Top Banner
REFERAT HIPERBARIK OKSIGEN HUBUNGAN TERAPI HBO TERHADAP EMBOLI PARU Pembimbing: dr. Djati Widodo EP, M. Kes Penyusun: Monica Camilla Chandra 2015.04.2.0102 Monica Roseseka 2015.04.2.0103 Nabilla 2015.04.2.0106 LEMBAGA KESEHATAN ANGKATAN LAUT FAKULTAS KEDOKTERAN
45

LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

Mar 16, 2018

Download

Documents

vanthuan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

REFERATHIPERBARIK OKSIGEN

HUBUNGAN TERAPI HBO TERHADAP EMBOLI PARU

Pembimbing:dr. Djati Widodo EP, M. Kes

Penyusun: Monica Camilla Chandra 2015.04.2.0102

Monica Roseseka 2015.04.2.0103Nabilla 2015.04.2.0106

LEMBAGA KESEHATAN ANGKATAN LAUTFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA2015

Page 2: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat “Hubungan Antara Terapi Hiperbarik Oksigen dengan Emboli Paru”

telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam rangka

menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian LAKESLA RSAL dr

Ramelan Surabaya.

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I

Letkol Laut (K) dr. Djati Widodo EP., M.Kes

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing III

Mayor Laut (K/W) dr Titut H., M.Kes dr. Ni Komang S.D., M.Kes, Sp.S

ii

Page 3: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan topik “Hubungan

Antara Terapi Hiperbarik Oksigen dengan Emobili Paru” dengan lancar. Referat ini

disusun sebagai salah satu penilaian tugas untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik

di bagian LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya. Penulis berharap referat ini

dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis

maupun pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak

yang membantu penulis dalam penyusunan referat ini, yaitu:

a. dr.Djati Widodo, M.Kes, selaku Pembimbing dari referat ini.

b. dr. Titut Harnanik, M.Kes dan dr. Ni Komang Sri Dewi, M.Kes, Sp.S

c. Para perawat dan pegawai di LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya.

d. Kelompok DM 39N dan 39O

Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka penulis berharap ada masukan, saran, atau kritik yang

membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi kita

semua.

Surabaya, Agustus 2015

Penulis

iii

Page 4: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

DAFTAR ISI

Cover

Lembar Pengesahan…………………………………………………………...........ii

Kata Pengantar ................................................................................................ iii

Daftar Isi............................................................................................................ iv

Daftar Tabel .....................................................................................................vi

Daftar Gambar ................................................................................................vii

BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik ……………………………………………........3

2.1.1 Definisi…………………………………………………………………..........3

2.1.2 Hyperbarik chamber…...........................................................................3

2.1.3 Fisiologi terapi oksigen hiperbarik……………………………...................4

2.1.4 Prosedur………………………………………………………………...........4

2.1.5 Manfaat terapi hiperbarik oksigen………………………………...............4

2.1.6 Indikasi terapi hperbarik oksigen………………………………................6

2.1.7 Kontraindikasi terapi hiperbarik oksigen.................................................7

2.1.8 Komplikasi………………………………………………………………......10

2.1.9 Efek terapi ..........................................................................................11

2.2 Pulmonary Overinflation Syndromes………………………………........11

2.2.1 Definisi…………………………………………………………………….. .11

2.2.2 Arterial gas embolism………………………………………………….......12

iv

Page 5: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

2.2.3 Etiologi AGE ........................................................................................12

2.2.4 Mekanisme terjadinya AGE..................................................................13

2.2.5 Gejala klinis AGE..................................................................................13

2.2.6 Treatment AGE…………………………………………………………......14

2.2.7 Pemeriksaan foto thorax……………………………………………........21

2.2.8 Perbedaan AGE dengan penyakit DCS……………………………........22

2.2.9 Prevensi AGE…………………………………………………………........23

BAB 3 HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN DENGAN ARTERIAL

GAS EMBOLI.......................................................................................24

3.1 Efek Terapi hiperbarik oksigen terhadap arterial gas embolism..............24

3.2 Efek Mekanikal tekanan…………………………………………….............24

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….........26

v

Page 6: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Guideline HBo Therapy…………………………………..………... 7

Tabel 2.2 Terapi AGE atau DCS tipe 2……………………………………… 17

Tabel 2.3 Terapi DCS tipe 1………………………………………………….. 18

Tabel 2.4 Terapi gejala yang belum membaik……………………………… 19

Tabel 2.5 Treatment Tabel 6………………………………………………….. 20

vi

Page 7: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Pulmonary Overinflation Syndromes …………......13

Gambar 2.2 Pulmonary Acute Emboli...........................................................22

vii

Page 8: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) merupakan terapi dengan bernafas

menghirup oksigen 100% didalam ruang perawatan atau hyperbaric chamber yang

diberi tekanan yang lebih besar dari permukaan laut (1 atmosfer absolut, ATA).

HBOT dapat diterapkan dalam monoplace (satu orang) atau multiplace chamber.

Pada multiplace chamber diberikan tekanan dengan udara, kemudian oksigen di

berikan melalui face-mask, hood tent atau endotracheal tube, sedangkan pada

monoplace chamber diberikan tekanan dengan menggunakan oksigen (Gill dan Bell,

2004).

Di ruang terapi oksigen hiperbarik, tekanan udara dinaikkan hingga tiga kali

lebih tinggi dari tekanan udara normal sehingga paru-paru dapat mengumpulkan

hingga tiga kali lebih banyak oksigen dari pada menghirup oksigen murni pada

tekanan udara normal. Darah akan membawa seluruh oksgien tersebut keseluruh

tubuh sehingga nantinya akan merangsang pelepasan faktor pertumbuhan dan sel

induk, yang dapat merangsang penyembuhan (Mayo Clinic, 2011).

