LITERASI MATEMATIKA DALAM BUDAYA: MENUJU PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA Dr. Wara Sabon Dominikus, M.Sc Menjadi Kebahagiaan tersendiri bagi saya hari ini dan di sini berdiri dihadapan segenap civitas akademika STKIP Nusa Bunga Floresta, para wisudwan serta para orangtua wisudawan dan seluruh Undangan. Saya Sangat berbahagia karena mendapat penghormatan dan dipercayakan membawakan Orasi Ilmiah pada wisuda perdana STKIP Nusa Bunga Floresta hari ini saat ini. Berawal dari diksusi lewat SMS dan WA dengan Ketua STKIP Nusa Bunga Floresta, Prof. Dr. A. Mans Mandaru, M.Pd, untuk suatu kuliah umum atau seminar bagi mahasiswa tapi akhirnya beralih untuk membawakan orasi ilmiah sekarang. Orasi Ilmiah pada wisuda perdana STKIP Nusa Bunga Floresta ini dengan judul: Literasi Matematika Dalam Budaya: Menuju Pembelajaran Berbasis Budaya. Suatu thema yang sudah pasti menimbulkan pro-kontra dan membingungkan banyak orang, tapi sekaligus thema yang menarik bagi tidak sedikit orang. Pesatnya perkembangan teknologi berdampak pada perubahan budaya dan terciptanya peradaban baru. Budaya yang diwariskan leluhur terdegradasi bahkan terancam punah, dipandang kuno dan tradisional oleh generasi mileneal (Gen-Z). Kosa kata bahasa daerah semakin banyak hilang dan tak dikenal bahkan tidak digunakan lagi. Ritual budaya dan prosesi adat dipandang menghambat, tidak praktis, penuh mistis, dan ketinggalan zaman. Kita harus terpanggil kembali menengok budaya kita dan menggali kandungan budaya di dalamnya. Kandungan falsafah hidup dan nilai-nilai hidup yang terkandung dalam budaya, dan juga kandungan matematika dalam budaya. Kita akan kagum terpesona menemukan banyak hal yang luar biasa yang dilakukan oleh leluhur kita yang telah diwariskan kepada kita. A. Apakah Dalam Budaya Ada Matematika? Kebanyakan kita pasti merasa janggal dan berpikir sangat tidak masuk di akal bahwa dalam budaya ada terdapat matematika. Banyak alasan yang melandasinya. Pertama, Kata “matematika” bukanlah kosa kata dalam bahasa
21
Embed
LITERASI MATEMATIKA DALAM BUDAYA: MENUJU …...Pertama, Kata “matematika” bukanlah kosa kata dalam bahasa . ... menggunakan bahasa yang berlaku di suatu komunitas masyarakat. ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LITERASI MATEMATIKA DALAM BUDAYA:
MENUJU PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA
Dr. Wara Sabon Dominikus, M.Sc
Menjadi Kebahagiaan tersendiri bagi saya hari ini dan di sini berdiri
dihadapan segenap civitas akademika STKIP Nusa Bunga Floresta, para wisudwan
serta para orangtua wisudawan dan seluruh Undangan. Saya Sangat berbahagia
karena mendapat penghormatan dan dipercayakan membawakan Orasi Ilmiah pada
wisuda perdana STKIP Nusa Bunga Floresta hari ini saat ini. Berawal dari diksusi
lewat SMS dan WA dengan Ketua STKIP Nusa Bunga Floresta, Prof. Dr. A. Mans
Mandaru, M.Pd, untuk suatu kuliah umum atau seminar bagi mahasiswa tapi akhirnya
beralih untuk membawakan orasi ilmiah sekarang.
Orasi Ilmiah pada wisuda perdana STKIP Nusa Bunga Floresta ini dengan
judul: Literasi Matematika Dalam Budaya: Menuju Pembelajaran Berbasis
Budaya. Suatu thema yang sudah pasti menimbulkan pro-kontra dan membingungkan
banyak orang, tapi sekaligus thema yang menarik bagi tidak sedikit orang. Pesatnya
perkembangan teknologi berdampak pada perubahan budaya dan terciptanya
peradaban baru. Budaya yang diwariskan leluhur terdegradasi bahkan terancam
punah, dipandang kuno dan tradisional oleh generasi mileneal (Gen-Z). Kosa kata
bahasa daerah semakin banyak hilang dan tak dikenal bahkan tidak digunakan lagi.
