.T #-\ ,,\ rticles : Basir Rohronrana The Application of Participated Doctrine in Corruption (Study Of Decision on Ciminal Act Court at [a Jayapura Distid Court) Nluhamma<l Iftar Aryaputra; B. Rini Heryantil Dhian Indah Astanti il. M enyorot P utusan M ah kamah Konsti tus i Nomor 2 5 / P uu-Xiv / 20 l 6 Terkait Unsur rf M erugikan Keuangan atau Perekonomian Negara" dalam Perkara Korupsi I lx iarr ('hristianto Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil Sebagai Upaya Harmonisasi Ketentuan Hukum Pidana Pornografi Melalui Internet Rahmi I)wi Sutanti Kebijakan Aplikatif Pemberatan Pidana bagi Pelaku Pengulangan Tindak Pidana l)cnty Suci Mareta Fcmylia, Muchammad Chasani Putusan Ultra Petita dalam Kasus Pembunuhan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur Wahyu Priyanka Nata Pcrmana SinkronisasiPenangananPerkarlli*nuvlry-p_il$gtlnglghSfPj*qI_l-{y!ypr:-rygrryj.. l)rlrnr \rdiansr alr Pencabutan Hak untuktutggilib Pg*Plp_llihp"qg1re'pi9*ryr!1{$.$"4*n*5oryn:i " l\luhanrnrad Ikbal The Irnplernentation of Discretion on Criminal Settlement in The Theft Cases ISSN Online 74787610\1 Cetak 1478761688 Kcsckretariatan : Gcdung K,I)ckanat Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Sckarirn Gunungpati Scmarang 50229 Tclcpon + 02248 507 89 l, + 62 47 07 092 05 ; Fax. + 62248 507 89 | ililluilluilruLilil[il
23
Embed
law.uii.ac.id...dan pelalsanakaan putusan pengadilan yang melibatkan korporasi. Ruang lingkupnya mengatur tentang subjek hukum korporasi yang dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori, yakai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
.T
#-\
,,\ rticles :
Basir RohronranaThe Application of Participated Doctrine in Corruption (Study Of Decision onCiminal Act Court at [a Jayapura Distid Court)
Nluhamma<l Iftar Aryaputra; B. Rini Heryantil Dhian Indah Astanti il.M enyorot P utusan M ah kamah Konsti tus i Nomor 2 5 / P uu-Xiv / 20 l 6 Terkait Unsur rfM erugikan Keuangan atau Perekonomian Negara" dalam Perkara Korupsi
I lx iarr ('hristiantoAjaran Sifat Melawan Hukum Materiil Sebagai Upaya Harmonisasi Ketentuan HukumPidana Pornografi Melalui Internet
INDONIESIAN JOURNAL OF CRIMINAL LAWSTUDTES (TJCLS)
SINKRONISASI PENANGANAN PERKARA PIDANA YANG DILAKUKANOLEH SUBJEK HUKUM KORPORASI
Wahyu Priyanka Nata Permana-* Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Info Artikel Abstrak
Sejarah Artikel:DiterimaMaret 2017
Disetujui April 2017Dipublikasikan Mei 2017
Keywords:
Cotporatiots, Crimiaal Aa,Legal Subjects
Kotporasi dalaffi peratulafl perundang-undangan di Indonesia telah ditempatkan sebagai subjek hukum
tindak pidarra yang dapat dimintai pertenggungiawaban pidana. Dalam praktek penanganan perkara
pidana yang melibatkan kotporosi sebagai subjek hukum masih menemui kendala dalam prosedur dan tata
can pemeriksaan koryorasi sebagai pelaku tindak pidana, oleh karma itu Mahkamah Agung KI dan Jaksa
Agung EI mmgel*arkan pedoman pmanganan perkara tindak pidana oleh kotporasi. Pmelitian inibetujuan untuk melihat si*ronisai uttara Peratilrun Mahkamah Agung RI deflgan Peraturun Jaksa
Agung KI. Maode pmelitian yang digunakan adalah yuidis normatif dengan pendekatan kualhatif serta
sumber data pimer dan sekunder. Adapun hasil penelitian mmunjakkan adanya keserugaman dalam
sebagian besar penangangan perkara pidana dalam Peraturan Jaksa Agung dengan Peraturan Mahkamah
Agung, tetapi dalam pelaksanaan putasan pidana terhadap korporasi terdapat pefiedaan ketika korporasi
tidak mtmbayar pidana ilenda dan hatta kotporasi tidak mena*upi untuk membayar denda tenebut.
Terhadap hal-hal yang tidak diatur oleh Peraturan Jeksa Agung, berkmaan pemeriksaan terhadap
kotporasi dalam hal wjadi Tnleburan, pengabungan, pemisahan dan proses penbubaran korporasi telah
tcrmuat dalam Peraturan Mahkamah Agung,
Abstract
Corporations in the Indonsian legislation have bem placed as criminal liability subject. In practice the
handling ofcriminal casa im,oling corlnrations as legal subjeas still encorflters obstacles in the procedures
and procedures of corporction *amination as petparatorc of criminal aas, Iherefore the Srpreme Court ofthe Republic of Indonaia and the Attomey General of Indonesia issued guidelines for handling c'riminal
cases h1t cotporations. This sndy ait?ts to see the synchronintion between the Regulation of the Suprene
Court and the Attomet Getteral's Regulation. The research ,nethod used b normative juridical withqualiiative approach as well as ptimary and secondary data sources. The resuls of the study indicae the
existence of unifoftnity in the rnajoity of ctiminal case handling in the Attomey Gmeral's Regulation with
the Supreme Court Regulation, but in the aecTttian of ctiminal verdict agairst the corporation there is a
diference whm the cotporation doa rct pay thefne, and the corporation's propr! is not suffcient to pay
thefne. In respect of matten not govemed by the Auomey Gmeral's Regulation, conceming the eramination
of the cotporation in the event of a merger, tnerger, sqaretiott and dissolution process of the cotporation has .
Wahyu Priyanka Nata Permana / lndonesian Journal of Criminal Law Studies II (l) (2017)
PENDAHULUAN
Kejahatan korporasi pada dasamyamerupakan kejahatan yang memiliklkarakteristik tersendiri yang berbeda dengantindak pidana konvensional seperti pencurian,perampokan atau kejahatan konvensionaldengan motif ekonomi lainnya. Terdapat banyakkarakteristik atau tipologi dari tindak pidanayang dilakukan korporasi ini, beberapadiantaranya antara lain :r
1 Kejahatan korporasi sebagai kejahatankerah putih (white collar crimes);
2 Kelahatan korporasi sebagai kejahatanlintas batas negara (trarc-national crime);
3 Kejahatan korporasi sebagai kejahatanterorganisir (organized crimes);
4 Kejahatan korporasi sebagai kejahatanterstruktur (stntaural oimes\;
5 Kejahatan korporasi sebagai kejahatanlintas batas rregara yang terorganisasi(transnational organized c-rime s);
6 Kejahatan korporasi sebagai kejahatanyang berdampak luar biasa (extra
ordinary times);7 Kejahatan korporasi sebagai kejahatan
bisnis (busi n es s a im e s) ;
8 Kejahatan korporasi sebagai kejahataninternasional (international times);
9 Kejahatan korporasi sebagai kejahatandengan dimensi-dimensi yang baru (new
dimention of crimes);' 10 Kejahatan korporisi sebagai kejahatan
kemanusiaan (crimes against humanity).
Korporasi sebagai legal entities ataarechtsperson telah diakui dan diatur dalamperaturan perundang-undangan sebagai salah
satu subjek hukum yang dapat dimintaipertanggungiawaban pidana apabtla terbuktimelakukan suatu tindak pidana. Setidaknya ada2 (dua) bentuk atau model pengaturan tentangpertanggungiawaban korporasi dan siapa yangdimintai per.tanggungiawaban pidananya.
' Kristian. 2016. Kqahatan Korporasi di EraModern dan Sistem Pertanggungjawaban PidanaKorporasi. Bandung: Refika Aditama. Hlm. I I 5-1 16
Peftama, Korporasi sebagai subjek tindak pidana
dan pertanggungjawabannya dibebankan kepada
anggota atau pengunrs. Kedua, Korporasi
sebagai subjek tindak pidana dan
pertanggungjawaban pidananya dibebankan
kepada pengurus dan atau kepada korporasi.
Korporasi yang dapat dimintaipertanggungjawaban pidana, dapat pula
dijatuhkan pidana apabtTa terbukti melakukantindak pidana. Bentuk sanksi pidana yang dapat
dijatuhkan beraneka tagam mulai dari pidana
denda, dan sanksi tambahan / tindakan yang
dapat berupa pembubaran korporasi,perampasan terhadap perusahaan dimana tindakpidana dilakukan, pencabutan izin usaha
seluruh atau sebagian, penghapusan seluruhatau sebagian keuntungan tertentu, penutupan
seluruh atau sebagian perusahaan untuk jangka
waktu tertentu, pembayaran biaya yang timbulakibat tindak pidana, uang pengganti atau ganti
rugi dan lain sebagainya.
Dalam prakteknya, penegakan hukumpidana terhadap korporasi sebagai subjek hukumbanyak mengalami kendala, mulai dari modusoperadinya yang cenderung meningkat dankompleks, sehingga menimbulkan kesulitandalam menentukan pertanggungiawabanpidananya. Termasuk berkenaan dengan belumadanya hukum acara yang mengatur tentangtata cara pemerilsaan korporasi sebagai subjek
hukum. Untuk mengatasi kendala tersebut Jaksa
Agung RI telah menerbitkan Peraturan Jaksa
Agung RI, Nomor. PER.028/A/IA/10/2014tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidanadengan Subjek Hukum Korporasi. Melaluiperaturan ini setidaknya dapat dijadikanpedoman bagi Jaksa/Penuntut lJmum dalammenangani perkara pidana dengan subjek
hukum korporasi baik sebagai tersangka,
terdakwa atau terpidana.
