1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah suatu keadaan dimana jaringan tertentu mengalami kerusakan akibat bersentuhan dengan sumber benda yang panas dengan temperature panas lebih dari 120 0 F atau 49 0 C. Dimana di amerika dilaporkan sekitar 2-3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5 sampai 6 ribu kematian pertahun 1 . Dan di Indonesia angka kejadian luka bakar cukup tinggi yaitu sekitar 250 jiwa pertahun. Dari unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data bahwa kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% yang disertai cedera pada saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari perawatan pertanma 2 . Selain itu statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab- sebab lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus. Sumber panas dari luka bakar yaitu api, air panas, radiasi, listrik, bahan kimia, bahkan dapat juga disebabkan oleh gesekan dengan benda yang panas. Dimana sesorang yang mengalami luka bakar akan mengalami warna kulit yang kemerahan, pembengkakan, kulit terkelupas, mengakibatkan rasa sakit pada tubuh mereka, sakit kepala, pusing serta dapat dapat menyebabkan trauma. Gejala trauma ini ditandai dengan rasa takut tinggi yang dialami pasien, tubuhnya tampak lemah, mukanya pucat, jari-jarinya gemetar, dan sulit bernapas. Melihat dari gejala yang ditimbulkan diatas mengakibatkan diberlukannya penangan yang cepat dan tepat untuk meringankan rasa sakit atau morbiditas yang dialami pasien 2 . Luka bakar terbagi atas tiga tingkatan yaitu luka bakar tingkat pertama yang akan menyebabkan kulit bewarna kemerahan dan mengalami pembengkakan, dimana pada luka ini merusak jaringan kulit bagian epidermis. Selanjutnya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar adalah suatu keadaan dimana jaringan tertentu mengalami
kerusakan akibat bersentuhan dengan sumber benda yang panas dengan
temperature panas lebih dari 1200 F atau 490C. Dimana di amerika dilaporkan
sekitar 2-3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5
sampai 6 ribu kematian pertahun1. Dan di Indonesia angka kejadian luka
bakar cukup tinggi yaitu sekitar 250 jiwa pertahun. Dari unit luka bakar RSU
Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data bahwa kematian umumnya terjadi
pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% yang disertai cedera pada
saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari perawatan pertanma2. Selain itu
statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan
rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-
sebab lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus.
Sumber panas dari luka bakar yaitu api, air panas, radiasi, listrik, bahan
kimia, bahkan dapat juga disebabkan oleh gesekan dengan benda yang panas.
Dimana sesorang yang mengalami luka bakar akan mengalami warna kulit
yang kemerahan, pembengkakan, kulit terkelupas, mengakibatkan rasa sakit
pada tubuh mereka, sakit kepala, pusing serta dapat dapat menyebabkan
trauma. Gejala trauma ini ditandai dengan rasa takut tinggi yang dialami
pasien, tubuhnya tampak lemah, mukanya pucat, jari-jarinya gemetar, dan
sulit bernapas. Melihat dari gejala yang ditimbulkan diatas mengakibatkan
diberlukannya penangan yang cepat dan tepat untuk meringankan rasa sakit
atau morbiditas yang dialami pasien2.
Luka bakar terbagi atas tiga tingkatan yaitu luka bakar tingkat pertama yang
akan menyebabkan kulit bewarna kemerahan dan mengalami pembengkakan,
dimana pada luka ini merusak jaringan kulit bagian epidermis. Selanjutnya
2
luka bakar tingkat kedua yang mana pada luka ini kulit seseorang yang
mengalami luka bakar akan bewarna kemerahan,mengalami pembengkakan
dan mengelupas. Selain itu luka bakar tingkat kedua menyebakan kulit pada
lapisan dermis dan epidermisnya mengalami kerusakan2,3. Kemudian pada
luka bakar tingkat ketiga, sering disebut sebagai luka bakar penuh. Luka ini
dapat merusak jaringan kulit hingga dalam. Dimana kerusakan pada jaringan
ini dapat merusak jaringan lemak, otot serta tulang seseorang.