Ritual budaya dan prosesi adat dipandang menghambat, tidak praktis, penuh mistis,
dan ketinggalan zaman.
Kita harus terpanggil kembali menengok budaya kita dan menggali kandungan
budaya di dalamnya. Kandungan falsafah hidup dan nilai-nilai hidup yang terkandung
dalam budaya, dan juga kandungan matematika dalam budaya. Kita akan kagum
terpesona menemukan banyak hal yang luar biasa yang dilakukan oleh leluhur kita
yang telah diwariskan kepada kita.
A. Apakah Dalam Budaya Ada Matematika?
Kebanyakan kita pasti merasa janggal dan berpikir sangat tidak masuk
di akal bahwa dalam budaya ada terdapat matematika. Banyak alasan yang
melandasinya. Pertama, Kata “matematika” bukanlah kosa kata dalam bahasa
daerah manapun di setiap etnis atau suku bangsa di NTT khususnya dan
Indonesia umumnya. Kedua, Matematika itu pelajaran yang diajarkan di
sekolah tentang hitung menghitung, mengukur, tambah, kurang, kali, dan bagi.
Ketiga, Matematika itu ilmu yang abstrak dan kadang tidak masuk akal, dan
hanya dalam khayalan atau pikiran saja. Pandangan ini memang tidak salah
karena demikianlah yang diketahui khalayak tentang matematika itu sendiri
dan pengalaman tentang matematika yang dipelajari dan diajarkan di sekolah
selama ini.
Matematika yang dipelajari dan diajarkan di lembaga pendidikan
formal (pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi) merupakan kristalisasi
matematika yang berasal dari India, Cina, dan Arab, dan Negara Eropa yang
telah disusun sesuai metode keilmuan sehingga menjadi suatu bidang ilmu.
Dalam sejarah matematika dikenal adanya matematika India, matematika
Cina, dan matematika Arab.
Matematika yang dipelajari di sekolah saat ini lebih dikenal sebagai
matematika modern (new mathematics) yang dulunya dikenal dengan sebutan
ilmu berhitung. Pada hakekatnya matematika menjadi ratu ilmu yang melayani
ilmu-ilmu dan digunakan untuk pengembangan ilmu-ilmu lain. Matematika juga
menjadi bahasa komunikasi berbagai ilmu.
Kita mestinya menyadari dan meyakini bahwa sesungguhnya matematika
itu ada disekitar kita dan kita punya “matematika”. Mengapa? Karena
matematika itu ada dalam hampir seluruh aktivitas manusia. Dalam aktivitas
memasak nasi, sesungguhnya para ibu sedang bermatematika. Mengukur
banyaknya beras yang harus dimasak dan takaran air yang sesuai merupakan
bagian dari matematika.
Dalam aktivitas menenun sesungguhnya para penenun sedang
bermatematika. Menghitung banyaknya benang yang harus digunakan untuk
menyelesaikan satu lembar kain tenun. Mengukur panjang atau lebar kain
tenun yang akan dihasilkan. Membentuk motif atau corak pada kain tenun,
semuanya itu adalah aktivitas yang mengandung matematika. Menentukan
takaran pewarna alami benang dari bahan lokal seperti tarum, mengkudu dan
kapur, semuanya merupakan aktivitas matematis.
Dalam aktivitas berladang pun demikian, sangat banyak mengandung
aktivitas matematis. Penentuan waktu untuk membuka kebun baru, menanam,
dan memanen menggunakan tanda-tanda alam. Menghitung banyaknya hasil
panen jagung dan padi dengan berbagai satuan hitung. Semuanya itu
merupakan aktivitas matematis yang terkait erat dengan matematika yang
dipelajari di sekolah. Tidaklah berlebihan bila kita mengatakan bahwa
sesungguhnya matematika adalah aktivitas manusia.
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa dalam berbagai aktivitas
budaya terkandung matematika. Matematika ada dalam setiap budaya,
terkandung dalam budaya sebagai matematika beku (frozen mathematics),
matematika tersembunyi (hidden mathematics), dan matematika tertanam
dalam budaya (embedded mathematics) (Dominikus, 2017, 2018).