Mahkamah Agung RI melaluiPerafuran Mahkamah Agung telahmengeluarkan pula Perma RI No. 13 Tahun2076 tentang Tata Cara Penanganan Perkara
Tindak Pidana oleh Korporasi, yang ditetapkanpada tanggal2l Desember 2016. Melalui Perma
ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi
66
Wahl'u Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Srudies II (1) (2017)
aparat penegak hukum dalam penanganan
perkara pidana yang dilakukan oleh korporasi.
Peneliti selanjutnya tertarik untukmengkaji yakni Apakah Peraturan Jaksa AgungRI, Nomor. PER.028/ A/JA/10/2014 tentang
Pedoman Penanganan Perkara'Pidana Dengan
Subjek Hukum Korporasi telah sinkron terhadap
upaya penangafian perkara pidana terhadap
korporasi sesuai dengan Peraturan MahkamahAgung RI Nomor 13 Tahun 2016 tentangTataCara Penanganan Perkara Perkara TindakPidana Oleh Korporasi?. Penelitian ini berrujuan
untuk mengetahui Peraturan Jaksa Agung RI,Nomor. PER.028/A/JA/10/2014 tentang
Pedoman Penanganan Perkara Pidana Dengan
Subjek Hukum Korporasi apakah telah sinkronterhadap upaya penanganan perkara pidana
terhadap korporasi sesuai dengan Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 13 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penanganan Perkara Perkara
Tindak Pidana Oleh Korporasi
METODEPENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalampenelitian ini adalah yuridis normatif, yang
menganalisis permasalahan dari sudut pandang
atau menurut ketentuan hukum dan peraturan
yang berlaku saat ini. Sedangkan metode
pendekatan yang dilakukan dalam penelitian iniadalah pendekatan yang benifat deskriptifkualitatif, dimana bahan hukum yang diperoleh
disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara
kualitatif. Dalam penelitian ini menggunakan
sumber bahan hukum primer berupa peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan
mengingat terhadap permasalahan yang akan
diteliti, bahan hukum sekunder berupa
penjelasan dari bahan hukum primer seperti
buku, literature, jumal, dan bahan hukum tersier
berupa kamus, ensiklopedia, maupun sumber
bahan hukum lainnya yang sejenis dan
berhubungan dalam penelitian ini.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sinkronisasi Penanganan Perkara TindakPidana yang Dilalrukan oleh KorporasiSebagai Subjek Hukum
Melalui Peraturan Jaksa Agung RINomor. PER.028/A/JA/ 10/2014, diharapkan
dapat menjadi panduan dalam penanganan
perkara pidana dengan subjek korporasi,
mengupayakan penyelesaian penangangan
perkara dengan subjek hukum korporasi dan
mengoptimalkan tuntutan pidana tambahanterhadap subjek hukum korporasi sesuai dengan
peraftrran perundang-undangan. Adapunmekanisme penanganan perkara pidana dengan
subjek korporasi yang diatur yakni mulaikegiatan penyelidikan, penyidikan, penuntutan
dan pelalsanakaan putusan pengadilan yang
melibatkan korporasi.
Ruang lingkupnya mengatur tentang
subjek hukum korporasi yang dibedakanmenjadi 3 (tiga) kategori, yakai Pertama, Dalamhal undang-undang mengatur _subjek hukumkorporasi, maka funtutan pidana diajukankepada (a). Korporasi; (b). Pengurus korporasi;(c). Korporasi dan pengurus korporasi. Kedua,
Dalam hal undang-undang tidak mengatur
subjek hukum korporasi, maka tuntutan pidana
diajukan kepada pengurus. Ketiga, Terhadap
korporasi bukan berbadan hukum,pertanggungiawaban pidana dibebankan kepadapengurus serta dapat dikenakan pidana
tambahan dan/atat tindakan tata tertib
terhadap korporasi.
Korporasi diartikan kumpulan orangdan/atat kekayaan yang terorganisasi baikmerupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum, sedangkan yang dimaksud pengurus
korporasi adalah pengurus korporasi sesuai
undang-undang yang berlaku, termasuk penonilpengendali korporasi, pemberi perintah,
pemimpin baik yang masuk dalam stmkturorganisasi maupun yang tidak masuk strukturorganisasi korporasi tetapi dapat mengendalikansecara efektif.
Untuk dapatnya perbuatan korporasidanlatau perbuatan pengurus korporasi dapat
dimintakan pertanggungiawaban pidana, maka
67
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Srudies II ( 1) (201 7)
telah pula ditenrukan kriteria .perbuatan-
perbuatan yang dapat dimintaipertanggungjawab pidana baik terhadapkorporasi maupun pengurus korporasi, afitaralain :
a Perbuatan korporasi yang dapat dimintakanpertanggunglawaban pidana apabila telahmemenuhi kriteria sebagaimana diaturdalam undang-undang yang berlaku, apabtl.a
memenuhi kualifrkasi sebagai berikut :
1) Segala bentuk perbuatan yangdidasarkan pada keputusan pengurus
korporasi yang melakukan maupunturut serta melakukan;
2) Segala bentuk perbuatan baik berbuatatau tidak berbuat yang dilakukan oleh
. seseorang untuk kepentingan korporasi
. baik karena pekerjaannya dan/atauhubungan lain;
. 3) Segala. bentuk perbvatan y^ngmenggunakan sumber daya manusia,dana dan/atau segala bentuk dukunganatau fasilitas lainnya dari korporasi;
4) Segala bentuk perbuatan yang
dilakukan pihak ketiga atas permintaanatau perintah korporasi dan/ataupengurus korporasi;
5) Segala bentuk perbuatan dalam rangkamglaksanakan kegiatan usaha sehari-hari korporasi;
6) Segala bentuk perbuatan yangmenguntungkan korporasi ;
7) Segala bentuk, tindakan yangditerima,/biasanya diterima (orcepted)
oleh korporasi tersebut;
8) Korporasi yang secara nyatamenampung hasil tindak pidana dengan
subjek hukum korporasi dan / atau;9) Segala bentuk perbuatan lain yang
dapat dimintakan pertanggungjawaban
kepada korproasi menurut undang-undang;
b Perbuatan pengwus yang dapat dimintakanpertanggungiawaban pidana, apabilamemenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Setiap orang yang melakukan, turutserta melakukan, menyuruh melakukan,
menganjurkan melakukan, atau
membantu melakukan tindak pidana;2) Setiap orang yang memiliki kendali dan
wewenang untuk mengambil langkahpencegahan tindak pidana tersebut
namun tidak mengambil langkah yang
seharusnya dan menyadari akan
menerima resiko yang cukup besar
apablla tindak pidana tersebut terjadi;3) Setiap orang yang mempunyai
pengetahuan akan adanya risiko yang
cukup besar cukuplah apablla ia tahubahwa tindak pidana tersebut dilakukanoleh korpora si;dan/ atav
4) Segala bentuk perbuatan lain yangdapat dimintakan pertanggungiawaban
kepada Pengurus Korporasi menurutundang-undang;
Dalam proses penyelidikan danpenyidikan jaksa dapat melakukannya terhadapkorporasi yang diduga melakukan tindak pidanatertentu, seperti tindak pidana korupsi, tindakpidana pencucian uang dan tindak pidana lainberdasarkan undang-undang. Dalam melakukanpenyelidikan dan penyidikan terhadap tindakpidana tersebut yang dilakukan oleh korporasimaka dapat dilakukan secara bersama-samadengan subjek hukum perseorangan.
Kedudukan korporasi yang ditetapkan sebagaitersangka dalam tindak pidana, seperti tindakpidana korupsi dan tindak pidana lainnyaberdasarkan undang-undang tidak meniadakanpertanggungiawaban pidana para pengurusnya.Oleh karenanya, p;ua pengurusnya tetap dapatdimintakan pertanggungjawaban pidananyameskipun korporasi telah ditetapkan secara
tersangka.
Jaksa sebagai penyidik dalam tindakpidana korupsi dan tindak pidana lainnyaberdasarkan undang-undang dalam melakukanpenyidikan terhadap korporasi, penyidik dapatpula melakukan penyitaan terhadap asset
korporasi dan asset pengurus korporasi yangterkait dengan tindak pidana dan untukkepentingan penyidikan. terhadap korporasimaka penyidik wajib melakukan penyiraanterhadap Anggaran Dasar (AD)/AnggaranRumah Tangga (ART), termasuk akta lainnya
68
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (l) (20.17)
seperti akta pendirian, akta perubahan
korporasi, surat keputusan menteri hukum dan
hak asasi manusia mengenai pengesahan akta
pendirian/perubahan korporasi apabila
korporasi telah berbentuk badan hukum.
Disamping hal tersebut, penyidik dapat
pula melakukan penyitaan terhadap asset
korporasi dan asset pengunrs korporasi yang
terkait dengan tindak pidana. Pengurus
korporasi juga dapat mewakili korporasi dalam
tahap penyidikan, namun apabila korporasi
menolak untuk mewakili korporasi sebagai
tersangka maka penyidik membuat beita acara
penolakan tersebut.
