Top Banner

of 31

Makalah Anestesi Edit

Jul 19, 2015

Download

Documents

Silvia Aulia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I PENDAHULUAN

I.1 ILUSTRASI SINGKAT I.I.I. Identitas pasien Nomor RM Nama Usia Jenis kelamin I.1.2. Anamnesis Keluhan utama : pasien datang dengan keluhan sakit kepala tiba-tiba dan muntah-muntah sehabis pulang kerja kemudian tidak sadar dan tangan kanan terasa lemas Tindakan operasi RPS : Kraniotomi pro up shunt : alergi (-), asma (-), hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), riwayat operasi (-) RPK : alergi (-), asma (-), hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), riwayat operasi (-) I.I.3. Intra operasi Diagnosa pra bedah Jenis operasi Catatan : Cerebrovascular Disease Stroke Hemorrhagic : Kraniotomi : Sulit intubasi1

: 1114439 : Tn. Arsani Asman : 66 tahun : Laki-laki

I.2. Teori Singkat Definisi Stroke Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.1 Klasifikasi Stroke diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Berdasarkan kelainan patologis : a. Stroke hemoragik 1) Perdarahan intra serebral 2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid) b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) 1) Stroke akibat trombosis serebri 2) Emboli serebri 3) Hipoperfusi sistemik 2. Berdasarkan waktu terjadinya 1) Transient Ischemic Attack (TIA) 2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) 3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke 4) Completed stroke 3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler 1) Sistem karotis a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia2

c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

2) Sistem vertebrobasiler a. Motorik : hemiparese alternans, disartria b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

1. Stroke Hemoragik Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.2 Etiologi dari Stroke Hemoragik : 1) Perdarahan intraserebral Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.3 Gejala klinis : Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.

2) Perdarahan subarakhnoid

3

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.3 Gejala klinis : Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1 menit. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai rbeberapa jam. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

2. Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan) Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena. Faktor Risiko Stroke Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.

4

I.2.2. General Anestesi (Anestesi Umum) Anestesi umum (general anesthesia) disebut pula dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah suatu tindakan anestesi yang dilakukan dengan menghilangkan rasa nyeri secara sentral disertai oleh hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible(1). Tindakan anestesi umum menggunakan obat-obatan sistemik, oleh karena itu dibutuhkan kehati-hatian dalam melakukkannya. Terdapat beberapa keuntungan dan kerugian dari penggunaan teknik anestesi umum, antara lain :

5

Keuntungan menggunakan anestesi umum: Membuat pasien lebih tenang

Untuk operasi yang lama (Allows complete stillness for prolonged periods of time) Fasilitas kontrol ABC (airway, breathing, and circulation) komplit Dilakukkan pada kasus-kasus yang memiliki alergi terhadap agen anesthesia lokal Dapat dilakukkan tanpa memindahkan pasien dari posisi supine (terlentang) Dapat dilakukkan prosedur penanganan (pertolongan) dengan cepat dan mudah pada waktu-waktu yang tidak terprediksi

Kerugian menggunakan general anesthesia, antara lain : Membutuhkan pemantauan ekstra selama anestesi berlangsung Membutuhkan mesin-mesin yang lengkap Requires some degree of preoperative patient preparation Usually associated with some degree of physiological trespass Dapat menimbulkan komplikasi yang berat, seperti : kematian,

infark myokard, dan stroke Dapat menimbulkan komplikasi ringan seperti : mual, muntah, sakit tenggorokkan, sakit kepala. Resiko terjadinya komplikasi pada pasien dengan general anestesi adalah kecil, bergantung beratnya kormobit penyakit pasiennya. Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu : 1. Hipnosis (tidur) 2. Analgesia (bebas dari nyeri)3. Relaksasi otot 6

Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat. Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran). Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant). Sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, sebaiknya dilakukkan persiapan pra-bedah terlebih dahulu. Hal ini penting karena persiapan pra-bedah yang kurang memadai merupakkan faktor terjadinya kecelakaan dalam anestesi. Sebelum pasien di bedah, sebaiknya dilakukkan kunjungan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan praanestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi, dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Metode anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat I. Parenteral Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muskular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi anestesia. Obat yang umum dipakai adalah tiopental, propofol. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.