B. RAGAM MATEMATIKA DALAM BUDAYA
Sebagai Negara agraris , mata pencaharian masyarakat Indonesia pada
umumnya adalah bercocok tanam atau berladang selain menenun dan sebagai
nelayan. Pola berladang adalah berpindah-pindah setelah mengerjakan
sebidang tanah untuk beberapa kali masa panen. Umumnya ditanam padi dan
jagung serta kacang-kacangan karena menjadi makanan pokok masyarakat.
Ada cerita rakyat (mitos) tentang asal mula padi pada beberapa
kelompok etnis di Flores. Walaupun terdapat banyak versi tentang asal mula
padi, namun dalam garis besar mempunyai kesamaan. Diceritakan bahwa padi
itu tumbuh dari bagian tertentu dari tubuh seorang gadis yang dengan suka
rela membiarkan dirinya dibunuh oleh saudara laki-lakinya karena merasa iba
terhadap manusia yang tidak mengenal nasi atau tidak memiliki benih untuk
ditanam di kebun yang telah dikerjakan. Setelah berhias dan berdandan
secara indah, si gadis membiarkan dirinya dibunuh dan dicincang halus.
Dagingnya lalu ditaburkan di seluruh area ladang. Beberapa hari kemudian
tumbuhlah padi dalam ladang itu.
Pada kelompok etnis Lio di kabupaten Ende, gadis yang dimitoskan
sebagai pemberi padi bernama Ine Mbu atau Ina Pare. Gadis yang dimitoskan
di daratan Flores bagian timur dikenal dengan Tonu Wujo Besi Pare‟. Gadis
yang dimitoskan di Ata Baolangu Lembata dikenal dengan Ina Peni, dan di
Tana „Ai - Maumere dikenal dengan Du‟a Pare‟ Wai Nalu (Daeng: 2012; Kohl:
2009; Lee & Prior: 2015). Gadis yang dimitoskan di pulau Adoara dikenal
dengan: Peni Masan Dai (Adonara Tengah, Adonara Barat), Muli Ola Ina
(Adonara Timur), Besi Lelu Ema Hingi-Bare Pare Ola Ina (Adonara Utara) (
Dominikus, 2016a, 2016b, 2018).
Bagi masyarakat yang memiliki mitos tentang dewi padi, berladang bagi
mereka tidak hanya sekedar menanam padi di ladang, lebih dari itu menanam
padi merupakan usaha menjodohkan dan mengawinkan dewi padi dengan bumi.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pada setiap siklus berladang mulai
dari pembukaan lahan, penanaman benih, penyiangan, masa panen, dan
penyimpanan hasil di lumbung selalu disertai dengan berbagai upacara dan
ritual. Ritual juga dilakukan pada saat ada serangan hama dan penyakit yang
tidak seperti biasanya pada tanaman di kebun.
Kaum laki-laki umumnya sebagai petani dan pelaut. Kaum perempuan
membantu kaum laki-laki berladang, mengolah hasil, dan menenun. Saat ini
aktivitas menenun bagi kaum perempuan bukan lagi sekedar sebagai pengisi
waktu luang setelah masa panen, tetapi sudah menjadi mata pencaharian
bahkan menjadi sumber ekonomi keluarga dewasa ini . Proses menenun mulai
dari membuat benang dari serat kapas sampai menghasilkan kain tenun
menggunakan berbagai alat dan perlengkapan tenun. Alat dan perlengkapan
yang digunakan untuk menenun mirip bentuknya di setiap daerah atau budaya.
Dalam keseluruhan aktivitas menenun sangat banyak aktivitas matematis yang
terkait erat dengan konsep matematika yang diajarkan di sekolah (Dominikus,
2017).
Ragam bentuk matematika dalam beberapa aktivitas budaya antara
lain:
1. Bilangan dan Basis bilangan
Bilangan merupakan sarana dalam berkomunikasi. Bilangan merupakan
hasil dari menghitung banyaknya kumpulan benda. Cara menghitung
menggunakan bahasa yang berlaku di suatu komunitas masyarakat.
Beragamnya bahasa daerah yang digunakan di NTT berdampak pada begitu
banyaknya bilangan yang kita temui di NTT. Walau demikian belum ditemukan
lambang bilangan pada masing-masing budaya. Hal ini disebabkan karena
masyarakat NTT umumnya memiliki tradisi tutur (oral tradition) tanpa
bentuk tulisan.