Setelah melewati proses penyelidikan
dan penyidikan oleh jaksa maka proses
selanjutnya adalah penuntutan yang diawalidengan pra penuntutan, dimana Penuntut
IJmum yang telah ditunjuk, selanjutnya menelitikelengkapan berkas perkara seperti :
a Akta pendirian korporasi;
b Akte perubahan korporasi;
c Surat keputusan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia mengenaipengesahan akta pendirian/perubahankorporasi;
d Benruk korporasi;
e Hubungan korporasi dengan pengurus
y ang mewakili korporasi;
f Surat kuasa korporasi kepada yang
mewakili;g Surat, dokumen, pembukuan dan
barang bukti yang tcrkait dengan tindakpidana yang disangkakan;
h Kerusakan dan kerugian yang
ditimbulkan oleh tindak pidana serta
keuntungan yang diperoleh korporasi;
i Data keuangan dan perpajakan baikkorporasi maupun pengurus korporasi;
j Keterangan ahli apabrla diperlukan; dan
k Hal-hal lain yang berhubungan dengan
perkara;
Penelitian terhadap berkas perkara
menjadi penting dalam rangka menyusun surat
dakwaan bagr penuntut umum terhadap
Korporasi yang didakwakan nantinya. Surat
dakwaan terhadap korporasi sebagai terdakwa
harus mencantumkan identitas korporasi, yaitu :
b
Nama korporast
Nomor dan tanggal akta pendirian
korporasi beserta perubahannya
Nomor dan tanggal akta korporasi pada
saat peristiwa pidana
Tempat kedudukan
Kebangsaan korporasi
Bidang usaha
Nomor pokok wajib pajak;dan
Identitas yang mewakili korporasi
sesuai Pasal 143 ayat (2) huruf a
c
d
fg
h
KUHAP.Dalam hal apabila yang menjadi
tersangka korporasi bukan merupakan badan
hukum, maka identitas sesuai dengan bentuk
korporasinya. Dalam . penyusunan surat
dakwaan ini terdapat 3 (tiga) model surat
dakwaan yang dapat dibuat yakni Pertam4 Surat
dakwaan yang terdakwanya adalah pengurus
korporasinya saja. Kedua, Surat dakr,vaan yang
menjadi terdakwanya adalah korporasinya saja
yang diwakili oleh pengurus korporasi/yangdikuasakan, penguraian identitas terdakwanya
dimulai dari identitas korporasi selanjutnya
identitas yang mewakili korporasi. Ketiga, Surat
dakwaan yang terdakwanya terdiri dariKorporasi yaflg diwakili oleh pengurus
korporasi/kuasanya dan pengurus korporasijuga menjadi terdakwa.
Dalam membuat surat dalcvraan
terhadap korporasi, setidaknya ada beberapa halyang harus diperhatikan, antara lain :
a Status/kedudukanterdakwa;
b Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan,termasuk delik perbuatan berlanjut(Voorgesette handeling) dan/ atau perbarengan
(concunus realis);
c Apabila terdapat penyertaan maka
dimalsukan bentuk penyertaan;
d Rumusan pasal-pasal dari tindak pidana
yang didakwakan;
e Uraian secara cennat, jelas dan lengkap
mengenai perbuatan, kejadian, keadaan
yang mendukung/terkait dengan masing-
masing unsur tindak pidana yang
didakwakan, dengan memperhatikan
kriteria berupa perbuatan atau kejadian
tersebutsebagaima kriteriapemidanaan;
69
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal ofCrin.rinal Law Srudies II (1) (2017)
f Uraian mengenai antara lain kerusakan,
keuntungan, kerugian dan/atau akibat larn
sepanjang merupakan unsur delik;g Hindari uraian yang bersifat pembuktian
fakta dalam dakwan, karena pembuktian
apakah fakta itu benar akan dianalisis dalam
surat tunfutan.Surat dakwaan yang telah disusun
sebagaimana dimaksud diatas, selanjutnyapenuntut umum dalam melakukan pelimpahan
berkas perkara terhadap terdakwa dengan subjek
hukum korporasi, pengurus korporasi, korporasidan pengurus korporasi, kepada pengadilan
dengan permintaan untuk segera diperiksa dandiadili. Adapun proses pelimpahannya
dilakukan sesuai dengan ketentuan yangada.Adapun korporasi yang dapat dituntut,
antara lain korporasi; korporasi yangdipindahtangankan atau diambil alih; korporasikelompok (group) yang merupakan kumpulanorang atau badanyang satu sama lainmempunyai kaitan dalam hal kepemilikan,kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan;dan atau korporasi yang masih dalam proses
kepailitan dapat dilakukan penuntutan.Terhadap korporasi hanya dapat dituntutpidana denda dan pidana tambahan dan/ataupidana tata tertib.
Tuntutan pidana tambahan atautindakan tata tertib yang dikenakan terhadap
korporasi dan pengurus korporasi berdasarkan
ketentuan yang menjadi dasar pemidanaanantara lain, berupa :
l) Pembayaran uang pengganti kerugiankeuangan negara;
2) Perampasan atau penghapusan
keuntungan yang diperoleh dari tindakpidana;
3) Perbaikan kerusakan akibat dari tindakpidana;
4) Kewajiban menge4iakan apa yarrgdilakukan tanpa hak;
5) Penempatan perusahaan di bawahpengampuan untuk jangka waktu tertentu;
6) Penutupan ataupembekuan sebagian atauseluruh kegiatan perusahaan untuk jangka
waktu tertentu;
7) Pencabutan sebagian atau seluruh hak-hak tertentu;
8) Pencabutan izin usaha;
9) Perampasan barang bukti atau hartakekay aan / asset korporasi ;dan / atau
10) Tindakan lain sesuai dengn ketentuanundang-undang yang berlaku.
Tuntutan pidana tambahan berupauang pengganti dalam perkara tindak pidanakorupsi yang dikenakn terhadap korporasr,apabila korporasi tidak mampu membayardalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, harrakekayaan/asset korporasi disita unfukmemenuhi pembayaran uang pengganti, apabilakorporasi tidak memiliki harta kekayaan/assetmaka korporasi tersgbut dituntut dengan pidanatambahan lainnya sebagaiman dimaksud diatas.Termasuk apabila funtutan pidana tidak dibayaroleh korporasi maka harta kekayaan/assetkorporasi dapat dirampas untuk negara dandilakukan pelelangan sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku, untukmemenuhi pidana denda tersebut. Sementara ituterhadap korporasi yang tidak berbentuk badanhukum, Pengurusnya dapat ditunfut pidanapenjara, denda dan pidana tambahan.
Untuk pelaksanaan putusan pengadilanyang memilki kekuatan hukum tetapdilaksanakan oleh Jaksa setelah menerimasalinan atau petikan putusan dari panitera.Dalam hal terpidana hanya membayar sebagian
dari jumlah denda maka sisanya diganti denganpidana kurungan pengganti denda secaraberimbang dalam hal terpidananya adalahpengurus korporasi. Untuk masa telggangwaktu pembayaran denda pun diarur palinglama I (satu) bulan dan dapat di perpanjanguntuk paling lama 1 (satu) bulan, dan apabilatidak dibayar diganti dengan perampasan hartakekayaan/asset untuk dijual melalui lelang padakantor lelang negara (KPKNL) sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
Dalam tindak pidana pencucian uang,apabtla korporasi tidak mampu membayarpidana denda, diganti dengan perampasan hartakekayaan milik korporasi atau pengurus
korporasi yang nilainya sama dengan pidanadenda yarg difatuhkan dan apabrla tidak
70
Wahyu Priyanka Nata Permana ,/ Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2O17)
mencukupi, pidana kurungan penganti dendadijatuhkan kepada pengurusnya denganmemperhitungkan denda yang telah dlbayar.Berkenaan dengan penanganan asset korporasipada setiap tingkat pemeriksaan danpelaksanaan putusan dilaksanakan melaluikerjasama dengan Pusat Pemulihan AserKejaksaan RI. Seluruh jenis asset korporasi danpengurus korporasi yang menjadi obyekpenanganan harta kekayaan dalam rangkaprogram pemulihan asset adalah harta bendabergerak dan tidak bergerak melingkupi pulaharta kekayaan lancar, investasi jangka panjang,harta kekayaan tetap, harta kekayaan tidakberwujud, harta kekayaan pajak tangguhan,dan/atau harta kekayaan jenis lainnya.Mengenai pidana tambahan berupa perampasanbarang bukti atau harta kekayaan sepanjangmengenai benda bergerak sudah harusdilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejaksalinan,/petikan putusan pengadilan yarigmempunyai kekuatan hukum tetap diterima olehJaksa.
Pembentukan Perma 13 Tahun 2016terdiri dari 6 Bab dan 37 Pasal yang mengaturtentang tata cara penanganan perkara tindakpidana oleh korporasi ini dilandasi dengantujuan untuk menjadi pedoman bagi penegakhukum dalam penangani perkara pidana denganpelaku korporasi dan/atau pengurus, mengisikekosongan hukum khusunya hukum acarapidana dalam pengangan perkara pidanakorporasi. Perma ini mendefinisikan korporasisebagai kumpulan orang dan/atau kekayaanyang teroganisir, baik merupakan badan hukummaupun bukan badan hukum.
Dalam Perma ini lebih rinci dijelaskanmengenai bentuk-bentuk dari korporasi yaknikorporasi induk Qtarmt company) danperusahaan subsidairi (subsidiary company).Korporasi induk dimana perusahaan yangberbadan hukum memiliki dua atau lebih anakperusahaan yang disebut perusahaan subsidairiyang memiliki status badan hukum sendiri.Sedangkan perusahaan subsidiary atauperusahaan-perusahaan berbadan hukum yangmempunyai hubungan (sister cornpany) adalahperusahaan yang dikontrol atau dimiliki oleh
satu perusahaan induk. Oleh karenanyaterhadap korporasi induk maupun perusahaansubsidairi dapat dimintakanpertanggunglawaban pidana atas tindak pidanayang dilakukan oleh korporasi ataupunpengrrrus' korporasi
Dalam hal tata cara penangananperkara, dalam Perma ini telah menentukan 3
(tiga) benruk pertanggungj awaban pidanakorporasi, antanlaina. Pertanggungjawaban pidana korporasi dan
pengurus
Korporasi dapat dimintakanpertanggungjawaban pidana sesuai denganketentuan pidana korporasi dalam undang-undang yang mengatur tentang Korporasi.Adapun yang dikatakan sebagai tindak pidanaoleh korporasi merupakan tindak pidanayang dilakukan oleh orang berdasarkanhubungan kerja3, atau berdasarkan hubunganlaina, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas namakorporasi di dalam maupun di luar lingkungankorporasi. Tentunya untuk dapat menentukankorporasi dapat dimintakanpertanggungiawaban pidana harus sesuaidengan ketentuan pidana korporasi dalam
2 Lthat Perma Pasal I angka l0 yang dimaksuddengan pengurus adalah organ korporasi yangmenjalankan pengurusan korporasi sezuai anggarandasar atau undang-undang yang berwenang mewakilikorporasi, termasuk mereka yang tidak memilikikewenangan untuk merrgambil keputusan, namundalam kenyataannya dapat mengendalikan atau turutmempengaruhi kebijakan korporasi atau turutmemutuskan kebijakan dalam korporasi yang dapatdikualifikasikan sebagai tindak pidana.