II.

Perektal Anestesia umum yang diberikan melalui rektal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi anestesia atau tindakan singkat.

III.

Perinhalasi, melalui pernafasan

7

Anestesia inhalasi ialah anestesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui udara pernafasan. Zat anestetika yang dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestesi tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya anestesia, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anestesia yang adekuat. Anestesia inhalasi masuk dengan inhalasi/inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan otak. Faktor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi, dan sifat-sifat fisik zat anestetika mempengaruhi kekuatan maupun kecepatan anestesia.

Stadium anestesia menurut Guedel St. 1 :analgesia sampai hilang kesadaran St II : sampai pernafasan teratur, otomatis St.III : P1 : sampai hilang gerakan bola mata P2 : sampai awal parese otot pernafasan P3 : sampai lumpuh otot pernafasan P4 : sampai lumpuh diafragma St. IV : henti nafas sampai, henti jantung

8

Obat obat anestesi yang digunakan dalam kasus ini : Premedikasi1. Fentanyl

: 50 mcg

2. Sulfas Atrophine : 0,25 mg

Induksi Propofol : 80 mg Relaxan Reculax : 20 mg Medikasi : 1. Ondansetron : 4 mg 2. Fentanyl 3. Reculax4. Ketorolac

: 25 mcg : 10 mg : 30 mg

* Lampiran : keterangan lengkap obat I.2.3. Jalan Nafas Atas pada Anestesi Umum Syarat utama yang harus diperhatikan pada anestesia umum, adalah menjaga agar jalan nafas selalu bebas dan nafas berjalan lancar dan teratur. Salah satu cara adalah dengan memasang pipa khusus atau pipa endotrakea kedalam trakea. Cara pemasangan pipa ini memerlukan ketrampilan tersendiri. Kadang kadang anestesia umum dilakukan tanpa9

pemasangan pipa endotrakea terutama di daerah daerah dimana tenaga anestesia terlatih belum tersedia. Pipa trakea (Endotracheal tube) Pipa trakea (Endotracheal tube) mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah 5 tahun hampir bulat, tanpa kaf (cuff) dan untuk anak besar dan dewasa engan kaf, supaya tidak bocor. Penggunaan kaf apada bayi dan anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan selain itu jika kita ingin menggunakan pipa trakea dengan kaf pada bayi harus menggunakan ukuran pipa trakea yang diameternya lebih kecil dan ini membuat resiko tahanan napas lebih besar. Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube). Banyak sekali tipe pipa trakea baik untuk oral atau pun nasal intubasi. Pipa harus lentur atau agak kaku. Biasanya terbuat dari plastik yang lentur atau silikon, dan dilalui suatu cincin metalik untuk menjaga kekakuan. Pipa orang dewasa memiliki kaf (cuff) yang dapat dikembungkan untuk menutup jalan nafas bawah dari kebocoran dan aspirasi. Kaf nya harus diatur sedemikian rupa agara tidak terjadi overinflasi, yang dapat menyebabkan ruptur trakea.

Gambar 4 : pipa endotrakea Usia Diameter Skala French10

jarak sampai bibir

(mm) Prematur neonatus 1-6 bulan - 1 tahun 1 4 tahun 4 6 tahun 6 8 tahun 8 10 tahun 10 12 tahun 12 14 tahun dewasa wanita dewasa pria 2.0 2.5 2.5 3.5 3.0 4.0 3.5 3.5 4.0 5.0 4.5 5.5 5.0 5.5 5.5 6.0 6.0 6.5 6.5 7.0 6.5 8.5 7.5 10.0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 28 30

( cm ) 10 11 11 12 13 14 15 16 16 17 17 18 18 22 20 24

32 34

20 24

Tabel 2 : pipa trakea dan peruntukannya Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil : Diameter dalam pipa trakea (mm) Panjang pipa orotrakea (cm) Panjang pipa nasotrakea (cm) = 4.0 + umur (thn) = 12 + umur (thn) = 12 + umur (thn)

I.2.4. Intubasi Trakea Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea untuk menjaga patensi jalan nafas pada pasien tidak sadar atau pasien yang tida mampu untuk bernafas dengan usaha nya sendiri. Oksigen, obat-obat anestesi dan gas-gas lainnya dapat dikirimkan melalui pipa ini.