Tabel 1. Bilangan Dalam Beberapa Budaya di NTT
Bilang
an
Dalam Budaya
Lamaholot
Dalam budaya
Tana Ai‟ Sikka
Dalam Budaya
Manggarai
Dalam Budaya
Nagekeo
Dalam Budaya
Kabola-Alor
1 To‟u Ha Ca Esa Nu
2 Rua Rua Sua Zua Alu
3 Telo Teku Telu Telu Towo
4 Paat Hutu Pat Wutu Wutt
5 Lema Lima Lima Lima Weheng
6 Neme Ena Enem Limaesa Talang
7 Pito Pitu Pitu Limazua Ucuto
8 Buto Walu Alo zuabutu Turlo
9 Hiwa Hiwa Ciok Taraesa Tiinu
10 Pulo Pulu ha Cepulu Sebulu Arnyu
11 Pulokto‟u/pulo noon to‟u
Pulu ha wot ha Capulu ca Sebulu sa esa Arnyu waling nu
Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2014a,
Ethnomathematics in Shifting Cultivation of Adonara Societty and
Integration Within Curriculum of Primary Schools, Proceedings: The 1st Sriwijaya University Learning and Education International Conference (SULE-IC) 2014, Sriwijaya University, May 16-18, 2014,
Palembang, pp. D16-786 – D16-793.
Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2014b,
Etnomatematika Dalam Permainan Masyarakat Adonara dan Kaitannya
Dengan Matematika Sekolah Dasar, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, 13 September 2014, Yogyakarta, pp. 531-542
Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2015,
Ethnomathematics of Adonara Society in The Weaving Activity, Paper
presented on International Conference of Mathematics and Scince
Education (ICMSE), Mataram University, November 4-6, 2015,
Mataram, pp. 1-10.
Dominikus, 2016, Etnomatematika Adonara dan Kaitannya Dengan Matematika Sekolah, Disertasi Universitas Negeri Malang, Malang
Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2016a,
Ethnomathematics in Marriage Tardition in Adonara Island-East
Flores, Proceedings: 3rd International Conference on research Implementation, and Education of Mathematics and Science 2016 ( 3rd ICRIEMS), Yogyakarta State University, May 16-17, 2016 Yogyakarta,
pp. ME-269 – ME-274.
Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2016b, Link Between
Ethnomathematics in Marriage Tradition in Adonara Island and School
Mathematics, IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME), Volume 6, Issue 3 Ver. IV (May-June 2016), pp. 56-62,
DOI:10.9790/7388-0603045662
Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2017,
Ethnomathematical Ideas in the Weaving Practice of Adonara Society
in Indonesia, Journal of Mathematics and Culture, December- 11(4).
pp. 83-95,
Dominikus, W.S., 2018, Literasi Matematika Dalam Budaya Lamaholot,
Makalah disampaikan dalam Seminar : Aku Dalam Pusaran Budaya
Lamaholot, Seminar HUT Ikatan Keluarga Adonara (IKA) Lembata, di
Lewoleba, 14 Mei 2018
Dowling, P., 1998, The Sociology of Mathematics Education, Studies in
Mathematics Education Series 7, The Falmer Press, London
Ernest,P., 1993, The Philosophy of Mathematics Education, The Falmer
Press, London
Gerdes,P., 1997, Survey of Current Work on Ethnomathematics, In A.
Powell & M. Frankenstein (eds), Ethnomathematics, Challenging
Eurocentrism in Mathematics Education (pp. 331-372), Albany: State
University of New York Press.
Kohl, K. H., 2009, Der Tod der Reisjungfrau, Mythen, Kulte und Alianzen in Einer Ostindonesischen Lokalkultur, Terjemahan: Raran Tonu Wujo:
Aspek-aspek Inti Sebuah Budaya Lokal di Flores Timur oleh Paul
Sabon Nama, Penerbit Ledalero, Maumere.
Lee, J.C.H. & Prior, J.M., 2015, Pemburu Yang Cekatan- Anjangsana Bersama Karya-karya E. Douglas Lewis, Penerbit Ledalero, Maumere.
