Hipertensi KLINIK UTAMA MEDIKA ANTAPANI 2019
HIPERTENSI
Definisi
Terdapat beberapa referensi yang berbeda mengenaidefinisi hipertensi
Pada dasarnya hipertensi didefinisikan sebagai leveltekanan darah tertentu dimana intervensi medis yangdilakukan untuk menurunkan tekanan darah tersebutakan memberikan manfaat untuk menurunkan risikomorbiditas dan mortalitas
Referensi terbaru yang dapat dipakai antara lain :
ESC 2018
ACC/AHA 2017
JNC VIII
Hipertensi
pathogenesis
BP = CO x PVR
CO tergantung dari : heart rate dan stroke volume
PVR tergantung dari : aktifasi sistem otonom, renin aldosterone
angiotensine axis
Contoh kasus
Hipertiroid kenaikan BMR stroke volume dan HR HT sistolik
Pheochromocytoma tonus simpatik akibat produksi katekolamin
dari tumor ( seringkali bersifat pulsatile ) HT
Penyakit ginjal kronik glomerular ( diabetes , glomerulonephritis)
GFR renin dan sekresi angiotensin II vasoknstriksi dan retensicairan HT
Hipertensi
Diagnosis
Diagnosis hipertensi harus ditegakkan secara tepat melaluipengukuran tekanan darah yang dilakukan secara baik
Kaidah pengukuran tekanan darah yang baik harus dipenuhi dari sisi
pasien maupun alat yang digunakan
Pasien Alat
Istirahat minimal 5 menit Menggunakan manset dengan
ukuran yang sesuai
Menghindari merokok, minum kopi
setidaknya 1/2 jam sebelum
pemeriksaan
Manset diletakkan 2,5 cm diatas
fossa cubiti
Posisi sedemikian rupa sehingga
fossa antecubiti terletak setinggi
atrium kanan
Gunakan alat terkalibrasi
Tekanan darah diukur pada kedua lengan
Tekanan darah yang tertinggi adalah yang diambil
Diagnosis hipertensi memerlukan pemeriksaan tekanan darah
minimal 2 kali dalam kesempatan yang berbeda ***
Hipertensi
Diagnosis
Anamnesis :
Mungkin tidak khas karena kebanyakan HT bersifat asimptomatik
Beberapa gejala yang mungkin berhbungandengan HT# : sakit kepala ( biasanya pada TD diastole >110 mmHg) pusing berputar penglihatan kabur sesak, angina defisit neurologis epsitaxis posterior Kejang Penurunan kesadaran
# : Waspada dengan gejala kibat kerusakan target organ akut pada HT dengansistol > 180 dan atau diastol > 120 HT emergensi
Curigai hipertensi sekunder jika terdapat riwayat penggunaan obatseperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan, NSAID, atauterdapat gejala seperti sakit kepala paroksismal, berkeringat atautakikardi dan terdapat riwayat penyakit ginjal.
Hipertensi
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik menunjukkan penyebab HT atau adanya
hypertensive mediated organ damage
Kepala dan leher Anemia, flushing, Struma,
kenaikan JVP
Thorax Pembesaran jantung kiri
pada palpasi, S3 atau S4
gallop, murmur, aritmia
Rales bilateral
Abdomen Masa ginjal,
ballottement, bruit arteri
renalis
Ekstremitas Edema, sianosis, moist
skin
Hipertensi
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Rutin : gula darah puasa, urinalisa, faal ginjal, EKG
12 lead , asam urat , panel lipid
Atas indikasi : echocardiografi, natrium/kalium,
USG Doppler arteri renalis, faal tiroid dll.