11

Intubasi trakea dapat merupakan tindakan pertolongan darurat (penyelamatan hidup) karena itu harus dapat dialakukan oleh semua dokter. Memasukkan pipa ke dalam trakea sudah menjadi hal yang rutin dilakukan pada general anestesi. Intubasi bukan merupakan prosedur yang tidak ada resikonya, walaupun, tidak semua pasien dengan general anestesi memerlukan intubasi, tetapi hal ini dilakukan untuk menjaga patensi jalan nafas dan untuk akses jalan nafas. Secara umum, intubasi diindikasikan untuk pasien dengan resiko aspirasi dan untuk pasien dengan prosedur bedah yang melibatkan rongga tubuh, kepala dan leher. Ventilasi dengan face mask atau dengan laryneal mask airways (LMA) biasanya dipakai untuk prosedur bedah minor. Indikasi intubasi trakea Indikasi intubasi trakea sangat bervariasi dan pada umumnya digolongkan sebagai berikut: 1. Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun. kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan nafas, obstruksi laring akut, dan lain-lain. 2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenisasi. Misalnya, saat resusitasi, saat anestesi umum, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang. 3. Mencegah kemungkinan aspirasi dan regurgitasi isi lambung (pada keadaan-keadaan tidak sadar, lambung penuh, tidak ada refleks batuk).

Kondisi kondisi medis yang mengindikasikan intubasi trakea

Pasien koma atau intoksikasi, dimana tidak dapat menjaga patensi jalan nafasnya.

Pada pasien seperti ini, otot-otot laringnya kehilangan tonusnya sehingga terjadi obstruksi jalan nafas atas atau terjadi kolaps, akbatnya udara tidak dapat masuk ke paru-paru dengan mudah. Selain itu , refleks protektif jalan nafas berupa batuk untuk mencegah terjadinya aspirasi dari sekret dan benda asing lainnya pun dapat hilang.12

General anesthesia, pada pasien yang teranestesi, dapat terjadi penurunan

kemampuan bernafas spontan atau bahkan menghilang dikarenakan efek dari obat-obat anestesi, opiod, atau pelumpuh otot. Intubasi trakea dibutuhkan untuk membantu ventilasi mekanis, walaupun terdapat alternative lain seperti penggunaan face mask airway atau laryngeal mask airways

Manipulasi diagnostik dari jalan nafas, seperti bronkoskopi. Prosedur operasi endoskopi pada jalan nafas, seperti terapi laser bronkus. Pasien yang membutuhkan dukungan pernafasan, seperti resusitasi jantung-paru.

Jenis Intubasi Terdapat 2 jenis intubasi trakea yaitu : Orotracheal intubation Dibantu dengan laringoskop dan pipa endotrakea masuk melalui mulut, laring dan pita suara ke dalam trakea.-

Nsotracheal intubation Pipa melalui hidung, laring, dan pita suara ke dalam trakea.

Gambar 5: oropharyngeal dan nasopharyngeal airway

13

Alat alat yang digunakan :1. Laringoskop : adalah alat untuk melihat laring dan untuk memfasilitasi intubasi trakea.

Terdiri dari bagian pegangan atau batang (handle) dan bilah (blade). Ada 3 4 ukuran bilah, ukuranbayi, anak, dewasa normal dan yang besar. Handle biasanya berisikan baterai untuk cahaya bola lampu pada ujung blade atau untuk menyalakan fiberoptik bundle yang terletak pada ujung blade. Jenis jenis laringoskop : a. Tipe Magill (bilah lurus), sering digunakan oleh ahli THT pada waktu laringoskopi, trakeoskopi, bronkoskopi. Jarang dipakai untuk intubasi karena traumatis. b. Tipe Macintos (bilah bengkok), paling sering dipakai untuk tindakan intubasi karena kurang traumatis dan lapangan pandangan luas serta kemungkinan timbul refleks vagal berkurang. c. Laringoskop serat optik digunakan untuk kasus intubasi yang sulit dilakukan dengan laringoskop biasa.