3 Lihat Perma Pasal I angka I I yang dimaksudHubungan Kerja adalah hubungan antara korporasidengan peke4a/pegawainya berdasarkan perjanjianyang mempunyai unsur pekerjaan, vpah, dan/atauperintah.
4 Lihat Perma Pasal I angka 12 yang dimalsuddengan Hubungan Lain adalah hubungan antarapenguus dan/ atau korporasi dengan orang dan/ atavkorporasi lain sehingga menjadikan pit ut tuintersebut bertindak untuk kepentingan pihak pertamaberdasarkan perikatan, baik ternrlis maupun tidakterhrlis.
7l
WahYu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal ofCriminal Law Studies II (1) (2017)
undang-undang ya\g mengafur tentang
korporasi.
Dalam menjatuhkan pidana terhadapkorporasi bagi hakim, Hakim dapat menilaikesalahan Korporasi, antaft laiil1) Korporasi dapat memperoleh keuntungan
atau manfaat dari tindak pidana tersebut
atau tindak pidana tersebut dilakukanuntuk kepentingan korporasi;
2) Korporasi membiarkan terjadinya tindakpidana; atau
3) Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukanpencegahan, mencegah dampak yang lebihbesar dan memastikan kepatuhan terhadapketentuan hukum yang berlaku guna
menghindari terjadinya tindak pidana.
Dalam hal ada seorang atau lebihpengurus korporasi yang berhenti ataumeninggal dunia tidak mengakibatkan hilangnyapertanggungjawaban korporasi. Oleh karenanya,terhadap korporasi tetap dapat dimintaipertanggungiawaban pidana meskipun pengurus
korproasi ada yang berhenti atau meninggaldunia.
b. Pertanggungjawaban grup korporasi.Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh
Korporasi dengan melibatkan induk Korporasidan/ataa Korporasi subsidiari dan/atauKorporasi yang mempunyai hubungan dapatdipertanggungjawabkan secara pidana sesuai
dengan peran masing-masing.
c. Pertanggungiawaban , Korporasi dalamPenggabungan, Peleburan, Pemisahan danPembubaran Korporasi1) Dalam hal terjadi penggabungan atau
peleburan Korporasi makapertanggungiawaban pidana dikenakansebatas nilai harta kekayaan atau aset
yang ditempatkan terhadap Korporasiyang menerima penggabungan ata'u
Korporasi hasil peleburan.
2) Dalam hal terjadi pemisahan Korporasi,maka pertanggungjawaban pidana
dikenakan terhadap Korporasi yangdipisahkan dan/atau Korporasi yang
melakukan pemisahan dan/ atau kedua-
ouanya sesual dengan peran yang
dilakukan.
3) Dalam hal Korporasi sedang dalamproses pembubaran, makapertanggungjawaban pidana tetap
dikenakan terhadap Korporasi yangakan dibubarkan. Korporasi yang telahbubar setelah terjadinya tindak pidanatidak dapat dipidana, akan tetapi
terhadap aset milik Korporasi yang
diduga digunakan untuk melakukankejahatan dan/atau merupakan hasil
Setelah mengetahui bentukpertanggungjawaban dari korporasi itu sendiri,selanjutnya terhadap korporasi dapat dilakukanproses pemeriksaan dengan melakukanpemanggilan terhadap korporasi. Pemanggilanterhadap korporasi ditujukan atau disampaikanke-:alamat tempat kedudukan korporasi atauapabila tidak diketahui, pemanggilan dirujukankepada korporasi disampaikan melalui alamattempat tinggal salah satu pengurus. Jikapun,tempat tinggal maupuan tempat kediamanpengurus tidak diketahui maka pemanggilan
disampaikan melalui media cetak atauelektronik dan ditempel pada tempatpengumuman di gedung pengadilan yangberwenang mengadili perkara tersebut. Dalamsurat panggilan terhadap korporasi tersebut
setidaknya memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Nama Korporasi;2. Tempatkedudukan;3. Kebangsaankorporasi;
4. Status korporasi dalam petkara pidana(saksi / ter sangka / terdakwa) ;
5. Waktu dan tempat dilakukannyapemeriksaan; dan
6. Ringkasan dugaan peristiwa pidana terkaitpemanggilan tersebut.
Pemeriksaan terhadap korporasi yang
telah ditetapkan sebagai tersangka pada tingkatpenyidikan diwakili oleh seorang pengurus,
selaqiutnya apabrla akan dilakukan pemeriksaan
terhadap korporasi tersebut maka penyidik dapat
72
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Srudies II (1) (2017)
memanggil korporasi yang diwakili olehpengurus dengan surat panggilan yang sah dan
patut dan pengurus yang mewakili korporasidalam pemeriksaan yang telah dipanggil olehpenyidik wajib hadir dalam pemeriksaan
korporasi. Apabila korporasi yang telahdipanggil secara sah dan patut tidak hadir,menolak hadir atau tidak menunjuk Pengurus
untuk mewakili korporasi dalam pemeriksaan
maka, penyidik menentukan salah seorangpengurus untuk mewakili korporasi danmemanggil sekali lagi dengan perintah kepadapetugas untuk membawa pengurus tersebut
secara paksa.
Dalam pembuatan surat dakwaanterhadap korporasi sebagai terdakwaberdasarkan tetap didasarkan pada ketentuanpada Pasal 143 ayat 2 KUHAP denganpenyesuaian isi surat dakwaan sebagai berikut:1. Nama Korporasi, tempat, tanggal pendirian
dan/atau nomor anggarall. dasar/aktapendirian,/perahxan/ dokumen,/perjanjian
,_ serta perubahan terakhir, tempatkedudukan, kebangsaan Korporasi, jenis
Korporasi, bentuk kegiatan/usaha danidentitas pengurus yang mewakili; dan
2. IJraian secara cennat, jelas dan lengkapmengenai tindak pidana yang didakwakandengan menyebutkan waktu dan tempattindak pidana itu dilakukan.
Dalam persidangan terhadap Pengurusyang mewakili Korporasi pada tingkatpenyidikan wajib pula hadir pada pemeriksaanKorporasi dalam sidang Pengadilan untukmewakili korporasi. Jika Pengurus tidak hadirkarena berhalangan sementara atau tetap,hakim/ketua sidang d4pat memerintahkanpenuntut umum agar menentukan danmenghadirkan Pengurus lainnya untuk mewakiliKorporasi sebagai terdakwa dalam pemeriksaan
di sidang Pengadilan. Dalam hal Pengurus yang
mewakili Korporasi sebagai terdakwa telahdipanggil secara patut tidak hadir dalampemeriksaan tanpa alasan yang sah,
hakim/ketua sidang menunda persidangan danmemerintahkan kepada penuntut umum agar
memanggil kembali Pengurus yang mewakiliKorporasi tersebut unfuk hadir pada hari sidang
berikutnya. Dalam hal Pengurus tidak hadir jugapada persidangan tersebut hakim/kerua sidang
memerintahkan penuntut umum supaya
Pengurus tersebut dihadirkan secara paksa.
Dalam persidangan keterangan yang
disampaikan oleh pengums yang mewakilikorporasi merupakan alat bukti yang sah dansistem pembuktian dalam penanganan tindakpidana yang dilakukan oleh Korporasi KUHAPdan ketentuan hukum acara yang diafur khususdalam undang-undang lainnya. Dalam hal adakekhawatiran Korporasi membubarkan diridengan tujuan untuk menghindaripertanggungjawaban pidana, baik yangdilakukan sesudah maupun sebelum penyidikan,Ketua Pengadilan 'Negeri atas permintaanpenyidik atau penuntut umum melalui suatupenetapan dapat menunda segala upaya atauproses untuk membubarkan Korporasi yangsedang dalam proses hukum sampai adanyaputusan berkekuatan hukum tetap. Tetapipenetapan pengadilan untuk menundapembubaran korporasi hanya dapat diberikan
-oleh Ketua Pengadilan Negeri sebelumpermohonan penundaan kewajiban pembay aranutang atau permohonan pailit didaftarkan.Sementara itu terhadap korporasi yang bubarkarena berakhirnya jangka wakru sebagaimana
ditentukan dalam dokumen pendirian, KeruaPengadilan Negeri tidak dapat mengeluarkanpenetapan untuk menunda pembubarankorporasi tersebut.
Dalam hal terjadi penggabungan,
peleburan, pemisahan atau dalam proses
pembubaran tidak menjadi halangan bagipenyidik atau penuntut umum maupun hakimuntuk melakukan proses pemeriksaan terhadapkorporasi atau yang mewakilikorprasi,/pengurusnya. Dalam hal teqadipenggabungan atau peleburan korporasi, makapihak yang mewakili korporasi dalampemeriksaan perkara adalah pengurus saat
dilakukan pemerilsaan perkara. Selanjutnyaapabila terjadi pemisahan lorporasi, maka pihakyang mewakili korporasi dalam pemeriksaanperkara adalah pengurus dari korporasi yangmenerima peralihan setelah pemisahandan/atau yang melakukan pemisahan dan
73
Wahvu Privanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (-2017)
apabila korporasi dalam proses pernbubaran
maka pihak yang mewakili Korporasi dalampemeriksaan perkara adalah likuidator.