Kemampuan HBOT adalah meningkatkan suplai oksigen yang dapat diikat

oleh darah untuk disalurkan keseluruh tubuh, sehingga dengan keadaan tersebut

dapat meningkatkan suplai oksigen jaringan. Indikasi HBOT yang utama adalah

untuk DCS (Decompression sickness), arterial gas embolism dan keracunan CO

(carbon monoksida), namun dengan kemampuan tersebut HBOT memiliki bukti klinis

untuk memperbaiki kondisi dari suatu penyakit seperti diabetes militus dengan

gangrane, infeksi kulit atau pada tulang yang menyebabkan kerusakan jaringan, luka

bakar, luka yang lama sembuh, anemia yang parah (Mathieu, 2006).

HBOT mampu dalam memperbaiki kelainan emboli paru. Emboli paru

merupakan satu dari banyak penyakit pada vaskuler paru. Emboli paru merupakan

keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis atau

cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli trombus atau emboli yang lainnya,

termasuk emboli udara. Emboli udara akibat yang paling serius dari barotrauma paru

ascent adalah masuknya gas dari alveoli ke sistem vena paru. Emboli gas terbawa

1

Page 9: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

ke jantung dan kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi arterial sehingga

menimbulkan obstruksi emboli gas di pembuluh-pembuluh paru.

Penyakit emboli gas yang biasa terjadi pada penyelaman dapat di akibatkan

karena naik ke permukaan dengan cepat. Dimana, interval diantara penyelaman

yang tidak tepat dapat menyebabkan mendadak timbulnya gejala akut karena

redistribusi vaskuler dari gelembung sehingga terjadi gangguan fungsi pernafasan

dan jantung.

Emboli paru merupakan salah satu masalah kesehatan dengan insidensi yang

masih tinggi dan angka mortalitasnya cukup signifikan. Survei epidemiologis di

Amerika Serikat menunjukkan bahwa kira-kira terdapat 50.000 kasus penyakit ini

tiap tahunnya. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kurang dari 10% pasien

emboli paru meninggal akibat penyakit ini. Emboli udara sedikit saja sudah dapat

menimbulkan gangguan serius. Kematian bisa terjadi terutama karena sumbatan di

pembuluh koroner atau cerebral.

Pada kejadian kasus emboli paru, HBOT dapat memberikan efek terapi

berupa efek mekanik meningkatnya tekanan lingkungan atau ambient yang

memberikan manfaat penurunan volume gelembung gas atau udara. Karena

material gelembung udara yang beredar dalam peredaran darah sampai sirkulasi

pulmonal dan tersangkut pada cabang-cabang arteri pulmonalis memberi akibat

timbulnya gejala klinis. Diharapkan HBOT dapat membantu penyakit-penyakit yang

tergolong berbahaya dan mengancam jiwa dengan fungsi dari oksigen tingkat tinggi

tersebut dan dengan efek samping yang minimal.

2

Page 10: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik

2.1.1 Definisi

Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dalam suatu

ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan

barometer tinggi (hyperbaric chamber) dengan tekanan lebih besar daripada

1 ATA (Biomedical engineering, 2014).

Tekanan 1 atmosfer (760 mmHg) adalah tekanan udara yang dialami

oleh semua benda, termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap

dari semua jurusan dan berada dalam keseimbangan (Biomedical

engineering, 2014).

2.1.2 Hyperbarik chamberTerapi oksigen hiperbarik pada suatu ruang hiperbarik (hyperbaric

chamber) yang dibedakan menjadi 2, yaitu:

- Monoplace : pengobatan satu penderita

- Multiplace : pengobatan untuk beberapa penderita pada waktu

bersamaan dengan bantuan masker tiap pasiennya

Pasien dalam suatu ruangan menghisap oksigen 100% bertekanan tinggi

> 1 ATA. Tiap terapi diberikan selama 2-3 ATA, menghasilkan 6 ml oksigen

terlarut dalam 100 ml plasma, dan durasi rata-rata terapi 60-90 menit. Jumlah

terapi bergantung dari jenis penyakit. Untuk akut sekitar 3-5 kali dan untuk

kasus kronik bisa mencapai 50-60 kali. Dosis yang digunakan pada

perawatan tidak boleh lebih dari 3 ATA karena tidak aman untuk pasien dan

mempunyai efek imunosupresif.

3

Page 11: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

2.1.3 Fisiologi Terapi Oksigen Hiperbarik

1. Dasar dari terapi hiperbarik menggunakan prinsip fisika.

2. Udara yang kita hirup sehari-hari mengandung Nitrogen (N2) 79 % dan

Oksigen (O2) 21%.

3. Sedangkan pada terapi hiperbarik oksigen ruangan yang disediakan

mengandung Oksigen (O2) 100%.

4. Terapi hiperbarik juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum

Dalton, Boyle, Charles dan Henry (Biomedical engineering, 2014).

2.1.4 Prosedur

1. Setelah pasien memasuki ruang hiperbarik, pintu ditutup dan segel. Mulailah

peningkatan tekanan yang bertahap dalam ruang atau chamber, penekanan

tersebut dinamakan kompresi

2. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa “penuh” pada telinga akibat

tingginya tekanan didalam chamber selama fase kompresi, yang mana

berlangsung dari 10 sampai 15 menit tergantung pada kenyamanan dan

toleransi pasien.

3. Ketika didalam chamber telah mencapai tekanan yang ditentukan, sensasi

“penuh” di telinga biasanya berhenti. Interior ruangan tetap pada suhu kamar

selama pengobatan.

