-
8
BAB II
POWER CONTROL PADA SISTEM SELULER CDMA DAN
DIVERSITAS ANTENA
2.1 Karakteristik Kanal Wireless
Pada sistem komunikasi mobile, sinyal yang ditransmisikan
melalui kanal
wireless akan mengalami proses propagasi yang melibatkan
mekanisme refleksi
(pemantulan), difraksi/shadowing (pembiasan), dan scattering
(hamburan) [4], [5]. Pada
kenyataannya, jalur komunikasi LOS (Line Of Sight) antara MS dan
BS hampir tidak
pernah terjadi karena lingkungan propagasi yang cukup padat
antara BS dan MS.
Sinyal-sinyal yang diterima BS adalah kombinasi sinyal dengan
amplituda dan
fasa (delay waktu) yang berbeda, dimana superposisi
sinyal-sinyal tersebut bisa bersifat
konstruktif maupun destruktif, tergantung dari perbedaan fasa
semua sinyal yang
diterima. Dengan kata lain, sinyal yang ditransmisikan melalui
gelombang radio akan
mengalami fluktuasi akibat karakteristik mediumnya yang selalu
berubah-ubah. Pada [4]
dan [5], fluktuasi tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Large-Scale Propagation Small-Scale Fading (Multipath)
2.1.1 Large-Scale Propagation
Large-scale propagation loss menunjukkan fluktuasi redaman
propagasi yang
relatif konstan pada daerah yang luas dan interval waktu yang
lama. Terdapat tiga macam
mekanisme propagasi yang menghasilkan fluktuasi yaitu refleksi,
difraksi, dan
Scattering. Refleksi muncul ketika gelombang radio mengenai
benda rata dengan dimensi
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang dari
gelombang tersebut.
Difraksi timbul jika antara pemancar dan penerima terhalang oleh
benda dengan
permukaan tajam (sharp edge). Peristiwa difraksi menimbulkan
gelombang semu yang
muncul di belakang benda penghalang yang terus merambat menuju
penerima.
-
9
Munculnya gelombang semu ini disebut sebagai shadowing.
Scattering timbul jika
gelombang radio merambat melalui medium dengan dimensi yang
lebih kecil
dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal. Permukaan medium
tersebut biasanya
kasar. Scattering menyebabkan gelombang tersebut akan
dipantulkan ke bermacam arah.
2.1.2 Small-Scale Fading
Small-Scale Fading merupakan fluktuasi redaman propagasi pada
daerah yang
sempit dan interval waktu yang singkat. Model propagasi small
scale sangat penting
untuk menjelaskan efek propagasi multipath. Ada dua macam
perwujudan/manifestasi
propagasi multipath [4]:
Fluktuasi amplitude karena superposisi destruktif atau
konstruktif dari jalur sinyal yang diterima (kanal time
variant).
Dispersi waktu (time spreading) dari sinyal yang diterima karena
perbedaan waktu kedatangan dari jalur yang berbeda.
2.1.2.1 Time Spreading Sinyal
Time spreading sinyal mengamati fenomena small scale fading dari
waktu
transmisi antar symbol dan dispersi symbol yang ditransmisikan.
Tidak samanya waktu
sampai semua komponen multipath di penerima akan mengkibatkan
timbulnya multipath
delay spread (m) yang didefinisikan sebagai perbedaan delay
waktu antara kedatangan
komponen pertama sinyal ( = 0) dan komponen terakhir sinyal ( =
m). Jika m lebih
besar dari pada waktu simbol (Tsym), maka tidak semua komponen
multipath sampai
sebelum waktu simbol berakhir. Akibatnya sebagian komponen
multipath akan
mempengaruhi simbol berikutnya. Fenomena ini disebut intersymbol
interference (ISI).
Distorsi akan terjadi pada simbol selanjutnya. Sebaliknya, jika
m jauh lebih kecil
dibandingkan Tsym, maka semua komponen multipath akan sampai di
penerima sebelum
simbol berakhir. Pada peristiwa ini tidak terjadi ISI. m >
Tsym disebut sebagai frequency
selective fading, sementara jika m
-
10
rata tetap dan memiliki fasa linear. Bandwidth koheren
berbanding terbalik dengan delay
spread. Jadi flat fading terjadi jika W0 >> W dan
frequency selective fading terjadi jika
W0
-
11
m
Gambar 2.1 Tipe small-scale fading
2.2 Kanal Fading Rayleigh
Persamaan matematis dari sinyal multipath fading terdistribusi
Rayleigh yang
diterima di penerima dapat diturunkan sebagai berikut [4].