Pemanggilan dan pemeriksaan
pengurus yang diajukan sebagai saksi, tersangka
dan/ atav terdakwa dilaksanakan sesuai
KUHAP dan pemeriksaan pada tahappenyidikan dan penuntutan terhadap korporasidan/atau pengurus dapat dilakukan secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama. Kemudianberkenan dengan penanganan harta kekayaankorporasi yang terkait dengan tindak pidanakorporasi dapat dikenakan penyitaan danapablla benda sitaan terdiri atas benda yangdapat lekas rusak atau yang membahayakan,sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampaiputusan pengadilan terhadap perkara yangbersangkutan memperoleh kekuatan hukumtetap atau jika biaya penyimpanan bendatersebut akan menjadi terlalu tinggi atau dapatmengalami penurunan nilai ekonomis, sejauh
mungkin dengan persetujuan tersangka atapkuasanya benda tersebut dapat diamankan ataudilelang.
Menurut Perma ini dalam proses lelangtersebut barang yang dilelang tidak dapat dibelioleh tersangka atau terdakwa dan,/atau pihakyang mempunyai hubungan keluarga sedarah
sampai derajat kedua, hubungan semenda,
hubungan keuangan, hubungankerja,/manajemen, hubungan kepemilikandan/atau hubungan lain dengan tersangka atauterdakwa tersebut. Terhadap benda sitaan yangsudah terlaqjut dilakukan lelang dan ternyatapenetapan tersangka terhadap korporasidinyatakan tidak sah oleh putusan praperadilanatau penyidikan maupun penuntutan terhadapkorporasi dihentikan berdasarkan suratpenetapan penghentian penyidikan ataupenuntutan, maka uang hasil penjualan lelangbnang sitaan harus dikembalikan kepada yangberhak paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejakputusan praperadilan berkekuatan hukum tetapata'u sejak surat penetapan penghentianpenyidikan atau penuntutan berlaku.
Termasuk apablla benda sitaan telahdilelang, namun berdasarkan putusan
berkekuatan hukum tetap dinyatakan benda
sltaan tersebut tidak dirampas untuk negara,
maka uang hasil peqjualan lelang barang sitaan
harus dikembalikan kepada yang berhak palinglambat 30 (tiga puluh) hari sejak putusan
berkekuatan hukum tetap. Dalam hal da/rpenyimpanan uang hasil lelang benda sitaan
terdapat bunga keuntungan maka perampasan
atau pengembalian uang hasil lelang benda
sitaan juga disertai dengan" bunga keuntunganyang diperoleh dari penyimpanan uang hasillelang benda sitaan tersebut.
ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang ,Hukum .Pidana (KUHP). Dalammelakukan pemeriksaan dan mengadili terhadapterdakwa korporasi dan/atau pengurusnyahakim dapat menjatuhkan pidana terhadapKorporasi atau Pengurus, atau Korporasi danPengurus yang didasarkan pada masing-masingundang-undang yang mengatur ancam.rn pidanaterhadap Korporasi dan/atav Pengurus serta
tidak menutup kemungkinan penjatuhan pidanaterhadap pelaku lain yang berdasarkanketentuan undang-undang terbukti terlibatdalam tindak pidana tersebut. Terhadap putusanpemidanaan dan putusan bukan pemidanaanterhadap korporasi dibuat sesuai denganketentuan KUHAP, dengan mencantumkanidentitas sebagai berikut: NamaKorporasi;Tempat, tanggal pendirian dan/ataunomor anggatan dasar/4ktapendirian/peraturan,/dokumen/ pe4'anjian sertaperubahan terakhir; Tempat kedudukan;Kebangsaan Korporasi; Jenis Korporasi; Bentukkegiatan/usaha; dan Identitas Pengurus yang
mewakili.Hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap korporasi berupa pidana pokok berupadenda dan/atau pidana tambahan. Pidanatambahan dijatuhkan terhadap korporasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar dakwaanterhadap korporasi. Apabila putusan pengadilanmenjatuhkan pemidanaan terhadap korporasidan putusan tersebut telah memperolehkekuatan hukum yang tetap maka terhadap
74
fi
Iii
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Studies II (1) (2017)
pidana denda yang dijatuhkan kepada korporasi,
korporasi diberikan jangka wakru 1 (saru) bulan
sejak pufusan berkekuatan hukum tetap untukmembayar denda tersebut dan dapat
diperpanjang paling lama I (satu) bulan. Apabilaternyata terpidana korporasi tidak membayar
denda maka harta benda korporasi dapat disita
oleh jaksa dan dilelang untuk membayar denda.
Pidana denda yang dijaruhkan hakimkepada pengurus korporasi, maka pengurus
diberikan jangka waktu 1 (satu) bulan sejak
pufusan berkekuatan hukum tetap untukmembayar denda tersebut dan dapat
diperpanjang paling lama I (satu) bulan. Namunbilamana denda tidak dlbayar sebagian atau
seluruhnya, pengurus dapat dijatuhkan pidana
kurungan pengganti denda yang dihitung secara
proposional dan pidana kurungan pengganti
denda denda tersebut dilaksanakan setelah
berakhimya hukuman pidana pokok.
Terhadap korporasi yang dijatuhkanpidana tambahan atau tindakan tata tertib atau
tindakan lain berupa perampasan barang bukti,maka perampasan barang bukti dilaksanakanpaling lama 1 (satu) bulan sejak putusan
berkekuatan hukum tetap dan dapat
diperpanjang paling lama I (satu) bulan.
Termasuk apabila terdapat keuntungan berupa
harta kekayaan yang timbul dari hasil kejahatan
maka seluruh keuntungan tersebut dirampas
untuk negara.
Korporasi yang dikenakan pidana
tambahan berupa uang pengganti, ganti rugi dan
restitusi, tata cara pelaksanaannya diberikanjangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak
putusan berkekuatan hukum tetap untukmembayar uang pengganti, ganti rugi dan
restitusi dar, dapat diperpanjang untuk paling
lama I (satu) bulan. Jika terpidana Korporasi
tidak membayar uang pengganti, ganti rugi dan
restitusi maka harta bendanya dapat disita olehjaksa dan dilelang untuk membayar uang
pengganti, ganti rugi dan restitusi. Korporasiyang dikenakan pidana tambahan berupa
perbaikan kerusakan akibat dari tindak pidana,
tata cara pelaksanaannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam melihat sinkronisasi dalampenanganan perkara tindak pidana yang
dilakukan oleh korporasi dalam Peraturaan
Jaksa Agung RI dengan Peraturan MahmakahAgung RI tersebut, akan ditinjau dalam
beberapa aspek hukum, antara lain :
a. Tentang pengertian dan bentuk-bentuk
korporasi
b. Tentang pertanggungjawaban pidana
terhadap korporasr
c. Tentang mekanisme pemeriksan terhadap
korporasi, baik pada tahap penyidikan,.
penuntutan maupun di pengadilan
d. Tentang penyusunan dakwaan, tuntutandan putusan terhadap korporasi
e. Tentang pelaksanaan putusan pidana
Istilah korporasi secara etimologis,berasal dari kata corporatio dalam bahasa latinyang berarti sebagai kata benda (substantium),
dan berasal dari kata ke4a corprare, yang berasal
dan kata cot?us yang berbearti memberi badanatau membadankan dengan kata lain badanyang dijadikan orang sebagai hasil, ciptaan
hukum sebagai lawan terhadap badan manusiayang tef adi menurut alams.
Korporasi sendiri menurut Sadipto
Rahardjo, yakni suatu badan hasil ciptaan
hukum yang terdiri dari corpus, yaitu strukturfisiknya dan kedalamnya hukum memasukkan
unsur animus yarrg membuat badan itumempunyai kepribadian. Oleh karena badan
hukum itu merupakan ciptaan hukum maka
kecuali penciptaannya, kematiannya pun juga
ditentukan oleh hukum. Istilah korporasi adalah
sebutan yang lazim dipergunakan di kalangan
pakar hukum pidana untuk menyebut apa yang
biasa dalam pidana hukum lain, khususnya
bidang hukum perdata sebagai badan hukumatau dalam bahasa Belanda disebut rechtsperoon,
atau yang dalam bahasa Inggris disebut legal
enti ti es atau c otp ora ti on.
t Soetan, K Malikoel, Adi. 1955. Pembaharuan HukumPerdata Kita. Jakarta: PT Pembangungan. Hlm. 83.Dalam. Rufinus, Hotmaulana, Hutauruk. 2013.Petanggulangan KQahatan Koryorasi Melalui PendekatanRestoratif. Jakarta: Sinar Grafika. H1m. 18.
75
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Srudies II (1) (2017)
Dari peneiusuran terhadap 7 Z"peraturanperundang-undangan sekitai di Indonesia dapatidisimpulkan telah ditentukan bahwa korporasisebagai subjek hukum tindak pidana hanyauntuk tindak pidana tertentu dan penggunaanistilah korporasi yang tidak seragam dan tidakkonsisten. Termasuk tidak seragarnnyaperumusan korporasi dalam pelafuranperundang-undangan di luar KUHP adalahmerupakan bagian dari penyesuaian terhadapperkembangan perundang-undangan yangmengatur jenis tindak pidana korporasi dalamsystem perundang-undangan untukmenanggulangi tindak pidana korporasi yangsemakin meningkat.6
Dalam Peraturan Jaksa Agung maupunPeraturan Mahkamah Agung, terlihat sinkrondalam memberikan pengertian tentang korporasiyang diartikan sebagai kumpulan orangdan/atau kekayaan yang terorganisasi baikmerupakan badan hukum maupun bukan badanhukum. Namun sayangnya dalam keduaperaturan ini tidak menjelaskan secara lebihterperinci yang dimaksud badan hukum maupunyang bukan b'adan hukum.
