Top Banner
LAPORAN PENDAHULUAN KANKER NASOFARING (KNF) DI R. 19 RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Surgikal Oleh: Merchilliea Eso Navy Gyana 140070300011159 Kelompok 17 PSIK A 2011
40

LP KNF

Jan 27, 2016

Download

Documents

grre
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LP KNF

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER NASOFARING (KNF)

DI R. 19 RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners

Departemen Surgikal

Oleh:

Merchilliea Eso Navy Gyana 140070300011159

Kelompok 17 PSIK A 2011

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2015

Page 2: LP KNF

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KARSINOMA NASOFARING (KNF)

Oleh :

Merchilliea Eso Navy Gyana 140070300011159

Kelompok 17 PSIK A 2011

Telah diperiksa dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )

Page 3: LP KNF

KANKER NASOFARING (KNF)

1. Definisi

Karsinoma (Kanker) Nasofaring (KNF)

merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah

nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller

dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring

merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher

yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty &

Nurbaiti, 2001).

Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah tumor

ganas jenis karsinoma yang berasal dari elemen

epitelial maupun kripta yang berada di mukosa nasofaring.

Secara anatomis, nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di bagian

atas, belakang dan lateral. Rongga nasofaring terletak di belakang kavum nasi dan

berada di tepi bebas palatum mole. Dinding anterior dibentuk oleh lobang koane dan

pinggir posterior kavum nasi. Lantai dibentuk oleh permukaan atas palatum mole,

sedangkan atap dan dinding posterior dibentuk oleh tulang sfenoid, basis oksifut dan

vertebra servikalis (Vasef & Ferlito, 1997).

Fosa Rosenmuleri, yang terletak di dinding lateral nasofaring merupakan lokasi

tersering timbulnya KNF, diikuti sekitar tuba Eustachius, dinding posterior dan atap

nasofaring. Pada mulanya, tumbuhnya tumor sedemikian kecil sehingga sukar diketahui,

selanjutnya tumor dapat meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak. Lapisan

mukosa nasofaring terdiri dari jaringan epitel, limfoid dan kelenjar liur minor. Struktur

ini memberi konsekuensi terhadap kejadian bermacam-macam jenis tumor ganas

nasofaring. Secara mikroskopis tumor ganas nasofaring dapat dibedakan menjadi tiga

kelompok utama yaitu karsinoma sel skuamosa, limfoma dan campuran. Tumor ganas

nasofaring lebih dari 85% adalah jenis karsinoma, lebih kurang 15% limfoma maligna

dan kurang dari 2% tumor jaringan ikat (Neel & Slavit, 1993; Ballenger, 1994).

2. Klasifikasi

Stadium klinik KNF perlu ditegakkan, hal ini berguna untuk menentukan jenis

terapi dan prognosis penyakit. Klasifikasi stadium KNF berdasarkan pada TNM sistem

Page 4: LP KNF

American Joint Committee on Cancer Staging and End Result Reporting/International

Union Againt Cancer (AJCC/IUAC) 2011.

Tumor

primer (T)

Keterangan

Tx Tumor primer tak dapat ditetnukan

To Tidak tampak tumor primer

Tis Tumor insitu

T1 Tumor terbatas pada satu di nasofaring, atau meluas ke

orofaring dan atau ke kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring

T2 Tumor meluas ke parafaring

T3 Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan atau

sinus paranasal

T4 Tumor meluas ke intrakranial dan atau keterlibatan saraf kranial,

hipofaring, orbita, atau perluasan ke fossa infratemporal/ruang

mastikator

Pembesaran kelenjar getah bening regional (N)

Nx Adanya pembesaran kelenjar getah bening tak dapat

ditentukan

No Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening regional

N1 Metastasis KGB unilateral ukuran terbesar kurang dari atau

sama dengan 6 cm, di atas klavikula, dan atau unilateral

bilateral, KGB retrofaring, ukuran kurang atau sama dengan 6

cm

N2 metastasis KGB bilateral ukuran terbesar kurang atau sama

dengan 6 cm, di atas supraklavikula

N3 Metastasis KGB lebih dari 6 cm dan atau di atas fossa

supraklavikula

N3a Ukuran lebih dari 6 cm

N3b Perluasan ke fossa supraklavikula

Page 5: LP KNF

Metastasis jauh (M)

Mx

Mo

Metastasis jauh tidak dapat ditentukan

Tidak ada metastasis jauh

M1 Ada metastasis jauh

Stadium T N M

Stadium 0 T1s No Mo

Stadium I T1 No Mo

Stadium II T2 N1 Mo

T2 No Mo

T2 N1 Mo

Stadium III T1 N2 Mo

T2 N2 Mo

T3 No Mo

T3 N1 Mo

T3 N2 Mo

T3 No Mo

Stadium IVa T4 No Mo

T4 N1 Mo

T4 N2 Mo

Stadium IVb Semua T N3 Mo

Stadium IVc Semua T Semua N Mo

(NCCN guideline, 2011)

KNF merupakan kanker sel skuamus yang berasal dari epitel yang melapisi

nasofaring. Menurut WHO KNF diklasifikasikan dalam 3 tipe yaitu :

1. Tipe 1.karsinoma sel skuamosa berkeratin,ditandai dengan:

Adanya bentuk kromatin di dalam mutiara skuamosa atau sebaga sel

mengalami keratinisasi (diskratosis).