Selain tiga tingkatan tadi tingkatan luka juga dipengaruhi oleh seberapa luas
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar tersebut atau disingkat dengan
BSA. Dimana pekerja perawatan menggunakan sembilan penilain untuk
menentukan luka seseorang tersebut dan dipakai untuk pasien yang berusia 9
tahun keatas. Sembilan bagian tersebut meliputi: luka pada setiap lengan dan
tangannya 9% dari BSA, kemudian luka pada kakinya adalah 18%, luka
pada bagian tubuh depan adalah 18%, luka dibagian belakang tubuh seperti
pantat adalah 18%, di bagian kepala dan leher adalah 9% dan di daerah alat
kelamin yaitu 1%. Namun penilaian diatas tidak berlaku untuk anak anak
kecil3. Dalam kasus yang terjadi belakangan ini banyak kasus luka bakar pada
luka bakar tingkat dua yang menyebabkan kulit rusak dan apabila kurangnya
perawatan yang efektif dari luka tersebut menimbulkan luka tersebut sarang
bakteri yang menyebabkan kulit mengalami infeksi3.
Dalam penangan luka bakar sebelumnya akan dilakukan diagnnosa.
Mendiagnosa pasien yang luka bakar dapat dilakukan dengan bertanya
kepada pasien, keluarga, atau teman pasien untuk mendapatkan data
mengenai luka bakar yang diderita pasien3. Selanjutnya dapat dilakukan
pemeriksaan kondisi pasien apakah pasien hanya mengalami luka pada
tubunya saja atau hingga mengalami trauma3. Setelah memeriksa pasien dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan kepada pasien. Dimana pengobatan
ini diberikan berbeda-beda yang didasari oleh ada atau tidaknya rasa sakit,
jenis luka, dan tingkatan luka. Pengobatan luka bakar berbeda-beda, ini
didasarkan pada penyebab luka tersebut, seperti luka bakar terkena panas hal
yang pertama dilakukan yaitu menghentikan proses panas pada kulit dengan
mengompres dengan air dingin, jika luka akibat zat kimia hal yang pertama
3
dilakukan yaitu membilas luka dengan air dingin selama 15 menit kemudian
mengeringkannya dengan lap kering yang steril. Jika belum hilang sebaiknya
dibawa kedokter untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Kemudian untuk
luka akibat terkena listrik penangannya harus hati-hati karena seseorang
harus melepas diri dari sumber listrik dan tidak tersengat arus listrik. Maka
dari itu sebelum memberi pertolongan pastikan stopcontak sudah mati dan
tangan penolong tidak basah. Kemudian tenangkan pasien dan buat
kondisinya senyaman mungkin. Jika pasien mengalami pingsan sebaiknya
segera membawanya ke dokter.3
Selama ini penangan yang dilakukan pada luka bakar tingkat dua hanya
menggunakan alat-alat sederhana untuk menghilangkan panas akibat luka
tersebut tanpa memperhatikan proses penyembuhan dari luka tersebut. Selain
itu adanya penaganan menggunakan obat-obatan yang tidak mengandung
antiseptic serta kurangnya perawatan dalam merawat pasien luka bakar
mengakibatkan bakteri anaerob mudah berkembang di daerah luka tersebut
yang mengakibatkan kulit yang mengalami infeksi.3 Oleh sebab itu kami
menyarankan penggunaan potensial curcumin–chitosan sebagai anti inflamsi
dan antiinfeksi pada luka bakar tersebut.dimana chitosan diambil dari kitin
yang terdapat pada cangkang kepiting.4
1.1 Struktur Kitosan
Kitin adalah polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, alginat, dan
sebagainya yang dapat terdegradasi secara alami dan non toksik. Kitin
merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β (1-4)-2-asetamido-
4
2deoksi-D-glucopiranosa, sedangkan chitosan adalah deasetilasi kitin5. Kitin
banyak didapati pada kulit-kulit luar arthropoda, crustacea (seperti udang,
kepiting, rajungan, dan lobster), mollusca, annelida, dinding yeast dan
serangga6.
Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan bahan baku kitin yang
banyak terdapat dalam kulit udang, kulit kepiting, dan cumi-cumi akan
menjadi sangat potensial dalam produksi kitin dan chitosan. Pemanfaatan
kepiting umumnya baru terbatas untuk keperluan makanan, biasanya hanya
dagingnya saja yang diambil sedangkan cangkangnya dibuang, padahal
cangkang kepiting mengandung senyawa kitin yang cukup tinggi yaitu,
sekitar 20-30 % berat kulit keringnya5,6. Sedangkan kulit kepiting sendiri
merupakan limbah pengalengan kepiting yang belum diolah secara maksimal.
Penggunaan kitin dibatasi oleh sifat-sifat yang tidak larut dan sulit dipisahkan
dengan bahan lain yang terikat terutama protein, sehingga untuk
pemanfaatannya kitin perlu diubah terlebih dahulu menjadi chitosan. Salah
satu cara lain memanfaatkan limbah ini adalah dengan mengektraksi senyawa
kitin yang terdapat di dalamnya, lalu dengan proses deasetilasi kitin diolah
menjadi chitosan. Chitosan merupakan biopolimer yang banyak digunakan
sebagai antibakteri, antijamur dan memiliki aktivitas anthelmintic yang akan
mencegah dari terkena mikroba. Selain itu chitosan juga memiliki efek
Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah sumber
pustaka yang relevan dengan topik permasalahan yang dibahas. Sumber
pustaka yang dipergunakan memiliki validitas dan relevansi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Jenis data yang diperoleh berupa data sekunder
yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
1.2 Pengumpulan Data
Dalam penulisan karya ilmiah ini digunakan metode telaah pustaka yang
didasarkan atas hasil pengkajian terhadap berbagai sumber data yang telah
teruji validitasnya, berhubungan satu sama lain, relevan dengan kajian
tulisan, serta mendukung uraian atau analis pembahasan.
1.3 Analis Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul, dilakukan pengolahan data
dengan menyusun secara sistematis dan logis. Teknik analisis data yang
dipergunakan adalah analisis deskriptif argumentative.
1.4 Penarikan Simpulan
Setelah proses analisis, dilakukan proses sintesis dengan menghimpun dan
menghubungkan rumusan masalah, tujuan penulisan, serta pembahasan.
Berikutnya ditarik kesimpulan yang bersifat umum kemudian
direkomendasikan beberapa hal sebagai upaya transfer gagasan.
12
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kontruksi pembuatan gel chitosan- curcumin pada luka bakar tingkat
dua
4.1. 1 Ekanpulasi curcumin dengan chitosan
Chitosan adalah poli 2-amino-2-deoksi-β-D-glukosa, merupakan kitin yang
terdeasetilasi, dimana gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh hidrogen
menjadi gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi
tinggi. Sebelumnya telah dijelaskan fungsi Chitosan sebagai antibakteri ini
berkaitan sifat chitosan yang aktif terhadap bakteri Staphylococcus aureus
(Fernandez, dkk., 2008). Aktifitas antibakteri kitosan berkorelasi erat dengan
karakteristik permukaan sel mikroba tersebut. Hal ini dikarenakan muatan
positif yang berasal dari gugus asam amino dalam suasana pH asam (dibawah
6,5) yang menyebabkan depolarisasi membran seluler mikroba, sebagai akibat
tergangunya integritas dinding sel dari hubungan molekul yang menyebabkan
kematian bagi mikroba, rantai hydrogen menjadikan chitosan sebagai system
pengantar zat yang baik.