Untuk menentukan badan hukum danbukan badan hukum setidaknya dapat didasarpada perafuran perundang-undangan lainnyayang menyebutkan badan hukum dan bukanbadan hukum. Menurut Sutan Remy Sjahdeinimemberikan pengertian korporasi meliputi baikbadan hukum maupun bukan badan hukum,bukan saja badan-badan hukum sepertiperseroan terbatas, yayasan, koperasi atauperkurirpulan yang telah disahkan sebagai badanhukum yang digolongkan sebagai korporasimenurut hukum pidana, tetapi juga firma,persekutuan komanditer atau CV, danpersekutuan atau maatsch ap, yaiht badan-badanusaha yang menurut hukum perdata bukansuatu badan hukum.T
o Rufinus, Hotmaulana, Hutauruk. 2013.Pmanggulangan Kejahatan Koryorai Melalui pendekatan
Dari pengertian tersebut apabiladihubungan peraturan perundang-undangan,dapat ditentukan yang termasuk badatg hukumantara lain :
l. Perseroan terbatas, sesuai UU No.40Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
2. Koperasi, sesuai UU No. 17 Tahun 2012Tentang Perkoperasian
3. Yayasan, UU Nomor 16 Tahun 2001
Tentang Yayasan dan perubahan dalamlfU Nomor 28Tatun2004
sedangkan yang merupakan benruk badan usahayang tidak berbadan hukum, antara lain :
l. Usaha Dagang (UD) yang dikenal denganistilah PD (Perusahaan Dagang);
2. Persekutuan Perdata (Maatschap)
sebagaimana Pasal 1618-1652 KUHper:3. Ftrma/Fa (Vennootschap Onder Firma),
dalam Pasal 16-35 KUHD;4. Persekutuan Komanditer/ CY (Comanditaire
Vennootschhap), dalam pasal 19 KUHD;dan
_" 5. Perkumpulan yang tidak berbadan hukum,yang diatur dalam Pasal 1653-1665KUHPer.
Berkenaan dengan bentuk-bentukkorporasi dalam Peraturan Kejaftsaan tidakmenjelaskannya, hanya disebutkan korporasiyangdapat dituntut meliputi :
a. Korporasib. Korporasi yang dipindahtangankan atau
diarnbilalihc. Korporasi kelompok (group) yang
merupakan kumpulan orang atau badanyang satu sama lainya mempunyai kaitandalam hal kepemilikan, kepengurusan,dan/ atau hubungan keuangan; dan/ ataa
d. Korporasi yang masih dalam proseskepailitan
Sementara apabila dilihat dalamPeraturan Mahkamah Agung ini lebih rincid{jelaskan mengenai bentuk-bentuk darikorporasi yang dapat dimintakanpertanggungiawaban pidna atas tindak pidanayang dilakukan oleh korporasi ataupun penguruskorporasi. Adapun bentuk-benruk korporasitersebut, yakni korporasi induk Qtarent company)
dan perusahaan subsidaii (subsidiary company\,
76
I
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Studies Il (l) (2017)
termasuk korporasi yang dalam penggabungan,
peleburan, pemisahan dan korporasi yang dalam
proses pembubaran.
Korporasi induk Qtarent company) atau
yang lebih dikenal dengan Group Companl, yaknidimana perusahaan yang berbadan hukummemiliki 2 (dua) atau lebih anak perusahaan
yang disebut perusahaan subsidairi yang
memiliki stafus badan hukum sendiri. Sebagai
contoh Perusahaan A yang telah berbadan
hukum, memiliki atau mendirikan lagiperusahaan B dan C sebagai anak perusahaan
yang saham-sahamnya sebagian besar dimilikioleh Perusahan A. Maka, perusahaan A disebut
sebagai korporasi in&tk (parettt company) dan
Perusa.haan B dan C disebut sebagai perusahaan
subsidairi (s ubsi d i ary company).
Perusahaan subsidiari atau perusahaan-
perusahaan berbadan hukum yang mempunyai
hubungan (sister company) adalah perusahaan
yang dikonkol atau dimiliki oleh satu
perusahaan induk Qtarent company). Dalamprakteknya parent cotlrpany ini dlkenal dengan
group atau holding colnpany. Oleh karenanya
terhadap korporasi induk maupun perusahaan
subsidairi tersebut apabila dalam melaksanakan
kegiatan usahanya melakukan suatu tindakpidana, maka terhadap korporasi itduk Qtarentcompany) dan perusahaan subsidaii (subsidiary
cornpany) dapat dimintakan pertanggun gtraw abanpidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh
korporasi ataupun pengurus korporasi.
Sejak diakuinya kdrporasi sebagai subjek
hukum pidana, maka muncul konseppertanggungiawaban pidana terhadap korporasi
agar korporasi juga dapat dijatuhi pidana ketikaterbukti melakukan tindak pidana. Secara
teoritis terdapat 3 (tiga) teori atau system
petanggngajawaban pidana pada subjek
hukum korporasi, yaitu teori identifikasi, teoristrict liability danteoi vicaious tability.8
Pertatna, menurut Teori Identifikasi(idcnffication theory) perbuatan/kesalahan
"pejabat senior" (senior officer) diidentifikasisebagai perbuatan/kesalahan korporasi, yang
organ yang dapat diartikan secara sempit(Inggris) yakni hanya perbuatan dari pejabat
senior atau otak korporasi yang dapat
dipertanggunglawabkan kepada korporasi,
sedangkan dalam arti luas (Amerika Serikat)
tidak hanya pejabat senior atau direktur tetapijuga agen dlbawahnya.e Perbuatan dan mens rea
para individu itu kemudian dikaitkan dengan
korporasi. Jika individu diberi kewenanganuntuk bertindak atas nama dan selama
menjalankan bisnis korporasi, maka lnens rea
pata individu itu merupakan mens rea
korporasi.lo Korporasi mempunyai sifat yang
mandiri dalam hal pertanggungjawaban pidana
sehingga tidak dapat disamakan dengan modelpertanggungjawaban pengganti (vicaious
liability).
Kedua, Stict liabilityl/ diartikan sebagai
suatu perbuatan pidana yang tidakmensyaratkan adanya kesalahan pada diripelaku terhadap satu atau lebih dari actus reus.tz
Strict liability merupakan pertanggungiawaban
tanpa kesalahan (liabiliry wfthout fault), yangdalam hal ini si pelaku perbuatan pidana sudah
dapat dipidana jika ia telah melakukanperbuatan pidana yang dilarang sebagaimana
yang telah dirumuskan dalam undang-undangtanpa melihat lebih jauh sikap batin si pelaku.
Dalam perbuatan pidana yang bersifat stictliability, hanya dibutuhkan dugaan ataupengetahuan dari pelaku (terdakwa), sudah
cukup menuntut pertanggungjawaban pidana
eBarda Nawawi Arief. 2003.Hukum Pidana. Bandung: PT. CitraHlm.233to Dwi4lo Priyino. 2004. Kebijakan Legislatiftentang Sistem Pertanggungiawaban Korporasi diIndonaia. Bandung: Utomo. Hlm. 89tt Konsqr Stict Liability sezungguhnyamerupakan konsep yang ada dalam system hukumcotntnon Law, Pada mulanya systempertanggungiawaban tersebut diterapkan dalam kasus-kazus perdata. Namun dalam perkembangannya,konsep strit liability j,aga diterapkan pada kasus-kasuspidana tertentu yang dianggap membahayakan social,seperti narkotika, pelanggaran lalu lintas, makanandan lainlain. Lihat Sue Titus Reid. 1995. CriminalZcu. New Jersey. USA. Thrid Edition:EnglenoodCliffs. Hlm.414p
Mahrus Ali. op.cit. lF,.lm. 163
77
Kapilta Selekta
Aditya Bakti.
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Srudies II ( 1) (201 7)
dari padanya. Jadi tidak persoalkan adanya mer6
rea, karena unsur pokok striat liability adalah actus
reus (perbvatan), sehingga yang harus dibuktikanadalah actus reus (perbuatan), bukan merts rea
(kesalahan).13 Menurut pendapat Barda NawawiArief memandang strict liability sebagai
pengecualian berlakunya asas "tiada pidanatanpa kesalahan".ra
Strict liability sering juga dikatakansebagai "the nature of strict liability offences isthat they are crimes which do not require anymens rea with regard to at least one element oftheir "actus reus" (pada dasamya konseppertanggungiawaban mutlak merupakan bentukpelanggaran / kejahatan yang didalamnya tidakmensyaratkan adanya unsur kesalahan, tetapihanya disyaratkan adanya suatu perbuatan).15
Ketiga. Vicarious liability diartikan olehHenry Black sebagai indirect legal responsibiliry,the liability of an employer for the acts of anemployee, of a principle for torts and contracts
of an agent (pertanggungjawban penggantiadalah pertanggujawaban hukum secara tidaklangung, pertanggungjawaban majikan atas
tindakan dari pekerja; atau pertanggungiawabanprinsipal terhadap tindakan agen dalam suatukontrak).16 Berdasarkan pengertian ini vicariousliability adalah pertanggunglawaban menuruthukum seseorang atas perbuatan salah yangdilakukan orang lain. Kedua orang tersebutharus mempunyai hubungan, yaitu hubunganatasan dan bawahan atau hubungan majikandan buruh atau hubungan,pekeq'aan. Perbuatanyang dilakukan oleh pekerja tersebut harusmasih dalam ruang lingkup pekerjaannya.
Secara singkat pertanggungiawaban inidisebut dengan pertanggungjawaban
c.
13 Hanafi. 1997. Strict Liabitity dar. VicaiousLiability dalam Huhum Pidarc. Yogyakarta: LembagaPenelitian Universitas Islam Indonesia. Hlm. 63,64
ra Barda Nawawi Arief. 2001. Masalah Penegakan d.Hukum dan Kebijaknn Penanggulangan Kejahatan.Bandlng: Citra Aditya Bakti. Hlm. 108.
tu Henry Campbell Black. 1979. Blach's LawDictionary. St. Paul Minim: West Publishing Co. Hlm.l4a4
pengganti.tt Oleh karenanya dalam vicarious
Iiability terdapat dua syarat penting yang harus
dipenuhi untuk dapat menerapkan suatuperbuatan pidana berdasarkan teori ini, yaitu :
(1). Harus terdapat suatu hubungan seperri,
hubungan pekerjaan antara majikan dan pekerja;
dan (2). Perbuatan pidana yang dilakukan olehpeke{a tersebut harus berkaitan atau masihdalam ruang lingkup pekerjaannya.