14

Gambar 7 : jenis jenis laringoskop

Sebelum digunakan, laringoskop hendaknya di cek terlebih dahulu dan dipastikan bahwa lampu menyala dengan baik dan fokus. 2. Pipa endotrakea harus dipastikan benar bahwa cuff pipa tidak bocor, dengan cara menggembungkan cuff dengan menggunakan syringe 10 mL. 3. Stilet Jika akan menggunakan stilet, stilet hatus dimasukkan ke dalam pipa, lalu dibengkokan menyerupai stik hockey. 4. Stetoskop15

Dipersiapkan untuk mengecek apakah pipa masuk ke trakea pada tempat yang benar dan tidak condong ke salah satu bronkus. Dengan cara mendengar apakah suara nafas di kedua lapang paru sama atau tidak. 5. Plester Dipersiapkan untuk memfiksasi. 6. Conector konektor harus dipastikan benar terpasang. Tiga hal yang harus diperhatikan untuk dapat membantu memudahkan atau mengurangi trauma pada waktu intubasi trakea adalah : 1. Penderita tidak sadar / tidur (pada penderita sadar teknis lebih sulit) 2. Posisi kepala (kepala sedikit ekstensi dengan bantal tipis dibawah kepala) 3. Relaksasi otot yang baik Selain itu persiapan untuk induksi dan intubasi meliputi preoksigenasi. Cara Intubasi ( pada waktu induksi anestesi ) 1. Pastikan bahwa alat yang diperlukan sudah lengkap dan baik untuk digunakan. 2. Bila perlu sediakan oksigen dan diperiksa bahwa tabung oksigen masih berisi dan dapat dipakai (manometer, flowmeter dan pipa oksigen). 3. Setelah pasien tidur (biasanya dengan pemberian obat induksi intravena, propofol 2-3 mg/Kg BB) berikan obat pelemas otot ( misal : trakrium) intravena. Akan nampak fasikulasi pada otot kerangka tubuh yang kadang hebat.4. Bila fasikulasi sudah mulai berkurang,berikan ventilasi buatan dengan oksigen. 5. Batang laringoskop dipegang dengan tangan kiri dan tangan yang lain mendorong kepala

sehingga sedikit ekstensi, dan mulut pasien akan dengan sendirinya membuka. Bila mulut tidak juga membuka, maka setelah melakukan ekstensi kepala, mulut dibuka dengan jari16

tangan ( jempol, telunjuk dan atau jari tengah). Salah satu tangn tetap memegang laringoskop.

Gambar 8: posisi untuk melakukan intubasi3

6. Setelah lampu laringoskop kita nyalakan, masukan bilah ke dalam mulut berawal dari sudut

mulut sebelah kanan.7. Bilah dimasukkan sedikit demi sedikit sedemikian rupa, sehingga menyelusuri sebelah

kanan lidah, sambil menggeser lidah ke kiri. Hendaknya jangan meletakkan bilah dipertengahan lidah, karena akan mengganggu pandangan.8. Sambil memasukkan bilah ke dalam carilah epiglotis. Bila bilah bengkok, tempatkan ujung

bilah di valekula. Bila dengan bilah lurus epiglotis diangkat. 9. Dengan sedikit mengangkat laringoskop (arah gerakan sama dengan sumbu batang laringoskop) maka akan tampak rima glotika (jaringan dicongkel). Bila perlu orang lain menekan trakea dari luar untuk melihat rima glotis.17