Pertama, bentuk matematis
dari sinyal yang dikirimkan adalah :
( ) ( ) ( )2 cj f tx t s t e = (2.1) dengan s(t) adalah sinyal
baseband kompleks dengan bandwidth W, fc = c / adalah
frekuensi carrier-nya, c sendiri adalah kecepatan cahaya, dan
adalah panjang
gelombang sinyalnya. Dari bentuk sinyal yang dikirim tersebut
kemudian diturunkan
persamaan matematis sinyal yang diterima di penerima dari L buah
lintasan (path), yaitu :
( ) ( )2 cos1
( ) c d l c lL
j f f t fl l
ly t C s t e +
== (2.2)
Kanal fading Rayleigh termasuk kanal tipe flat fading sehingga
persamaan (2.2) dapat
ditulis menjadi :
( ) ( ) 201
( ) l cL
j t j f tl
ly t s t C e e
=
= (2.3) dengan :
( ) ( )2 cosl d l c lt f t f = (2.4) yang dapat dimodelkan
sebagai variabel acak yang independen dan terdistribusi identik
dalam rentang [0,2] dan didefinisikan :
-
12
[ ]0 min , maxl l (2.5) Pada persamaan (2.9), ada bagian yang
mencerminkan fluktuasi amplitudo dari
sinyal baseband, yaitu :
( ) ( ) ( ) ( )1
l lL
j t j tl
lr t C e t e
== = (2.6)
Jika jumlah lintasan (path) L sangat besar, maka berdasarkan
Teori Central Limit,
r(t) akan mendekati peubah acak kompleks yang terdistribusi
Gaussian sehingga (t) akan
memiliki probability density function (pdf) tipe Rayleigh yang
persamaan matematisnya
adalah :
( ) 22 2exp , 02f
= (2.7)
dengan : 2 22 E = (2.8)
mendefinisikan daya rata rata dari sinyal yang diterima.
2.3 Konsep Dasar Spektrum Tersebar
Konsep sistem spektrum tersebar didasarkan pada hukum
Shannon-Hartly untuk
kapasitas sistem, yaitu [4]:
+=NSWC 1log2 (2.9)
dimana C merupakan kapasitas kanal transmisi (bps), W bandwidth
transmisi (Hz), S
level daya sinyal (Watt), dan N merupakan level daya derau /
noise (Watt).
Dari (2.9), untuk menambah kapasitas sistem pada kanal transmisi
yang terdapat
daya derau yang cukup besar dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu menaikkan
bandwidth transmisi jauh melebihi bandwidth informasi (dengan
tetap mempertahankan
S/N) atau menaikkan level daya sinyal agar jauh melebihi daya
derau (dengan tetap
mempertahankan bandwidth transmisi). Faktor pelebaran bandwidth
disebut spreading
factor atau processing gain (M) yaitu perbandingan antara
bandwidth transmisi W dengan
bandwidth atau data rate informasi R, secara matematis ditulis
sebagai:
-
13
RWM = (2.10)
Gambar 2.2 menunjukkan proses pelebaran bandwidth transmisi
akibat simbol
yang dikirim mengalami spreading. Pada gambar terlihat bahwa
spektrum sinyal setelah
proses spreading mungkin lebih kecil dari daya derau. Hal ini
memberikan keuntungan
dalam menjaga kerahasiaan data yang dikirim.
transmitted symbol
spreading despreading
recovered symbol
Communication Channel
Spread symbol
User 1User 1
User 2
User lain(bukan CDMA)
Gambar 2.2 Pelebaran bandwidth setelah proses spreading [5]
Teknik spektrum tersebar yang paling banyak digunakan pada
sistem selular
bergerak adalah direct sequence spread spectrum (DS-SS) dimana
sinyal informasi atau
data biner dikalikan secara langsung dengan suatu pengkode
berupa spreading sequence
yang bersifat acak. Teknik ini digunakan secara komersil pada
CDMA, biasa disebut
sebagai DS-CDMA (Direct Spread CDMA). Pada DS-CDMA tiap user
melakukan
proses spread atau membagi symbol/bit data menjadi deretan kode
yang unik [4]. Dengan
kata lain, sistem CDMA komersil membuat sinyal dari user yang
terkumpul pada suatu
pita frekuensi sempit menjadi lebar. Proses ini dilakukan dengan
membagi rapat daya
sinyal pada suatu bandwidth yang lebar dengan menggunakan sebuah
kode yang unik.