Dari teori tentang pertanggungjawabanpidana tersebut, apabila dilihat dari ketentuandalam Perja, maka yang dapat dimintakanpertanggungjawaban pidana antara lainkorporasi dan/atatt pengurus korporasi,sepanjang undang-undang mengatur subjekhukum korporasi. Apabila undang-undang tidakmengatur subjek hukum korporasi makapertanggungjawaban pidana ditujukan kepadapengurus. Termasuk terhadap korporasi yangbukan badan hukum pertanggungjawabannyadibebankan kepada pengurus, tetapi terhadapkorporasi yang bukan badan hukum tersebuttetap dapat dikenakan pidana tambahandan/atau sanksi tindakan tata tertib sesuai
dengan ketentuan undang-undang yang menjadidasar dalam surat dakwaan. Selanjutnya didalam Perja ditentukan kriteria perbuatankorporasi yang dapat dimintakanpertanggsrrglawaban pidana, ap abrla memenuhikualifikasi, antara lain :
a. Segala bentuk perbuatan yang didasarkanpada keputusan Pengurus Korporasi yang
melakukan maupun turut serta melakukan;b. Segala bentuk perbutan baik berbuat atau
tidak berbuat yang dilakukan olehseseorang untuk kepentingan korporasibaik karena pekerjaannya dan/atauhubungan lain;Segala bentuk perbuatan yangmenggunakan sumber daya manusia, danadan/atau segala bentuk dukungan ataufasilitas lainnya dari korporasi;Segala bentuk perbuatan yang dilakukanpihak ketiga atas permintaan atau perintahkorporasi dan/ atau pengurus korporasi;
78
ttMahrus 1Ji. Op.cit.Hlm. 168
Wahyu Priyanka Nata Permana ,/ Indonesian Journal of Criminal Law Studies II ( 1) (2q17)
e. Segala bentuk perbuatan dalam rangka
melaksanakan kegiatari usaha sehari-hari
korporasi;
f. Segala benhrk perbuatan yang
menguntungkan korporasi ;
C. Segala bentuk tindakanyang
diterima/biasanya diterima (accepted) olehkorporasi tersebut;
h. Korporasi yang secara nyata menampung
hasil tindak pidana dengan subjek hukumkorporasi dan/atau;
i. Segala bentuk perbuatan lain yang dapat
dimintakan pertanggungajwaban kepada
korproasi menurut undang-undang;
Dalam Perma, korporasi dapat juga
dimintakan pertanggungajawaban pidana
sepanjang telah sesuai dengan ketentuan pidana
korporasi dalam undang-undang yang mengafur
korporasi sebagai subjek hukum korporasi. Ada3 (tiga) hal yang hakim dapat nilai mengenai
kesalahan korporasi dalam menjatuhkan pidana,
antara lain :
a. Apabila korporasi memperoleh
keuntungan (proft) atau manfaat dantindak pidana tersebut, atau tindak pidana
dilakukan untuk kepentingan korporasi;
b. Korporasi membiarkan terjadinya tindakpidana;atau
c. Korporasi tidak melakukan langkatr-
langkah yang diperlukan untukmelakukan pencegahan, mencegah
korporasi tersebut, haruslah dapat dibuktikanpula tindak pidana yang dilakukan oleh
korporasi yang merupakan tindak pidana yang
dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan
kerja, atau berdasarkan hubungan kerja, atau
hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama yang bertindak untuk dan atas
nama korporasi di dalam maupun di luar
lingkungan korporasi. Oleh karenanya, apablla
ada seorang atau lebih pengurus korporasi
berhenti, atau meninggal dunia tidak
mengakib atkan hilangny a p ertanggon 91 aw ab an
korporasi.
Dalam hal pertanggungjawaban pidana
terhadap korporasi dan pengurus berdasarkan
dua perahrran Perja dan Perma sebenarnya
sudah saling melengkapi bagaimana kedua
peraturan tersebut mengafur. Hanya saja
menurut penulis, pengaturan Perma dapat
dikatakan lebih luas cakupannya dalampenganrran berkenaan dengan
pertanggungjawaban pidananya. Seperri
pertanggungj awaban pidana terhadap korporasipada saat terjadi penggabungan, peleburan,
pemisahan dan proses pembubaran sejauhmana
pertanggungiawaban pidananya telah ditentukandalam Perma. Misalnya terjadinyapenggabungan atau peleburan korporasi makapertanggungjawaban pidana yang dikenakan
hanya sebatas nilai harta kekayaan atau aset
yang ditempatkan terhadap korporasi yarug
menerima penggabungan atau korporasi hasilpeleburan.
Untuk pertanggungf awaban ketika terjadipemisahan korporasi, pertanggungiawabanpidana dikenakan tehradap korporasi yangdipisahkan dan/atau korporasi yang melakukanpemisahaan atau kedua-duanya dapat
dimintakan pertanggungajawaban sesuai peran
yang dilakukan dan untuk korporasi yang
sedang dalam proses pembubaran
pertanggungjawaban tetap dikenakan terhadap
korporasi yang akan dibubarkan tersebut.
Berkenaan dengan pemeriksaa! terhadap
korporasi baik didalam Perja mau di Perma
telah mengafur mekanisme pemeriksaan
terhadap korporasi. Meskipun didalam Perja
pengaturannya tidak begitu terperinci
sebagaimana dalam Perma, tetapi sudah
menentukan bahwa dalam proses penyelidikan
dan penyidikan terhadap subjek hukumkorporasi yang diduga melakukan trndak pidana
korupsi, tindak pidana pencucian uang, atau
tindak pidana lain yang diatur oleh undang-
undang pemeriksaan terhadap korporasi
diwakili oleh pengurus korporasi. Apabilapengurus korporasi menolak untuk mewakilikorporasi sebagai tersangka maka penyidik
membuat berita acata penolakan. Berbeda
79
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Larv Srudies II (1) (2017)
dengan Perma yang menyatakan apablla
korporasi menolak hadir atau tidak menunjukpengurus untuk mewakili korporasi dalampemeriksaan maka penyidik menentukan salah
seorang pengurus untuk mewakili korporasi danpenyidik dapat membawa pengurus tersebut
secara paksa untuk dilakukan pemeriksaan.
Tentunya hal ini sebagai solusi bagi penyidikagar tidak menemukan kesulitan atau hambatanbilamana pengurus korporasi menolak mewakilikorporasi sebagai tersangka.
Dalam penyidikan terhadap subjekhukum korporasi, menurut penulis ada yangtidak sinkron dalam Perja khususnya pada BabIII angka 6 yang menyatakan "pmyidikanterhadap subjek hukum korporasi dilakukan secara
terylsah dengan subjek hukum orang perceorangan".
Padahal dalam ketenfuan yang lain dalam PerjaBab III angSa 2 disebutkan penyelidikan danpenyidikan terhadp tindak pidana korupsi dantindak pidana lain berdasarkan undang-undangterhadap korporasi dapat dilakukan secala
be'rsama-sama dmgan ;ubjek hukum perseofangan.
Termasuk didalam Formulir 3 templated suratdakwaan terhadap korporasi dan pengurus
korporasi dalam Perja terhadap Korporasi danPengurus dapat didakwa dalam satu suratdakwaan yang sama.
Pemeriksaan terhadap korporasi sebagai
terdakwa dalam persidangan diperkara yangsama dengan pengurus, maka menurut Permapengurus yarrg mewakili korporasi adalahpengurus yang menjadi terdakwa, tetapi tidakmenutup kemungkinan plngu*s lainnya yangtidak menjadi tersangka atau terdakwa tetapdapat mewakili korporasi dalam perkarutersebut. Hal ini menunjukkan dimungkinkandilakukan perneriksaan terhadap korporasidan/atat pengurus dapat dilakukan secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama. Olehkarenanya, pemeriksaan terhadap korporasi danpengurus yang dilakukan bersama-sama baikpadatahap penyidikan maupun penuntutan, tatacara pemanggilan dan pemeriksaan mengikutiketentutan dalam Pasal 9 sampai 18 Perma yang
lebih detail pengaturannya.
Dalam Perja telah ditentuka terhadapkorporasi yang diambil alih atau dipindah
tangankan atau korporasi yang dalam proses
pailit dapat dilakukan penuntutan. Namun,dalam Perja tidak dijelaskan lebih lanjutmengenai mekanisme pemeriksaan terhadapkorporasi yang diambilalih atau dipindahtangankan atau yang sedang dalam proses pailittersebut. Sementara dalam Perma menggunakanistilah diambil alih atau dipindahtangankan atausedang dalam proses pailit dengan istilahpenggabungan atau peleburan, pemisahan, ataudalam proses pembubaran.
Dalam hal teqadi penggabungan ataupeleburan korporasi, maka pihak yang mewakilikorporasi dalam pemeriksaan perkara adalahpengurus saat dilakukan pemeriksaan perkara,artinya pengurus . korporasi yang menerimapenggabungan atau korporasi hasil peleburan.Apabila terjadi pemisahan korporasi, pihak yang
mewakili korporasi dalam pemeriksaan perkaraadalah pengurus dari korporasi yang menerimaperalihan setelah pemisahan dan/atau yangmelakukan pemisahan. Sementara iru untukkorporasi yang sedang atau masih dalam proses
pembubaran pihak yang mewakili korporasidalam pemeriksaan perkara adalah likuiditor.Tentunya pemeriksaan dimaksud adalahpemeriksaan pada tahap penyelidikan,penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan
dipersidangan.