10. Bila nampak rima glotis,maka akan nampak pita suara berwarna putih tidak bergerak karena henti nafas dan sekitarnya berwarna merah. 11. Bila perlu berikan obat analgetik lokal dengan semprotan (lidokain 10%) pada laring dan trakea. 12. Pipa endotrakea dimasukkan melalui rima glotis 13. Pipa endotrakea dihubungkan dengan alat anestesia atau alat resusitasi dan pernafasan tetap dikendalikan sampai kembali spontan dan adekuat. Hal hal yang harus diperhatikan setelah pipa endotrakea masuk : 1. Rongga dada kiri dan kanan harus sama-sama mengembang serta bunyi udara inspirasi paru kanan dan kiri harus terdengar sama keras dengan memakai stetoskop. Bila pipa masuk terlalu dalam sering masuk ke bronkus kanan sehingga bunyi nafas hanya terdengar pada salah satu paru. Pipa harus ditarik kembali sedikit. Periksa kembali dengan stetoskop.

Gambar 9 : tempat auskultasi dari suara nafas setelah intubasi

2. Balon cuff diisi sampai tidak ada tanda-tanda bocor (kebocoran dapat diketahui dengan

mendengar bunyi di mulut pada saat paru di inflasi/ditutup). 3. Pasang alat pencegah tergigitnya pipa. 4. Lakukan fiksasi dengan plester atau dengan tali pengikat agar pipa tidak bergerak (malposisi).18

Komplikasi laringoskopi dan intubasi

Tabel 2 : komplikasi intubasi

BAB II PEMBAHASAN

II.1 ILUSTRASI SINGKAT II.I.1. Identitas pasien

19

Nomor RM Nama Usia Jenis kelamin Agama

: 1114439 : Tn. Arsani Asman : 66 tahun : Laki-laki : Islam

II.I.2. Hasil laboratorium Pemeriksaan Hb (gr/dL) Ht (%) Leukosit (ribu/uL) Trombosit (ribu/uL) Eritrosit (juta/uL) VER HER KHER RDW SGOT (U/l) SGPT (U/l) Ureum darah (mg/dL) Creatinin (mg/dL) GDS (mg/dL) Natrium (mmol/l) Kalium (mmol/l) Klorida 177 5,29 86,1 26,8 31,1 13,5 14 10 39 0.9 123 139 4,56 11320

Hasil 14,2 46 % 9,1

Nilai normal 13,2 17,3 33 45 5 10.000

150 - 450.000 4,4 5,9 80 100 26 34 32 36 11,5 14,5 0 34 0 40 20 40 0,6 1,4 70 140 135 147 3,1 5,1 95 108

(mmol/l) APTT PT pH pCO2 pO2 BP HCO3 O2 saturasi BE Total CO2

32,6 13,7 7,444 34,5 114,4 793 23,1 98,4 -0,3 24,2

27,4-39,9 11,3-14,7 7,37-7,44 35-45 83-108 (-) 21-28 95-99 -2,5-2,5 19-24

II.II. Status Anestesi II.II.I. Preoperasi Keluhan utama : pasien datang dengan keluhan sakit kepala tiba-tiba dan muntah-muntah sehabis pulang kerja kemudian tidak sadar dan tangan kanan terasa lemas Tindakan operasi RPS : Kraniotomi pro up shunt : alergi (-), asma (-), hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), riwayat operasi (-) RPK : alergi (-), asma (-), hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), riwayat operasi (-) Riwayat obat-obatan Riwayat operasi Riwayat kebiasaan Puasa II.II.II. Pemeriksaan fisik Status umum21

: : : merokok (-), alkohol (-) : 8 jam

Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan BB TB Status generalis Mata Jantung Paru Abdomen Ekstremitas

: sakit sedang : Compos mentis : 183/98 mmHg : 51 kali/ menit : Spontan : 50 kg : 170 cm

: Pupil isokhor CA(-) , SI (-) : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-) : Sonor, Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/: BU (+) normal : Akral hangat, edema (-), clubbing fingers (-), sianosis (-), capillary refill < 2 detik, parese ekstremitas atas (+/-)

