Modul Organ Sistem Saraf Kelompok V Seorang Laki-laki 44 Tahun dengan Kejang Demam Meracau Neysa Glenda P.I 0302008174 Irmawati Marlia R. 0302009123 Salvia Meirani 0302009220 Delima Cheryka 0302010072 Pratiwi 0302010221 Linda Setyowati 0302011168 Meiria Sari 0302011186 Nabilah Achmad Muchlis 0302011205 Nurul Ulfa Septiani 0302011223 Raden Rainy Febriani 0302011239 Risadayanti 0302011256 Siti Khoerum Milla 0302011274 Venty Rachma Yogyantari 0302011295 Winny Mauli 0302011310
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Modul Organ Sistem Saraf
Kelompok V
Seorang Laki-laki 44 Tahun dengan Kejang Demam Meracau
Pada permukaan sel terdapat tempat-tempat peda mana virus dapat diadsorpsi. Tempat
tersebut dinamakan reseptor. Neuraminidase bisa menghancurkan reseptor-reseptor itu sehingga
adsoprsi virus tidak lagi terjadi. Setelah virus diadsorpsi oleh reseptornya yang berada pada
permukaan sel tertentu, ia secara aktif menembus membran sel dengan jalan menuangkan
“nucleic acid”nya ke sitoplasma atau secara pasif ia diringkus oleh juluran sitoplasma sebuah sel.
Virus yang sudah berada di dalam sel
Komponen virus yang memungkinkan bertambahnya partikel viral ialah “nucleic acid”.
Setelah virus berada dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus dihancurkan. Dalam hal
tersebut virus merangsang sitoplasma sel tuan rumah untuk membuat protein yang
menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung dengan
sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nucleus sel dan nucleus sel tuan
rumah membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan
replikasi. Selama proses replikasi berlangsung, produksi nucleic acid dan unsur-unsur seluler
dari tuan rumah sendiri terhambat atau terhenti.
Gaya destruktif virus dan penyebaran secara hematogen
Karena reproduksi dari replika-replika nucleic acid virus dapat berjalan terus, maka sel
tuan rumah dapat dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraseluler
penyebaran ke SSP dapat secara hematogen-neuronal, berlawanan dengan pemikiran yang
terdahulu, sawar darah otak tidak memberikan perlindungan yang sempurna dalam melawan
serangan virus. Kemungkinan lain ialah bahwa partikel viral menjalar dari sel tuan rumah ke sel
tetangga, tanpa penghancuran sel tuan rumah.
Re-aktivasi dari infeksi yang latent
Virus berdiam di dalam sel secara “endosimbiotik”. Reaktivasi virus dapat disebabkan
oleh penyinaran ultraviolet dan gangguan hormonal. Penyinaran ultraviolet dapat terjadi secara
iatrogenik atau sewaktu bepergian ke tempat-tempat yang tinggi letaknya.
Virus yang biasanya berdiam di ganglion Gasseri secara”endosimbiotik” setelah
mengalami pengaruh sinar ultraviolet langsung menjadi ganas merusak sel tuan rumah dan
menimbulkan manifestsi ensefalitis.
Invasi langsung-multiplikasi aktif virus
Kita dapat membedakan 2 macam virus ang menimbulkan manifestasi neurologik. Virus
yang tergolong pada virus neurotropik mempunyai sifat dapat ditangkap oleh sel saraf. Jenis
virus lain, yaitu yang dinamakan viserotropik, mempunyai kecenderungan untuk tertangkap oleh
sel mukosa traktus digestivus, tetapi pada kondisi-kondisi tertentu virus viserotropik mendapat
kesempatan untuk tiba di sel-sel saraf juga. Kondisi-kondisi tersebut ialah:
1. Jumlah virus yang melakukan invasi sangat besar sekali
2. Daya tahan tubun yang rendah, misalnya karena penyakit kronik, karena reaksi alergik,
karena gangguan immunologik, karena demam, karena faktor obat-obat dan terapi
radiologik.
3. Karena bantuan biokimiawi kepada susunan saraf berkurang, akibat kerusakan di ginjal,
paru, hepar, jantung dan susunan eritropoetik.
Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus berhasil, timbulah manifestasi-
manifestasi toksemia yang kemudian disusul oleh manifestasi lokalisatorik yang dapat berupa
sindrom meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis atau ensefalomielitis.1
Kejang
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang
sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,
talamus, dan korteks serebrum kemungkinan bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebelum
dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.2
Pada ensefalitis virus, kejang dapat terjadi karena :
Reaksi inflamasi parenkim otak, menyebabkan degenerasi, dan fagositosis sel-sel neuron.