Penyusunan surat dakwaan terhadapkorporasi diantara kedua peraturan tersebutmerujuk pada ketentuan dari Pasal 143 ayat 2
KUHAP, sehingga tidak terlalu ada perbedaan
dalam penyusunan surat dakwaan yangditentukan lain dari ketentuan tersebut. Untukmelengkapi ketentuan Pasal 143 ayat (2)
KUHAP, dalam Pe4a untuk surat dakwanterhadap korporasi mencantumkan identitaskorporasi, yang diri dari:1) Nama korporasi2) Nomor dan tanggal akta pendirian
korporasi beserta perubahannya
3) Nomor dan tanggal akta korporasi pada
saat peristiwa pidana
4) Tempatkedudukan5) Kebangsaankorporasi
6) Bidang usaha
7) Nomor pokok wajib paja(dan
80
ij
J
wahyu Priyanka Nata permana / Indonesian Journal of Criminar Law srudies Ii a) (mn)
8) Identitas yang mewakili korporasi sesuaiPasal 143 ayat (2) huruf a KUHAp, yakninama lengkap, tempat lahir, umur atautanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,tempat tinggal, agama dan pekerjaan.Dalam Perma juga mengatur ketentuan
yang sama mengenai pembuatan surat daklraan,sedikit penyesuaian menurut perma dalam perludicantumkan jenis korporasinya. Dari keduaperaturan tersebut terlihat peia lebihmemperinci bentuk dari penyusunan suratdakwaannya. Yang selama ini menjadi kendaladalam praktek penegakan hukum ketika hakimakan memutuskan sebuah perkara tindakperkara korporasi, korporasi sendiri tidakdijadikan sebagai subjek hukum didalamdakwaannya. Dengan adanya perja dan permaini maka penempatan korporasi sebagai subjekhukum didalam surat dakwaan sudah tidakmenjadi persoalan dalam praktek penegakanhukum.
Di dalam Perja bahkan sudah termuat 3(tiga) formulir model-model surat dakwaan yangbisa digunakan. Pertama. Surat dakwaanterhadap pengurus korporasi saja. Kedua. Swatdakwaan terhadap korporsi saja. Ketiga. Suratdakwaan terhadap korporasi dan penguruskorporasi. Setelah mencantumkan identitaskorporasi dan yang mewakilinya maka suratdakwan haruslah diuraikan secara cernat, jelasdanl lengkap mengenai tindak pidana yangdidakwakan dengan menyebutkan waktu dantempat tindak pidana itu dilakukan.
Berkenaan dengan tunfutan pidanapenunfut umum dan putusan pemidanaan yangdapat dijatuhkan kepada korporasi, terlihatsudah sinkron apa yang diatur di perja maupunPerma. Baik dituntut maupun putusan terhadapkorporasi hanya dapat dituntut dan dijatuhkanputusan pidana denda dan pidana tambahandan/atau pidana tata @rtib, sesuai peraturanperundang-undangan yang menjadi dasardakwaan terhadap korporasi. Hanya saja permatidak menyebutkan bentuk pidana tambahanatau tata tertib yang dapat dijatuhkan kepadakorporasi, karena memang bentuk pidanatambahan atavtata tertib menyesuaikan dengan
ketentuan dalam undang-undang yang berlakuyang menjadi dasar dakwaan.
Dalam Perja menyebutkan funrutanpidana atau tindakan tata tertlb yang dapatdikenakan kepada korporasi, antara lain :
l) Pembayaran uang pengganti kerugiankeuangan negara;
2) Perampasan ata:u penghapusankeuntungan yang diperoteh dari tindakpidana;
3) Perbaikan kerusakan akibat dari tindakpidana;
4) Kewajiban mengeqakan apadilakukan tanpa hak;
yang
5) Penempatan ,perusahaan di bawahpengampuan untuk jangka waktu tertenfu;
6) Penutupan atau pembekuan sebagian atauseluruh kegiatan perusahaan untuk jangkawaktu tertentu;
7) Pencabutan sebagian atau seluruh hak_hak tertentu;
8) Pencabutanizinusaha;9) Perarnpasan barang bukti atau harra
kekayaan,/asset korporasi ;dan/ ataul0) Tindakan lain sesuai dengn ketentuan
undang-undang yang berlaku.Adapun format surat tuntutan terhadap
korporasi terdapat dalam formul u 4 pe4a, yangterdiri dari pendahuluan, identitar terdakwa danyang mewakili korporasi, uraian dakwaanlengkap, nomor dan tanggal penetapan hakim,fakta persidangan, analisis fakta, analisis yuridis,amar tuntutan, tempat, tanggal, nama danpangkat penuntut umum. Sementara itu untukputusan pemidanaan dan putusan bukanpemidanaan terhadap korporasi dibuat sesuaiketentuan Pasal 197 KUHAP, denganmencantumkan idenfitas korporasi :
1) Nama korporasi2) Tempat, tanggal pendirian dan/atau
nomor anggaran dasar/aktap endiian / p er atur an / dokumen,/perj anj ianserta perubahan terakhirTempat kedudukanKebangsaan korporasiJenis korporasi
Benruk kegtratan / usaha; danIdentitas pengurus yang mewakili.
3)
4)
s)
6)
7)
$
81
Wahvu Privanka Nata Permana / Indonesian Journal ofCriminal Law Srudies II (i) (2017)
Pelaksanaan putusan pengadilantelah mempunyai ke.kuata;n ltukum baikPerja dan Perma diarur yang ketentuannya tetap
dilaksanakan oleh Jaksa setelah menerimasalinan,/petikan putusan dari pengadilan.Berkenaan dengan wakfu pelaksanaan pidanadenda terhadap korporasi antara Pe{a dan
Perma telah ada kesamaan dimana dalam halkorporasi dijatuhkan pidana denda makadiberikan waktu jaksa waktu 1 bulan unrukmelaksanakan putusan tersebut sejak purusanberkekuatan hukum tetap dan dapatdiperpanjang 1 bulan lagi, apabila tidak dibayardenda tersebut oleh korporasi maka harta bendakorporasi dapat disita olehjaksa dan dilelanguntuk membayar denda. Apabila pidana dendadijatuhkan kepada pengurus, maka waktu untukmelaksanakan sama seperfi pidana denda yangdijaruhkan kepada korporasi, yang membedakanapabtla pengurus tidak membayar dendasebagian atau seluruhnya, maka pengutus
Terdapat hal yang tidak sinkron antaraPerja dan Perma berkenaan dengan pelaksanaanputusan pidana denda, ketika korporasi tidakmembayarkan dendanya. Kalau didalam Perjaapabila korporasi tidak mamput membayardenda, diganti dengan perampasan hartakekayaan/aset milik korporasi atau penguruskorporasr yang rularnya sama dengan pidanadendan yang dijatuhkan dan apabila tidakmencukup, pidana kurungan pengganti dendadijaruhkan kepada pengurusnya denganmemperhitungkan denda yang telah dibayar.
Menjadi persoalan apabila yar'gdijadikan terdakwa dalam petkara tersebuthanya korporasi saja dan pengurus tidakmenjadi terdakwa, maka tidak memungkinkankorporasi dipidana denda dan korporasi tidakmembayar serta harta kekayaan untukmembayar denda tidak mencukupi, lantaspidana kurungan pengganti dendan dijatuhkankepada pengurusnya. Berbeda dengan Permayang hanya mengatur apabila pidana dendadijatuhkan kepada korporasi, maka apabila
korporasi tidak membayar terhadap hartakekayaan korporasi disita dan dilelang unrukmembayar denda tersebut.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan pembahasanyang telah diuraikan diatas, didapatkankesimpulan penanganan, perkara pidanaterhadap subjek hukum korporasi menurutPerafuran Jalsa Agung R[, Nomor.PER.028/4/JA/10/2014 tentang PedomanPenanganan Perkara Pidana Dengan SubjekHukum Korporasi telah sinkron terhadap upayapenanganan perkara pidana terhadap korporasisesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung RINomor 13 Tahun 2016 tentang Tata CaraPenanganan Perkara Perkara Tindak PidanaOleh Korporasi telah sinkron dan menunjukanadanya keseragaman penganfian dalampenangangan perkara pidana terhadapkorporasi, hal ini terlihat dari penyebutanidentitas korporasi sebagai subjek hukum dalamsurat dakwaan, surat tuntutan dan pufusan,termasuk bentuk-bentuk korporasi yang dapatdimintai pertanggungjawaban pidana, sertamekanisme pemeriksaan dan pelaksanakanputusan pengadilan. Meskipun terdapatkeseragaman dalam pengaxrrannya, adabeberapa hal yang berbeda dalam Perja danPerma berkenaan dengan pelaksanaan pidanadenda terhadap korporasi bilamana korporasitidak membayar dan asset korporasi tidakmencukupi untuk membayar denda. Selebihnyahal-hal yang tidak diatur dalam Perja, sepertiadanya perusahaan subsidairi, pemeriksaankorporasi dalam hal terjadi peleburan,pengg:abvngan, pemisahan dan prosespembubaran, ganti rugi dan restitusi telahdilengkapi oleh Perma. Oleh karenanya denganadanya kedua peraturan ini dalam penanganganperkara pidana terhadap korporasi diharapkanmenjadi solusi dan pedoman bagt aparatpenegak hukum dalam penanganan tindakpidana korporasi ini.
yang
oleh
82
i1fI
Wahyu Priyanka Nata Permana / Indonesian Journal of Criminal Law Srudies II (1) (2,017)
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih tidak lupa Penulis
sampaikan kepada semua pihak yang telahmembantu dan mendukung Penulis dalammenyelesaikan Jurnal ini, antara lain :
a. Orang Tua Penulis, serta adik-adikPenulis dan segenap keluarga tercinta;
b. Seluruh Dosen Fakultas HukumUniversitas Islam Indonesia
c. Seluruh Rekan Penulis di Kantor WP &Partners Law Firm, Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mahrus. 2011. Dasar-dasar Hukum Pidana.Jakarta: Sinar Grafika
Campbell Black, Henry. 1979. Black's LawDictionary. St. Paul Minim: West PublishingCo.
Hanafi. 1997. Strict Liability dan Vicarious Liabilitydalam Hukum Pidana. Yogyakarta: LembagaPenelitian Universitas Islam Indonesia.