4. Lamanya perawatan Hbo tunggal bervariasi dari 45 menit untuk keracunan

CO, dan 5 jam untuk beberapa gangguan dekompresi yang parah. Untuk

pengobatan non – healing diabetic foot ulcer rata – rata 90 menit untuk

masing – masing 20 – 30 perawatan.

5. Pada akhir pengobatan, tekanan didalam chamber secara bertahap menurun

yang disebut fase dekompresi, yang umumnya berlangsung dari 10 – 15

menit, pasien mungkin mengalami sedikit sensasi popping di telinga, mirip

dengan sensasi pada saat mengemudi naik ke ketinggian atau terbang

dengan pesawat terbang.

2.1.5 Manfaat Terapi Hiperbarik Oksigen (Sahni, 2013)

1. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada

aliran darah yang berkurang.

4

Page 12: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

2. Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran

darah pada sirkulasi yang berkurang.

3. Menyebabkan pelebaran arteri sehingga meningkatkan diameter pembuluh

darah, dibanding pada permulaan terapi.

4. Merangsang fungsi adaptif pada peningkatan superoxide dismutase (SOD),

merupakan salah satu anti oksidan dalam tubuh untuk pertahanan terhadap

radikal bebas dan bertujuan mengatasi infeksi dengan meningkatkan kerja sel

darah putih sebagai antibiotic pembunuh kuman.

5. Luka bakar

Pemberian terapi HBOT sebagai terapi tambahan pada penderita luka bakar

dapat diberikan pada 24 jam pertama untuk mencegah perluasan luka bakar,

sedangkan pemberian pada hari berikutnya bermanfaat untuk menurunkan

resiko infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.

6. Luka penderita kencing manis

Luka pada penderita kencing manis merupakan salah satu komplikasi yang

paling ditakuti karena sulit disembuhkan. Paling sering terjadi di kaki dan

disebabkan oleh bakteri anaerob. Pemberian terapi HBO dapat mematikan

bakteri tersebut dan mempercepat penyembuhan luka.

7. Luka pasca operasi

• Terapi HBO dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya infeksi.

• Penyembuhan telapak tangan yang terputus setelah operasi penyambungan

• Penyembuhan ujung amputasi kaki pada penderita DM.

8. Kebugaran dan kecantikan

Pemberian terapi HBO dapat meningkatkan dan mempertahankan kebugaran

tubuh, menghilangkan kelelahan serta dapat meningkatkan elastisitas kulit

dan peremajaan sel-sel tubuh.

9. Terapi HBO juga berguna untuk :

a. Keracunan gas CO

b. Cangkokan kulit

c. Osteomyelitis

d. Meningkatkan Konsentrasi Oxygen pada seluruh jaringan tubuh

bahkan pada aliran darah yang berkurang.

5

Page 13: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

e. Rehabilitasi pasca stroke

f. Merangsang pertumbuhan pembulu h darah baru untuk meningkatkan

aliran darah pada sirkulasi yang berkurang.

g. Mampu membunuh bakteri,terutama bakteri anaerob seperti

clostridium perfingens ( penyebab penyakit gangren).

h. Mampu menghentikan aktifitas bakteri ( bakteri ostatik).

i. Antara lain bakteri E coli dan pseudomonas sp. Yang umumnya

ditemukan pada luka-luka mengganas.

j. Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.

k. Memperbaiki fungsi ereksi pada penderita diabetes.

l. Tubuh menjadi segar,badan tidak mudah lelah,gairah hidup

meningkat,tidur lebih enak dan pulas.

m. Radionekrosis.

n. Meningkatkan motilitas sperma pada kasus infertilitas.

o. Alergi.

2.1.6 Indikasi Terapi Hiperbarik Oksigen

(Japanese Society for Hyperbaric Medicine, Japan 2011)

Kondisi akut (di mana terapi HBO harus diberikan awal dan dikombinasikan

dengan pengobatan konvensional) :

1. Intoksikasi gas CO

2. Gas gangren

3. Emboli udara dan Penyakit dekompresi

4. Gangguan vaskuler perifer

5. Syok

6. Infark Myocardial dan insufisiensi coroner lain

7. Gangguan kesadaran dan oedema otak

8. Gangguan hipoksia berat pada otak

9. Gangguan obstruktif akut pada arteri retina

10.Gangguan sumsum tulang belakang

11. Ileus paralitik

12.Tuli mendadak

6

Page 14: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

Kondisi kronis :

1. Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan / luka bermasalah (diabetes /

vena dll)

2. Radiasi yang menyebabkan kerusakan jaringan

3. Cangkok kulit dan penutup (yang mengalami reaksi penolakan/rejection)

4. Osteomielitis kronis

Tabel 2.1 Guideline HBo Theraphy

2.1.7 Kontraindikasi Terapi Hiperbarik Oksigen (Riyadi, 2013)Kontraindikasi

7

Page 15: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

1. Kontraindikasi absolut:

a. Pneumothorax

Kontraindikasi absolut adalah pneumothorax yang belum

dirawat, kecuali bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat

dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi pneumothorax tersebut

2. Kontraindikasi relatif

1. ISPA

Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat

ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan

miringotomi bilateral

2. Sinusitis kronis

Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau

dilakukan miringotomi bilateral.

3. Penyakit kejang

Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi

oksigen. Bilamana perlu penderita dapat diberikan anti-konvulsan

sebelumnya.

4. Emfisema dengan retensi CO2

Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih dari

normal akan menyebabkan penderita secara spontan berhenti

bernafas akibat rangsangan hipoksik. Pada penderita dengan

penyakit paru yang disertai retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik

dapat dikerjakan bila penderita diintubasi atau memakai ventilator.