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan
Kejang juga dapat disebabkan oleh beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut:
Kelainan polarisasi (polarisasi yang berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-
aminobutirat (GABA)
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi
neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Sel indung telir
Invasi virus rubella dan CMV ke dalam sel ektraneural
Replikasi virus intrasel
Penyebaran virus ektraseluler ke sel tetangga dan penyebaran secara hematogen
Menembus sawar darah otak
Endosimbiotik virus biasanya di ganglion Gassari
Penurunan daya tahan tubuh
Re-aktivasi virus rubella dan CMV
Reaksi inflamasi parenkim otak
ENCEFALITIS VIRAL
Fagositosis sel-sel neuron
Degenerasi
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan
Kejang
PENATALAKSANAAN
Pasien dirawat inap
Acyclovir sebagai antivirus diberikan IV 10 mg/kgBB 3 kali sehari tiap 8 jam, selama
14-21 hari
Acetaminofen untuk menurunkan demam serta meredakan nyeri kepala
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Otak
Otak Merupakan alat tubuh yang penting karena merupakan pusat komputer dari semua
alat tubuh. Bagian dari sentral yang tertentu di dalam rongga tengkorak dibungkus oleh selaput
otak yang kuat.
Otak juga merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal dan
eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera (seperti mata, telinga, kulit, dan lain-
lain). Data tersebut dikirimkan oleh urat saraf yang dikenal dengan system saraf keseluruhan.
System saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf mengubah rangsangan dalam bentuk implus
listrik. Kemudian implus listrik dikirim ke pusat system saraf, yang berada di otak dan urat saraf
tulang belakang. Disinilah data diproses dan direspon dengan rangsangan yang baik. Biasanya
dalam tahap ini timbul saraf efektor, yang berfungsi untuk mengirim implus saraf ke otot
sehingga otot berkontraksi atau rileks.
Di dalam jaringan system saraf pusat terdapat hirarki kontrol. Banyak rangsangan
sederhana berhubungan dengan tindakan reflex atau aksi spontan (misalnya, dengan cepat kita
mengibaskan tangan saat menyentuh piring panas). Otak tidak terlibat langsung dalam proses
‘’identifikasi’’ mengenai tindakan refleks. Tapi, tindakan refleks tersebut diproses di saraf tulang
belakang. Meskipun otak tidak terlibat langsung dalam proses yang berhubungan dengan aksi
spontan, tetap saja kita akan mencerna data/rangsangan yang dipersepsi alat indera.
1. Bagian – bagian Otak
Otak nampak seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata 1,2 kg pada laki-laki dan 1
kg pada perempuan. Otak dapat dibagi ke dalam tiga bagian umum, yaitu
· Otak depan
· Otak tengah
· Otak belakang
Anehnya nama bagian-bagian tersebut tidak berdasarkan letaknya pada otak (contohnya
otak depan tidak berada di bagian depan). Tapi, nama bagian-bagian tersebut didasarkan pada
posisi saat manusia masih berbentuk embrio. Kemudian posisi bagian-bagian otak tersebut
berubah selama perkembangan janin dalam kandungan.
Otak mempunyai 2 permukaan permukaan atas dan permukaan bawah kedua permukaan
dilapisi oleh lapisan kelabu yaitu pada bagian korteks serebral dan bagian putih terdapat pada
bagian dalam yang mengandung serabut saraf
a) Otak Depan ( forebrain )
Terdapat korteks serebral yaitu untuk menjadi pusat penerimaan dan pengolahan
informasi ( tumbuh sangat baik pada manusia ). Pada manusia terdapat fisura yang dalam
membelah serebrum menjadi 2 bagian kana dan kiri. Fisura yang lebih dangkal terjadi pada
masing – masing bagian dan menyebabkan terjadinya perluasan permukaan serebrum.
1) Bulbus olfaktorius ( saraf penciuman )
2) Serebrum ( otak besar ), merupakan bagian terluas dan terbesar dari otak, berbentuk seperti
telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Serebrum memiliki beberapa fungsi
penting, antara lain : Interpretasi impuls dari organ sensorik, Inisiasi gerakan otot volume,
Menyimpan informasi (memori) dan membuka kembali ingatan, Intelegensia.
Pada serebrum ini terdapat empat lobus, yaitu :
1. Lobus Frontalis
- Kontrol gerak volunter dari otot
- Motivasi, aggresi, mood
- Planning, social judgment, dan intelegensia
2. Lobus Parietalis
Pusat pengolahan dan evaluasi informasi sensoris : rasa, raba, tekan, suhu nyeri kecuali :
penciuman, pendengaran, dan penglihatan.