Adanya stratifikasi dari sel, terutama pada sel yng terletak di permukaan atau

suatu rongga kistik.

Page 6: LP KNF

Adanya jembatan intersel (intercellular bridges). Jembatan intersel ini mungkin

disebabkan arena sel mengalami pegerutan akibat dehidrasi pada waktu

membuat sediaan.

2. Tipe 2.karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, ditandai dengan :

Masing-masing sel tumor mempunyai batas yang jelas dan terlihat tersusun

tertur/berjajar

Sering terlihat bentuk plekiform yang mungkin terihat sebagai sel tumor yang

jernih atau terang yang disebabkan adanya glikogen dalam sitoplasma sel.

Tidak terdapat musin atau diferensiasi dari kelenjar.

3. Tipe 3 karsinoma tidak berdifrensiasi,ditandai dengan:

Susunan sel tumor berbentuk sinsitial.

Batas sel atu dengan yang lain suit dibedakan.

Sel tumor berbentuk spindle dan beberapa sel mempunyai inti yang

hiperkromatik dan sel ini sering bersifat dominan.

Sel tumor tidak memproduksi musin

Tipe 2 dan 3 biasanya lebih radiosensitive dan memiliki hubungan yang kuat

dengan VEB (Pahala, 2009)

3. Etiologi

Karsinoma nasofaring disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab

pastinya belum jelas. Faktor yang berperan untuk terjadinya karsinoma nasofaring ini

adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan asin, sedikit memakan sayur dan buah

segar. Faktor lain adalah non makanan seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu

bakar dan asap dupa (kemenyan). Faktor genetik juga dapat mempengaruhi terjadinya

karsinoma nasofaring. Selain itu terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat

menyebabkan karsinoma nasofaring (Nasution,2007).

1. Infeksi Virus Epstein-barr Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya

keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita

ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi

untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host

Infeksi Virus Epstein Barr (Brennan, 2006). Metode imunologi membuktikan virus

EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA), antigen

membran (MA), antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA), dll Konsumsi ikan asin

Beberapa peneliti epidemologi dan laboratorium menghubungkan ikan yang diasinkan

Page 7: LP KNF

yang merupakan makanan kegemaraan penduduk cina selatan kemungkinan sebagai

salah satu faktor yang menyebabkan KNF. Hal ini didasari atas insiden KNF yang

tinggi pada masyarakat nelayan di hongkong yang makanannya banyak

mengkonsumsi ikan yang diasinkan dan sedikit mengandung sayur dan buah.

Kebiasaan memakan makan yang di asinkan juga di temukan pada penduduk

keturunan cina yang bermigrasi ke Negara lain seperti ke Malaysia timur dan Negara

asia tenggara.

Penelitian lain sebelumnya di cina juga mendapatkan bahwa penduduk yang

mulai mengkonsumsi ikan asin setelah masa diasapi mempunyai resiko terjadi KNF

yang lebih tinggi. Tan tjin joe mengirim 12 jenis ikan asin yang berbeda dari Sumatra

utara dan dianalisa oleh prof.HO di hongkong, ternyata ke 12 ikan tersebut dijumpai

nitrosamine (Brennan,2006).

Selain ikan asin, uap nitrosamin tingkat tinggi juga ditemukan pada berbagai

makan yang di awetkan di china, Greenland dimana bahan makan tersebut

mengandung precursor nitrosamine yang tinggi setelah di cerna di lambung.

2. Faktor genetik

Berdasarkan fakta-fakta yang ada terdapat perbedaan frekuensi yang nyata

diantara beberapa kelompok etnik, yaitu adanya peningkatan risiko pada keluarga

penderita KNF. Dan masih tingginya imigran Cina yang terkena KNF di daerah yang

insiden KNF nya sangat rendah.

Penelitian pertama tentang adanya kelainan genetik ras Cina yang dihubungkan

dengan kejadian KNF adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen (HLA).

Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan Bw46

(Cottrill dan Nutting, 2003). Penelitian di Medan menemukan gen yang potensial

sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah gen HLA-

DRB1*08 (Munir D, 2007).

3. Lingkungan dan kebiasaan hidup Faktor lingkungan lain yang mempunyai risiko

terhadap KNF adalah merokok, terpapar bahan dari industri seperti formaldehid, asap

kayu bakar, asap dupa, tetapi hubungan yang jelas antara zat-zat tersebut dengan KNF

belum dapat dijelaskan. Penelitian matching case control di Semarang dilaporkan

paparan formaldehid berbentuk uap dan asap yang terhirup berpeluang terbesar

terhadap terjadinya KNF (Nolodewo A, Yuslam, dan Muyassaroh, 2007). Perokok

berat berisiko 2-4 kali dibanding yang tidak merokok. Konsumsi alkohol yang tinggi

Page 8: LP KNF

tidak menunjukkan risiko pada masyarakat Cina, walaupun di Amerika Serikat

menunjukkan adanya hubungan (Yi, dan Jhen,2009).

