BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak-anak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Simanjuntak, 1986). Schutz (2006:12) mengutip Krashen yang mendefenisikan pemerolehan bahasa sebagai "the product of a subconscious process very similar to the process children undergo when they acquire their first language. Dengan kata lain pemerolehan bahasa adalah proses bagaimana seseorang dapat berbahasa atau proses anak-anak pada umumnya memperoleh bahasa pertama. Pemerolehan bahasa pada anak usia dua sampai tiga tahun terjadi secara alamiah. Pemeroleh bahasa biasanya secara natural artinya pemerolehan bahasa yang terjadi secara alamiah tanpa disadari bahwa seorang anak tengah memperoleh bahasa, tetapi hanya sadar akan kenyataan bahwa ia tengah menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Schutz menambahkan hasil dari pemerolehan bahasa yakni Universitas Sumatera Utara
25
Embed
lingkungan. - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29458/4/Chapter II.pdfMenurut Vygotsky pemerolehan bahasa pertama diperoleh dari interaksi anak dengan lingkungannya,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.1.1 Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di
dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak-anak
mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Simanjuntak, 1986).
Schutz (2006:12) mengutip Krashen yang mendefenisikan pemerolehan
bahasa sebagai "the product of a subconscious process very similar to the process
children undergo when they acquire their first language. Dengan kata lain
pemerolehan bahasa adalah proses bagaimana seseorang dapat berbahasa atau proses
anak-anak pada umumnya memperoleh bahasa pertama.
Pemerolehan bahasa pada anak usia dua sampai tiga tahun terjadi secara
alamiah. Pemeroleh bahasa biasanya secara natural artinya pemerolehan bahasa yang
terjadi secara alamiah tanpa disadari bahwa seorang anak tengah memperoleh bahasa,
tetapi hanya sadar akan kenyataan bahwa ia tengah menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Schutz menambahkan hasil dari pemerolehan bahasa yakni
Universitas Sumatera Utara
kompetensi yang diperoleh juga bersifat alamiah. Anak pada umumnya memperoleh
bahasa secara alamiah dari lingkungannya tanpa proses belajar secara formal di
bangku sekolah. Pemerolehan bahasa secara alamiah ini tidak dikaitkan secara ketat,
tetapi pemerolehan bahasa itu diperoleh sesuai dengan perkembangan otak dan fisik
anak itu sendiri.
Menurut Sigel dan Cocking (2000:5) pemerolehan bahasa merupakan proses
yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan
ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan
sederhana dari bahasa yang bersangkutan.
Pemerolehan bahasa umumnya berlangsung di lingkungan masyarakat bahasa
target dengan sifat alami dan informal serta lebih merujuk pada tuntutan komunikasi.
Berbeda dengan belajar bahasa yang berlangsung secara formal dan artifisial serta
merujuk pada tuntutan pembelajaran (Schutz, 2006:12), dan pemerolehan bahasa
dibedakan menjadi pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.
Pemerolehan bahasa pertama terjadi jika anak belum pernah belajar bahasa apapun,
lalu memperoleh bahasa. Pemerolehan ini dapat satu bahasa atau monolingual FLA
(First Language Acquisition), dapat juga dua bahasa secara bersamaan atau berurutan
(bilingual FLA). Bahkan dapat lebih dari dua bahasa (multilingual FLA). Sedangkan
pemerolehan bahasa kedua terjadi jika seseorang memperoleh bahasa setelah
menguasai bahasa pertama atau merupakan proses seseorang mengembangkan
keterampilan dalam bahasa kedua atau bahasa asing.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Vygotsky pemerolehan bahasa pertama diperoleh dari interaksi anak
dengan lingkungannya, walaupun anak sudah memiliki potensi dasar atau piranti
pemerolehan bahasa yang oleh Chomsky disebut language acquisition device (LAD),
potensi itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari
lingkungan.
Chomsky dalam Schutz (2006:1) tampaknya setuju dengan hakikat dasar
masalah bahasa. Dalam analisis tentang pemerolehan bahasa, ia berpendapat bahwa
misteri perbuatan belajar berasal dari dua fakta utama tentang penggunaan bahasa,
yakni bahasa itu taat asas dan kreatif. Lanjut Chomsky, penutur yang mengetahui
konstituen dan pola gramatikal dapat menuturkannya kendati belum mendengarnya,
begitu juga pengamat tidak dapat berharap mampu membuat daftar konstituen, dan
pola gramatikal itu karena kemungkinan kombinasinya itu tak terbatas.