5. Panas tinggi yang tidak terkontrol

Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen.

Kemungkinan ini dapat diperkecil dengan pemberian obat antipiretik

juga dapat dengan pemberian anti konvulsan.

6. Riwayat penumothorax spontan

Penderita yang mengalami pneumothorax spontan dalam RUBT

tunggal akan menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar

ganda dapat dilakukan pertolongan-pertolongan yang memadai.

Sebab itu bagi penderita yang mempunyai riwayat pneumothorax

8

Page 16: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

spontan harus dilakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi hal

tersebut.

7. Riwayat operasi dada

Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul

saat dekompresi. Setiap operasi dada harus diteliti kasus demi

kasus untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil.

Tetapi jelas dekompresi harus dilakukan secara lambat.

8. Riwayat operasi telinga

Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan

plastik di dalam telinga setelah stapedoktomi, mungkin suatu

kontraindikasi pemakaian oksigen hiperbarik sebab perubahan

tekanan dapat mengganggu implan terseut konsultasi dengan

spesialis THT perlu dilakukan.

9. Kerusakan paru asimptomatis yang nampak secara radiologis

Memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat. Menurut

pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak

menimbulkan masalah

10. Infeksi virus

Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus akan

lebih hebat bila binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan

alasan ini dianjurkan agar penderita yang terkena salesma

(common cold) menunda pengobatan dengan oksigen hiperbarik

sampai gejala akut menghilang apabila tidak memerlukan

pengobaran sehera dengan oksigen hiperbarik

11.Spherosis kongenital

Pada keadaan ini butir-butir eritrosit sangat fragil dan pemberian

oksigen hiperbarik dapat diikuti dengan hemolisis yang berat. Bila

memang pengobatan hiperbarik mutlak diperlukan, keadaan ini

tidak boleh jadi penghalang sehingga harus dipersiapkan langkah-

langkah yang perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin

timbul.

12.Riwayat neuritis optik

Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik

terjadinya kebutaan dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik.

9

Page 17: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

Namun kasus yang terjadi sangat sedikit. Tetapi jika ada penderita

dengan riwayat neuritis optik diperkirakan mengalami gangguan

penglihatan yang berhubungan dengan retina, bagaimanapun

kecilnya pemberian oksigen hiperbarik harus segera dihentikan dan

perlu konsultasi dengan ahli mata.

13.Keganasan

Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan

yang belum diobati atau keganasan metastasik dapat menjadi lebih

buruk pada pemakaian oksigen hiperbarik untuk pengobatan dan

termasuk kontraindikasi absolut kecuali pada keadaan-keadaan luar

biasa. Namun penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-akhir ini

menunjukan bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih cepat dalam

suasana oksigen hiperbarik, biasanya secara bersama –sama juga

menerima terapi radiasi atau kemoterapi.

14.Kehamilan

Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan parsial

oksigen yang tinggi nerhubungan dengan penutupan patent ductus

arteriosus sehingga pada bati prematur secara teori dapat terjadi

fibroplasia retrolental. Namun penelitian yang kemudian dikerjakan

menunjukan bahwa komplikasi ini tidak terjadi.

2.1.8 Komplikasi

Ketika digunakan dalam protokol standar tekanan yang tidak melebihi

3 ATA ( 300 kPa ) dan durasi pengobatan kurang dari 120 menit , terapi

oksigen hiperbarik aman.

Efek samping yang paling umum adalah:

1. Barotrauma telinga

2. Barotrauma paru

3. Barotrauma dental

4. Toksisitas oksigen

5. Reaksi kecemasan

10

Page 18: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

2.1.9 Efek Terapi

Efek yang didapatkan dari terapi HBOT ada dua yang pertama efek

mekanik dan kedua efek fisiologis. Efek fisiologis dapat dijelas kan melalui

mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan

meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam-plasma.

1. Efek mekanik meningkatnya tekanan lingkungan atau ambient yang

memberikan manfaat penurunan volume gelembung gas atau udara seperti

pada terapi penderita dekompresi akibat kecelakaan kerja penyelaman dan

gas emboli yang terjadi pada beberapa tindakan medis rumah sakit.

Akibat peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan jaringan yang

memberikan manfaat terapeutik: bakteriostatik pada infeksi kuman anaerob,

detoksikasi pada keracunan karbon monoksida, sianida dan hidrogensulfida,

reoksigenasi pada kasus iskemia akut, crush injury, compartment syndrome

maupun kasus iskemia kronis, luka yang tidak sembuh, nekrosis radiasi, skin

graft preparation dan luka bakar.

2. Efek Fisiologis Prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak

adanya O2 pada tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan

pada semua organisme. Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia

masuk ke dalam tubuh melalui cara pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari

pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi, transportasi, dan difusi. Dengan

kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang

menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan kondisi yang optimal.

2.2 Pulmonary Overinflation Syndromes

2.2.1 Definisi (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision 6,2008).

Pulmonary Overinflation Syndromes (POIS) adalah kebocoran gas

menuju jaringan interstitial pulmo yang tidak menunjukkan gejala kecuali

kebocoran lebih lanjut terjadi. Jika gas masuk sirkulasi arterial, berpotensi

terjadi emboli gas arterial yang fatal. Pulmonary Overinflation Syndromes

11

Page 19: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

termasuk salah satu grup penyakit baro trauma yang disebabkan ekspansi

udara yang terperangkap di paru selama naik (reverse squeeze) atau tekanan

berlebih pada paru dengan subsekuen overekspansi dan pecahnya kantong

udara alveolar. Penyebab pecahnya kantong udara alveolar adalah tekanan

berlebih di dalam paru disebabkan oleh tekanan yang positif dan kegagalan

ekspansi gas untuk keluar dari paru selama naik.