4. Radang Kronis

Beberapa peneliti lain melaporkan adanya hubungan yang bermakna antara

adanya infeksi kronis di hidung seperti rhinitis, sinusitis, atau polip nasi dan infeksi

kronis di telinga tengah dengan timbulnya KNF. Adanya peradangan menahun di

nasofaring maka mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen

penyebab KNF (Zahara,2007).

4. Patofisiologi

Nasofaring terletak di belakang tabir langit-langit dan di bawah

dasartengkorak.letak yang demkian sulit untuk diperiksa oleh orang yang bukan ahli,

sehingga sering kali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastase ke leher.

Telah diketahui sejauh ini bahwa proses terjadinya  penyakit kanker berlangsung dalam

tahapan tahapan yang disebut sebagai mekanisme karsinogenesis. Bermula dari

terjadinya defek atau kesalahan letak susunan DNA dalam sel manusia yang

mengakibatkan tidak terkontrolnya mekanisme pertumbuhan sel. Sel akan tumbuh tidak

normal dan berlebihan. Berbagai faktor telah diketahui atau dicurigai sebagai penyebab

terjadinya kekacauan struktur ini. Antara lain disebutkan faktor makanan, seperti

konsumsi lemak yang terlalu tinggi, pola hidup, seperti perokok berat, faktor eksternal

seperti sinar ultraviolet dan sinar radioaktif, pajanan pada bahan kimia atau oleh virus.

Berbagai kekacauan struktur ini telah dapat diidentifikasi oleh para pakar, misalnya

kelainan pada struktur gen BRCA1 dan BRCA2 selalu diasosiasikan dengan kanker

payudara atau indung telur (ovarium), atau gen HLA A2B46 pada pasien kanker

nasofaring. Perubahan genetik ini mengakibatkan proliferasi sel sel kanker secara tidak

terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya

kromosom (chromosome breaks) dan delesi pada sel sel somatik. Sebagian lagi bersifat

diturunkan Adakalanya manifestasi kanker ini memerlukan pula pemicu, terutama pada

kelainan struktur gen yang diturunkan.

5. Manifestasi

Gejala klinis KNF dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: Pertama,

gejala lokal yang disebabkan oleh tumor primernya. Gejala ini terdiri dari gejala hidung

dan gejala telinga, yang merupakan gejala dini KNF. Gejala pada hidung dapat berupa

Page 9: LP KNF

pilek terus menerus dan buntu hidung satu atau dua lubang hidung, lendir dapat

bercampur darah atau nanah yang berbau. Gejala pada telinga berupa tinitus,

pendengaran berkurang atau otitis media yang berulang. Kedua, gejala karena

tumbuh dan meluasnya tumor, ini merupakan gejala lanjut KNF. Tumor dapat

meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak. Tumor yang tumbuh ke depan

mengisi nasofaring dan menutup koane sehingga timbul gejala buntu hidung, bila

tumbuh ke bawah menyebabkan palatum mole bomban (Roezin & Syafril, 2006).

Tumor yang tumbuh infiltratif ke atas melalui foramen laserum dapat

mengenai duramater sehingga menimbulkan sefalgia yang berat. Infiltrasi ke atas juga

bisa mengenai saraf kranialis, bila saraf VI terkena akan menimbulkan diplopia,

saraf V akan menimbulkan trigeminal neuralgia, saraf III dan IV menimbulkan

ptosis dan optalmoplegia. Tumor dapat tumbuh lebih lanjut melalui foramen jugulare

akan mengenai saraf IX, X, XI dan XII. Tumor yang mengenai saraf IX dan X terjadi

parese palatum mole, faring dan laring. Gangguan pada saraf ini akan menimbulkan

gangguan makan, minum dan suara parau. Gejala karena metastasis melalui aliran getah

bening, akan menimbulkan pembesaran kelenjar getah bening leher bisa unilateral atau

bilateral. Gejala karena metastasis jauh melalui darah bisa mengenai hati, tulang, paru,

ginjal, limfa dan lainnya (Chong & Ong, 2008).

Diagnosis KNF didasarkan pada umur penderita dan gejala klinis, melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Sebagai pedoman diagnosis KNF adalah

bila dijumpai salah satu dari TRIAS atau tiga kelompok gejala berikut ini yaitu:

pertama, adanya tumor leher, gejala telinga dan hidung. Kedua, adanya tumor leher,

gejala intrakranial (saraf kranialis), gejala telinga atau hidung. Ketiga, adanya gejala

intrakranial, gejala telinga dan hidung. Diagnosis pasti KNF ditegakkan berdasarkan

hasil pemeriksaan histopatologi biopsi jaringan nasofaring dan dari pemeriksaan ini

dapat ditentukan jenis histopatologinya (Roezin & Syafril, 2006).

Penderita KNF sering mengalami satu atau lebih dari 4 kelompok gejala yaitu

gejala hidung, telinga, keterlibatan saraf kranial, dan pembesaran kelenjar limfe leher.

1. Gejala Hidung

Epistaksis : Gejala ini timbul akibat permukaan tumor rapuh sehingga iritasi

ringan dapat terjadi perdarahan.

