semangat
RESPONSIASMA EPISODIK SERING DENGAN PNEUMONIA BERAT DAN ANEMIA
PENYAKIT KRONIS
OLEH :NANDA FITRI NURBAETI(H1A 008 031)
PEMBIMBING :dr. SAK Indriyani Sp.A, M.Kes.
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYADI BAGIAN/SMF
ILMU KESEHATAN ANAK RSU PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM2014BAB IPENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut masih terus menjadi masalah
kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik
agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan
obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih
banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostik
dan pilihan pengobatan. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk,
tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses
infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa
didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang
tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas.Asma
merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai
pada anak. Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di
negara maju maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut
diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor
lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Prevalensi
asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma
pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar dan sekitar 6,5% pada
usia sekolah menengah pertama. Patogenesis asma berkembang dengan
pesat. Pada awal 60-an, bronkokonstriksi merupakan dasar
patogenesis asma, kemudian pada 70-an berkembang menjadi proses
inflamasi kronis, sedangkan tahun 90-an selain inflamasi juga
disertai adanya remodelling.5,6 Berkembangnya patogenesis tersebut
berdampak pada tatalaksana asma secara mendasar, sehingga berbagai
upaya telah dilakukan untuk mengatasi asma. Pada awalnya pengobatan
hanya diarahkan untuk mengatasi bronkokonstriksi dengan pemberian
bronkodilator, kemudian berkembang dengan antiinflamasi. Pada saat
ini upaya pengobatan asma selain dengan antiinflamasi, juga harus
dapat mencegah terjadinya remodelling.Anemia defisiensi besi
merupakan bentuk anemia paling sering ditemukan di dunia, terutama
di negara berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia
menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia
defisiensi besi. Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin,
zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmiter, dan proses
katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Kekurangan
besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan
konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja. Anemia jenis
ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi
pada bayi dan anak. Hampir selalu terjadi sekunder terhadap
penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit
dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
ASMA 2.1. Definisi Definisi Asma yang lengkap yang menggambarkan
konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma
dikeluarkan oleh GINA. Asma didefinisikan sebagai gangguan
inflamasi kronis di saluran respiratorik dengan banyak sel yang
berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pedoman
Nasional Asma Anak juga menggunakan definisi yang praktis dalam
bentuk definisi operasional, yaitu wheezzing dan/atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik dan/atau
kronik, cenderung malam/dini hari (nokturnal), musiman, adanya
faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik, dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta
adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan
sebab-sebab lain sudah disingkirkan. 1
2.2. Faktor ResikoBerbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya
serangan asma, kejadian asma, berat ringannya penyakit, serta
kematian akibat penyakit asma. Beberapa faktor tersebut sudah
disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam
penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: 1,21. Jenis
kelaminMenurut beberapa penelitian, prevalensi asma pada anak
laki-laki sampai sia 10 tahun adalah 1,5-2 kali lipat anak
perempuan. Namun dari Amerika dilaporkan bahwa belakangan ini tidak
ada perbedaan prevalens asma antara anak laki-laki (51,1 per 1000)
dengan perempuan (56,2 per 1000). Menurut laporan MMM (2001),
prevalensi asma pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak
perempuan, dengan rasio 3:2 pada usia 6-11 tahun dan meningkat
menjadi 8:5 pada usia 12-17 tahun. Pada orang dewasa, rasio ini
berubah menjadi sebanding antara laki-laki dan perempuan pada usia
30 tahun. 2. UsiaUmunya, gejala seperti asma pertama kali timbul
pada anak usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan,
yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan. dari Melbourne
(Australia), dilaporkan bahwa 25% anak dengan asma persisten
mendapat serangan mengi pertama kali pada usia < 6 bulan, dan
75% mendapat serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun. 3.