Manifestasi klinis POIS tergantung pada lokasi dimana udara bebas

berada. Di semua kasus, yang pertama terjadi adalah pecahnya alveoli

dengan sebuah koleksi udara di jaringan paru, sebuah kondisi yang dikenal

sebagai interstitial emphysema. Interstitial emphysema ini tidak menimbulkan

gejala sampai distribusi udara lebih lanjut terjadi. Gas mungkin menemukan

jalan menuju cavitas dada atau sirkulasi arterial.

2.2.2 Arterial Gas Embolism (AGE) (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-

010, revision 6,2008).

Arterial gas embolism, kadang di sebut juga emboli udara, adalah

obstruksi aliran darah disebabkan oleh gelembung udara (emboli) yang

memasuki sirkulasi arterial. Obstruksi dari arteri otak dan jantung dapat

menimbulkan kematian jika tidak dilepaskan seketika (U.S. Navy Diving

Manual. SS521-AG-PRO-010, revision 6,2008).

2.2.3 Etiologi AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision

6,2008).

AGE disebabkan oleh ekspansi gas yang berada di paru – paru ketika

bernapas dalam tekanan dan menahan di paru – paru ketika naik. Gas

mungkin dipertahankan secara sadar maupun tidak sadar. Gas dapat terjebak

dan menyebabkan obstruksi dari paru – paru yang terkena imbas dari insiden

atau penyakit sebelumnya; atau dari penyelam yang bereaksi panik pada

situasi sulit, mungkin menahan napas tanpa menyadarinya. Jika terdapat

cukup gas dan jika itu mengembang secara cukup, tekanannya akan

memaksa gas melalui dinding alveolar menuju jaringan sekitarnya dan

menuju aliran darah. Jika gas memasuki sirkulasi arterial, itu akan menyebar

menuju semua organ tubuh. Organ yang terutama rentan terhadap AGE dan

yang bertanggung jawab untuk gejala yang mengancam keselamatan adalah

12

Page 20: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

CNS dan jantung. Di semua kasus dari AGE, memungkinkan untuk

dihubungkan dengan pneumothorax dan tidak seharusnya diabaikan.

Kelelahan dari suplai udara dan kebutuhan untuk sebuah kenaikan yang

darurat adalah penyebab tersering AGE

2.2.4 Mekanisme Terjadinya AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-

010, revision 6,2008).

1. Penyebab pecahnya kantong udara alveolar adalah tekanan berlebih di

dalam paru disebabkan oleh tekanan yang positif dan kegagalan ekspansi

gas untuk keluar dari paru selama naik.

2. Pecahnya alveoli dengan sebuah koleksi udara di jaringan paru, sebuah

kondisi yang dikenal sebagai interstitial emphysema.

3. Interstitial emphysema ini tidak menimbulkan gejala sampai distribusi

udara lebih lanjut terjadi. Gas mungkin menemukan jalan menuju cavitas

dada atau sirkulasi arterial.

Gambar 2.1 Mekanisme Pulmonary Overinflation Syndromes

2.2.5 Gejala klinis AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision

6,2008)

1. Tidak sadar

2. Paralysis

3. Kekakuan

4. Kelemahan

13

Page 21: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

5. Kecapekan yang ekstrem

6. Besarnya area yang mengalami sensasi abnormal (Paresthesias)

7. Kesulitan berpikir

8. Vertigo

9. Convulsi

10.Abnormalitas pengelihatan

11.Kehilangan koordinat

12.Mual dan atau muntah

13.Abnormalitas pendengaran

14.Sensasi yang mirip pada sebuah pukulan pada dada selama naik

15.Sputum berdarah

16.Pusing

17.Personalitas yang berubah

18.Hilang control dari tubuh

19.Tremor

2.2.6 Treatment AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision

6,2008)

1. Rekompresi langsung

Terapi Rekompresi untuk Gangguan Penyelaman dengan tujuan :

a. Kompresi gelembung gas menjadi volum kecil, kemudian meredakan

tekanan lokal dan memulai kembali aliran darah.

b. Menyediakan waktu yang cukup untuk resorpsi gelembung

c. Meningkatkan oksigen dalam darah dan kemudian penghantaran oksigen

menuju jaringan yang luka.

Terapi Rekompresi Ketika Chamber Tersedia. Tabel terapi oksigen secara

signifikan lebih efektif daripada tabel terapi udara . Tabel terapi udara hanya dapat

digunakan setelah kegagalan sistem oksigen atau intoleransi pasien terhadap

masalah toksisitas oksigen dengan rekomendasi petugas kesehatan penyelaman .

Perawatan tabel 4 dapat digunakan dengan atau tanpa oksigen tetapi harus selalu

digunakan dengan oksigen jika tersedia.