Neurologis

: Refleks fisiologis (+), reflex patologis (-), TRM (-), Motorik 4/5 4/5

II.II.III. Intra operasi Diagnosa pra bedah Jenis operasi Jenis anestesi Anestesi dengan : CVD Stroke hemoragic : kraniotomi pro up shunt : General anestesi : Propofol 80 mg22

Relaksasi dengan Teknik anestesi

: Roculax 20 mg : Induksi IV ETT NK 7,5

Maintenance Respirasi Posisi Infuse Premedikasi

: O2/Air: 2/2 mL/menit : ventilator: TV:450 RR:12 : Terlentang : Taki 20G dan Kaki 18G : Fentanyl 50 mcg SA 0,25 mg

Medikasi :

Ondansetron : 4 mg Fentanyl Reculax Ketorolac : 25 mcg : 10 mg : 30 mg

Cairan masuk

: Ringer laktat 2000 ml

Hitung cairan yang dibutuhkan : BB Puasa Jenis operasi Maintenance (M) : 50 kg : 8 jam :Berat (8) : 4 x 10: 40 2 x 10: 20 1 x 30: 30 + 90 ml / jam Operasi (O)23

: J.O x BB

: 8 x 50: 400 ml

Puasa (P) Pemberian jam I Pemberian jam II Pemberian jam III Pemberian jam IV kurang lebih 1520 mL. II.II.IV. Post operasi ICU Nadi II.III. Masalah

: Puasa x M

: 8 x 90: 720 ml : 850 ml : 670 ml : 670 ml : 490 ml

: M + O + P : 90 + 400 + 360 : M + O + P : 90 + 400 + 180 : M + O + P : 90 + 400 + 180 :M+O : 90 + 400

Operasi berlangsung selama 120 menit ( 2 jam ), cairan yang dibutuhkan

:pukul 24.00 score Aldrette 5 dengan tekanan darah 130/90 mmHg : 60 kali/menit, regular

Pada pukul 22.20 Hr 48x/menit kemudian diberi SA 2,5 mg Pada pukul 23.00 tekanan darah Pasien tinggi 213/123 mmhg dengan HR 72x/menit kemudian diberikan fentanyl 25 mcg dan roculax 10 mg. Pada pukul 23.30 tekanan darah 230/114 diberikan roculax 10 mg

II.IV. Analisis Masalah 1.a.

Analisis Pemberian Obat-Obatan Premedikasi : Fentanyl 50 mcg dan Sulfas atropin 0,25 mg pada jam 21.00 WIB

-

Fentanyl Fentanyl merupakan obat narkotik sintetik yang mempunyai potensi 1000 kali lebih kuat dari petidin lebih kuat 50-100 kali dari morfin. Pada premedikasi digunakan sebagai anelgetik kuat. Fentanyl bersifat depresan terhadap susunan saraf pusat dan pusat nafas. Sistem kardiovaskular tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun24

tonus pembuluh darah. Fentanil juga mampu menekan respons hormon katabolik. Dosis yang digunakan sesuai yaitu: 1 mcg/kgBB= 50 mcg/kgBB. Sulfas atropin

Sulfas atropin termasuk golongan antikholinergik, menekan/menghambat aktivitas antikholinergik atau parasimpatis. Tujuan utama pemberian obat golongan antikholinergik untuk premedikasi adalah:

Mengurangi sekresi kelenjar saliva, saluran cerna, dan saluran nafas Mencegah spasme laring dan bronkus Mencegah bradikardi Mengurangi motilitas usus Melawan efek depresi narkotik terhadap pusat nafas

Dalam kasus ini, pasien dapat diberikan sulfas atropin yang menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut serta menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko timbulnya refleks vagal. Denyut jantung meningkat, namun tidak berpengaruh langsung pada tekanan darah sehingga tidak memperparah riwayat hipertensi pasien. Dosis yang diberikan tepat, yaitu 0,005 mg/kgBB=0,25 mg. Efek Premedikasi: 21.00 TD 189/99 mmHg N 52x/menit Saturasi O2 98%b.