Curcumin mempunyai kemampuan untuk mereduksi dan mengkheleat ion-ion
logam. Dalam bidang kimia curcumin dimanfaatkan dalam mengekstrak ion-
ion logam hal ini berhubungan dengan adanya gugus β-diketon pada struktur
curcumin. Pemanfaatan curcumin ini sebagai antiinflamasi, anti bakteri dan
mikroba serta anti infeksi yang baik dalam penanganan kasus luka7,8. Curcumin
dengan rumus kimia C2H20O6 memiliki sifat larut dalam etanol dan tidak dapat
larut dalam air. Adapun struktur dari curcumin seperti gambar dibawah
13
Melihat manfaat dari curcumin tersebut yang berperan sebagai anti infamasi
dapat membantu dalam penyembuhan luka karena mampu menutup jaringan
kulit yang luka dengan membentuk benang-benang fibrin8.9. Disamping itu
manfaat curcumin sebagai anti bakteri dan mikroba dapat membantu untuk
menghindari terjadinya infeksi pada luka akibat perawatan yang kurang
optimal. Namun karena sifat curcumin yang tidak dapat larut dalam air
diperlukan kombinasi dengan senyawa yang mampu larut dalam air serta
memilki sifat penghantar obat yang baik.
Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa chitosan baik digunakan sebagai
senyawa penghantar obat karena sifat chitosan yang biokompatibel,
biodegradabel, dan nontoksik sehingga mudah dimodifikasi baik secara kimia
maupun secara fisika. Hal ini berkaitan dengan jumlah yang besar dari gugus
amino yang terdapat pada chitosan dapat larut dalam air dan asam organic
seperti formic, tartarat asetat, dan citric pada ph rendah karena ph protonation
dari kelompok amino 41. Untuk pengiriman, obat partikulat sebuah teknik
cross-linking oleh glutaraldehyde ini umumnya digunakan 42. Alginate, sebuah
marine-derived polisakarida, adalah berlimpah tersedia di alam dan sebuah
alternatif menarik untuk dikendalikan rilis sistem, seperti yang setuju untuk
sterilisasi dan penyimpanan 43. Akan tetapi disamping fungsinya sebagai
pengantar obat yang baik chitosan memilki kelemahan dalam daya tahan
sehigga harus dimodifikasi.
Modifikasi kimia chitosan yang pernah dilakukan adalah dengan
menambahkan glutaraldehida sebagai agen peanut silang dan polimer alami
atau sintetis sebagai bahan saling tembus (interprenetrating agent). Dimana
kinerja chitosan termodifikasi tersebut melalui uji difusi memberikan gambaran
bahwa mekanisme kombinasi chitosan memberikan efek awalan
pembengkakan membrane baru kemudian kontak dengan cairan tersebut,
selanjutnya pembukaan pori sehingga obat terlepas. Dari hal tersebut cara kerja
curcucumin dengan penyalut chitosan untuk menghantarkan obat pada luka
bakar diawali dengan rasa perih pada kulit yang mengakibatkan kulit
14
mengalami pembengkakan namun setelah beberapa saat kandungan curcumin
dalam tubuh akan dialirkan ke kulit yang mengalami luka tersebut.
Gambar 2 Struktur hidrogel kitosan: (a) tautan-silang kitosan-kitosan, (b)
jejaring polimer hibrida, (c) jejaring semi-IPN, dan (d) kitosan bertautan-
silang ionik (Berger et al. 2004).