Kode unik tersebut lebih dikenal dengan nama chips, dan hanya
diketahui oleh pengirim
dan penerima. Data yang telah tersebar (di-spread) bisa
dikembalikan ke bentuk aslinya
pada penerima dengan melakukan korelasi antara data yang
diterima dan kode unik user.
Kode unik tersebut bisa merupakan data yang orthogonal (hasil
kroskorelasinya 0) atau
-
14
data acak dengan nilai kroskorelasi yang rendah. Contoh
sederhana penggunaan sistem
DS-CDMA oleh satu user bisa dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Transmisi data baseband DS-CDMA untuk satu user
[2]
2.4 Model Sinyal CDMA dengan Modulasi QPSK Gambar 2.4
menunjukkan model sinyal sistem transmisi CDMA dengan modulasi
QPSK untuk pemancar dan penerima.
(a)
-
15
(b)
Gambar 2.4 Model sinyal sistem CDMA bermodulasi QPSK [2]
(a) Modulator (b) Demodulator
Simbol ke-n yang dikirim oleh user ke-k adalah : )()()( )()(
nbnbnb QkI
kk j+= ditebar oleh spreding-sequence user ke-k yaitu {
}Mmmcmcmc QkIkk ,...,2,1),()()( )()( += j .
Sinyal yang ditransmisikan akan mengalami fading dan AWGN,
sehingga sinyal
dari seluruh k-user yang diterima oleh BS dapat dimodelkan
sebagai berikut [2]:
)()()( tncbttr kkkk
k += (2.11) )(tk adalah koefisien kanal fading dan n(t) adalah
Additive White Gaussian Noise dengan standar deviasi k . Agar
simbol dapat dideteksi kembali oleh penerima maka digunakan
spreding-sequence )(mck yang sama seperti pada pengirim.
Spreding-
sequence user tersebut merupakan deretan )}(),...,2(),1({
)()()()( Mcccc IkI
kI
kI
k = dan )}(),...,2(),1({ )()()()( Mcccc Qk
Qk
Qk
Qk = .
Dalam sistem riil digunakan kode pseudonoise (PN)
spreding-sequenceyang
merupakan pendekatan spreding-sequence random,sifat korelasi
sinkron dari kode PN ini
dapat dinyatakan sebagai [2] :
-
16
== =
M
mjkkj mcmcM 1* )()(1)( (2.12)
Dalam simulasi, amplituda dari spreding-sequence kuadratur
dinormalisasi
sehingga magnituda dari bilangan kompleks-nya menjadi satu yang
dinyatakan sebagai
[2]:
)(2
1)(2
1)( )()( mcmcmc QkI
kk j+= (2.13)
Pada modulasi QPSK, urutan simbol yang ditransmisikan bk(n) dari
user ke-k
dapat dinyatakan sebagai [2]
{ }BnenAnb knjkk ,...,2,1,)()( = (2.14) dimana Ak(n) merupakan
faktor skala amplituda simbol, }4/3,4/{ kn adalah modulasi fasa,
dan B adalah jumlah simbol yang ditransmisikan. Jika Ak(n)=1
(daya
pancar yang ternormalisasi menjadi 1), maka urutan simbol yang
di-spread
ditransmisikan pada level chip dengan indeks m adalah [2]:
{ }MBmmbmbmb QkIkk ,...,2,1),(21)(
21)( )()( += j (2.14)
dengan }1,1{)(),( )()( +mbmb QkIk . Kemudian urutan simbol yang
disebar pada level chip dan dimodulasi dengan frekuensi pembawa
kemudian difilter sebelum
ditransmisikan melalui kanal.
2.5 Model Kanal pada Sistem CDMA Pada sistem komunikasi selular
dikenal adanya kanal downlink atau forward link
dan kanal uplink atau reverse link. Kanal uplink merupakan kanal
komunikasi dari MS ke
BS sedangkan untuk arah sebaliknya yaitu kanal komunikasi dari
BS ke MS disebut
kanal downlink. Karakteristik kanal uplink dan downlink pada
sistem CDMA multiuser
berbeda, hal ini menyebabkan perlakuan kedua kanal terhadap
power control berbeda
juga .
1 jika k = j dan = 0 -1/M jika k j
-
17
2.5.1 Model Kanal Downlink
Pada kanal downlink, sinyal dari setiap user dapat
ditransmisikan secara sinkron
oleh BS karena dikirim dari lokasi BS yang sama. Sinyal-sinyal
tersebut akan melalui
kanal multipath yang sama dan mengalami redaman propagasi serta
fading secara
simultan sehingga pada kanal downlink spreading sequence
ortogonal dapat digunakan.