I. Selalu :

14

Page 22: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

a. Ikuti terapi tabel perawatan secara akurat, kecuali dimodifikasi oleh

Petugas Kesehatan Penyelaman dengan persetujuan dari Komandan.

b. Memiliki tender yang memenuhi syarat di ruang setiap saat selama

perawatan.

c. Menjaga tingkat keturunan dan pendakian yang normal sebanyak

mungkin.

d. Periksa pasien secara menyeluruh pada tingkat kelegaan atau terapi

yang mendalam.

e. Perlakukan seorang pasien yang tidak sadar karena emboli gas arteri

atau penyakit dekompresi serius kecuali kemungkinan kondisi seperti

ini dapat dikesampingkan tanpa pertanyaan.

f. Gunakan tabel terapi udara hanya jika oksigen tidak tersedia.

g. Waspada untuk peringatan tanda-tanda keracunan oksigen jika

oksigen digunakan.

h. Dalam hal terjadi kejang oksigen, membuka masker oksigen dan

menjaga pasien dari bahaya. Jangan memaksa membuka mulut

selama kejang.

i. Menjaga penggunaan oksigen dalam waktu dan kedalaman tertentu

yang ditentukan oleh tabel terapi.

j. Periksa kondisi dan tanda-tanda vital pasien secara berkala. Sering

diperiksa jika kondisi pasien berubah dengan cepat atau tanda-tanda

vital yang tidak stabil.

k. Amati pasien setelah pengobatan untuk kekambuhan gejala. Amati 2

jam hanya untuk gejala nyeri, 6 jam untuk gejala yang serius. Jangan

melepaskan pasien tanpa konsultasi Petugas Kesehatan Penyelaman.

l. Menjaga ketepatan waktu yang akurat dan merekam.

m. Menjaga persediaan Alat Darurat Utama dan Kedua.

II. Pernah:

a. Izinkan adanya pemendekan atau perubahan lain dari tabel, kecuali di

bawah arahan dari Petugas Kesehatan Penyelaman.

b. Tunggu tas resusitasi. Gunakan resusitasi mulut ke mulut dengan

perangkat penghalang segera jika pernapasan berhenti.

c. Interupsi kompresi dada selama lebih dari 10 detik.

15

Page 23: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

d. Izinkan penggunaan oksigen 100 persen di bawah 60 kaki dalam

kasus DCS atau AGE.

e. Gagal untuk mengobati kasus yang meragukan.

f. Biarkan personil dalam ruang untuk mengambil posisi sempit yang

mungkin menginterfens sirkulasi darah lengkap.

2. Pertolongan pertama dasar

3. Oksigen 100%

a. Perawatan Rekompresi Dengan Oksigen .

Gunakan Terapi Oksigen Tabel 5 , 6 , 6A , 4 , atau 7 , menurut diagram

alur pada Gambar 20-1 , 20-2 Gambar dan Gambar 20-3 . Tingkat

keturunan untuk semua tabel ini adalah 20 kaki per menit . Setelah

mencapai kedalaman perawatan 60 WPS atau tempat dangkal pasien

pada oksigen. Untuk perawatan kedalaman lebih dari 60 FSW ,

menggunakan terapi gas jika tersedia.

b. Perawatan rekompresi Ketika Oksigen Tidak Tersedia .

Gunakan Terapi Oksigen Tabel 1A , 2A , dan 3 ( Angka 20-11 , 20-12 ,

dan 20-13 ) disediakan untuk digunakan hanya sebagai pilihan terakhir

ketika oksigen tidak tersedia. Gunakan Terapi Udara Tabel 1A jika

nyeri lega pada kedalaman kurang dari 66 fsw. Jika nyeri lega pada

kedalaman lebih besar dari 66 fsw, penggunaan Terapi Tabel 2A .

Terapi Tabel 3 digunakan untuk pengobatan gejala yang serius di

mana oksigen tidak dapat digunakan . Gunakan Terapi Tabel 3 jika

gejala lega dalam waktu 30 menit pada 165 fsw. Jika gejala tidak lega

dalam waktu kurang dari 30 menit di 165 fsw , menggunakan Terapi

Tabel 4. Terapi oksigen pada Tabel 1A, 2A, dan 3 disediakan sebagai

pilihan terakhir ketika oksigen tidak tersedia. Tabel terapi oksigen lebih

efektif daripada tabel terapi oksigen dan seharusnya digunakan

kapanpun bisa.

4. Arterial gas embolism dirawat menurut perawatan DCS tipe 1 dengan inisial

kompresi sampai 60 fsw. Jika gejala membaik dalam periode napas oksigen

pertama, kemudian perawatan dilanjutkan dengan tabel 6. Jika gejala

bertambah buruk, bisa dilanjutkan perawatan DCS tipe 2, tanpa melebihi 165

fsw.

16

Page 24: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

Tabel 2.2 Terapi AGE atau DCS tipe 2

17

Page 25: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

Tabel 2.3 Terapi DCS tipe 1

18

Page 26: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

Tabel 2.4 Terapi gejala yang belum membaik

19

Page 27: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

Tabel 2.5 Treatment Tabel 6

Terapi tabel 6 pada Gambar 20-5, digunakan untuk hal berikut:

1. Emboli gas Arterial

2. Gejala Type II DCS

3. Gejala Type I DCS di mana dalam waktu 10 menit pada 60 fsw rasa sakit

bertambah parah dan rekompresi langsung harus dilakukan sebelum

pemeriksaan neurologis dapat dilakukan:

o Cutis marmorata

o Keracunan karbon monoksida yang parah, keracunan sianida, atau

menghirup asap

o Asymptomatic dihilangkan dengan dekompresi

o Symptomatic ascent yang tidak terkontrol

o Gejala recurrence dari 60 fsw

20

Page 28: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

Terapi tabel 6A digunakan untuk terapi AGE atau gejala DCS ketika gejala

berat tetap tidak berubah dalam 20 menit pertama di 60 fsw(2ata). Pasien

dikompresi ke kedalaman yang melegakan (meningkat signifikan), tidak melebihi 165

fsw (6 ata). Begitu sampai di kedalaman membaik, terapi gas (N2O2, HeO2) dimulai

bila tersedia. Konsultasi dengan Petugas Kesehatan Penyelam secepat mungkin.