3. Lobus Temporalis
· Pendengaran dan penciuman
· Memori
4. Lobus occiptalis
· Untuk penglihatan
b) Otak Belakang terletak di dasar kepala, terdiri dari bagian fungsional, yaitu :
a) Medulla oblongata adalah titik awal . saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak,
seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
b) Pons merupakan ‘’stasiun pemancar’’ yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Ponslah yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
c) Formasi Reticular memiliki peranan penting dalam pengaturan gerakan dan
perhatian Anda. Formasi reticular seolah-olah berfungsi untuk ‘’mengaktifkan’’ bagian lain
dalam otak.
d) Selain bagian-bagian yang telah disebutkan tadi, ada juga bagian yang dinamakan
cerebellum dengan banyak lilitannya. Cerebellum disebut juga otak kecil yang berkerut sehingga
hampir seperti otak besar (otak secara keseluruhan). Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak. Tapi, sebenarnya fungsi tersebut perlu ‘’dipelajari’’ dan dilatih, seperti
keseimbangan dan koordinasi. Misalnya saat berjalan, apabila jalan yang kita lalui sudah biasa
dilewati, maka tanpa berpikirpun, kita sudah bisa sampai ditujuan. Itulah salah satu kegunaan
cerebellum, yang berfungsi sebagai kendali/ kontrol atas gerakan kita.
c) Otak Tengah
Merupakan pusat saraf dalam lingkup kecil. Otak tengah adalah lanjutan dari formasi
reticular dan merespon pendengaran dan pengelihatan (seperti gerak mata). Otak tengah
tampaknya lebih ‘’penting’’ fungsinya pada hewan mamalia daripada manusia, karena pada
manusia yang lebih dominan digunakan adalah otak depan. Otak tengah adalah bagian terbesar
pada otak. Bagiannya yang paling utama adalah korteks yang mengandung kurang lebih 10
miliar saraf dan terletak pada lapisan luar otak.Adapun bagian-bagian penting otak depan adalah
» Thalamus terdiri dari sejumlah pusat saraf dan berfungsi sebagai ‘’tempat
penerimaan’’ untuk sensor data dan sinyal-sinyal motorik. Contohnya untuk mengirim data dari
mata dan telinga menuju bagian yang tepat dalam korteks. Letak thalamus adalah dekat ganglia
basalis.
» Hypothalamus berfungsi untuk mengontrol nafsu makan dan syahwat dan mengatur
kepentingan biologis lainnya. Hypothalamus, thalamus, otak tengah, dan otak belakang (tidak
termasuk cerebellum) bersama-sama membentuk apa yang disebut ‘’tangkai/batang’’ otak (the
brain stem). Batang otak berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.
Jika batang otak tersebut kekurangan aktivitas (kurang dirangsang), maka menurut psikiater akan
menyebabkan brain death atau kelumpuhan otak. Secara spesifik, hipotalamus berfungsi untuk :
Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dapat berlangsung akut dan
perlahan- lahan. Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari. Pada umumnya pasien ensefalitis
menunjukkan gejala seperti meningitis namun tanpa disertai adanya tanda-tanda perangsangan
meningeal. Perangsangan meningeal dapat dijumpai jika telah melibatkan meningen, yang
disebut sebagai meningoensefalitis. diantaanya berupa :
• Nyeri kepala
• Demam
• Penurunan kesadaran
• Pusing, ganguan kognitif, perubahan tingkah laku.
• Kejang
• Kelemahan anggota gerak, sampai dengan kelumpuhan.
• Muncul nya tanda-tanda gangguan neurologis fokal bersamaan dengan demam dan sakit
kepala.
Gejala yang terjadi termasuk ditandai dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intraklranial
seperti sakit kepala yang sangat hebat, vertigo, mual, kejang dan gangguan mental. Gejala lain
yang mungkain terjadi yaitu, fotofobia, gangguan sensorik dan kekakuan leher. Namun bedanya
dengan meningitis, pada ensefalitis tidak ditemukan adanya tanda- tanda perngsangan meningeal
berupa kaku kuduk, brudzinski I & II, ataupun kernig.
Ensefalitis Virus
Ensefalitis virus yaitu infeksi virus pada jaringan otak. Tidak serperti meningitis virus, ensefalitis
virus bersifat self limiting tergantung patogenisitas virus dan kekuatan daya tahan tubuh
penderita.