21.05 190/90 93 96

21.10 135/83 50 99

21.15 135/83 50 99

Induksi : Propofol 100 mg dan Roculax 20 mg pada jam 21.05 WIB

Propofol diberikan sebagai obat induksi hipnotik murni yang merupakan bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak kedelai dan25

postasida telur yang dimurnikan. Obat setelah diberikan akan didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh dengan masa kerja cepat, setelah 4-5 menit pasien akan bangun. Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak Efek Samping Bradikardi. Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar. Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan

Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan gangguan jalan napas, ginjal, liver, syok hipovolemik. Dosis yang diberikan sesuai, yaitu 2mg/kgBB=100 mg.

26

Atrakurium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi, lama kerja untuk medikasi 15-35 menit. Penggunaannya pada penyakit hati atau ginjal tidak memerlukan perhatian khusus karena eliminasinya tidak di hati maupun ginjal. Tidak mempengaruhi sistem kardiovaskular, sehingga pilihan untuk pasien yang menderita kelainan fungsi kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner dan hipertensi. Dosis relaksasi otot pada pembedahan 0,5-0,6 mg/kgBB.

c.

Medikasi: Roculax 10 mg pada jam 22.00 WIB pada mulanya TD 121/73 mmH;

Nadi 48x/menit menjadi 134/81 mmHg dan 54x/menit.d.

Sulfas Atropin 0,25 mg pada jam 22.20 WIB pada mulanya TD95/62 mmHg Nadi

48x/menit menjadi 92/61 mmhg Nadi 55x/menit pada pukul 22.25 WIB dan 88/60 mmHg Nadi 66x/menit pada pukul 22.30 WIB. e. , Roculax 10 mg dan Fentanyl 25 mcg pada jam 22.50 WIB

Efek: pada mulanya TD 165/98 mmHg Nadi 54x/menit menjadi 130/86 mmHg Nadi 61x/menit pada pukul 22.55 WIB Pukul 23.00 WIB TD 213/123 mmHg Nadi 72x/menit diberikan isofluran 2 mL/menit, fentanyl 25 mcg dan roculax 10 mg menjadi TD 154/98 mmHg Nadi 60x/menit pada pukul 13.05 WIB. Rokuronium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi dengan efek sedang, lama kerja untuk medikasi 15-35 menit. Penggunaannya pada penyakit hati atau ginjal tidak memerlukan perhatian khusus karena eliminasinya tidak di hati maupun ginjal. Tidak mempengaruhi sistem kardiovaskular, sehingga pilihan untuk pasien yang menderita kelainan fungsi kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner dan hipertensi. Dosis relaksasi otot pada pembedahan 0,6-1,0 mg/kgBB.

Ondansetron 4 mg27

Ketorolac 30 mg

TD 230/114 mmHg pada pukul 00.20 diberikan roculax 188/89 mmHg 00.25 WIB 2.

Penggolongan ASA

ASA 3: Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak terkontrol.

E: tindakan emergency.

Alasan pada kasus: Peningkatan TIK, Hipertensi grade II, tekanan darah terkontrol 185/100 mmHg dan Hemiparese. 1. Alkalosis Respiratorik

Alkalosis respiratorik ditandai dengan CO2 yang rendah atau hipokapnia akibat hiperventilasi. Penurunan CO2 menyebabkan rasio HCO3/H2CO3 meningkat sehingga nilai pH naik. Alkalosis respiratorik disebabkan oleh: Penyakit atau gangguan SSP, seperti ensefalopati metabolik, infeksi pada otak, stroke, hipoksia serebri, intoksikasi salisilat, dan kecemasan yang berlebihan. Kelainan atau penyakit pada paru, seperti pneumonia, asma stadium awal, emboli paru,dan penyakit interstitial paru yang dini. Kelainan kardiovaskular, seperti sepsis yang disebabkan infeksi gram negatif dan kegagalan jantung kongestif. Efek alkalosis respiratorik: Pada alkalosis respiratorik akan terjadi respons kompensasi untuk mempertahankan pH dalam batas normal. Mekanisme kompensasi:

28

-

Pada keadaan akut, mekanisme dapar intrasel dan jaringan dengan segera mengadakan ion H untuk mengkonsumsi kelebihan HCO3 ekstrasel. Hal ini akan membantu mempertahankan pH atau meringankan perubahan pH. Pada keadaan ini HCO3 serum turun 2,5 mEq tiap 10 mmHg dari pCO2.

