,
1995). Berdasarkan hasil uji disintegrasi dan uji disolusi, dapat diketahui bahwa
waktu hancur (disintegrasi) yang singkat tidak menjamin laju pelarutan (disolusi)
zat aktif yang efektif. Hal ini dapat dilihat dari ketiga produk (C, H dan J) yang
memiliki waktu hancur rata-rata yang tergolong cepat yaitu masing-masing 5,03
menit, 0,30 menit dan 0,56 menit (instantaneous), namun tidak memenuhi
persyaratan farmakope dalam hasil laju disolusi. Seperti penjelasan sebelumnya
bahwa waktu hancur yang baik tidak menjamin efektivitas sediaan obat. Uji
disintegrasi hanya memberikan pengukuran yang tepat pada pembentukan
fragmen, granul, atau agregat dari bentuk sediaan padat, sedangkan proses
pelarutan berhubungan dengan luas permukaan efektif obat (ukuran partikel) yang
mana semakin besar luas permukaan efektif / semakin kecil ukuran partikel obat
maka makin cepat laju pelarutannya. Penilaian klinik penting dalam mengevaluasi
hasil dari studi bioekivalensi. Perbedaan kecil antarproduk, sekalipun bermakna
secara statistik, dapat menghasilkan perbedaan yang kecil dalam respon terapetik.
Namun demikian bukan berarti dapat diabaikan karena banyak pula kasus bahwa
variasi dalam bioavailabilitas dari produk-produk obat telah menghasilkan
kegagalan terapi pada pasien yang makan dua produk obat yang tidak ekivalensi
dalam waktu terapinya. Dari pengukuran kualitas farmasetika suatu sediaan yang
mengandung bahan aktif dan dosis yang sama serta rute pemberian yang sama
tidak menjamin memberikan ketersediaan farmasetika yang sama. Hal ini
disebabkan oleh modifikasi-modifikasi formulasi yang dalakukan oleh masing-
19
masing pabrik. Modifikasi-modifikasi formulasi yang biasanya banyak
dikembangkan diantaranya : (1) modifikasi karakteristik sifat fisikokimia zat aktif,
misalnya dengan pengomplekan, dispersi padat, penggaraman dan lain sebagainya
; (2) modifikasi dan pemilihan bahan tambahan, misalnya bahan pengisi, bahan
penghancur, bahan pelincir dan lain sebagainya ; (3) kombinasi modifikasi
karakteristik sifat fisikokimia zat aktif serta modifikasi dan pemilihan bahan
tambahan ; dan (4) cara prosesing, misalnya metode
pembuatan, teknologi dan fasilitas peralatan yang dimiliki.
Sifat media pelarutan juga mempengaruhi uji pelarutan. Kelarutan maupun
jumlah obat dalam bentuk sediaan juga merupakan hal yang harus
dipertimbangkan . Media pelarutan (uji disolusi) hendaknya tidak jenuh dengan
obat. Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan
menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan
mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka
gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan
pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta
pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.
Jadi dari penelitian pengukuran kualitas farmasetika tentang laju disolusi
dan desintegrasi tablet furosemida yang beredar di pasaran yang diproduksi oleh
berbagai industri farmasi terbukti bahwa masing-masing produk mempunyai
karakteristik desintegrasi dan disolusi yang berbeda. Ditemukan ada beberapa
produk tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan pada Farmakope
Indonesia. Seiring dengan semakin meningkatnya produksi obat dan semakin
maraknya persaingan pada industri farmasi, kemampuan untuk memproduksi obat
yang dengan kualitas yang lebih baik merupakan pilihan yang utama.
Kesimpulan
1. Diperoleh profil disolusi yang bervariasi dari 10 macam produk tablet
furosemida yang diuji. Hal ini memberikan fakta yang kuat bahwa metode
pabrikasi dan formulasi dengan nyata mempengaruhi kelarutan obat tersebut.
20
2. Produk obat furosemida generik memenuhi persyaratan Q60 sesuai dengan
ketentuan Farmakope Indonesia yaitu tidak kurang dari 80% dari jumlah yang
tertera pada etiket.
3. Terdapat tiga produk obat furosemida paten yang tidak memenuhi persyaratan
Q60.
Saran
Melakukan uji bioekivalensi produk menggunalan data darah atau data u
Kasus 2
Uji Ketersediaan Hayati Tablet Parasetamol dan Tablet Teofilin pada Kelinci.
Dilakukan untuk menguji obat murah yang akan dipasarkan untuk masyarakat kurang mampu. Pengujian ini dilakukan pada tablet parasetamol 500 mg sebagai obat penurun panas (antipiretik) dan tablet teofilin 130 mg untuk obat antiasma. kedua obat tersebut diperbandingkan dengan obat parasetamol 500 mg dan teofilin 150 mg yang telah memiliki nama dagang.
Penelitian ini dilakukan terhadap 10 ekor kelinci yang masing-masing dibagi menjadi 2 kelompok dan proses pengambilan darah dilakukan melalui vena lateral telinga kelinci tersebut.
(diambil darah pada waktu tertentu) (wash out selama 1 minggu)
21
Kelinci @ 5 ekor
Parasetamol 500 mg
Teofilin 130 mg
Parasetamol pembanding 500 mg
Teofilin pembanding 150 mg
(diambil darah pada waktu tertentu)
diuji menggunakan KCKT
Dari hasil yang didapat diperoleh data :
22
Hasil AUC, tmaks, Cmaks
Analisis menggunakan uji t berpasangan, α = 95%
23
Dari hasil yang didapat, disimpulkan bahwa ketersediaan hayati obat murah tablet penurun panas ( Parasetamol 500 mg ) dan tablet asma ( Teofilin 130 mg) yang diukur berdasarkan parameter farmakokinetik tmaks dan Cmaks dan AUC berbeda tetapi tidak bermakna dibandingkan dengan tablet pembandingnya yang sudah memiliki nama dagang ( α = 95% ).
Kasus 3
Judul :Pengaruh pemberian syrup curcuma plus ® terhadap farmakokinetik rifampisin pada tikus
Djoko Wahyono *), Arief Rahman Hakim dan Purwantiningsih Bagian