Top Banner
LEGAL ASPEK BIDANG JALAN DINAS PEKERJAAN UMUM DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA PROVINSI DKI JAKARTA 1
39

Legal Aspek Bidang Jalan

Jun 08, 2015

Download

Documents

kemas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Legal Aspek Bidang Jalan

LEGAL ASPEK BIDANG JALAN

DINAS PEKERJAAN UMUM DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTAPROVINSI DKI JAKARTA

1

Page 2: Legal Aspek Bidang Jalan

LEGAL ASPEKBIDANG JALAN

2

Page 3: Legal Aspek Bidang Jalan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR 38 TAHUN 2004

TENTANG

JALAN

3

Page 4: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri;

2. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang jalan;

3. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah;

4. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

5. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

4

Page 5: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

6. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau

kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;

7. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan

nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;

8. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol

9. Penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan,

dan pengawasan jalan;

10. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan

perencanaan umum, dan penyusunan peraturan perundang-undangan jalan;

5

Page 6: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

11. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan;

12. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan;

13. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan;

14. Penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya;

15. Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan;

6

Page 7: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

16. Badan Pengatur Jalan Tol yang selanjutnya disebut BPJT adalah badan yang dibentuk oleh Menteri, yang berada dibawah,dan bertanggung jawab kepada Menteri;

17. Badan usaha di bidang jalan tol yang selanjutnya disebut Badan Usaha adalah badan hukum yang bergerak di bidang pengusahaan jalan tol;

18. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarkis;

19. Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

7

Page 8: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IIASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP

Pasal 2

Penyelenggara jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan,

keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan

keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas,

keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan

kemitraan.

8

Page 9: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IIIPERAN, PENGELOMPOKAN, DAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

Pasal 7

9

1.Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

2.Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan dengan peran pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

3.Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

4.Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

Page 10: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IIIPERAN, PENGELOMPOKAN, DAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

Pasal 8

1. Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan

arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

2. Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan

umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri

perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan

masuk dibatasi secara berdaya guna.

3. Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau

pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata

sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 10

Page 11: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IIIPERAN, PENGELOMPOKAN, DAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

Pasal 8

4. Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

5. Jalan lingkungan sebagimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam peraturan pemerintah.

11

Page 12: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IIIPERAN, PENGELOMPOKAN, DAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

Pasal 9

1. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan

provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

2. Jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan arteri dan

jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar

ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

3. Jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan kolektor

dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi

dengan ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

4. Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan lokal

dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada ayat (2) dan ayat

(3), yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,

ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal,

serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah

kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.12

Page 13: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IIIPERAN, PENGELOMPOKAN, DAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

Pasal 9

5. Jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jalan umum dalam

sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan

dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan

antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di

dalam kota.

6. Jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang

menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta

jalan lingkungan.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai status jalan umum sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) di atur dalam peraturan

pemerintah.

13

Page 14: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IVJALAN UMUM

Bagian KeenamPembinaan Jalan Umum

Pasal 23Pembinaan jalan umum meliputi pembinaan jalan secara umum dan jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan desa, serta jalan kota.

14

Pasal 24Pembinaan jalan secara umum dan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi :

a. Pengembangan sistem bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan di

bidang jalan;

b. Pemberian bimbingan, penyuluhan, dan pelatihan para aparatur di bidang jalan;

c. Pengkajian serta penelitian dan pengembangan teknologi bidang jalan dan yang terkait;

d. Pemberian fasilitas penyelesaian sengketa antar provinsi dalam penyelenggaraan jalan;

dan

e. Penyusunan dan penetapan norma, standard, kriteria, dan pedoman pembinaan jalan

Page 15: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IVJALAN UMUM

Bagian KeenamPembinaan Jalan Umum

Pasal 25

Pembinaan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi:

15

a. Pemberian bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan para aparatur

penyelenggara jalan provinsi dan aparatur penyelenggara jalan kabupaten/kota;

b. Pengkajian serta penelitian dan pengembangan teknologi di bidang jalan untuk jalan

provinsi; dan

c. Pemberian fasilitas penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota dalam

penyelenggaraan jalan.

Page 16: Legal Aspek Bidang Jalan

Pembinaan jalan kabupaten dan jalan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi:

16

BAB IVJALAN UMUM

Bagian KeenamPembinaan Jalan Umum

Pasal 26

a. Pemberian bimbingan, penyuluahn, serta pendidikan dan pelatihan para aparatur penyelenggara jalan kabupaten dan jalan desa;

b. Pemberian ijin, rekomendasi, dispensasi, dan pertimbangan pemanfaatan ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan; dan

c. Pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan kabupaten dan jalan desa.