Untuk lebih jelas dapat diperhatikan gambar2.5.
b k ( n ) c k( m )
Mobile station
Basestation
c 2 ( m )
c 1 ( m )
c K ( m )
b 1 ( n )
b 2 ( n )
b K ( n )
n(t) All user signals
propagate through the same downlink
channel kth mobile user
Gambar 2.5 Model kanal downlink [5]
Data user ke-k, bk(n), yang akan dikirim ditebar oleh spreading
sequence user ke-
k itu sendiri, ck(m). Semua data dari setiap user yang telah
mengalami spreading dikirim
dalam satu carrier melalui kanal downlink yang sama. Pada MS,
sinyal yang diterima
mengalami despreading untuk mendapatkan simbol yang dipancarkan
oleh BS. Ketika
pada kanal komunikasi, sinyal yang dikirim melalui variasi
multipath fading yang sama,
artinya jika sinyal user yang diamati tinggi maka sinyal
interferensi dari user lain juga
tinggi, dimana besar daya sinyalnya sama (misal P). Demikian
juga ketika level sinyal
user yang diamati rendah, level sinyal user lain juga rendah.
Oleh karena itu signal to
interference ratio (SIR) pada kanal downlink cenderung
tetap.
-
18
2.5.2 Model Kanal Uplink
Setiap user yang akan berkomunikasi ke BS melalui kanal uplink
memancarkan
sinyal dari lokasi yang berbeda-beda bahkan mungkin user
tersebut bergerak dengan
kecepatan atau percepatan tertentu sehingga sinyal yang diterima
BS menjadi tidak
sinkron. Hal ini menyebabkan kode ortogonal tidak dapat
digunakan pada kanal uplink
karena sifat keortogonalan kode tidak dapat dipertahankan.
c 1( m )
b 1 ( n )
b 2 ( n )
c 2( m )
n(t)
b K ( n )
c K( m )
Mobile station Basestation
c 2 ( m )
c 1 ( m )
c K ( m )
.
.
b 1 ( n )
b 2 ( n )
b K ( n ) Independent fading channels
Gambar 2.6 Model kanal uplink [5]
Setiap MS berkomunikasi dengan BS dengan menggunakan carrier
yang
berbeda-beda. Satu carrier membawa satu user. Sinyal pancar dari
setiap user mengalami
mekanisme propagasi yang berbeda-beda dengan fading yang berbeda
juga. Hal ini
menyebabkan level sinyal yang diterima di BS menjadi tidak sama
untuk setiap user
sehingga menimbulkan MAI. MAI merupakan suatu masalah serius
yang harus diatasi
karena dapat mengurangi kapasitas sistem secara signifikan.
Pada basestation, sinyal yang dikirim user ke-k akan dideteksi
dengan melakukan
korelasi silang antara sinyal yang diterima dengan kode dari
user ke-k tersebut. Karena
pada kanal uplink tidak dapat digunakan kode ortogonal, korelasi
silang antara kode user
yang diamati dengan user lain tidak sama dengan nol sehingga
user tersebut pasti
mengalami MAI dari (tot_user -1) user lainnya. Ditambah lagi
level sinyal yang diterima
-
19
di BS tidak sama untuk semua user karena masing-masing user
memiliki variasi fading
yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan user yang lebih dekat
dengan BS akan lebih
mendominasi karena level sinyal pancar user tersebut yang
diterima oleh BS lebih besar
daripada level sinyal pancar user lain yang berada jauh dari BS.
Akibatnya sinyal akan
mengalami fluktuasi SIR. Itulah sebabnya power control pada
kanal uplink sangat
diperlukan sehingga dapat dicapai kapasitas sistem yang tinggi.
Seperti yang telah
dibahas di atas, gambar 2.6 menunjukkan model kanal uplink yang
disederhanakan pada
sistem CDMA.
2.6 Power Control pada Sistem CDMA
Pada bagian ini akan dibahas tiga jenis algoritma power control
yaitu open-loop,
closed-loop, dan outer-loop power control. Pada bagian
sebelumnya dijelaskan bahwa
open-loop power control didisain untuk mengatasi masalah
near-far, sedangkan closed-
loop power control bertujuan untuk mengurangi efek fading
Rayleigh. Outer-loop power
control digunakan pada closed-loop untuk menyesuaikan SIR target
atau kuat sinyal.