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa chitosan banyak dimodifikasi dalam
pemanfaataanya. Salah satunya ia digunakan sebagai bahan penyalut dari
senyawa yang akan ditransbusi ke dalam tubuh. Namun dalam sistem kerjanya
chitosan tidak dapat bekerja sendiri karena kelemahan efektivitas dalam
bekerja. Ini disebakan karena chitosan memilki daya tahan yang rendah serta
gelnya mudah rapuh jika tidak dimodifikasi.8,9
4.1.2 Pembuatan Gel Chitosan
Sediaan Gel merupakan sediaan semipadat digunakan pada kulit, umumnya
sediaan tersebut berfungsi sebagai pembawa pada obat-obat topikal, sebagai
pelunak kulit,atau sebagai pembalut pelindung atau pembalut penyumbat
(oklusif). Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri
dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau
15
molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan 9,10. Gel adalah sistem
semipadat dimana fase cairnya dibentuk didalam suatu matriks polimer tiga
dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintesis) yang tingkat ikatan silang
fisik (atau kadang–kadang kimia)-nya yang tinggi. Gel dibuat dengan proses
peleburan, atau diperlukan statu prosedur khusus berkenaan dengan sifat
mengembang dari gel. Idealnya pemilihan gelling agent dalam sediaan farmasi
dan kosmetik harus inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
Penambahan gelling agent dalam formula perlu dipertimbangkan yaitu tahan
selama penyimpanan dalam tube selama pemakaian topikal.Beberapa gel,
terutama polisakarida alami peka terhadap penurunan jumlah
mikroba.Penambahan bahan pengawet perlu untuk mencegah kontaminasi dan
hilangnya karakter gel dalam kaitannya dengan microbial11.
Pembentukan gel pada chitosan adalah salah satu contoh pembentukan gel dari
polimer alami. Dimana polimer ini berbentuk polisakarida bercabang dan
bersifat anionic ( bermuatan negative dalam larutan air atau dispersi) 12.
Pembuatan chitosan dilakukan dengan beberpa tahap sebelum diolah menjadi
gel, yaitu:
a. Persiapan Kulit Udang
Udang segar diambil kulitnya dan dibersihkan dari daging, kemudian
dicuci dan dibersihkan sampai tidak ada kotoran yang menempel pada
kulit udang. Kulit udang kemudian dijemur sampai kering, setelah itu
digiling sampai halus. Kulit udang yang telah halus kemudian diayak
menggunakan ayakan 100 mesh untuk mendapatkan serbuk kulit udang.11
b. Deproteinasi Serbuk Kulit Udang
Serbuk kulit udang yang telah diayak sebesar100 mesh dilarutkan ke
dalam NaOH 3,5% dengan perbandingan kulit udang dengan NaOH 3,5%
sebesar 1:10 (w/v). Serbuk kulit udang yang telah dilarutkan ke dalam
NaOH 3,5% kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 2
jam pada suhu 65oC, setelah itu dimasukkan ke dalam penangas es sampai
seluruh endapan mengendap.Endapan yang terbentuk kemudian
dipisahkan dengan filtratnya dengan menggunakan saringan kain dan
16
corong Buchner. Endapan yang terbentuk kemudian dicuci menggunakan
aquades sampai pH netral. Endapan yang telah menjadi netral kemudian
dikeringkan ke dalam oven vakum selama 4 jam pada suhu 100oC.
Endapan yang telah dikeringkan kemudian diuji menggunakan ninhidrin
untuk mengetahui bahwa di dalam endapan sudah tidak terkandung
protein.
c. Demineralisasi Serbuk Kulit Udang
Endapan yang terbentuk pada saat proses deproteinasi serbuk kulit udang
kemudian dicampur dengan larutan HCl 1N dengan perbandingan endapan
dan larutan HCl 1N sebesar 1:15 (w/v). Endapan yang telah dicampur
dengan larutan HCl 1N kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic
stirrer, setelah itu campuran dibiarkan mengendap. Endapan yang
terbentuk kemudian dipisahkan dengan filtratnya dengan menggunakan
saringan kain dan corong Buchner. Endapan kemudian dicuci
menggunakan aquades sampai pHnya menjadi netral. Endapan kemudian
dikeringkan dalam oven selama 4 jam pada suhu 100oC. Kemudian
endapan dikarakterisasi menggunakan FTIR. 12
4.2 Deasetilasi Kitin menjadi Khitosan
Endapan yang dihasilkan dari proses demineralisasi serbuk udang kemudian
direfluks dengan menggunakan larutan NaOH 50% dengan perbandingan endapan
dan larutan NaOH 50% adalah 1:10 (w/v) sambil dialiri dengan gas N2 selama 1
jam pada suhu 100oC. Endapan yang telah direfluks kemudian diletakkan ke
dalam gelas beker dan diletakkan ke dalam penangas es. Endapan yang terbentuk
kemudian dipisahkan dengan filtratnya dengan menggunakan saringan kain dan
corong Buchner. Endapan kemudian dicuci dengan aquades sampai pH netral.