Menurut Bloomfield, tata bahasa merupakan pemerian analog yang sesuai
dengan suatu bahasa, dan belajar adalah seperangkat prosedur penemuan yang dengan
cara itu seorang anak membentuk analogi-analogi. Pemerolehan bahasa berproses
tanpa kompetensi tentang aturan-aturan bahasa, tetapi lebih memperhatikan pesan
atau makna yang dipahami. Berbeda dengan belajar bahasa membutuhkan
kompetensi bahasa sebagai modal bagi penggunaan bahasa yang dipelajari.
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua
proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya.
Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua
proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses
Universitas Sumatera Utara
penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara alamiah.
Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir,
kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam
berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan
proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses
penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri
(Simanjuntak, 1986).
Selanjutnya, Chomsky juga beranggapan bahwa pengguna bahasa mengerti
struktur dari bahasanya yang membuat seseorang dapat mengkreasikan kalimat-
kalimat baru yang tidak terhitung jumlahnya dan membuat seseorang mengerti
kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi adalah pengetahuan intuitif yang dimiliki
seorang individu mengenai bahasa ibunya (native languange). Intuisi linguistik ini
tidak begitu saja ada, tetapi dikembangkan pada anak sejalan dengan
pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh
kompetensi.
Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi anak dalam
memperoleh bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama
dalam memperoleh bahasa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo,
(2005:243-244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini
berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan
Universitas Sumatera Utara
memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan
neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang
menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di
samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara
mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. Chomsky mengibaratkan
anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang tombol serta kabel listrik:
mana yang dipencet, itulah yang akan menyebabkan bola lampu tertentu menyala.
Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa ditentukan oleh input sekitarnya.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pemerolehan Bahasa Menurut Chomsky
Sebagai wujud dari reaksi keras atas Behaviorisme pada akhir era 1950-an,
Chomsky yang merupakan seorang nativis menyerang teori Skinner yang menyatakan
bahwa pemerolehan bahasa itu bersifat nurture atau dipengaruhi oleh lingkungan.
Chomsky berpendapat bahwa pemerolehan bahasa itu berdasarkan pada nature karena
menurutnya ketika anak dilahirkan ia telah dengan dibekali dengan sebuah alat
tertentu yang membuatnya mampu mempelajari suatu bahasa. Alat tersebut disebut
dengan Piranti Pemerolehan Bahasa (Language Acquisition Device) yang bersifat
universal yang dibuktikan oleh adanya kesamaan pada anak-anak dalam proses
pemerolehan bahasa mereka (Dardjowidjojo, 2005:235-236).
Noam Chomsky berpendapat bahwa seorang anak telah dilahirkan dengan
kecakapan alami untuk menguasai bahasa apabila anak sudah sampai pada peringkat
Universitas Sumatera Utara
kematangan tertentu. Pada tiap-tiap peringkat kematangan, anak tersebut akan
membentuk hipotesis-hipotesis terhadap aturan-aturan yang ada dalam bahasa yang
digunakannya di dalam komunikasi sehari-hari dengan orang-orang di sekitarnya.
Semua perbaikan atas kesalahan yang dibuatnya akan mempertegas lagi aturan-aturan
bahasa yang tersimpan di dalam otaknya.
Jadi, pemerolehan bahasa bukan didasarkan pada nurture (pemerolehan itu
ditentukan oleh alam lingkungan) tetapi pada nature. Artinya anak memperoleh
bahasa seperti dia memperoleh kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Anak tidak
dilahirkan sebagai tabularasa, tetapi telah dibekali dengan Innate Properties (bekal
kodrati) yaitu Faculties of the Mind (kapling minda) yang salah satu bagiannya
khusus untk memperoleh bahasa, yaitu Language Acquisition Device. LAD ini
dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk mengolah masukan
(input) dan menentukan apa yang dikuasai lebih dahulu seperti bunyi, kata, frasa,
kalimat, dan seterusnya. Meskipun kita tidak tahu persis tepatnya dimana LAD itu
berada karena sifatnya yang abstrak.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa
Anak dalam memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang lambat, sedang,
bahkan ada yang cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
yang dikemukakan oleh Chomsky, Piaget, Lenneberg dan Slobin berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor Alamiah.
Yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat
prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition
Divice (LAD). Potensi dasar itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat
stimulus dari lingkungan. Proses pemerolehan melalui piranti ini sifatnya alamiah.