Hidung sumbat : Gejala ini akibat pertumbuhan massa tumor yang menutup

koana, infiltrasi tumor dapat terjadi ke mukosa kavum nasi, dan massa tumor

dapat menonjol kedalam kavum nasi (Asroel,2002).

Page 10: LP KNF

2. Gejala Telinga

Gejala ini disebabkan perluasan tumor ke latero-posterior sampai ruang para

nasofaringeal sehingga terjadi gangguan pada fungsi tuba Eustachius.

3. Gangguan pendengaran

Tinnitus : Sering dijumpai pada penderita KNF, dapat sangat mengganggu dan

sulit diobati. Gejala ini juga disebabkan akibat gangguan fungsi tuba

Nyeri telinga / Otalgia : Bila dijumpai gejala otalgia, maka tumor sudah

menginfiltrasi daerah parafaring dan mendestruksi basis kranii. Nyeri yang

hebat pada telinga dapat juga terjadi akibat infiltrasi tumor pada

glossofaringeus

Otitis media serosa sampai perforasi membran timpani : Disfungsi tuba

Eustachius dari infiltrasi ke m.levator veli palatini menyebabkan terjadi otitis

media serosa pada 40 % penderita

4. Gejala Neurologis

Sindroma Petrosfenoidal : Akibat penjalaran tumor primer ke atas melalui

foramen laserum dan ovale sepanjang fosa kranii medial sehingga mengenai

saraf kranial anterior berturut-turut yaitu saraf VI, III, IV, sedangkan saraf II

paling akhir mengalami gangguan. Dapat pula menyebabkan parese saraf V.

Parese saraf II menyebabkan gangguan visus, parese saraf III menimbulkan

ptosis, dan parese saraf III, IV, dan VI menyebabkan keluhan diplopia karena

saraf-saraf tersebut berperan dalam pergerakan bola mata, dan saraf V

(trigeminus) dengan keluhan rasa kebas di pipi dan wajah yang biasanya

unilateral. Apabila semua saraf grup anterior (n. II – n. VI) terkena, maka akan

timbul gejala : neuralgia trigeminal unilateral, oftalmoplegi unilateral, serta

gejala nyeri kepala hebat yang timbul akibat penekanan tumor pada duramater.

Sindroma Parafaring : Gejala ini timbul akibat gangguan saraf kranial grup

posterior (n. IX, X, XI dan XII) karena penjalaran retroparotidean dimana

tumor tumbuh ke belakang masuk ke dalam foramen jugularis dan kanalis

nervus hipoglosus. Manifestasi kelumpuhan ialah : nervus IX : kesulitan

menelan karena hemiparese.konstriktor faringeus superior, nervus X :

gangguan motorik berupa afoni, disfoni, disfagia dan spasme esofagus.

Gangguan sensorik berupa nyeri daerah laring dan faring, dyspnoe dan

hipersalivasi. nervus XI : kelumpuhan atau atrofi m. trapezius,

sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle, nervus XII :

Page 11: LP KNF

hemiparese dan atrofi sebelah lidah, nervus VII dan nervus VIII jarang terkena

KNF karena letaknya agak tinggi (Munir,2007)

5. Limfadenopati servikal

Gejala ini paling sering ditemukan dan membawa penderita berkonsultasi dengan

dokter, sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar leher baik

unilateral atau bilateral. Pembesaran kelenjar leher ini merupakan penyebaran

terdekat secara limfogen dari KNF. Pembesaran kelenjar yang agak khas akibat

metastasis adalah lokasi pada ujung prosesus mastoideus di belakang angulus

mandibula yaitu kelenjar jugulodigastrik dan kelenjar servikal posterior (atas dan

tengah), kemudian diikuti kelenjar servikal tengah. Penelitian di Hongkong

mendapatkan sebagian besar penderita KNF (74.5%) datang berobat dengan

keluhan benjolan di leher, dan paling banyak bilateral sebesar 50% (Lee et al,

1997), sedangkan di Taiwan mendapatkan 64 dari 83 penderita KNF dengan

pembesaran kelenjar leher (Liu et al,2003). Dari enam sentra di Malaysia keluhan

utama adalah bengkak di leher (42%), hidung sumbat (30%), keluhan telinga

(11%), sakit kepala (5%), saraf kranial (6 %), dll (6%). Tumor biasa teraba keras,

tidak nyeri, dapat terfiksir atau mudah digerakkan (Siregar,2010).

6. Gejala Metastasis Jauh

Metastasis jauh dari KNF dapat secara limfogen atau hematogen, yang dapat

mengenai spina vertebra torakolumbar, femur, hati, paru, ginjal dan limpa.

Metastasis jauh dari KNF terutama ditemukan di tulang, paru-paru, hepar dan

kelenjar getah bening supraklavikular. Metastasis sejauh ini menunjukkan prognosa

yang sangat buruk, biasanya 90% meninggal dalam waktu 1 tahun setelah

diagnosis ditegakkan (Siregar,2010)

6. Pemeriksaan Penunjang

Pengetahuan mengenai epidemiologi dan gambaran klinis KNF sangat diperlukan

untuk meningkatkan kewaspadaan dokter terhadap pasien yang mempunyai resiko

tinggi untuk terjadinya keganasan ini. Setelah dicurigai kemungkinan adanya

KNF,pemeriksa yang menyeluruh dan teliti harus segera dilakukan untuk menegakkan

diagnosis yang pasti dan stadium penyakit ini.