2.2.7 Pemeriksaan Foto thorax

Pada pemeriksaan foto rontgen dada pasien emboli paru, biasanya

ditemui kelainan, yang sering berhubungan dengan adanya kelainan penyakit

kronik paru dan jantung. Memang tidak ada gambaran patogonomik untuk

emboli paru pada hasil foto dada.

Pada pasien emboli paru tanda radiologik yang sering didapatkan

adalah pembesaran arteri pulmonalis desendens, peninggian diafragma

bilateral, pembesaran jantung kanan, densitas paru daerah terkena dan

karena peningkatan tekanan arteri tersebut menyebabkan dilatasi pembuluh

darah di atas obstruksi. Pembesaran jantung kanan bervariasi besarnya,

sering-sering sulit di deteksi. Tanda Westermark, yaitu suatu hiperlusen paru,

dan ini dianggap paling khas pada emboli paru, meskipun hanya ditemukan

pada 15% kasus. Peninggian diafragma bilateral sering terdapat dan khas

pada emboli paru, terutama apabila berhubungan dengan adanya densitas

paru dan ateleaktasis (plate like atelectasis)

Gambaran lain yang dapat ditemukan pada emboli paru adalah efusi

pleura unilateral atau bilateral, dan menghilang beberapa hari setelah perfusi

membaik. Hasil pemeriksaan radiologis sangat penting dalam evaluasi hasil

sidikan perfusi/ventilasi paru.

1. Sidikan Paru Perfusi dan Ventilasi

2. Angiografi Paru

3. Analasis gas darah

4. Dopler ultra sound blood velocity detector

5. Impedance plethysmography (IPG)

6. Isotop 125 atau fibrinogen test

21

Page 29: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

Gambar 2.2 Pulmonary Acute Emboli

2.2.8 Perbedaan AGE dengan Penyakit DCS (Riyadi, 2013)Penyakit dekompresi adalah seuatu penyakit atau kelainan yang disebabkan

oleh perlepasan dan mengembangnya gelembung-gelembung gas dari fase

larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan di sekitarnya.

Gejala :

1. Rasa nyeri seluruh tubuh

2. Kelelahan

3. Gejala neurologis

4. Gejala gangguan pernafasan maupun gangguan jantung setelah

menyelam.

Ini berhubungan dengan kecepatan lepasnya gas nitrogen dari fase

larut menjadi tidak larut dalam bentuk gelembung gas (bubles) waktu proses

dekompresi berlangsung.

Kondisi supersaturai gas dalam darah dan jaringan sampai suatu batas

tertentu masih bias ditolerir, dimana memberikan kesempatan gas untuk

berdifusi keluar dari jaringan dan larut dalam darah, kemudian ke alveoli paru

dan diekshalasi keluar tubuh.

22

Page 30: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

2.2.9 Prevensi AGE (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision

6,2008).

Resiko dari AGE dapat dikurangi atau di hilangkan dengan memperhatikan

pada berikut:

1. Semua penyelam harus menerima latihan intensif di fisik dan fisiologi

menyelam, begitu juga dengan penggunaan yang benar dari alat

penyelaman. Perhatian istimewa harus diberikan pada latihan menyelam

SCUBA, karena operasi SCUBA menghasilkan insiden yang tinggi dari

emboli.

2. Seorang penyelam harus tidak menginterupsi napas selama naik dari sebuah

penyelaman di mana gas kompresi telah di hirup.

3. Seorang penyelam harus menghembuskan napas terus menerus sementara

membuat pendakian darurat. Tingkat pernafasan harus sesuai dengan tingkat

pendakian. Untuk pendakian bebas, di mana penyelam menggunakan daya

apung alami untuk dilakukan ke permukaan, laju pernafasan harus cukup

besar untuk mencegah emboli, tapi tidak begitu besar sehingga daya apung

positif hilang. Dalam pendakian yang tidak terkontrol atau apung, di mana

pelampung, baju kering atau daya apung kompensator membantu penyelam,

tingkat pendakian mungkin jauh melebihi dari pendakian bebas. Pernafasan

harus dimulai sebelum pendakian dan harus menjadi kuat, stabil, dan kuat.

Sulit untuk penyelam yang tidak terlatih untuk menjalankan pendakian darurat

dengan benar. Hal ini juga sering berbahaya untuk melatih seorang penyelam

di teknik yang tepat.

4. Penyelam tidak harus ragu untuk melaporkan setiap penyakit, terutama

penyakit pernapasan seperti flu, dengan Pengawas Penyelaman atau

Personil medis Penyelaman sebelum menyelam.

23

Page 31: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

BAB 3

Hubungan Terapi hiperbarik oksigen dengan Arterial Gas Emboli

3.1 Efek Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Arterial Gas Embolism

Terdapat hanya 2 efek dasar dari oksigenasi hiperbarik pada tubuh

manusia. Efek mekanikal yang mana berguna dalam mengurangi ukuran

gelembung (mengikuti kejadian penyelaman atau perkenalan iatrogenic dari

udara intravaskuler), dan efek meningkatkan tekanan partial dari oksigen

(dimana bermacam – macam tergantung dari keadaan fisik dan patofisiologi

di organ dan jaringan) (U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010,

revision 6,2008).