Patogenesis ensefalitis virus
• Primer, yaitu termasuk infeksi virus langsung ke otak dan medulla spinalis
• Sekunder, yaitu infeksi virus pertama sekali terjadi di tempat lain dari tubuh yang kemudian
akan mencapai susunan saraf pusat. Selain itu infeksi virus pada otak memiliki sifat:
• Neurotropisme
Yaitu kemampuan virus untuk menginfeksi sel syaraf, virus yang mempunyai sifat ini adalah:
• Rabies, mempunyai daya neuroinvasivitas dan neurovirulensi yang tinggi ( dapat penyebaran
nya ke susunan saraf pusat menyebabkan angka mortalitas hampir 100% pada kasus yang
tidak ditangani )
Gejala klinis pada ensefalitis oleh karena virus
Tanda- tanda kardinal dan gejala ensefalitis yaitu: sakit kepala, demam, gangguan kesadaran
(dari letargi sampai koma) pusing kepala, gangguan kognitif, perubahan kepribadian, kelemahan
motorik, kejang, gangguan gerak, reflex tendon yang meningkat, dan respon akstensor plantaris.
Peningkatan tekanan intracranial dapat terjadi dengan manifestasi papil edema, kelumpuhan
saraf kranial dan dapat mencapai koma. Ensefalitis virus merupakan penyakit yang akut, dengan
atau tanpa tanda prodromal, tetapi merupakan suatu penyakit yang bergerak secara progresif
lambat menuju kerusakan otak yang lebih parah.
Faktor resiko
• Usia
• Sistem imun yang lemah
• Kondisi geografis
• Sering beraktivitas diluar rumah
• Musim
Pemeriksaan penunjang
- Lumbal fungsi
Merupakan cara mendiagnosa ensefalitis yang umum dilakukan melalui analisa cairan otak.
- Pemeriksaan imaging otak.
Diantaranya CT Scan dan MRI yang dapat mendeteksi adanya pembengkakan otak. Jika
pemeriksaan imaging memiliki tanda-tanda dan gejala yang menjurus ke ensefalitis maka lumbal
fungsi harus dilakukan untuk melihat apakah terdapat peningkatan tekanan intrakranial.berikut
merupakan contoh gambaran edema otak yang disebabkan infeksi susunan saraf pusat.
- Pemeriksaan darah
Polymerase Chain Reaction (PCR)
pemeriksaan ini merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi HSV 1,
enterovirus 2, pada susunan saraf pusat.
Pengobatan
Dengan pengecualian penggunaan adenin arabinosid (Ara-A 15 mg/Kg BB/12jam selama 10
hari) pada penderita ensefalitis herpes simpleks maupun acyclovir (10 mg/Kg BB/8 jam minimal
satu minggu) untuk Herpes dan Varisela Zoster, maka pengobatan yang dilakukan bersifat
nonspesifik dan empiris, yang bertujuan mempertahankan kehidupan serta menopang setiap
sistem organ yang terserang. Efektifitas berbagai cara pengobatan yang dianjurkan, belum
pernah dinilai secara objektif.
Pada awalnya semua cairan, elektrolit dan obat-obatan diberikan parenteral. Pada keadaan koma
berkepanjangan, terdapat indikasi untuk hiperalimentasi parenteral. Sindroma sekresi hormon
diuretik yang tidak sesuai sering ditemukan pada berbagai gangguan susunan saraf akut.
Kemungkinan timbulnya gangguan ini menambah pentingnya arti penilaian klinis dan
laboratorium yang sering terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit. Kadar normal glukosa,
magnesium, dan kalsium darah harus dipertahankan untuk memperkecil kemungkinan kejang.
Untuk mencegah kejang, dapat diberikan fenobarbital dengan dosis 5-8 mg/Kg BB/24 jam. Jika
kejang terus terjadi, mungkin perlu diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,1-0,2 mg/Kg
BB dalam bentuk infus selama 3 menit.
1. Deksametason (0,5 mg/Kg BB/ 24 jam) diberikan intramuskular. Setengahnya diberikan
dalam bentuk injeksi bolus sebagai dosis inisial. Jika terdapat perabaikan, dosis ini
sebaiknya diturunkan secara berangsur-angsur.
2. Manitol 20% (0,5-1 g/kg BB) diberikan intravena selama 30-60 menit. Kemudian
pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Atau dapat diberikan Gliserol (0,5-1,0 ml/Kg
BB) melalui pipa nasogastrik. Zat ini dapat diberikan setiap 6 jam dalam jangka waktu
yang lama. Kedua bahan ini dapat menurunkan tekanan intrakranial.
Peralatan dan tenaga untuk menangani keadaan gawat darurat harus senantiasa siap sedia.
Konsultasi dini dengan ahli anastesi berguna untuk mengantisipasi kebutuhan napas buatan.