1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita KNF. Gejalanya sangat

bervariasi antara satu pasien dengan pasien yang lain (Munir, 2009). Demikian pula

Page 12: LP KNF

dengan keluhan yang ditimbulkannya. Pada stadium dini, keluhan yang ada erring

tidak menimbukan kecurigan atas keberadan tumor ini. Jika ada biasanya berupa

keluhan telinga, hidung atau keduannya.

2. Pemeriksaan

Pada kasus KNF pemeriksaan yang teliti keseluruhan kepala dan leher merupakan

bagian yang terpenting dala menegakkan diagnosis. Nasofaring merupakan daerah

yang tersembunyi atau daerah yang paling sulit diperiksa dengan cara konvensional

a. Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter

Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita dewasa yang tidak sensitif, dilakukan

dengan menggunakan kaca nasofaring. Tumor yang tumbuh eksofitik dan

sudah agak besar akan tampak dengan mudah.

b. Rinoskopi posterior dengan menggunakan kateter

Dua buah kateter dimasukkan masing-masing ke dalam rongga hidung kanan

dan kiri. Setelah tampak di orofaring, ujung kateter tersebut dijepit dengan

pinset dan ditarik keluar, kemudian disatukan dengan masing-masing ujung

kateter yang lainnya. Kedua ujung ini ditarik dengan keras agar palatum molle

terangkat ke atas sehingga rongganya menjadi luas, selanjutnya dikunci dengan

klem. Dengan kaca nasofaring rongga nasofaring tampak dengan jelas

c. Endoskopi

d. Nasofaringoskopi kaku (Rigid nasopharyngoscopy)

Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut bervariasi yaitu 0, 30,

dan 70 derajat dengan tang biopsi.

Nasofaringoskopi dapat dilakukan dengan cara:

Transnasal, teleskop dimasukkan melalui hidung

Transoral, teleskop dimasukkan melalui rongga mulut.

e. Nasofaringoskopi lentur (Flexible nasopharyngoscopy)

Alat ini bersifat lentur dengan ujungnya yang dilengkapi alat biopsi. Endoskopi

fleksibel memungkinkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh terhadap

nasofaring, meskipun masuknya hanya melalui satu sisi kavum nasi. Biopsi

massa tumor dapat dilakukan dengan melihat langsung sasaran. Alat endoskopi

fleksibel ini memiliki saluran khusus untuk suction dimana forsep biopsi dapat

dimasukkan melaluinya, sehingga biopsi tetap dapat dilakukan dengan

pandangan langsung

Page 13: LP KNF

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkuat kecurigaan adanya tumor di

daerah nasofaring, menentukan lokasi tumor yang dapat membantu dalam

melakukan biopsi yang tepat dan menentukan luas penyebaran tumor ke

jaringan sekitarnya. (Chan,Teo, dan Johnson,2002).

Foto polos nasofaring dan dasar tengkorak : Pemeriksaan ini dapat

memperlihatkan bayangan jaringan lunak(soft tissue) di daerah nasofaring

terutama pada tumor yang tumbuh secara eksofitik atau adanya destruksi

dasar tengkorakatau os vertebra servikal.

CT scan nasofaring, pada KNF yang tumbuh endofitik/ submukosa dapat

dideteksi dengan CT scan. Pemeriksaan ini dapat juga mengetahui

penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya yang belum terlalu luas, dan juga

dapat mendeteksi erosi basis krani dan penjalaran perineural melalui

foramen ovale sebagai jalur utama perluasan ke intrakranial. CT scan

dilakukan tanpa zat kontras atau bila diperlukan dapat digunakan zat

kontras bila terdapat kesulitan dalam menentukan batas tumor atau untuk

menilai kelenjar limfe dan pembuluh darah. Selain itu, dapat pula menilai

kekambuhan tumor setelah pengobatam, adanya metastasis, dan juga akibat

komplikasi paska radioterapi seperti nekrosis lobus temporal dan atrofi

kelenjar hipofise.

Magnetic Resonance Imaging(MRI) lebih baik dari CT dalam

memperlihatkan jaringan lunak nasofaring superfisial atau dalam dan untuk

membedakan tumor dengan jaringan lunak. MRI juga lebih sensitif untuk

menilai metastase kelenjar retrofaring dan kelenjar leher dalam. Akan tetapi

MRI kemampuannya terbatas dalam detail tulang dan CT harus dilakukan

bila status dasar tengkorak tidak dapat ditentukan dengan jelas oleh MRI.

Positron Emission Tomography (PET), merupakan pemeriksaan yang

paling sensitif untuk menilai adanya tumor residual atau rekuren pada KNF

(Chan,Teo,dan Johnson,2002)

b. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Sitologi

Sediaan sitologi eksfoliatif dari nasofaring didapat dengan beberapa cara

seperti melalui kerokan (scrapping), sikatan (brushing), usapan (swab) atau

Page 14: LP KNF

dengan menggunakan alat khusus yang dihubungkan dengan penghisap.

Akan tetapi pemeriksaan ini hasilnya sering meragukan, sehingga

pemeriksaan sitologi ini belum dapat diterima untuk mendiagnosis KNF.

c. Pemeriksaan Imunohistokimia

Merupakan teknik deteksi antigen dalam jaringan yang melibatkan deteksi

substansi kimia spesifik dalam jaringan dengan menggunakan derivat antibodi

terhadap substans. Antibodi digunakan terhadap potongan jaringan dan

dibiarkan berikatan dengan antigen yang sesuai. Sistem deteksi digunakan

untuk identifikasi lokasi antibodi menggunakan penanda molekuler yang dapat

dilihat. Deteksi antibodi ini dihubungkan dengan molekul petanda seperti zat

fluororesens atau suatu enzim yang mengkatalis reaksi lebih lanjut membentuk

produk berwarna yang dapat dilihat.

d. Pemeriksaan Serologi

Adanya dugaan kuat virus Epstein Barr sebagai salah satu faktor yang berperan

dalam timbulnya KNF menjadi dasar dari pemeriksaan serologi ini. Antibodi

terhadap VEB baik Ig G dan Ig A penderita KNF meningkat sampai 8-10 kali

lebih tinggi dibandingkan penderita tumor lain atau orang yang sehat. Titer

imunoglobulin A (Ig A) terhadap virus Epstein Barr spesifik untuk kapsul virus

(viral capsid antigen/VCA) dan antigen awal (early antigen/EA) tetapi tingkat

spesifisitasnya kurang terutama pada titer yang rendah, sedangkan IgA VEB

anti EA sangat spesifik untuk KNF tetapi kurang sensitif, dan titernya akan

menurun mendekati normal pada KNF stadium lanjut. Titer yang tinggi dapat

merupakan indikator KNF. Pemeriksaan ini juga berguna untuk tindak lanjut

penderita paska pengobatan untuk mengetahui kemungkinan residif.

4. Polimerase Chain Reaction (PCR)

Digunakan untuk menyalin rantai DNA spesifik dalam jumlah besar, sehingga

dapat menunjukkan ada atau tidaknya sebuah gen, mendeteksi adanya mutasi,

amplifikasi, rekayasa genetika, dan untuk mendeteksi DNA virus atau bakteri.

7. Penatalaksanaan

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan

megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan

Page 15: LP KNF

dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,

seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan tambahan ini masih dalam

pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant

(tambahan) ( Roezin, Anida, 2007 National Cancer Institute, 2009).

Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini

sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula

telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-

platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan

kesembuhan yang lebih baik. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-

fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer

memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma

nasofaring (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002 dan Arisandi, 2008).

Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher

yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran

selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan

pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi sisa tumor induk (residu) atau kambuh

(residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi (Roezin,

Anida, 2007).

Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut

rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu

penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan

banyak kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan

mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain

adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis

jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang

muntah atau rasa mual ( Roezin, Anida, 2007).

Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana

tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh

pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas

tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien akhirnya meninggal dalam keadaan umum

yang buruk , perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan

terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor (Fuda Cancer Hospital

Guangzhou, 2002 dan Roezin, Anida, 2007).

Page 16: LP KNF

Beberapa macam pengobatan untuk penderita nasopharing carsinoma, antara

lain:

a. Terapi Radiasi

Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi ini

dilakukan selama 5-7 minggu. Terapi ini digunakan untuk kanker pada tingkatan

awal.

Efek samping dari terapi ini adalah: mulut terasa kering, kehilangan pendengaran

dan terapi ini memperbesar resiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.

b. Kemoterapi

Merupakan terapi dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja

dengan cara mereduksi sel-sel kanker yang ada, namun adakalanya sel-sel yang

sehat (tidak terkena kanker) juga tereduksi. Efek samping dari terapi ini adalah

rambut rontok, mual, lemas (seperti kehilangan tenaga). Efek samping yang

timbul tergantung pada jenis obat yang diberikan.

c. Pembedahan

Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening yang

telah terkena kanker.

d. Radioterapi

Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut,

bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan

dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada

penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah

hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian

tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.

e. Terapi Biologis

Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.

e. Terapi Herbal TCM

Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi

radiokemoterapi, fuzhengguben (menunjang, memantapkan ketahanan tubuh),

kasus stadium lanjut tertentu yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi

masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi sindromnya dengan TCM. Efek

herbal TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini masih dalam

penelitian lebih lanjut.

Page 17: LP KNF

8. Komplikasi

Reaksi akut terjadi selama terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan

reaksi yang bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat irreversibel.

Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah:

o Mukositis: Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa eritema

dan adanya ulser yang biasanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi

kanker. Biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya dan dapat

mempengaruhi nutrisi serta kualitas hidup pasien.

o Kandidiasis: Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi opurtunistik berupa

kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans. Infeksi

kandida ditemukan sebanyak 17-29% pada pasien yang menerima radioterapi.

o Dysgeusia adalah respon awal berupa hilangnya rasa pengecapan, dimana salah

satunya dapat disebabkan oleh terapi radiasi.

o Xerostomia: Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak 80% pasien yang

menerima radioterapi. Xerostomia juga dikeluhkan sampai radioterapi telah selesai

dengan rata-rata 251 hari setelah radioterapi. Bahkan tetap dikeluhkan setelah 12-

18 bulan setelah radioterapi tergantung pada dosis yang diterima kelenjar saliva

dan volume jaringan kelenjar yang menerima radiasi.