Endapan kemudian dikeringkan ke dalam oven vakum pada suhu 100oC selama 4
jam. Kemudian endapan dikarakterisasi menggunakan FTIR13.
Setelah mendapatkan ekstrak dari chitosan dilanjutkan dengan pembuatan gel
yaitu dengan cara melarutkan semua bahan atau zat pembawanya sebelum
dilakukan penambahan gelling agent. Dimana gelling agent chitosan dilarutkan
17
pada kondisi asam, maka chitosan dilarutkan terlebih dahulu dengan asamnya
dengan pengadukan hingga larut. Selanjutnya ditambahkan bahan pembawanya
yang sebelumnya telah dicampur dengan homomixer selama 5 menit pada
5000/rpm hingga homogeny, dalam hal ini pembawa yang digunakan adalah
ekstrak dari curcumin13.
Selanjutnya dilanjutkan dengan control kualitas meliputi evaluasi preparasi gel
meliputi : evaluasi dari segi penampilan, pH, keseragaman kandungan obat,
viskositas,daya sebar. Semua gel ini secara visual diperiksa untuk kejelasan,
warna yang homogen, adanya partikel dan serat(Jyotsana et al., 2010).
1. Penampilan: pada AVG Gel yang menggunakan Carbopol 934P dan
HPMC penampilan nya berwarna seperti susu putih dan kekuningan
transparan.,sedangkan gel dari Sodiumalginat dan metil selulosa
penampilan nya buram. Sediaan gel yang baik adalah gel yang penampilan
nya bening atau transparan.
2. Penentuan pH: nilai pH pada sedian topikal yang baik adalah nilai pH
yang mendekati pH kulit yang berkisar antara 5 - 6,5.
3. Keseragaman kandungan obat: sedian obat hendaknya memiliki
kandungan obat yang seragam sehingga dapat menghasilkan efek
terapeutik yang seragam pula,tidak berlebihan (toksik) dan tidak kurang
(tak berefek).
4. Viskositas: viskositas berhubungan dengan kekentalan suatu sediaan.
Sedian gel seharusnya tidak terlau encer dan tidak pula terlalu kental
karena akan kesulitan dalam penggunaan nya.
5. Daya sebar: daya sebar dapat dihubungkan dengan viskositas sedian,
dimana dengan meningkatnya viskositas kemampuan daya sebarnya akan
menurun.
Selanjutnya dilakukan dengan pendifusian terhadap kulit Absorbsi Obat Melalui
Kulit. Difusi melintasi stratum korneum merupakan tahap penentuan kecepatan
dalam absorpsi perkutan melalui kulit yang utuh. Prinsip absorbsi obat melalui
18
kulit adalah difusi pasif yaitu proses di mana suatu substansi bergerak dari daerah
suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien diikuti
bergeraknya molekul (Anief, 1997).Absorpsi perkutan dari kebanyakan obat
dihambat/dibatasi oleh sifat permeabilitas kulit yaitu tahap batasan kecepatan
berupa difusi melintasi stratum korneum atau sawar kulit.