2.6.1 Open-loop Power Control
Near-far effect merupakan permasalahan yang terjadi pada kanal
uplink dan dapat
diatasi dengan menggunakan open-loop power control. Open-loop
power control
didesain untuk memastikan bahwa besarnya daya yang diterima dari
tiap user pada BS
akan sama (secara rata-rata). Pengukuran level sinyal pada kanal
downlink digunakan
untuk mengendalikan daya pancar pada kanal uplink sehingga level
sinyal yang diterima
di BS sama untuk semua user tanpa adanya informasi feedback. Hal
ini bisa dilakukan
karena redaman propagasi large-scale bersifat timbal-balik pada
kanal uplink dan
downlink.
Untuk mengatasi permasalahan efek near-far secara sederhana
dapat dikatakan
bahwa MS yang berada jauh dari BS seharusnya memancarkan sinyal
dengan daya yang
lebih besar dibandingkan dengan MS yang lebih dekat ke BS.
Sinyal yang dikirim oleh
MS harus memiliki daya sebesar [4]:
poffrt PPPP ++= (2.16) dengan:
-
20
Pt (dBm) = daya yang harus dipancarkan MS,
Pr (dBm) = daya yang diterima pada MS,
Poff (dB) = parameter offset daya,
Pp (dB) = parameter penyesuaian daya
Parameter offset daya digunakan untuk mengkompensasi band
frekuensi/
frekuensi carrier yang digunakan. Untuk fc = 1900 MHz maka Poff
= -76 dB, sedangkan
untuk fc = 900 MHz maka Poff = -73 dB [4]. Adapun parameter
penyesuaian daya
digunakan untuk mengkompensasi perbedaan dari bentuk dan ukuran
sel, daya pancar
BS, dan sensitivitas penerima [4].
2.6.2 Closed-loop Power Control
Closed-loop power control dirancang bertujuan untuk mengatasi
fluktuasi sinyal
yang diterima yang diakibatkan redaman small scale propagation.
Berbeda dengan
redaman large scale propagation, redaman small-scale propagation
pada uplink dan
downlink tidak memiliki korelasi apapun sehingga untuk
mengendalikan fading pada
kanal uplink, informasi kanal uplink harus diestimasi pada BS
dan di-feedback ke MS,
sehingga MS bisa menyesuaikan daya yang dipancarkan sesuai
dengan informasi
feedback. Untuk memperoleh informasi kanal uplink, BS bisa
mengestimasi daya sinyal
atau SIR. Pada CDMA power control, estimasi berdasarkan SIR
lebih disukai dari pada
daya sinyal karena CDMA bersifat interference limited (dibatasi
oleh interferensi
sistem)[4]. Model closed-loop power control pada uplink bisa
dilihat pada gambar 2.7
-
21
Gambar 2.7 Model closed-loop power control pada kanal uplink
[2]
Pengukuran informasi pada kanal uplink berupa SIR sinyal bukan
kuat sinyalnya.
SIR tiap MS diestimasi setiap satu time-slot, pT , dimana Tp
merupakan interval dari
power control itu. Pada BS dilakukan pengukuran terhadap SIR
sinyal yang diterima. SIR
yang diukur dinyatakan dengan est dan dibandingkan dengan SIR
target yang dinyatakan
dengan t. Perbedaan est dengan t, e(t), dikuantisasi sesuai
dengan mode kuantisasi yang
digunakan sehingga diperoleh bit PCC yang digunakan untuk
memberitahu MS agar
menaikkan atau menurunkan daya pancarnya. Oleh BS, bit PCC
ditransmisikan melalui
kanal downlink untuk memberitahu MS mengubah daya pancarnya pada
kanal uplink.
Namun pada saat ditransmisikan melalui kanal downlink, bit PCC
mengalami delay atau
bahkan eror. MS melakukan deteksi bit PCC oleh detector PCC
sehingga diperoleh PCC
yang merupakan faktor pengali terhadap step-size p yang
digunakan untuk
menyesuaikan daya pancar MS pada kanal uplink.
Step pada power control dipengaruhi oleh frekuensi Doppler
mobile station.
Untuk frekuensi Doppler yang rendah, Step size power control
tidak boleh terlalu tinggi.
Hal ini disebabkan karena fading yang dialami oleh sinyal adalah
fading yang lambat.
Jadi dengan step size yang kecil power control mampu mengatasi
permasalahan fading.
Pada frekuensi Doppler yang sangat tinggi, besaran step size
juga tidak boleh terlalu
-
22
tinggi. Hal ini disebabkan karena variasi sinyal terjadi cukup
cepat. Jika menggunakan
step size yang besar, pada suatu saat dapat terjadi keadaan di
mana sinyal terkontrol
memiliki SIR melebihi SIR yang diinginkan. Dengan fixed-step
yang besar, SIR sinyal
terkontrol akan diturunkan secara drastis sehingga fluktuasi
sinyal setelah dikendalikan
power control masih bervariasi.