3.2 Efek Mekanikal tekanan

Efek pada ukuran gelembung

Gelembung dan gas yang mengisi cavitas dalam tubuh bersifat

subjektif terhadap efek mekanik dari pergantian tekanan. Efek ini mengikuti

hukum Boyle, yang mana menyatakan bahwa volum berbanding terbalik

terhadap tekanan absolute. Volum berubah pada sebuah progresi geometris

yang dihubungkan dengan perubahan tekanan; besar reduksi mengambil

tempat di dekat permukaan, dengan subsekuen reduksi menjadi lebih kecil di

tekanan tinggi. Efek mekanikal tekanan juga sumber dari barotraumas yang

tidak diinginkan di dalam bentuk distress middle-ear, sinus squeeze, lung

squeeze selama kompresi (tekanan signifikan berbedapun akan

menyebabkan pembuluh darah di area bertekanan rendah untuk mebesar

untuk menyesuaikan tekanan, menyebabkan pendarahan middle – ear,

perdarahan sinus, atau perdarahan pulmo yang dihubungkan dengan

squeeze), dan rusaknya paru bila seseorang menahan napasnya selama

dekompresi. Jika seorang pasien menderita dari distensi gas usus, kompresi

di chamber akan meringankan ketidaknyamanannya ketika inhalasi oksigen

akan memantapkan sebuah gradien tinggi untuk menghilangkan nitrogen dari

usus yang distensi. Udara terjebak di usus menurun sampai kurang lebih 50%

24

Page 32: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

ketika seorang pasien bernapas oksigen melebihi periode 6 jam pada 2

tekanan absolut.

Di DCS dan emboli udara, pada dasarnya semua gelembung udara

adalah intravascular. Kedua nitrogen dan helium berdifusi sangat cepat

melalui sitoplasma dari sel menuju kapiler terdekat. Hal itu yang

menyebabkan masalah dalam bentuk transportasi gas. Pembuluh darah

kapiler hanya dapat membawa sebuah nilai tertentu dari gas insersi subjek ke

kendala koefisien kelarutan Bunsen pada suhu 37 derajat Celcius. Jika lebih

banyak gas menuju pembuluh darah dari jaringan daripada darah yang

terbawa di larutan, itu harus pasti gelembung.

Ketika gelembung terbentuk, jumlah gelembung yang lebih banyak

dibawa, sampai pada poin dimana gelembung menjadi terlalu besar dan

membuat aktif platelet signifikan dan merusak dinding pembuluh darah.

Ketikas sebuah gelembung udara dikompresi ke 6 ATA, volumnya mengecil

sampai 16% dari yang ada di permukaan. Sebuah gelembung bulat,

bagaimanapun, penurunan diameternya kurang lebih 1,5 pada 6 ATA. Fakta

ini mungkin membuat takut orang yang mengobati DCS, karena dengan

setiap peningkatan atmosfer di atas 6 ATA, reduksi diameternya gelembung

menjadi lebih sedikit. Hal ini harus diingat, bahwa, hanya jenis gelembung

yang mana tidak membuat sakit linu adalah bulat.

Satu – satunya gelembung yang membuat rugi mekanikal adalah

gelembung berbentuk silindris, cenderung memblok pembuluh darah. Pada

rekompresi 3 ATA, gelembung ini berkurang panjangnya 2/3 bagian; pada 6

ATA, gelembung berkurang menjadi 1/6 dari panjang aslinya. Ini

menimbulkan perubahan signifikan pada arsitektur gelembung dan mungkin

menyebabkan gelembung menjadi bulat dan pergi. Pembuluh darah yang

menuju paru menjadi membesar, dimana gelembung kemudian terjebak dan

dieliminasi oleh difusi gas melalui dindingnya. Mekanisme dari hilangnya

gelembung terjadi ketika gelembung bulat menjadi partikel yang lebih kecil.

Paksaan dari tekanan permukaan menyebabkan gelembung kolaps. Pada

poin tersebut, gelembung antara kolaps dan menghilang atau mengecil ke

ukuran nucleus (Kindwall EP, Wheelan HT: Hyperbaric Medicine Practice,

2nd ed. Flagstaff, AZ, Best Publishing Company, 2004)

25

Page 33: LEMBAR PENGESAHAN · Web viewDapat ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi bilateral Sinusitis kronis Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

1. Adityo Wibowo, 2015, Oksigen Hiperbarik : Terapi Percepatan Penyembuhan

Luka, volume 5 number 9, Universitas Lampung,

<http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/juke/article/viewFile/645/649>

2. Amira et al, 2014, Resume Hyperbaric Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Denpasar Bali tanggal 26 s/d 30 September 2014, Mataram, Program Studi

Diploma III Keperawatan.

3. Elias, C.N., Oshida., Yoshiki., Henrique., Cavalanti L.J., Alberto, Muller C.,

2008, Relationship between surface properties (roughness,wettability and

morphology) of titanium and dental implant removal torque, Journal of

Mechanical Behavior of Biomedical Materials I, 234-242, Elsevier Ltd.

4. Gill, A L, and Bell C A.2004. Hyperbaric Oxygen: its uses, mechanisms of

action and outcomes, Oxford Jurnalist, Volume 97, Issue 7 Pp. 385-395

5. Kindwall EP, Wheelan HT: Hyperbaric Medicine Practice, 2nd ed. Flagstaff,

AZ, Best Publishing Company, 2004

6. Mathieu, Daniel, Wattel, Francis.2006. Methodology for Assesing Hyperbarik

Oxygen Therapy in Clinical Practice.Handbook on Hyperbarik Medicine 1st

ed. Netherlands Springer.

7. Mayo Clinic Staff.2011.Test and Procedures Hyperbaric Oxygen Therapy.

http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/hyperbaric-oxygen-therapy/

basics/definition/PRC-20019167

8. Rahmatullah, Pasiyan.2007. Emboli Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

9. Riyadi, 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Lakesla.

10.Sahni, T. 2013 Hyperbaric Oxygen Therapy : Current Trends and

Applications, JAPI vol 51

11.U.S. Navy Diving Manual. SS521-AG-PRO-010, revision 6,2008

26