Kualitas chitosan tergantung pada beberapa parameter, misalnya untuk chitosan kualitas komersil disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Chitosan (5)
Parameter Nilai
Ukuran partikel Dari bubuk sampai serpihan
Kadar air < 10 %
Kadar abu < 2 %
Warna larutan Jernih
Derajat deasetilasi >70
Viskositas:
- Rendah
< 200 (cps)
- Medium
200 s/d 799 (cps)
- Tinggi
800 s/d 2000 (cps)
- Ekstra tinggi
> 2000 (cps)
19
Chitin sebagai bahan baku pembuatan chitosan diperoleh dari hasil isolasi kulit
udang melalui proses deproteinasi, demineralisasi dan pemutihan melalui prosedur
yang telah dikembangkan sendiri di Laboratorium. Chitin yang diperoleh,
kemudian diproses lebih lanjut dengan proses deasetilisasi untuk menghilangkan
gugus asetil sehingga diperoleh polimer 2-amino-2-deaksi-D-glukosa (chitosan)
yang mengandung gugus amino bebas pada rantai karbonnya.
4.3 Farmakokinetik ekstrak kurkumin
Hasil penelitian Ekstrak Kurkuma (Curcuma sp) menunjukkan bahwa ekstrak
Curcuma mempunyai prospek untuk digunakan sebagai biomarker study pada
pasien dengan luka bakar, serta terbukti aman diberikan pada pasien sampai dosis
2,2 g/hari (ekivalen dengan 180 mg kurkumin). Dengan metoda analisis HPLC
yang digunakan dalam penelitian ini, kurkuminoid aktif maupun metabolitnya
yakni kurkumin glukuronid, kurkumin sulfat, heksahidrokurkumin, maupun
heksahidrokurkuminol tidak diketemukan dalam plasma, ataupun urin sampai hari
ke 29. Dugaan bahwa kurkumin bersifat sangat lipofil sehingga zat tersebut terikat
kuat dengan sel darah merah atau terasing di dalam lipoprotein plasma juga tidak
terbukti. Hal ini memberi petunjuk bahwa kurkumin memiliki bioavailabilitas
kecil pada manusia dan hal ini mungkin disebabkan oleh metabolisme intensif di
saluran cerna (Sharma dkk.,2001). Pada uji klinik fase I dengan dosis kurkumin
3,6 g sehari selama 4 bulan berturut-turut pada sukarelawan sehat, terbukti
konsisten dengan hasil sebelumnya, yakni kadar kurkumin dan metabolit yang
terdeteksi dalam plasma dan feses sangat rendah, mendekati angka limit of
detection (Sharma dkk.,2004).
20
BAB V
Penutup
5.1 SIMPULAN
Dari hasil pembahasan dan telaah pustaka dapat di simpulkan bahwa dalam
melakukan pengobatan pada luka bakar tingkat dua dapat menggunakan obat hasil
kolaborasi antara citosan-curcumin. Dimana Chitosan adalah poli 2-amino-2-
deoksi-β-D-glukosa, merupakan kitin yang terdeasetilasi, dimana gugus asetil
pada kitin disubstitusikan oleh hidrogen menjadi gugus amino dengan
penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi. Sedangkan curcumin tersebut
memiliki manfaat yang berperan sebagai anti infamasi dapat membantu dalam
penyembuhan luka karena mampu menutup jaringan kulit yang luka dengan
membentuk benang-benang fibrin. Disamping itu manfaat curcumin sebagai anti
bakteri dan mikroba dapat membantu untuk menghindari terjadinya infeksi pada
luka akibat perawatan yang kurang optimal. Sehingga citosan dan curcumin di
proses dan dikolaborasikan menjadi sebuah jel dalam pengobatan luka luar atau
salep dalam penyebuhan luka bakar tinggkat dua.