2.6.3 Outer-Loop Power Control
Untuk memperoleh BER yang sama, user dengan variasi SIR tinggi
memerlukan
nilai Eb/Io yang tinggi juga bila dibandingkan terhadap user
dengan variasi SIR rendah.
Oleh karena itu untuk memperoleh kinerja yang diinginkan, setiap
user memerlukan level
SIR yang berbeda dan untuk melakukan hal ini diperlukan
outer-loop power control.
Untuk menentukan SIR target yang benar, dilakukan pengukuran
BER. BS
melakukan pengukuran BER yang akan dibandingkan dengan BER yang
diinginkan. Jika
BER yang diukur lebih baik dari BER yang diinginkan, SIR target
diturunkan.
Sebaliknya jika BER yang diukur tidak lebih baik dari BER yang
diinginkan, SIR target
dinaikkan. Jadi parameter penting yang digunakan pada algoritma
ini adalah BER.
2.7 Kinerja Power Control
Kinerja power control dievaluasi dalam BER sebagai fungsi dari
Eb/Io. Jika
power control bekerja dengan sempurna maka kinerja yang
diperoleh adalah seperti
kinerja AWGN yaitu kinerja maksimum yang sangat mustahil untuk
memperolehnya
dalam sistem real. Kinerja AWGN untuk modulasi QPSK dapat
ditulis sebagai [6]:
BER Q( )
=
0
2IEQ b
0
12
bEer fcI
= (2.17)
Sedangkan jika suatu sistem CDMA tidak menggunakan power control
maka
kinerja yang diperoleh adalah kinerja fading yaitu bila sinyal
melewati kanal AWGN dan
kanal fading Rayleigh. Untuk kanal fading Rayleigh modulasi QPSK
kinerja BER
sebagai fungsi Eb/Io dinyatakan sebagai [6]:
-
23
BER =
+ 2/12/1
21
+= 00
/1/1
21
IEIE
b
b (2.18)
2.8 Pengaruh Power Control terhadap Kapasitas Kanal
Pada bagian ini akan dijelaskan secara umum pengaruh penggunaan
power
control terhadap kapasitas kanal, baik uplink maupun
downlink.
( ) SNRIoEbMK 11 += (2.19)
dimana K adalah jumlah user, M adalah processing gain, dan SNR
merupakan
perbandingan kekuatan sinyal dengan noise (signal to noise
ratio) [6].
2.9 Pengukuran SIR dengan Auxiliary Spreading Sequence [2] Pada
[2], diusulkan suatu cara pengukuran SIR dengan menggunakan
auxiliary
spreading sequence, dimana SIR diukur pada level simbol setelah
sinyal di-despreading.
Prosesnya ditunjukkan oleh gambar 2.8 berikut.:
Gambar 2.8 Pengukuran SIR dengan auxiliary spreading sequence
[2]
-
24
Pada metode ini, sinyal hasil despreading dari user ke-k diukur
dengan menggunakan
sinyal kompleks spreading-sequence user ke-k ( ) ( )( ) ( )(
)mjcmcmc QkIkk =* ,dimana ( )( ) ( )( ) { }2/1,2/1, +mcmc QkIk ,
kemudian MAI diukur dengan despreading sinyal
yang diterima dengan menggunakan auxiliary spreading
sequence
( ) ( )( ) ( )( )mjcmcmc QaIaa += , dimana ( )( ) ( )( ) {
}2/1,2/1, +mcmc QaIa ,[2]. Auxiliary spreading sequence dipakai
untuk mengukur interferensi dan tidak
ditempatkan pada salah satu user saja di dalam sistem. Namun,
semua user menggunakan
auxiliary spreading sequence yang sama untuk mengukur MAI,
sehingga spreading
sequence tidak boros.
Ketika chip sequence telah sepenuhnya sinkron dengan sinyal yang
diterima dari
user ke-k, variabel akhir k(n) dapat diperoleh setelah sinyal
yang diterima di-despread dengan spreading-sequence user ke-k dan
seluruh chip dari satu periode diterima. Nilai
k(n) dapat diperoleh dari persamaan berikut [2]:
( )[ ] [ ] ( )nbEMnyE kkk .. = (2.20)
Dimana M adalah daya proses CDMA, dan )(tk adalah koefisien
kanal fading dan n adalah indeks simbol. Hasil despreading data
dengan Auxiliary spreading sequence yang
dihasilkan dalam stau periode symbol akan menghasilkan variabel
a(n), dengan nilai [2]:
( )[ ] 0=nyE a (2.21)
Dikarenakan hubungan spreading sequenceyang ditunjukkan pada
(2.12) dan dengan
mengansumsikan data biner bk(n) mempunyai peluang yang sama
antara +1 dan -1.