Karena sifatnya alamiah, maka kendatipun anak tidak dirangsang untuk mendapatkan
bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di sekitarnya. Slobin
mengatakan bahwa yang dibawa lahir ini bukanlah pengetahuan seperangkat kategori
linguistik yang semesta, seperti dikatakan oleh Chomsky. Prosedur-prosedur dan
aturan-aturan yang dibawa sejak lahir itulah yang memungkinkan seorang anak untuk
mengolah data linguistik.
b. Faktor Perkembangan Kognitif.
Perkembangan bahasa seseorang seiring dengan perkembangan kognitifnya.
Keduanya memiliki hubungan yang komplementer. Pemerolehan bahasa dalam
prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif, sebaliknya kemampuan kognitif akan
berkembang dengan bantuan bahasa. Keduanya berkembang dalam lingkup interaksi
sosial.
Piaget dalam Brainerd seperti dikutip Ginn (2006) mengartikan kognitif
sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pengenalan berdasarkan intelektual dan
merupakan sarana pengungkapan pikiran, ide, dan gagasan. Termasuk, kegiatan
kognitif; aktivitas mental, mengingat, memberi simbol, mengkategorikan atau
Universitas Sumatera Utara
mengelompokkan, memecahkan masalah, menciptakan, dan berimajinasi.
Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif memiliki keterkaitan dengan
pemerolehan bahasa seseorang.
Menurut Lenneberg (1967), dalam usia dua tahun (kematangan kognitif)
hingga usia pubertas, otak manusia itu masih sangat lentur yang memungkinkan
seorang anak untuk memperoleh bahasa pertama dengan mudah dan cepat. Lanjut
Lenneberg, pemerolehan bahasa secara alamiah sesudah pubertas akan terhambat
oleh selesainya fungsi-fungsi otak tertentu, khususnya fungsi verbal di bagian otak
sebelah kiri.
Piaget (1955) memandang anak dan akalnya sebagai agen yang aktif dan
konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus
menerus. Anak-anak sewaktu bergerak menjadi dewasa memperoleh tingkat
pemikiran yang secara kualitatif berbeda, yaitu menjadi meningkat lebih kuat. Piaget
berpendapat bahwa kemampuan merepresentasikan pengetahuan itu adalah proses
konstruktif yang mensyaratkan serangkaian langkah perbuatan yang lama terhadap
lingkungan.
Menurut Slobin (1977), perkembangan umum kognitif dan mental anak
adalah faktor penentu pemerolehan bahasa. Seorang anak belajar atau memperoleh
bahasa pertama dengan mengenal dan mengetahui cukup banyak struktur dan fungsi
bahasa, dan secara aktif ia berusaha untuk mengembangkan batas-batas
pengetahuannya mengenai dunia sekelilingnya, serta mengembangkan keterampilan-
keterampilan berbahasanya menurut strategi-strategi persepsi yang dimilikinya.
Universitas Sumatera Utara
Lanjut Slobin, pemerolehan linguistik anak sudah diselesaikannya pada usia kira-kira
3-4 tahun, dan perkembangan bahasa selanjutnya dapat mencerminkan pertumbuhan
kognitif umum anak itu.
c. Faktor Latar Belakang Sosial.
Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial,
dan lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam
pemerolehan bahasa anak (Vygotsky, 1978). Semakin tinggi tingkat interaksi sosial
sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa.
Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin kecil
pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang turut
berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal dari golongan status sosial
ekonomi rendah rnenunjukkan perkembangan kosakatanya lebih sedikit sesuai
dengan keadaan keluarganya. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga
yang sederhana hanya mengenal lepat, ubi, radio, sawah, cangkul, kapak, atau pisau
karena benda-benda tersebut merupakan benda-benda yang biasa ditemukannya
dalam kehidupannya sehari-hari. Sedangkan anak yang berasal dari keluarga yang
memiliki status ekonomi yang lebih tinggi akan memahami kosakata seperti mobil,
televisi, komputer, internet, dvd player, laptop, game, facebook, ataupun KFC, karena
benda-benda tersebut merupakan benda-benda yang biasa ditemukannya dalam
kehidupannya sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan dalam pemerolehan bahasa menunjukkan bahwa kelompok
menengah lebih dapat mengeksplorasi dan menggunakan bahasa yang eksplisit
dibandingkan dengan anak-anak golongan bawah, terutama pada dialek mereka.
Kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang dapat dipahami
penting intinya untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang mampu berkomunikasi
dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosial dan mempunyai
kesempatan yang lebih baik untuk memerankan kepemimpinannya ketimbang anak
yang kurang mampu berkomunikasi atau takut menggunakannya.
d. Faktor Keturunan.
Faktor keturunan meliputi:
1. Intelegensia.
Pemerolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang
dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna
sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin
cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat