BLOK 9
Laporan Tutorial Skenario 2 BAYI YANG MALANG
Kelompok VI
Anggota :
Fita Nirma Listya
(H1A011022)
I Wayan Ryan Aditya
(H1A011032)
Indah Widya Astuti
(H1A011035)
Made Ayu Candra M.
(H1A011042)
Moh. Juliandi Sobri
(H1A011046)
Nadiah
(H1A011048)
Ni Wayan Pariastini
(H1A011052)
Nym. Krisna T. Wijaya(H1A011056)
Sakinah Marie Sanad
(H1A011060)
Sitti Shabrina Junita S.(H1A011063)
Veny Rahmawati
(H1A011068)
Tutor : dr. Gede Wira BuanayudhaFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2012KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan semua petunjuk dan bimbingannya sehingga laporan
tutorial skenario 2 pada blok IX ini bisa terselesaikan.Kami
mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Gede Wira
Buanayudha atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan
diskusi. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para pakar serta
teman-teman yang membantu kami dalam proses tutorial ini.
Kami sadar, bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kami mohon kritik
serta saran yang membangun, agar dapat memperbaiki kesalahan
tersebut pada kesempatan lain. Akhir kata, Kami berharap laporan
ini dapat memberi informasi yang berguna serta bermanfaat bagi
pembaca.Mataram, 13 Desember 2012
DAFTAR ISIKata Pengantar ..1
Daftar Isi .2
BAB I PENDAHULUAN
Skenario 2...3
Mind Map ..4
Learning Objectives ...5BAB II PEMBAHASANAnalisis skenario 6
Definisi Neonatus ..
12Adaptasi Neonatus .12Manajemen Neonatus .23Penilaian dan
Pemeriksaan Neonatus 29Nutrisi Fetus dan Neonatus 37BAB III
PENUTUP
Kesimpulan 39Daftar Pustaka ...
40BAB I
PENDAHULUAN
I. Skenario 2BAYI YANG MALANGSeorang bayi perempuan berusia 3
hari dirawat di NICU sebuah RS, bayi tersebut lahir dengan berat
badan 2450 gram, umur kehamilan belum cukup bulan dan lahir melalui
operasi Caesar karena mengalami lilitan tali pusar pada lehernya.
Pada saat dikeluarkan dari uterus bayi tersebut tidak langsung
menangis dan seluruh tubuh tampak kebiruan. Kondisi terakhir bayi
saat diperiksa dokter di NICU : suhu tubuh 38,8 0C, denyut jantung
167 kali/menit, frekuensi pernafasan 46 kali/menit, sclera tampak
ikterik, bayi tampak lemah, tangisan lemah, mekonium belum keluar
dan belum mau minum ASI.II. Mind Map
III. Learning Objective
1. Analisis Skenario2. Definisi Neonatus
3. Adaptasi Neonatus
4. Manajemen Neonatus
5. Penilaian dan Pemeriksaan Neonatus
6. Nutrisi feus dan neonates, serta reflex makan dan minum
BAB II
PEMBAHASAN
I. Analisi Skenario Alasan meconium belum keluar dan belum mau
minum ASIPada scenario dinyatakan bahwa bayi belum mengeluarkan
mekonium dan tidak mau menyusu selama tiga hari. Mekonium pada
neonates seharusnya telah keluar pada 24 jam pertama kehidupan.
Maka, jika mekonium belum keluar lebih dari 48 jam setelah
kelahiran dapat dicurigai adanya obstruksi pada saluran pencernaan
neonates. Selain itu, kelahiran neonates yang belum cukup bulan
juga dapat mempengaruhi belum keluarnya mekonium. Pada bayi
premature terdapat kemungkinan belum maturnya saluran
gastrointestinal. Namun kemungkinan hal ini terjadi kecil karena
pembentukan saluran gastrointestinal telah terjadi pada minggu
ke-12 gestasi.
Bayi pada scenario tidak mau menyusu pada ibunya. Hal ini dapat
disebabkan karena adanya infeksi atau sepsis pada neonates. Adanya
infeksi dapat dilihat dari suhu tubuh neonates yang berada diatas
38 C. Selain dapat dikarenakan infeksi, keadaan neonates yang tidak
mau menyusu juga dapat terjadi karena asfiksia yang dialami oleh
neonates saat kelahiran yang diakibatkan terlilit tali pusat.