CURRICULUM VITAE
I. DATA PRIBADI
1. N a m a : Dr. Wara Sabon Dominikus, MSc
2. NIP : 19670804 199303 1 003
3. NPWP : 14.668.171.3-922.000
4. Tempat Tanggal Lahir : Adobala-Flotim, 4 Agustus 1967
5. Pekerjaan : Dosen Pendidikan Matematika
FKIP UNDANA
6. Pangkat /Gol : Pembina Tkt. I/IV-B
7. Jabatan : Lektor Kepala
8. Alamat : Jl. Binilaka Raya No. 25 Penfui, Kupang
85361. HP/WA. 081339411585;
082132350020
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Sarjana : Pendidikan Matematika FKIP Undana
21 Juli 1991
2. Post Graduate Diploma : Mathematical Sciences of The University
Of Adelaide South Australia, 11 Oktober 1999
3. Master : Mathematical Sciences of The university of
Adelaide, South Australia, 17 Maret 2001
4. Doktor : Pendidikan Matematika, universitas Negeri
Malang, 19 Desember 2016
III. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Asisten Dosen pada Prog. Pendidikan Teknik FKIP Undana, 1989-1992
2. Dosen Pada Program Studi Pendidikan Matematika-PMIPA FKIP Universitas
Nusa Cendana Kupang, 1993 – sekarang
2. Ketua Program Studi Pendidikan Matematika : 2005 – 2009
4. Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Pembelajaran Matematika Realistik
Indonesia (P4MRI) Undana : 2011 – sekarang
5. Ketua Pengelola PGMIPABI (Pendidikan Guru MIPA Bertaraf Internasional) FKIP
Undana : 2012 – sekarang
6. Ketua Asosiasi Pendidik dan Pengembangan Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah
NTT : 2016-sekarang
7. Pengurus Himpunan Matematika Indonesia (IndoMS), Ketua Pengembangan
Profesi Pendidik SD: 2016-2018.
8. Anggota North America Study Group on Ethnomathematics (NASGEm): 2014-
sekarang
6. Koordinator Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pendidikan Matematika FKIP Undana :
2018- sekarang
7. Kepala Laboratorium Pendidikan Matematika Undana : 2018 - sekarang
IV. PUBLIKASI ILMIAH (TENTANG MATEMATIKA DALAM BUDAYA)
1. Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2014,
Ethnomathematics in Shifting Cultivation of Adonara Societty and
Integration Within Curriculum of Primary Schools, Proceedings: The 1st Sriwijaya University Learning and Education International Conference (SULE-IC) 2014, Sriwijaya University, May 16-18, 2014, Palembang, pp. D16-
786 – D16-793.
2. Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2014,
Etnomatematika Dalam Permainan Masyarakat Adonara dan Kaitannya Dengan
Matematika Sekolah Dasar, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 13
September 2014, Yogyakarta, pp. 531-542
3. Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2015,
Ethnomathematics of Adonara Society in The Weaving Activity, Paper
presented on International Conference of Mathematics and Scince Education
(ICMSE), Mataram University, November 4-6, 2015, Mataram, pp. 1-10.
4. Dominikus, 2016, Etnomatematika Adonara dan Kaitannya Dengan Matematika Sekolah, Disertasi Universitas Negeri Malang, Malang
5. Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2016,
Ethnomathematics in Marriage Tardition in Adonara Island-East Flores,
Proceedings: 3rd International Conference on research Implementation, and Education of Mathematics and Science 2016 ( 3rd ICRIEMS), Yogyakarta
State University, May 16-17, 2016 Yogyakarta, pp. ME-269 – ME-274.
6. Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2016, Link Between
Ethnomathematics in Marriage Tradition in Adonara Island and School
Mathematics, IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME), Volume 6, Issue 3 Ver. IV (May-June 2016), pp. 56-62,
DOI:10.9790/7388-0603045662
7. Dominikus,W.S, 2016, Link Between Ethnomathematics in Farming Culture in Adonara Island and School Mathematics, Paper presented on International
Conference on Education (ICE), 23-24 November 2016, Pasca Sarjana
Universitas Negeri Malang
8. Dominikus, W.S, 2017, The Counting System and Measurement Unit in Adonara Culture (An Ethnomathematics Study in Adonara Island), paper
Presented on Internatioal Conference on Mathematics, Science, and
Education (ICoMSE), 29-30 Agustus 2017, Universitas Negeri Malang
9. Dominikus, W.S., Nusantara, T., Subanji, & Muksar, M., 2017,
Ethnomathematical Ideas in the Weaving Practice of Adonara Society in
Indonesia, Journal of Mathematics and Culture, December- 11(4). pp. 83-95,