Page 17: Legal Aspek Bidang Jalan

Pembinaan jalan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi :

17

BAB IVJALAN UMUM

Bagian KeenamPembinaan Jalan Umum

Pasal 27

a. Pemberian bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan para

aparatur penyelenggara jalan kota;

b. Pemberian ijin, rekomendasi, dispensasi dan pertimbangan pemanfaatan

ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan; dan

c. Pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan kota.

Page 18: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IVJALAN UMUM

Bagian KetujuhPembangunan Jalan Umum

Pembangunan jalan umum, meliputi pembangunan jalan secara umum, pembangunan jalan nasional, pembangunan jalan provinsi, pembangunan jalan kabupaten dan jalan desa, serta pembangunan jalan kota.

18

Pasal 29

Pasal 30

a. Pengoperasian jalan umum dilakukan setelah dinyatakan memenuhi

persyaratan laik fungsi secara teknis dan administratif;

1) Pembangunan jalan secara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29

adalah sebagai berikut:

Page 19: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IVJALAN UMUM

Bagian KetujuhPembangunan Jalan Umum

19

Pasal 30

b. Penyelenggara jalan memprioritaskan pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan jalan secara berkala untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;

c. Pembiayaan pembangunan jalan umum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing;

d. Dalam hal pemerintah daerah belum mampu membiayai pembengunan jalan yang menjadi tanggung jawabnya secara keseluruhan, Pemerintah dapat membantu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

e. Sebagian kewenangan Pemerintah di bidang pembangunan jalan nasional mencakup perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaannya dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

f. Pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk kriteria, persyaratan, standar, prosedur dan manual; penyusunan rencana umum jalan nasional, dan pelaksanaan pengawasan dilakukan dengan memperhatikan masukan dari masyarakat.

Page 20: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IVJALAN UMUM

Bagian KetujuhPembangunan Jalan Umum

20

Pasal 30

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan laik fungsi, tata cara

pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan secara berkala, dan

pembiayaan pembangunan jalan umum, serta masukan masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan

pemerintah.

Page 21: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB VIPENGADAAN TANAH

Bagian PertamaPengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan

1) Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan bagi kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota.

2) Pembangunan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disosialisasikan kepada masyarakat, terutama yang

tanahnya diperlukan untuk pembangunan jalan.

3) Pemegang hak atas tanah, atau pemakai tanah negara, atau masyarakat ulayat hukum adat, yang tanahnya diperlukan

untuk pembangunan jalan, berhak mendapat ganti kerugian.

4) Pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)

dilaksanakan berdasarkan kesepakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

21

Pasal 58

Page 22: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB VIPENGADAAN TANAH

Bagian PertamaPengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan

22

Pasal 60

1) Apabila ada kesepakatan tidak tercapai dan lokasi pembangunan tidak

dapat dipindahkan, dilakukan pencabutan hak atas tanah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

2) Pelaksanaan pembangunan jalan dapat dimulai pada bidang tanah yang

telah diberi ganti kerugian atau telah dicabut hak atas tanahnya.

Pasal 59

Untuk dapat kepastian hukum, tanah yang sudah dikuasai oleh Pemerintah

dalam rangka pembangunan jalan didaftarkan untuk diterbitkan sertifikat hak

atas tanahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang pertanahan.

Page 23: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB VII

Peran Masyarakat

a. Memberikan masukan kepada penyelenggara jalan dalam rangka pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan;

b. Berperan serta dalam penyelenggaraan jalan;

c. Memperoleh manfaat atas penyelenggaraan jalan sesuai dengan standar

pelayanan minimal yang ditetapkan;

d. Memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan jalan;

e. Memperoleh ganti kerugian yang layak akibat kesalahan dalam pembangunan

jalan; dan

f. Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pembangunan

jalan.

23

1) Masyarakat berhak:

2) Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban dalam pemanfaatan fungsi jalan.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.

Page 24: Legal Aspek Bidang Jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR 34 TAHUN 2006

TENTANG

JALAN

24

Page 25: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Peraturan Pemerintah yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jaln kabel.

4. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.

25

Page 26: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

5. Penyelenggara jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.

6. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan peraturan perundang-undangan jalan.

7. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan.

8. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

9. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan.

26

Page 27: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

10. Penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.

11. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki.