Asfiksia dapat menyebabkan keadaan hipoglikemi sehingga neonates
tidak memiliki energy untuk sucking pada ibunya. ikterus1. Ikterus
Fisiologik
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua
dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi
kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau
selambatlambatnya 10 hari pertama.
Akan tetapi, meskipun ikterusnya mempunyai dasar etiologi yang
fisiologik, kadar bilirubinnya dapat meningkat sedemikian rupa
sehingga disebut hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia ialah suatu
keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi menimbulkan kern-ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar bilirubinemia ini proses
terjadinya mempunyai dasar yang patologik.2. Ikterus Patologik
Ikterus patologik ialah ikterus yang mempunyai dasar patologik
atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Dasar patologik ini misalnya, jenis bilirubin,
saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg%
pada bayi cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Uttely
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. Berikut beberapa jenisikterus
neonatal : ikterus hemolitikikterus hemolitik yang berat pada
umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut
eritroblastosis fetalis atau morbus hemolitikus neonatorum.
Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas
golongan darah ibu dan bayi.
a) Inkompatibilitas RhesusJarang terjadi di Indonesia. Terutama
terdapat di negara Barat karena 15% penduduknya mempunyai golongan
darah Rhesus negatif. Bayi Rh positif dari ibu Rh negatif tidak
selamanya menunjukkan gejala-gejala klinik pada waktu lahir
(15-20%). Gejala klinik yang dapat terlihat ialah ikterus yang
timbul pada hari pertama. Ikterus tersebut makin lama makin berat,
disertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bilamana
sebelum kelahiranterdapat hemolisis yang berat, maka bayi dapat
lahir dengan edema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan
lien (hidropsfoetalis).
b) Inkompatibilitas ABOPenderita ikterus akibat hemolisis karena
inkompatibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di
Indonesia daripada inkompatibilitas Rh. Ikterus dapat terjadi pada
hari pertama dan kedua dan sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak
tampak sakit, anemianya ringan, hepar, dan lien tidak membesar.
Ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisisnya
berat, seringkali diperlukan juga transfusi tukar darah untuk
mencegah terjadinya kern-ikterus
c) Ikterus hemolitik karena inkompatibilitas golongan darah lain
Selin inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat
pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell,
duffy, M.N, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan.
Pada neonates dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan ke arah
inkompatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang Coombs test
positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkomaptibilitas
golongan darah lain harus dipikirkan.d) Penyakit hemolitik karena
kelainan eritrositGolongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran
klinik yang menyerupai eritroblastosis fetalis akibat
iso-imunisasi. Pada penyakit ini Coombs test biasanya negatif.
e) Hemolisis karena defisiensi enzim glukosa-6-phosphate
dehidrogenase (G-6-PD deficiency)
ikterus obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam dan di
luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak
langsung. Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1 mg%, maka kita
harus curiga akan hal-hal yang dapat menyebabkan obstruksi,
misalnya pada sepsis, hepatitis neonatorum, pielonefritis, atau
obstruksi saluran empedu. Peningkatan kadar bilirubin langsung
dalam serum walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas
normal, pielonefritis, trisoma 18, dan sindroma Dubin Johnson.
Adanya bilirubin langsung di dalam plasma seringkali merupakan
petunjuk ke arah proses umum, misalnya infeksi kongenital oleh
bakteria, virus, dan protozoa yang mengurangi kemampuan hepar untuk
mengeluarkan bilirubin langsung. ikterus yang disebabkan oleh hal
lain kadang-kadang ikterus neonatorum tidak dapat diterangkan
dengan proses hemolisis atau proses obstruksi. Ikterus yang
demikian biasanya menetap sesudah minggu pertama kehidupan, dan
bilirubin yang meningkat dalah bilirubin yang tidak langsung.