-

Pada keadaan kronik, kompensasi terhadap hiperventilasi dan hipokapnia permanen, diselenggarakan oleh ginjal. Dalam beberapa hari akan terjadi retensi asam-asam yang diproduksi dan bikarbonat diekskresi melalui urin, sehingga kadarnya dapat mencapai 1216 mEq. Pada umumnya hipokapnia kronik akan diikuti oleh turunnya kadar ion HCO3 sebanyak 5 mEq tiap 10 mmHg penurunan pCO2. Pada kompensasi ini, besarnya perubahan pH dan nilai HCO3 dalam serum, bisa digunakan untuk membantu menentukan akut atau kroniknya hiperventilasi. Pada umumnya, gejala dan tanda ditentukan pada keadaan akut dan berhubungan dengan alkelemia, seperti kepala terasa ringan, mual, muntah, aprestesia sirkumoral dan digital, spasme karpopedal, dan tetani. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan perubahan hipokarbonatremia, hiperkloremia, hipokalemia, dan hipofosfatemia. Terapi

-

Tindakan pertama adalah dengan mempergunakan simple rebreathing device untuk menaikkan pCO2.

-

Bisa juga pasien bernafas dengan mempergunakan campuran gas O2 95% dan CO2 5% (perlu pengawasan ketat0.

-

Pada keadaan berat disertai gangguan irama jantung yang mengancam kehidupan, dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan yang ekstrim seperti penggunaan asetasolamid, HCl, atau NH4Cl intravena, mengambil alih pernafasan pasien dengan alat bantu nafas mekanik.

29

II.V. Resume

DAFTAR PUSTAKA1. Mallampati S, Gatt S, Gugino L, Desai S, Waraksa B, Freiberger D, Liu P (1985). "A

clinical sign to predict difficult tracheal intubation: a prospective study.". Can Anaesth Soc J 32 (4): 42934. PMID 4027773.2. Euliano, Y Tammi.Laringoscopy grade.Departement of anesthesiology, University of

Florida.2002. diambil dari www.anest.ufl.edu 3. Wilson, William C.M.D. Trauma : Airway Management ASA Difficult Airway Algorithm Modified for Trauma and Five Common Trauma Intubation Scenarios. ASA Newsletter Vol :69.2005.4. Practice Guidelines for Management of the Difficult Airway. Anesthesiology, V 98, No 5, May 2003.1269-77. 5. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/intubasi-endotrakeal.html 6. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09FisioterapipadaEmfisema128.pdf/09FisioterapipadaEmfi sema128.html 7. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia. EGC : Jakarta. Ed 2. 2001 8. Ganong, William F. Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta. 2003

9. V. Kumar, Abbas, AK., Fausto N., dan Cotran Robbins Pathologic of disease., 7th Ed,. 2005, Elsevier Saunders, Philadelphia 2005, Elsevier Saunders, Philadelphia 10. Longmore M., Wilkinson IB., Rajagopolan S., Oxford Handbook of Clinical Medicine., 6th Ed, 2004., OUP, Oxford. Longmore M., Wilkinson IB., S. Rajagopolan, Oxford Handbook from clinical medicine., 6th Ed, 2004., OUP, Oxford.11. www.emedicine.com 30

12. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail, Michael

J. Murray. Chapter 5. 2007 The McGraw-Hill Companies.13. Finucane, B. T., and A. H. Santora. Principles of Airway Management. New York:

Springer Verlag, 2003.14. Roberts, J. T. Fundamentals of Tracheal Intubation. New York: Grune & Stratton, 1983. 15. Stewart, C. E. Advanced Airway Management. St. Louis: Quality Medical Publishing,

2002.

31