Dengan demikian, k(n) dan a(n) sama-sama memiliki nilai varians
yang bukan nol karena memiliki hubungan yang saling
timbal-balik.
-
25
Hasil bagi despread dari sinyal yang diamati dengan selisih MAI
dengan sinyal yang
diamati (hanya jumlah interferensi user lain) disebut sebagai
SIR dan dinyatakan sebagai
[2]:
( )( ) ( )
= =
=
=
MB
m
B
nka
B
nk
k
nyBM
nyB
nyB
1
2
1
2
2
1
111
1
(2.22)
2.10 Error Random pada Kanal Downlink Sistem CDMA Dari (2.11),
untuk jumlah user maksimum maka kanal downlink CDMA dapat
dikatakan sebagai kanal AWGN. Karena nilai interface yang
dihasilkan MAI akan
maksimum dan lebih mendominasi nilai SIR. Nilai SIR akan
cenderung konstan, karena
setiap user pada kanal downlink akan mengalami fluktuasi fading
dan melalui lintasan
yang sama. Karena kanal downlink merupakan kanal AWGN, maka
error pada feedback
channel merupakan errror yang terdistribusi random. Dengan
probability density
function (pdf) dari Gaussian random variable X dan mean mx serta
variance x2 adalah
[7]:
fx(x)= ( )
2221exp
21
xxx
mx (2.23)
Persamaan (2.15) merupakan pdf dapat terlihat untuk fx(x) 0, dan
dari integrasi berikut
[7]
( ) ( ) dmxdxxf xxx
x
= 2221exp
21
(2.24)
Dengan mengganti variabel t =( )
,2 x
xmx
maka (2.16) menjadi [7]:
( ) ( )
== 1exp 2 dttdxxf x (2.25)
Fungsi distribusi dari gaussian random variable X dengan mean mx
dan variance x2
adalah [7]:
-
26
Fx (x)= ( )
x
xxx
dm 2
221exp
21 (2.26)
Untuk menunjukkan nilai spesifik dari x dapat menggunakan tabel
error function yang
didefenisikan sebagai berikut [7]:
erf (u) = ( ) u dxz0
2exp2 (2.27)
dengan nilai erf (0) =0 dan erf () =1.
Dengan menggunakan simetri dari (2.26) didapat [7]:
Fx (x) =
+
x
xmxerf 2121 (2.28)
2.11 Diversitas Diversitas adalah teknik untuk mengatasi
multiptah fading dengan menggunakan
dua atau lebih sinyal yang secara statistik independen (dalam
waktu, frekuensi, spatial,
atau polarisasi) antara satu dengan lainnya dalam sistem
nirkabel. Jadi, teknik diversitas
ini mengolah informasi yang sama dari beberapa sinyal yang
independen dan tidak saling
berkorelasi antara sinyal yang ada dan dikombinasikan oleh
susunan penerima. Prinsip
dasar dari diversitas adalah sebagai berikut. Jika beberapa
sinyal yang membawa
informasi yang sama diterima melalui sejumlah kanal dengan
fading yang independen,
maka ada kemungkinan besar pada saat tertentu minimal satu atau
lebih dari sinyal-sinyal
yang diterima tidak terkena deep fade, hal ini memberi
kemungkinan untuk mengirimkan
sinyal yang memadai ke receiver. Tanpa teknik diversitas, pada
kondisi noise besar,
pengirim harus mengirim level daya yang jauh lebih besar untuk
menjaga jaringan
komunikasi pada saat terjadi deep fade. Pada sistem nirkabel,
daya yang digunakan pada
kanal uplink adalah terbatas pada kapasitas batere handphone.
Teknik diversitas
memegang peranan besar dalam mengurangi besarnya daya kirim
sinyal memerlukan
margin tambahan [3].
Pada umumnya terdapat tiga buah teknik diversitas, yaitu time
diversity
(diversitas waktu), frequency diversity (diversitas frekuensi)
dan space diversity
-
27
(diversitas ruang). Pada time diversity, beberapa path sinyal
yang datang membawa
informasi yang sama namun tiba pada time slot yang berbeda, yang
kemudian sinyal
sinyal tersebut dikombinasikan. Perbedaan waktu kedatangan
antara satu path sinyal
dengan sinyal lainnya harus tidak saling berkorelasi
(uncorrelated) sehingga keuntungan
dari penggunaan diversity bisa didapatkan.