Beberapa keadaan dapat pula menyebabkan ikterus neonatorum
a) pengaruh hormon atau obat yang mengurangi kesanggupan hepar
untuk mengadakan konjugasi bilirubin, misalnya pada breastmilk
jaundice dan pemakaian Novobiosin.
b) Hipoalbuminemia : bilirubin tidak langsung yang tidak terikat
pada albumin. Bila ada hipoalbuminemia yang sering terdapat pada
pada bayi prematur, maka bilirubin tidak langsung yang bebas akan
meningkat.
c) Adanya obat atau zat kimia yang mengurangi ikatan bilirubin
tidak langsung pada albumin, misalnya sulfafurazole, salisilat, dan
heparin. Obat-obat ini mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap
albumin daripada bilirubin tidak langsung
d) Sindroma Crigler-Najjar ialah suatu penyakit herediter yang
bersifat resesif. Pada penyakit ini tidak terdapat atau kurang
terdapat glukoroni-transferase dalam hepar.
e) Ikterus karena late feeding. Penundaan pemberian makanan pada
neonatus, terutama pada bayi prematur, dapat menyebabkan intensitas
ikterus fisiologik bertambah
f) Asidosis metabolik dapat menyebabkan naiknya kadar bilrubin
toidak langsung karena mengurangi kesanggupan albumin mengikat
bilirubin
g) Pemakaian vitamin K, misalnya dalam bentuk Menaphton, dapat
menyebabkan hiperbilirubinemia kalau dosis melebihi 10 mg%.
h) Ikterus yang berhubungan dengan hipotiroidismus. Ikterus yang
lama pada penyakit ini mungkin disebabkan oleh belum sempurnanya
pematangan hepar.
kern-ikterus
Kern-ikterus ialah suatu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus,
nukleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada
dasar ventrikulus ke IV. Tanda-tanda klinik pada permulaan tidak
jelas tetapi dapat disebutkan ialah : mata yang berputar, letargi,
kejang, tak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku, dan
akhirnya opistotonus.Pada umur yang lebih lanjut bila bayi ini
hidup dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang
disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat
ditemukan, gangguan bicara.
Pembagian ikterus menurut metode KremerDerajat IkterusDaerah
IkterusPerkiraan kadar bilirubin
IDaerah Kepala dan leher 5,0 mg %
IISampai badan atas 9,0 mg%
IIISampai badan bawah hingga tungkai11,4 mg%
IVSampai daerah lengan, kaki bawah, lutut.12, 4 mg %
VSampai daerah telapak tangan dan kaki 16,0 mg%
Sepsis NeonatusDibagi menjadi :
1. Sepsis dini
Terjadi saat 5 sampai 7 hari pertama pada intrapartum atau
melalui saluran genitalia ibu.
2. Sepsis lambat
Terjadi setelah 7 hari, mudah menjadi sepsis yang berat, dan
sering terjadi meningitis.
3. Sepsis nosokomial
Terjadi karena berat badan lahir rendah atau prematur.
Penyebab :
1. Sepsis primer (sepsis dini dan sepsis lambat)
Streptococcus dan bakteri gram negatif.
2. Sepsis nosokomial
Staphylococcus terutama staphylococcus epidermis dan bakteri
gram negatif.
Faktor resiko :
Premature atau berat badan lahir rendah
Ketuban pecah dini (>18 jam)
Ibu demam peripartum atau dengan infeksi
Cairan ketuban keruh dan berbau
Tindakan resusitasi bayi baru lahir
Kehamilan kembar
Prosedur invasive
Tindakan pemasangan alat
Perawatan NICU terlalu lama
Gejala sepsis :
Tidak mau ASI atau muntah
Temperature diatas normal atau dibawah normal
Rewel
Lemah dan tidak responsif
Bernafas sangat cepat atau sulit bernafas
Perubahan warna kulit (biru)
Ikterik
Produksi urin menurun
BBLRBBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500
gram.
Penyebab BBLR antara lain :
Umur ibu saat melahirkan
Secara umum ibu yang umurnya lebih muda akan melahirkan bayi
yang lebih kecil dibandingkan ibu yang umurnya lebih tua.
Usia kehamilan saat melahirkan
Kehamilan yang kurang dari 37 minggu merupakan penyebab utama
terjadinya BBLR. Semakin pendek usia kehamilan pertumbuhan janin
semakin tidak sempurna. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh secara tidak langsung terhadap
kejadian BBLR namun bisa dijelaskan secara sederhana bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan, semakin banyak informasi yang didapatkan
tentang BBLR, semakin banyak pula pengetahuannya tentang
langkah-langkah untuk mencegah terjadinya BBLR.
Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap perilaku
reproduksi, keahiran, kematian anak dan bayi, kesakitan, sikap
serta kesadaran atas kesehatan keluarga.
Jenis kelamin bayi
Dari beberapa penelitian bahwa jenis kelamin berpengaruh
terhadap kejadian BBLR dimana bayi dengan jenis kelamin laki-laki
akan lebih berat dibandingkan dengan bayi yang berjenis kelamin
perempuan.II. Definisi NeonatusNeonates adalah bayi baru lahir
sampai usia 28 hari pertama kehidupan.
III. Adatasi Neonatus
Proses Persiapan Pernapasan Pada Bayi Normal Dan Prematur
Saat bayi dilahirkan dan sirkulasi fetoplasenta berhenti
berfungsi, bayi tersebut mengalami perubahan fisiologi yang besar
sekali dan cepat. Dalam beberapa menit setelah lahir, sistem
pernapasan harus mampu memberikan oksigen dan mengeliminasi
karbondioksida kalau neonatus itu hendak bertahan hidup.
Kelangsungan hidup bayi tersebut tergantung pada cepat dan
teraturnya pertukaran oksigen dan korbondioksida antara lingkungan
barunya dan sirkulasi paru-paru yang terisi cairan harus diisi
dengan udara, udara harus dipertukarkan dengan gerakan pernapasan
yang tepat, dan mikrosirkulasi yang kuat harus diciptakan di
sekitar alveoli tersebut.
Segera setelah lahir, pola pernapasan bergeser dari satu
inspirasi episodik dangkal, yang khas pada pernapasan janin,
menjadi pola inhalasi lebih dalam dan teratur. Sekarang jelas bahwa
aerasi paru-paru neonatus bukan inflasi dari suatu struktur yang
kolaps, melainkan pergantian cepat cairan bronkhial dan alveoli
dengan air. Pada biri-biri, dan diperkirakan pada bayi manusia,
cairan alveoli yang tersisa setelah kelahiran dibersihkan melalui
sirkulasi paru dan pada tingkat yang lebih kecil, melalui sistem
limfatik paru.
Karena cairan digantikan dengan udara, terdapat pengurangan
cukup besar kompresi vaskuler paru dan selanjutnya menurunkan
tahanan aliran darah. Dengan menurunnya aliran cairan darah arteri
pulmonalis, duktus arteriosus normalnya menutup. Penutupan foramen
ovale lebih variabel.
Tekanan negative pada toraks yang tinggi diperlukan untuk
menghasilkan pemasukan udara pertama kali ke dalam alveoli yang
penuh terisi air. Normalnya, dari pernapasan pertama setelah lahir
ini, secara progesif lebih banyak udara residual berkumpul di dalam
paru-paru, dan setiap pernapasan berikutnya, diperlukan tekanan
pembukaan paru-paru, yang lebih rendah.
Berhasilnya pengisian paru-paru dengan udara dan cepatnya
pembentukan pola fisiologi perubahan tekanan volume pada inspirasi
dan ekspirasi memerlukan adanya bahan permukaan aktif yang akan
merendahkan tegangan permukaan di dalam alveoli dan karena itu
mencegah kolapsnya paru-paru pada setiap ekspirasi. Tidak cukupnya
surfaktan akan menyebabkan timbulnya sindroma gawat napas dengan
cepat.
Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari pertukaran
gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus
melalui paru paru.
1. Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx
yang bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur
percabangan bronkus proses ini terus berlanjut sampai sekitar usia
8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolusnya akan sepenuhnya
berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya gerakan napas
sepanjang trimester II dan III. Paru-paru yang tidak matang akan
mengurangi kelangsungan hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan
sistem kapiler paru-paru dan tidak tercukupinya jumlah surfaktan.2.
Awal adanya napas
Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi
adalah :
a. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik
lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di otak.
b. Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi
paru - paru selama persalinan, yang merangsang masuknya udara ke
dalam paru - paru secara mekanis.Interaksi antara sistem
pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan
pernapasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang
diperlukan untuk kehidupan.
c. Penimbunan karbondioksida (CO2)
Setelah bayi lahir, kadar CO2 meningkat dalam darah dan akan
merangsang pernafasan. Berkurangnya O2 akan mengurangi gerakan
pernafasan janin, tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan menambah
frekuensi dan tingkat gerakan pernapasan janin.
d. Perubahan suhu
Keadaan dingin akan merangsang pernapasan.
3. Surfaktan dan upaya respirasi untuk bernapas
Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk :
a. Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
b. Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama
kali.Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan (lemak
lesitin /sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru paru.
Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan, dan jumlahnya
meningkat sampai paru-paru matang (sekitar 30-34 minggu kehamilan).
Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi tekanan permukaan paru dan
membantu untuk menstabilkandinding alveolus sehingga tidak kolaps
pada akhir pernapasan.Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveoli
kolaps setiap saat akhir pernapasan, yang menyebabkan sulit
bernafas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan penggunaan lebih
banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan
stres pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.4. Dari cairan
menuju udara
Bayi cukup bulan mempunyai cairan di paru-parunya. Pada saat
bayi melewati jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga
cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang
dilahirkan secarasectio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi
rongga dada dan dapat menderita paru-paru basah dalam jangka waktu
lebih lama. Dengan beberapa kali tarikan napas yang pertama udara
memenuhi ruangan trakea dan bronkus BBL. Sisa cairan di paru-paru
dikeluarkan dari paru-paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan
darah.
5. Fungsi sistem pernapasan dan kaitannya dengan fungsi
kardiovaskulerOksigenasi yang memadai merupakan faktor yang sangat
penting dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara. Jika
terdapat hipoksia, pembuluh darah paru-paru akan mengalami
vasokontriksi. Jika hal ini terjadi, berarti tidak ada pembuluh
darah yang terbuka guna menerima oksigen yang berada dalam alveoli,
sehingga menyebabkan penurunan oksigen jaringan, yang akan
memperburuk hipoksia. Peningkatan aliran darah paru-paru akan
memperlancar pertukaran gas dalam alveolus dan akan membantu
menghilangkan cairan paru-paru dan merangsang perubahan sirkulasi
janin menjadi sirkulasi luar.Penyesuaian Sirkulasi darah saat
Kelahiran
Penyesuaian terjadi pada beberapa aspek, terutama dalam berbagai
penutupan aliran sirkulasi baik dari dan ke menuju jantung dan
paru-paru yang berkaitan dengan proses penghantaran nutrisi dan
pertukaran O2. Penutupan-penutupan yang terjadi pada bayi setelah
lahir atau setelah terlepas dari plasenta ialah:
a. Penutupan Foramen Ovale.
b. Penutupan Duktus Arteriousus.
c. Penutupan Duktus Venosus.
a. Struktur Anatomi Khusus Sirkulasi Fetus
Paru-paru pada dasarnya tidak berfungsi selama kehidupan fetus,
dan hati hanya berfungsi sebagian, yang menyebabkan jantung fetus
tidak perlu memompa darah dalam jumlah besar ke paru dan hati,
namun lebih banyak memompakan ke darah melalui plasenta.
Seperti yang ditunjukkan gambar di bawah ini:
a. Darah yang kembali dari plasenta lalui vena umbilikalis
melewati duktus venosus, terutama melintasi hati.
b. Sebagian besar darah dari kava inferior, langsung diarahkan
menuju bagian posterior ke atrium kanan, kemudian melewati foramen
ovale menuju atrium kiri.
c. Darah yang mengandung O2 dari plasenta hanya memasuki sisi
jantung kiri, dan dipompa oleh ventrikel kiri terutama ke dalam
arteri kepala dan tubuh bagian atas.
d. Darah dari atrium kanan dan vena kava superior dialirkan
langsung kebawah, melalui katup triskupidalis ke ventrikel kanan.
Darah ini merupakan darah oksigenase dari regio kepala fetus, yang
dipompa menuju arteri pulmonalis, terutama melalui duktus
arteriousus ke dalam aorta desenden, kemudian menuju arteri
umbilikalis masuk ke dalam plasenta untuk megalami oksigenase.
Berikut skema aliran darah berikut presentase relatif total
darah yang dipompakan oleh jantung, melintasi pembuluh darah
fetus.
b. Perubahan Sirkulasi Fetus saat Lahir
1) Perubahan pada resistensi vaskular sistemik dan paru saat
lahir.
Hilangnya aliran darah yang amat besar pada
plasenta(meningkatkan resistensi pembuluh sistemik saat lahir.
(Meningkatkan tekanan aorta dan ventrikel kiri serta atrium
kiri).
Menurunnya resistensi vaskular paru akibat pengembangan paru.
Hal ini dapat mengurangi tekanan arteri pulmonalis, tekanan
ventrikel kanan, dan tekanan atrium kanan.
2) Penutupan foramen ovale.
Tekanan atrium kanan yang rendah dan tekanan atrium kiri yang
tinggi (akibat perubahan resistensi)(darah mencoba mengalir balik
melalui foramen ovale(katup yang berada di atas foramen ovale
menutup(aliran balik di hambat(penutupan permanen.
3) Penutupan duktus arteriosus.
Peningkatan resistensi sistemik meningkatkan tekanan aorta,
sementara penurunan resistensi paru menurunkan tekanan arteri
pulmonalis. Hal ini menyebabkan setelah lahir, darah mengalir balik
dari aorta ke arteri pulmonalis melalui duktus arteriousus.
Dalam bebrapa jam dinding otot duktus arteriousus mengalami
konstriksi, dan dalam 1-8 hari menghentikan semua aliran darah
(penutupan fungsional).
1-4 bulan duktus arteriousus tertutup oleh jaringan fibrosa ke
dalam lumen duktus.
Penutupan juga terjadi akibat peningkatan oksigenase darah yang
melalui duktus yang meningkat menjadi 100 mmHg dari 15-20 mmHg.
4) Penutupan duktus venosus.
Pada kehidupan fetus, darah porta dari abdomen fetus bergabung
dengan darah dari vena umbilikalis(duktus venosus(vena
kava(hati.
Saat lahir, darah melalui vena umbilikalis terhenti, darah porta
masih mengalir ke duktus venosus. Dalam 1-3 jam dinding otot duktus
venosus berkonstriksi(tekanan vena porta meningkat 0, 6, 10
mmHg(mendorong aliran darah vena porta(sinus hati.
Anatomi Sirkulasi Nenonatus
Adaptasi Sistem Gastrointestinal
Sebelum lahir, janin aterm mempraktikkan perilaku mengisap dan
menelan. Refleks muntah dan batuk yang matur telah lengkap pada
saat bayi lahir. Mekonium, walaupun steril, mengandung debris Dario
cairan amnion, yangmenguatkan bahwa janin meminum cairan amnion dan
bahwa cairan tersebut melalui saluran cerna.
Neonatus mengalami kesulitan dalam mencerna makanan. Hal ini
terkait dengan kebutuhan akan berbagai enzim dan hormon, misalnya
amylase pancreas yang kurang adekuat sehingga penggunaan zat tepung
sifatnya terbatas. Neonatus kurang mampu mencerna protein dan lemak
dibandingkan orang dewasa. Absorpsi karbohidrat relative efisien,
terutama dalam mengabsorpsi monosakarida (glukosa) dengan catatan
zat ini tidak terlalu banyak. Sfingter gastroesofageal belum
sempurna sehingga hal ini sering membuat bayi regurgitasi isi
lambung pada BBL dan bayi yang muda.
Usus bayi relatif tidak matur dikarenakan sistem otot yang tipis
dan kurang efisien sehingga gerak peristaltik tidak dapat
diprediksikan. Lipatan, vili, dan sel epitel belum berkembang dan
tidak berganti dengan cepat sehingga meningkatkan absorpsi yang
paling efektif. Awal pemberian makan oral menstimulasi lapisan usus
agar matur dengan meningkatkan pergantian sel yang cepat dan
produksi enzim mikrovilus seperti amylase, tripsin, dan lipase
pancreas.