Komplikasi kronis diantaranya:

o Karies gigi : Karies gigi dapat terjadi pada pasien yang menerima radioterapi.

Karies gigi akibat paparan radiasi atau yang sering disebut dengan karies radiasi

adalah bentuk yang paling destruktif dari karies gigi, dimana mempunyai onset dan

progresi yang cepat. Karies gigi biasanya terbentuk dan berkembang pada 3-6

bulan setelah terapi radiasi dan mengalami kerusakan yang lengkap pada semua

gigi pada periode 3-5 tahun.

o Osteoradionekrosis: Osteoradionekrosis (ORN) merupakan efek kronis yang

penting pada radioterapi. Osteoradionekrosis adalah nekrose iskemik tulang yang

disebabkan oleh radiasi yang menyebabkan rasa sakit karena kehilangan banyak

struktur tulang.

o Nekrose pada jaringan lunak: Komplikasi oral kronis lain yang dapat terjadi adalah

nekrose pada jaringan lunak, dimana 95% kasus dari osteoradionekrosis

berhubungan dengan nekrose pada jaringan lunak. Nekrose jaringan lunak

didefinisikan sebagai ulser yang terdapat pada jaringan yang teradiasi, tanpa

Page 18: LP KNF

adanya proses keganasan (maligna). Evaluasi secara teratur penting dilakukan

sampai nekrose berkurang, karena tidak ada kemungkinan terjadinya kekambuhan.

Timbulnya nekrose pada jaringan lunak ini berhubungan dengan dosis, waktu, dan

volume kelenjar yang teradiasi.

o Gagal napas dapat terjadi karena adanya metastase dari tumor nasofaring sampai

pada trakea sehingga terjadi sumbatan total pada trakea, transportasi oksigen

menjadi terhambat, jika hal ini terus dibiarkan maka dapat mengakibatkan gagal

napas.

o Peningkatan tekanan intrakranial, dapat terjadi ketika metastase tomor sudah

mencapai lapisan otak, dan menekan/menyesak duramater otak sehingga

merangsang peningkatan tekanan intra kranial.

9. Asuhan Keperawatan

PENGKAJIAN

1. Pola Persepsi Kesehatan Manajemen Kesehatan

Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang

dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien? Biasanya klien yang datang ke

rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, klien biasanya kurang

mengetahui penyebab terjadinya serta penanganannya dengan cepat. Kebiasaan

makan makanan yang terpapar ebstein barr virus, makanan yang mengandung

pengawet (karsinogenik), terpapar bahan-bahan kimia seperti tinggal di area dekat

pabrik, pengolahan limbah, asap kayu bakar.

2. Pola Nutrisi Metabolic

Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia, 

mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan,

perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan mengalami penurunan berat

badan akibat inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.

3. Pola Eliminasi

Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi

urin,    perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak mengalami

gangguan eliminasi.

4. Pola aktivas latihan

Page 19: LP KNF

Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya klien

mengalami kelemahan atau keletihan akibat progresivitas tumor.

Ø  Stadium pertama dan dua : Sesak nafas,

Ø  Stadium tiga : Tidak bisa menggerakan kepala.

Ø  Stadium empat : Sakit kepala, hambatan mobilisasi.

5. Pola istirahat tidur

Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien

tidur dalam sehari? Biasanya klien mengalami perubahan pada pola istirahat. Adanya

faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

6. Pola kognitif persepsi

Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan

penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji bagaimana klien

dalam berkomunikasi?  Biasanya klien mengalami gangguan pada indra penciuman.

7. Pola persepsi diri dan konsep diri

Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya?

Konsep diri pasien terutama gambaran diri terhadap perubahan tubuh misalnya

adanya massa yang  nampak pada hidung, massa yang mengalami penyebaran ke

depan sehingga bermanifestasi gejala leher gondok, polip pada hidung, tuba

eustachius pada telinga. Apakah klien merasa rendah diri terhadap penyakit yang

dideritanya ? Biasanya klien akan merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang

dideritanya. Ideal diri terhadap kesembuhan pasien. Harga diri mengenai

penyakitnya yang mempengaruhi aktivitas sehingga tidak bias berkerja.  Identitas

diri mengkaji pekerjaan pasien, peran diri pasien sebagai kepala rumah tangga.

8. Pola peran hubungan

Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama

dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat

sekitarnya? Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

Malu berinteraksi, takut merepotkan orang lain, dan keluarga sangat berperan dalam

proses penyembuhan pasien.

9. Pola reproduksi dan seksualitas

Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan

kepuasan pada klien? Biasanya klien akan mengalami gangguan pada hubungan

dengan pasangan karena sakit yang diderita oleh klien.

10. Pola koping dan toleransi stress

Page 20: LP KNF

Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien

menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres? Biasanya klien akan sering

bertanya tentang pengobatan, proses pengobatan yang membutuhkan waktu yang

lama, kualitas hidup bagaimana?