5.2 SARAN
Saran dari penulis, agar nantinya karya tulis ini bermanfaat bagi semuanya baik
dalam pendidikan maupun sosial. Apabila ada hal –hal yang kurang dalam karya
tulis ini, kritik dan saran yang membangun dari pembaca saya harapkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Benoit Blancet, Viencent Jullien, Christophe Vinsonneau,Miclel Tod. Influence of Burns On Pharmacokineticsadis. Adis Data . 2009. Avaible from http//proquest.com ( Akses: 19 November 2012)
2. Hasil penelitian mahasiswa Universitas Sumatera. Pengertian Luka Bakar.2010. Avaible: google cendekia/Luka bakar dan pengannnya.akses:18 November 2012
3. teguh prayudi dan joko priyatno susanto. Chitosan Sebagai Bahan Koagulan Limbah. Avaible from http// google cendekia. Akses : 8 desember 2012
4. Lubbad. A/E.M Oriowo. Curcumin attenuates Inflammation Through inhibition of TLR-4.Springer Sciene+Business Media LLC. 2008. Avaible: http//proquest.com. Akses : 8 Desember 2012
5. Curcumin attenuates inflammation through inhibition of TLR-4 receptor in experimental colitis A. Lubbad Æ M. A. Oriowo Æ I. Khan Received: 3 September 2008 / Accepted: 22 October 2008 / Published online: 11 November 2008 Springer Science+Business Media, LLC. 2008. Diakses : 8 Desember 2012
6. Didik Setiyo Widodo, Dkk.: Reduksi Kurkumin:Kajian Awal Elektrosintesis Dalam Sistem Etanol JSKA.Vol.X.No.2.Tahun.2007 . Reduksi Kurkumin: Kajian Awal Elektrosintesis Dalam Sistem Etanol
7. Curcumin Suppressed Anti-Apoptotic Signals And Activated Cysteine Proteases For Apoptosis In Human Malignant Glioblastoma U87MG CellsSurajit Karmakar Æ Naren L. Banik Æ Swapan K. Ray Accepted: 1 May 2007 / Published online: 12 June 2007
8. Springer Science+Business Media, LLC 2007. Diakses 8 desember 2012
9. Peranan Curcumin terhadap Hepatosit Mice Balb/C yang Dipapar Benzapyrene (Rini, C., et al.)
10. Peranan Curcumin terhadap Proliferasi, Apoptosis dan DiferensiasiHepatosit Mice Balb/C yang Dipapar dengan Benzapyrene Candra Rini1*, Edi Widjajanto2, Rm.Loekito3
22
11. Makara, Sains, Vol. 14, No. 2, November 2010: 107-112 107Enkapsulasi Ketoprofen Dengan Kitosan-Alginat Berdasarkan Jenis Dan Ragam Konsentrasi Tween 80 Dan Span 80 Purwantiningsih Sugita Napthaleni1, Mersi Kurniati2, Dan Tuti Wukirsari1
12. Materials for Pharmaceutical Dosage Forms: Molecular Pharmaceutics and Controlled Release Drug Delivery Aspects Heidi M. Mansour *, MinJi Sohn, Abeer Al-Ghananeem and Patrick P. DeLuca
13. Studi Analisis Antibakteri Dari Film Gelatin-Kitosan Menggunakan Staphylococcus Aureus Mardian Darmanto*, Lukman Atmaja ph.D1, Drs.Muhammad Nadjib M.Si2 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
14. Mitogen-activated protein kinases mediate the oxidative burst and saponin synthesis induced by chitosan in cell cultures of Panax ginseng HU
Xiangyang1, Steven J. NEILL
2, FANG Jianying
1, CAI Weiming
1 & TANG
Zhangcheng1
15. Curcumin-Induced Apoptosis in Scleroderma Lung Fibroblasts: Role of Protein Kinase C[epsilon] Tourkina, Elena;Pal Gooz;Oates, James C;Ludwicka-Bradley, Anna;et al American Journal of Respiratory Cell and Molecular Biology; Jul 2004; 31, 1; ProQuest
16. Peluang peningkatan kadar kurkumin pada tanaman kunyit dan temulawak Natalini nova kristina, rita noveriza, siti fatimah syahid dan molide rizalBalai penelitian tanaman obat dan aromatic
17. Allen TM, Cullis PR: Drug delivery systems: entering the mainstream. Science 303(5665), 1818–1822 (2004).