Epitel usus yang tidak matur mempengaruhi kemampuan usus untuk
melindungi diri dari zat-zat yang sangat berbahaya. Selama awal
masa bayi, neonatus menghadapi tugas penting penutupan usus proses
yang membuat permukaan epitel usus menjadi tidak permeable terhadap
antigen. Sebelum penutupan usus, bayi sangat rentan dengan infeksi
bakteri/virus dan juga terhadap stimulasi allergen melalui absorpsi
molekul-molekul besar oleh usus. Pemberian ASI, terutama mepercepat
penutupan usus karena mengandung IgA sekrestori dan menstimulasi
proliferasi enzimusus.
Kolon neonatus kurang efisien dalam menyimpan cairan daripada
kolon orang dewasa sehinggga neonatus seringkali mengalami
komplikasi kehilangan cairan. Kondisi ini membuat penyakit diare
kemungkinan besar mejadi serius pada bayi muda.
Adaptasi Termoregulasi Neonatus
Pada saat lahir, faktor yang berperan dalam kehilangan panas
pada bayi baru lahir meliputi area permukaan tubuh neonatus yang
luas, berbagai tingkat insulasi lemak subkutan, dan derajat fleksi
otot. Kemampuan neonatus tidak stabil dalam mengendalikan suhu
secara adekuat sampai dua hari setelah lahir, bahkan jika bayi
cukup bulan dan sehat. Bayi baru lahir dapat kehilangan panas
melalui empat mekanisme yaitu konveksi, konduksi, radiasi, dan
evaporasi.
Neonatus dapat menghasilkan panas dengan tiga cara : menggigil,
aktivitas otot volunteer, dan termogenesis tanpa menggigil.
Menggigil dan aktivitas otot tidak efisien dan menfaatnya terbatas.
Termogenesis tanpa menggigil mengacu pada satu dari dua cara yaitu
peningkatan kecepatan metabolisme atau penggunaan lemak coklat
untuk memproduksi panas.
Pada cara kedua, lemak coklat dimobilisasi untuk menghasilkan
panas. Lapisan lemak coklat berada pada dan di sekitar tulang
belakang bagian atas, klavikula, sternum, ginjal, dan pembuluh
darah besar. Penghasilan panas melalui penggunaan cadangan lemak
coklat dimulai pada saat bayi akhir akibat lonjakan katekolamin dan
penghentian supresor prostaglandin dan adenosin yang dihasilkan
plesenta. Stimulus dingin ketika kehilangan kehangatan tubuh ibu
mencetuskan aktivitas dalam hipotalamus. Pesan-pesan ini dikirimkan
ke tempat penyimpanan lemak coklat. Melalui radiasi glukosa dan
glikogen, sel-sel lemak coklat menghasilkan energi yang mengubah
banyak vakuola lemak intraseluler kecil menjadi energi panas. Pada
bayi baru lahir yang mengalami hipoglikemia atau disfungsi tiroid,
penggunaan cadangan lemak cokelat tidak berlangsung dengan
efisien.Adaptasi metabolisme
Kecepatan metabolisme pada bayi dua kali lebih besar dari orang
dewasa, berkaitan dengan massa tubuh dimana luas permukaan tubuh
sangat besar dibanding dengan massa tubuh. Hal ini juga diimbangi
dengan curah jantung dan volume pernapasan yang dua kali lebih
besar juga.
Adaptasi Keseimbangan cairan, pH, dan fungsi ginjal
Fungsi ginjal pada neonates belum sempurna, hal ini ditandai
dengan:
Jumlah nefron matur masih sedikit
Ketidaseimbangan antara luas permukaan glomerulus dan volume
tubulus proximal
Aliran darah pada ginjal masih kurang
Karena imaturitas ginjal dan glikolisis anaerobic yang cepat
menyebabkan pH darah neonatus rendah yang dapat mengakibatkan
asidosis. Akan tetapi, keadaan ini biasanya dapat dikompensasi
dalam 24 jam.