Pada frequency diversity, sinyal hasil diversitas frekuensi
didapatkan dari
beberapa path sinyal yang datang yang membawa informasi yang
sama namun
menggunakan frekuensi carier yang berbeda yang kemudian sinyal
sinyal tersebut
dikombinasikan. Pemisahan frekuensi dari beberapa frekuensi
carier yang berbeda harus
melebihi bandwidth dari kanal tersebut. Pada space diversity
atau yang biasa disebut
antenna diversity, sinyal hasil yang didapatkan dari sinyal
datang yang membawa
informasi yang sama yang diperoleh dari antena penerima yang
berbeda yang kemudian
sinyal-sinyal tersebut dikombinasikan. Jarak pemisahan dari satu
antena dengan antena
lainnya harus melebihi jarak dari kanal tersebut.
Selain dari ketiga teknik diversitas di atas, terdapat metode
lain yaitu diversitas
polar dan diversitas sudut. Pada diversitas polar, sinyal
multipath yang berbeda dan tidak
berkorelasi dapat diperoleh dengan mengunakan polarisasi sinyal
yang berbeda-beda.
Diversitas sudut hampir sama dengan diversitas antena, namun
diversitas sudut antenna
digunakan untuk memanfaatkan sinyal multipath yang datang dari
arah yang berbeda.
2.11.1 Diversitas Antena [2] Pada sistem selular, diversitas
susunan antena biasanya diimplementasikan pada
base station (BTS), karena kemudahannya untuk diimplementasikan
dibandingkan jika
diimplementasikan pada mobile station. Penerimaan diversitas
pada base station
digunakan untuk mendapatkan gain pada kanal uplink, sedangkan
pemancaran diversitas
pada base station digunakan untuk mendapatkan gain pada kanal
downlink.
Dimisalkan terdapat L buah antena penerima dengan fading yang
saling
independent. Umumnya, untuk mendapatkan path sinyal yang saling
independent, jarak
antar elemen antena adalah 10 kali panjang gelombang. Berikut
adalah gambar sederhana
dari diversitas susunan antena.
-
28
Gambar 2.9 Model sederhana diversitas susunan antena [2]
Terdapat beberapa algoritma untuk mengkombinasikan path sinyal
yang datang
pada receiver, yaitu selective combining, equal gain combining
dan maximal ratio
combining. Selective combining (SC), algoritma yang paling
sederhana diantara tiga
teknik yang telah disebutkan sebelumnya. Teknik ini hanya
memilih sinyal yang
memiliki SNR terbaik dan membuang sinyal sinyal lainnya. Diagram
blok dari teknik
ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.10 Diagram blok Selective Combining Diversity
-
29
Pada equal gain combining (EGC), berbeda dengan SC yang hanya
mengambil
satu sinyal terbaik, di EGC, sinyal dari semua antena justru
langsung diambil setelah
sebelumnya disamakan terlebih dahulu fasanya (cophased). Jadi,
sinyal yang masuk
demodulator adalah superposisi dari sinyal sinyal yang ditangkap
semua antena. Seperti
pada diagram balok berikut:
Gambar 2.11 Diagram blok Equal Gain Combining
Pada maximal ratio combining (MRC), algoritma ini
mengkombinasikan seluruh
sinyal yang datang dari semua antena seperti pada EGC, namun
masing-masing sinyal
datang tersebut akan dikalikan dengan koefisien faktor tertentu
yang berupa akar kuadrat
dari SNR-nya untuk masing masing sinyal. Keluaran hasil
combining dari diversitas
antena y(t) dapat dinyatakan sebagai berikut [2]:
=
=L
lll txwty
1)()( , (2.29)
dimana xl (t) sinyal dari setiap input diversitas antena. Dengan
vektor w = [w1, w2, ...,
wL]T, dengan wl dinyatakan sebagai [2]:
=l
l
llw
, (2.30)
dimana, )(tl merupakan SIR input pada elemen ke-l dari susuna
antena. Dengan SIR output dinyatakan sebagai [2]:
-
30
=
=L
llMRC
1 (2.31)
Alogoritma MRC lebih optimal digunakan dari kedua algoritma
lainnya [2].
Sehingga pada simulasi pada penelitian ini digunakan algoritma
MRC pada diversitas
antena dengan susunan dua antena (L=2). Diagram blok MRC adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.12 Diagram blok Maximal Ratio Combining