11. Pola nilai dan kepercayaan

Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya?

Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien? Biasanya klien

lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan

3. Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera

4. Ansietas b/d ancaman kematian.

5. Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.

6. Gangguan pertukan gas b/d  perubahan  membrane kapiler-alveolar

7. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi

8. Gangguan presepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/

integrasi sensori

9. Resiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun

10. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular.

11. Resiko kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik (mis: terpotong, terkena tekanan

dan akibat restrain)

12. Resiko cedera b/d disfungsi sensori.

13. Hambatan komunikasi verbal b/d defek anatomis pita suara.

INTERVENSI

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.

Data subyektif:

-  Menyatakan kesulitan untuk bernafas.

Data obyektif:

- Sesak nafas

- Frekwensi nafas > 20 x/menit

Page 21: LP KNF

- Nampak kebiruan

- Suara serak

NOC: kepatenan jalan napas.

Intervensi

5. Kaji frekuensi, kedalamaan, dan upaya pernapasan.

6. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam.

7. Atur posisi pasien dengan bagian kepala tempat tidur dtitinggikan 450.

8. Penghisapan nasofaring untuk mengeluarkan sekret.

9. Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan institusi.

2. Nutrisi, ketidakseimbangan: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan.

Data subyektif: Mengemukakan tidak nafsu makan, sakit saat mengunyah, Kadang-

kadang mual

Data obyektif:

- BB menurun

- Kulit kering

- Turgor kurang baik

- Tampak lemas.

NOC: asupan makanan dan cairan adekuat

Intervensi

Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan

Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang

siap dikonsumsi

Timbang pasien pada interval yang tepat.

Ubah posisi pasien semi Fowler atau Fowler tinggi.

Identifikasi perubahan pola makan.

Konsultasikan pada ahli gizi untuk memeberikan makanan yang mudah dicerna,

secara nutrisi seimbang.

3.  Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera

Data subyektif:

Page 22: LP KNF

-  Menyatakan nyeri kepala

Data obyektif:

- Raut muka menyeringai

- Perilaku berhati-hati

- Perilaku mengalihkan: menangis, merintih

NOC: pengendalian nyeri

Intervensi

o Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10.

o Ajarkan penggunaan teknik relaksasi.

o Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak

nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi

dengan pengunjung.

o Jadwalkan periode istirahat, berikan lingkungan yang tenang.

o Gunakan pendekatan yang positif Untuk mengoptimalkan respons pasien terhadap

analgesik.

o Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal.

4. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.

DS:

o Pasien mengeluh ketakutan.

DO:

- Gelisah

- Wajah tegang

NOC: menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas.

Intervensi

1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.

2. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan

perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.

3. Pada saat ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang, dan berikan

ketenangan serta rasa nyaman.

4. Sediakan pengalihan melalui televisi, radio, permainan, serta okupasi.

5. Dampingi pasien (misalnya, selama prosedur) untuk meningkatkan keamanan

Page 23: LP KNF

dan mengurangi rasa takut.

6. Berikan obat untuk menurunkan ansietas.

5. Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.

DS:

o Pasien mengungkapkan masalah secara verbal

DO:

- Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat

- Pasien tampak histeris

NOC: memperlihatkan pengetahuan proses penyakit.

Intervensi

a. Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman

terhadap materi.

b. Bina hubungan saling percaya.

c. Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi bila

diperlukan.

d. Ikutsertakan keluarga atau orang terdekat.

e. Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar.

f. Rencanakan penyesuaian dalam terapi bersama pasien dan dokter.

Page 24: LP KNF

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.

Jakarta.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta

: EGC;1999

Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach. 2

nd Edition : WB Sauders.

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga

Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001

Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi

Lab/UPF Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.

R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta : EGC ;

1997

Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih

bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;

2001

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT.

Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.

Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung,

Tenggorokan. Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga Surabaya.

Page 25: LP KNF

Patofisiologi

Infeksi virus( Virus SV –4)

Mutasi gen pengendali

pertumbuhan

Berfungsinya onkogen

( Carsinogenic Agent)

Gangguan mekanisme pengendalian

pertumbuhan normal

Perubahan epitel siliadan mukosa / ulserasi bronchus

Jinak (Epidermoid, sel besar, adeno carsinoma )

KohesifTumbuh lambatPola teraturBerkapsul

Ganas/kanker (Sel kecil/oat cell)Kurang kohesifPertumbuhan cepatPola tidak teraturTidak berkapsul

MetastaseHematogen/Limfogen/Langsung

Multiorgan failureSepsis

Kompetisi Pemakaian

Nutrisi, rangsangan

organ viseral melalui

transmitor H1, serotonin (5 HT3), Host Cytokine

Penekanan reseptor Pada lobus paru,

prostalagnin, serotonin, bradikinin,

norefinefrin, ion hidrogen, ion kalium

dan subtance P

Ketakutan(Kecemasan)

Syok Sepsis

Ggn NutrisiNyeri

Kelemahan /Intoleransi aktivitas

Resiko infeksi

Hipertermi

Lumen distal

Brokiektasis

Ggn pertukaran

gas

Proksimal

Sumbatan partial/total

Pola

nafas

tidak

efekti

f