Adaptasi hati
Selama beberapa hari pertama kehidupan, fungsi hati pada
neonatus belum sempurna yang ditunjukkan dengan:
a. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat oleh hati neonatus
berlangsung buruk karena enzim hati seperti
urydildiphospoglucoronyl (UDPGT) dan glukoronyl transferase belum
aktif benar. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala ikterus
fisiologis.
b. Pembentukan protein plasma oleh hati mengalami defisiensi
sehingga konsentrasi plasma menurun sampai 15-20% pada hari-hari
pertama kehidupan. Apabila konsentrasi protein terus menurun dapat
menyebabkan terjadinya edema hipoproteinemia.
c. Fungsi glukoneogenesis belum adekuat sehingga kadar glukosa
bisa menurun dan menyebabkan penurunan berat badan. Hal ini
menyebabkan kebutuhan energy bergantung pada simpanan energi lemak
neonatus.
d. Hati hanya mampu membentuk sedikit faktor untuk koagulasi
darah normal oleh karena itu profilaksis vitamin K pada bayi baru
lahir sangat dibutuhkan.
Adaptasi Sistem Imunitas
Pada neonatus tidak terdapat sel plasma pada sumsum tulang,
lamina propria ileum, dan apendiks yang berperan sebagai pertahanan
tubuh. Bayi baru lahir hanya memiliki gamma globulin G dari Ibu
yang ditarnsmisikan melalui plasenta karena berat molekulnya yang
kecil. Pada akhir bulan pertama gamma globulin tersebut menurun
sampai setengah kadar aslinya yang diikuti dengan penururnan
imunitas dan kembali normal pada usia 10-20 bulan. Walaupun
penurunan terjadi segera setelah lahir, antibody yang diwariskan
Ibu bertahan sampai enam bulan sebagai proteksi terhadap agen
infeksi khususnya terhadap difteri, polio, dan campak. Selain itu,
bayi juga mendapatkan gamma globulin A yang didapat dari kolostrum
Ibu dan berperan hanya sebagai proteksi lokal dalam traktus
gastrointestinal.
Adaptasi EndokrinSistem endokrin pada neonatus ekstra uterin
jelas berbeda daripada ketika berada dalam kandungan. Ketika janin
berada dalam kandungan maka masih mendapatkan segalakebutuhannya
dari ibu melalui plasenta meskipun dalam perkembangan di
dalamkandungan mulai terbentuk organ-organ bagi aktivitas hidup.
Namun, organ-organ tersebut, misalnya sistem endokrin masih belum
sempurna sempurna untuk dapat hidup mandiri. Setelah janin lahir
barulah system endokrin dapatbekerja sehingga bayi dapat hidup
diluar rahim ibunya kerena hilangnya ketergantungan dari plasenta
dan ibu.Setelah lahir ada beberapa kelenjar yang mengalami daptasi
agar mampu bekerja misalnya: Kelenjar Tiroid segera setelah lahir,
kelenjar tiroid mngalami perubahan-perubahanbesar funsi
danmetabolisnya. Pendinginan atmosfer membangkitkan peningkatan
mendadak dan jelassekresi tirotropsin, yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan progresif kadartiroksinserum maksimal 24-26 minggu
setelah lahir. Ada peningkatan kadar tryiyodotironinserum yang
terjadi hampir bersamaan.Kelenjar timus pada bayi baru lahir
ukurannya masih sangatkecil dan beratnya kira-kira 10 gram
atausedikit ukurannya bertambah dan pada masa remaja beratnya
meningkat 30-40 gramkemudian mengerut lagi.
Adaptasi SarafWaktu perkembangan system saraf dan sambungan
syaraf, struktur otak dan myelinisasi akan berkembang pada
trimester tiga (myelinisasi pada neonates belum sempurna, baru
matang dan lengkap pada usia 3-4 tahun). Sedangkan berat otak
sampai 80% akan dicapai pada umur2 tahun. Waktu-waktu ini otak
sangat sensitive terhadapkeadaan-keadaan hipoksia. Persepsi tentang
rasa nyeri telah mulai ada, namun neonatuss belum dapat
melokalisasinya dengan baik sepertipada bayi yang sudah besar.
Sebenarnya anak mempunyai batas ambang rasa nyeri yanglebih
rendah dibanding orang dewasa. Perkembangan yang belum sempurna
pada neuromuscular junctiondapat mengakibatkan kenaikan
sensitifitas dan lama kerja dari obat pelumpuh otot non
depolarizing. Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga
parasimpatis lebih dominan yang mengakibatkan kecenderungan
terjadinyarefleks vagal(mengakibatkan bradikardia; nadi