Hipertensi
klasifikasi ( primer & sekunder)
Hipertensi primer/ esensial tidak diketahui
penyebabnya ( >95% ) Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu
penyakit yang mendasari ( 5% )
Clinical Clue adanya hipertensi sekunder#
Usia <20 atau > 50 tahun
severity Kenaikan TD bersifat
dramatis
onset Tiba-tiba
Riwayat keluarga Tidak jelas ( sporadis )
# : beserta tanda klinis khas
Hipertensi
Prinsip Pengelolaan1. Tentukan indikasi memulai terapi
2. Terapi non-medikamentosa
3. Lakukan terapi medikamentosa
4. Tentukan target tekanan darah
5. Antisipasi efek samping anti hipertensi
6. Kenali HMOD ( Hypertensive mediated organ damage )
7. Nilai faktor risiko kardiovaskuler dan lakukan intervensi untun mereduksi risikokardiovaskuler
ACC/AHA 2017
Untuk Mengenali CV risk gunakan sistem skor ASCVD
Parameter : usia, sex, merokok, HT, DM, kadar HDL dan
kolesterol total
Hipertensi2.Terapi non- medikamentosa
Non medikamentosa DASH (dietary Approach to Stop
Hypertension)
Penurunan berat badan
Mengurangi asupan garam (maksimal 2400 mg/ hari)
Olahraga minimal 30-60 meni/ hari, 3x dalam 1 minggu
Hentikan konsumsi alkohol
Hentikan rokok
Batasi konsumsi gula, minuman manis, daging merah
Perbanyak konsumsi serat, ikan, buah dan sayuran
Hipertensi
3.Terapi medikamentosa
Efektifitas 5 kelas anti hipertens utama ( ACE, ARB,
CCB, diuretik, beta-bloker) hampir sama dalam
hal mereduksi TD dan risiko kardiovaskuler
Kebanyakan memerlukan Terapi kombinasi
ESC 2018 compelling condition yang
mengharuskan penggunaan anti HT tertentu
dalam setting CAD, CKD, CHF, AF, DM
Hipertensi
3.Terapi medikamentosa
Pada penderita DM Dengan Hipertensi disertai diabetic
kidney disease dengan microalbuminuria atau overt
proteinuria dapat diberikan golongan ACE/ARB
Pada pasien dengan primary aldosteronism dapat diberikan
spironolactone
Hipertensi
4. Tentukan Target terapi
ESC 2018 pada pasien berusia < 50-60 tahun
target penurunan tekanan darah dapat
ditetapkan s.d 120/80 secara bertahap
Hipertensi
5. Antisipasi efek samping anti hipertensi
Efek samping anti hipertensi
Batuk : ACE
Hiperkalemia : MNA, ACE/ARB
Insufisiensi renal : ACE/ARB , diuretik
bronkospasm : beta bloker ( terutama non selektif)
Perburukan HF : beta bloker, CaCB ( dihydropiridine/ non-dihydropiridine)
Nocturia : CaCB dihydropiridine
Ortostatik hipotensi dan riwayat jatuh terutama pada lansia
Hiponatremia : diuretik
Hiperuricemia : Thiazide, loop diuretic
Konstipasi : CaCB terutama non-dihydropiridine
Hipertensi
6. mengenali HMOD
Retinopati HT gangguan visus
Riwayat stroke /TIA adakah defisit neurologis
fokal
Dementia vaskuler clock drawing test/ mini-
cog test
Hypertensive heart disease klinis ?, EKG ?,
Thorax Foto ? , AF ?
CAD angina on effort, EKG ?
CKD albuminuria, penurunan GFR
PAD claudicatio intermitten
Hipertensi
7. menilai risiko kardiovaskuler dan
melakukan intervensi
Kenali risiko CV dengan skoring ASCVD
Kendali lipid ( target : LDL ) pada CVD establish target LDL < 70 mg/dl
Kendali TG jika diatas 400-500 mg/dl
Pertimbangkan uric lowering agent pada kadarasam urat > 8 mg/dl pda pasien CKD, DM, HT< stroke, CAD walaupun tidak ada riwayatserangan gout sebelumnya
Pemberian anti platelet sebagai prevensi primer hanya moderate benefit pada pasien berusia50-59 tahun dengan skor ASCVD > 10% tanpariwayat bleeding dan tanpa pemakaianantikoagulan/NSAID/steroid