12. Leger adalah dokumen yang memuat data mengenai perkembangan suatu ruas jalan.

13. Orang adalah orang perseorangan ataupun badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jalan.

27

Page 28: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IIJALAN UMUMBagian Kedua

Sistem Jaringan Jalan

Pasal 6

1) Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer, dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.

2) Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan pedesaan.

28

Pasal 7

Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:

a. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan

b. Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional

Page 29: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB IIJALAN UMUMBagian Kedua

Sistem Jaringan Jalan

29

Bagian KetigaFungsi Jalan, dan Persyaratan Teknis Jalan

Pasal 9

1) Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan.

2) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

3) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada sistem jaringan primer dibedakan atas arteri primer, kolektor primer, lokal primer, dan lingkungan primer.

4) Jalan dengan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sebagai jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer.

5) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada sistem jaringan sekunder dibedakan atas arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal sekunder dan lingkungan sekunder.

6) Jalan dengan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sebagai jalan arteri sekunder, jalan kolektor sekunder, jalan lokal sekunder, dan jalan lingkungan sekunder.

Page 30: Legal Aspek Bidang Jalan

Bagian KetigaFungsi Jalan, dan Persyaratan Teknis Jalan

Paragraf 2

Persyaratan Teknis Jalan

Pasal 12

• Persyaratan teknis jalan meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus.

• Syarat teknis jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, dan lingkungan.

30

Page 31: Legal Aspek Bidang Jalan

Paragraf 2Persyaratan Teknis Jalan

Pasal 13

31

1. Jalan arteri primer di desain berdsarkan kecepatan rencana paling rendah 60

kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter.

2. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu

lintas rata-rata.

3. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu

lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.

4. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa sehingga

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) harus

tetap terpenuhi.

5. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu

harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),

dan ayat (3).

6. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan

pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

Page 32: Legal Aspek Bidang Jalan

Paragraf 2Persyaratan Teknis Jalan

Pasal 14

32

1) Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 kilometer per

jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter.

2) Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.

3) Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) masih tetap terpenuhi.

4) Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu harus tetap

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

5) Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan

perkotaan tidak boleh terputus.

Page 33: Legal Aspek Bidang Jalan

Paragraf 2Persyaratan Teknis Jalan

Pasal 15

33

1) Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter.

2) Jalan lokal primer yang memasuki kawasan pedesaan tidak boleh terputus.

Pasal 161) Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 kilometer

per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter.

2) Persyaratan teknis jalan lingkungan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda tiga atau lebih.

3) Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.

Page 34: Legal Aspek Bidang Jalan

Paragraf 2Persyaratan Teknis Jalan

Pasal 17

34

1) Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter.

2) Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.

3) Pada jalan arteri sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

4) Persimpangan sebidang pada jalan arteri sekunder dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

Page 35: Legal Aspek Bidang Jalan

Paragraf 2Persyaratan Teknis Jalan

Pasal 18

35

1) Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter.

2) Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.

3) Pada jalan kolektor sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

4) Persimpangan sebidang pada jalan kolektor sekunder dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Page 36: Legal Aspek Bidang Jalan

Paragraf 2Persyaratan Teknis Jalan

Pasal 19

36

Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter.

Pasal 20

1) Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter.

2) Persyaratan teknis jalan lingkungan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 atau lebih.

3) Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.

Page 37: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB VWEWENANGBagian Ketiga

Penetapan Sistem Jaringan Jalan, Fungsi Jalan, Status Jalan, dan Kelas Jalan

Paragraf 2Penetapan Fungsi Jalan

Pasal 61• Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan arteri dan jalan kolektor yang

menghubungkan antar ibukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer dilakukan secara berkala dengan keputusan Menteri.

• Penetapan ruas-ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendengar pendapat menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan tingkat perkembangan wilayah yang telah dicapai.

37

Page 38: Legal Aspek Bidang Jalan

BAB VWEWENANGBagian Ketiga

Penetapan Sistem Jaringan Jalan, Fungsi Jalan, Status Jalan, dan Kelas Jalan

Paragraf 2Penetapan Fungsi Jalan

Pasal 61

• Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya dalam sistem jaringan jalan sekunder, jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer selain dimaksud pada ayat (1), jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer, serta jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer dilakukan secara berkala dengan Keputusan Gubernur.

• Penetapan ruas-ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan usul bupati/walikota yang bersangkutan dengan memperhatikan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

38

Page 39: Legal Aspek Bidang Jalan

TERIMA KASIH

39