Setelah penderita sembuh, upaya rehabilitatif merupakan suatu yang sangat penting. Inkordinasi
motorik, kejang, strabismus, ketulian, atau ganggguan tingkah laku dapat timbul.
Prognosis
Angka kematian masih tinggi, berkisar antara 35-50%. Dampak-dampak sisa yang melibatkan
susunan saraf pusat dapat melibatkan gangguan kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik,
penglihatan, atau pendengaran. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, hati, paru, dan sistem lain
dapat terlibat secara menetap. Pasien yang sembuh tanpa kelainan yang nyata dalam
perkembangan selanjutnya masih mungkin mengalami retardasi mental, gangguan watak, dan
epilepsi.
Status Epileptikus
Status epileptikus adalah kejang berulang yang terjadi selama 30 menit atau lebih, tanpa pasien mencapai kesadaran kembali di antara serangan. Kejadian ini merupakan kedaruratan medis karena bila tidak ditangani, maka anoksia yang terjadi bias menyebabkan kerusakan otak permanent atau kematian. Tatalaksana dapat dibagi menjadi tiga komponen:
Tindakan resusitasi segera, airway (jalan napas), breathing (pernapasan), circulation (sirkulasi)
Pengendalian kejang Identifikasi (dan pengobatan) penyebab yang mendasari
Pengendalian kejang selanjutnya dibagi lagi berdasarkan tahap klinisnya:
Fase pramonitorDiazepam (10-20 mg) bias diberikan secara intravena atau rectal, diulangi sekali agi 15 menit selanjutnya bila status epileptkus berlanjut mengancam jiwa. Alternatifnya bolus intravena klonazepam (1-2 mg) dapat diberikan.
Status awalSaat ini benzodiazepine yang lebih dipilih adalah lorazepam intravena (biasanya bolus 4 mg), dan bila perlu diulang satu kali setelah 10 menit.
Status menetapBolus fenobarbital ( 10 kg/kg BB; 50 mg/menit), dengan pemantauan EKG). Meskipun benzodiazepine (misalnya klonazepam 0,5-1,5 mg/am) memiliki resiko kecil terjadinya depresi pernapasan, namun control harus dicapai segera sementara fenitoin sedang diberikan.
Status refrakter
Bila kejang berlanjut lebih dari 30 menit dengan tindakan diatas, maka dilakukan anastesi umum menggunakan tiopenton ( bolus intravena selanjutnya dengan infuse). Ventilasi buatan biasanya dibutuhkan. Dosis anastesik tidak boleh diturunkan sampai paling tidak 12 jam setelah kejang terakhir yang mungkin membutuhkan pemantauan EKG bila pasien diberi ventilasi dan dilumpuhkan dengan relaksan otot.
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita Encephalitis virus. Antiviral acyclovir perlu diberikan pada kasus ini
untuk mencegah replikasi virus. Dengan antiviral serta pengobatan secara simtomatik penyakit
ini dapat sembuh. Prognosis pada pasien ini kurang baik dikarenakan adanya sequele karena
terjadinya di parenkim otak, serta karena penyakit ini dapat kambuh lagi apabila imunitas pasien
menurun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim 1985, Ensefalitis dalam Hasan R., Ilmu Kesehatan Anak, H : 622-624, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
2. Anonim 2000, Ensefalitis dalam Arif M, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, H : 60-66, Medik Aesculapius FK UI, Jakarta.
3. Bradley, W.G., Ensefalitis Viral dalam Carol H., Neurology in Clinical Practice, p : 599-603, Butterworth. Heinemann, Boston.
4. Anonim 1996, Ensefalitis dalam Harsono, Neurologi Klinis, Ed. I. H : 172-179, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
5. Jawetz, E, et all, Penyakit-penyakit Virus melalui Autropoda dalam Bonang G. Review of Medical Microbiology, 1991, 16 ed., p : 489-493, Lange Medical Publications, Los Atlos, California.
6. Kempe, C.H., 1982, Infections, bacterial and Spirochaetal In Jerry L. Eller, Current Pediatric Diagnosis and Treatment, 7 ed., p : 732-733, Lange Medical Publications, Los Atlos, California.
7. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Ensefalitis dalam Sutoyo, Standar Pelayanan Medis, Ed. 2, h : 198-200, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
8. Behrman RE, Vaughan, V.C, Ensefalitis Viral dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak Nelson, edisi 12, Bag 2, H : 42-48, EGC, Jakarta.
9.Ginsberg L. Lecture notes: neurology.Safitri A, Astikawati R, Editors. Lecture notes: neurology. 8th Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga;2011. p.191-2.