Riwayat atopiAdanya atopi berhubungan dengan meningkatnya resiko
asma persisten dan beratnya asma. Menurut laporan dari Inggris,
pada anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan
terjadi serangan mengi dua kali lipat lebih banyak jika anak pernah
mengalami hay fever, rinitis alergi, atau eksema. Eksema persisten
berhubungan pula dengan gejala asma persisten. Menurut Buffum dan
Settipane, anak dengan eksema dan uji kulit positif menderita asma
berat. Terdapat juga laporan bahwa anak dengan mengi persisten
dalam kurun waktu 6 tahun pertama kehidupan mempunyai kadar IgE
lebih tinggi, daripada anak yang tidak pernah mengalami mengi, pada
usia 9 bulan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa sensitisasi alergi
inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan,
merupakan prediktor timbulnya asma. 4. LingkunganAdanya alergen di
lingkungan hidup anak meningkatkan resiko penyakit asma. Alergen
yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah serpihan
kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa. 5.
RasMenurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalens
asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi
daripada kulit putih. Pada tahun 1993-1994, rata-rata prevalens
adalah 57,8 per 1000 populasi kulit hitam, 50,8 per 1000 populasi
kulit putih, sedangkan untuk ras lain adalah 48,6 per 1000.
Tingginya prevalens tersebut tidak dipengaruhi oleh pendapatan
maupun pendidikan. 6. Asap rokokPrevalens asma pada anak yang
terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan
asap rokok. Resiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak janin
dalam kandungan, umunya berlangsung terus setelah anak dilahirkan,
dan menyebabkan meningkatnya resiko. Pada anak yang terpajan asap
rokok, kejadian eksaserbasi lebih tinggi, anak lebih sering tidak
masuk sekolah, dan umumnya fungsi faal parunya lebih buruk daripada
anak yang tidak terpajan. 7. Outdoor pollutionBeberapa partikel
halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat oksida, karbon
monoksida, atau SO2, diduga berperan pada penyakit asma,
meningkatkan gejala asma, tetapi belum didapatkan bukti yang
disepakati. Beberapa penelitian di Eropa mendapatkan bahwa
lingkungan pertanian dan peternakan memberikan efek proteksi bagi
penyakit asma. Pada anak-anak yang cepat terpajan dengan lingkungan
tersebut, kejadian asma rendah. Prevalens asma lebih rendah pada
anak yang ditahun pertama usianya kontak dengan kandang binatang
dan pemerahan susu. Secara teoritis, diduga bahwa adanya pajanan
terhadap endotoksin sebagai komponen bakteri dalam jumlah banyak
dan waktu yang dini mengakibatkan sistem imun anak terangsang
jumlah banyak dan waktu yang dini mengakibatkan sistem imun anak
terangsang melalui jejak Th1, yang disebut sebagai hygiene
hypothesis. 8. Infeksi respiratorikBeberapa penelitian mendapatkan
adanya hubungan terbalik antara atopi (termasuk asma) dengan
infeksi respiratorik. Penelitian di jerman medapatkan adanya
penurunan prevalens asma sebanyak 50% pada anak usia 7 tahun yang
saat bayi sering mengalami rinitis. Penelitian di Higlands
menunjukkan menunjukkan bahwa kelompok anak yang sering terserang
respiratorik mempunyai prevalens anak yang rendah. Sebenarnya
hubungan antara infeksi respiratorik dengan prevalens asma masih
merupakan kontroversi. Namun hal ini tidak berlaku pada infeksi
respiratory syncytial virus (RSV) di usia dini yang mengakibatkan
infeksi saluran pernapasan bawah. Infeksi RSV merupakan faktor
resiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di usia 6 tahun.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa infeksi virus
berulang yang tidak menyebabkan infeksi respiratorik bawah dapat
memberikan anak proteksi terhadap asma.
2.4. Patofisiologi AsmaReaksi inflamasi pada asma akan
menebabkan rekasi inflamasi akut dan kronis. Pajanan alergen
inhalasi pada pasien yang alergi dapat menimbulkan respon alergi
fase cepat, dan pada beberapa kasus, dapat diikuti dengan respon
fase lambat. 1,2Respon Fase CepatReaksi fase cepat dihasilkan oleh
aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen IgE-spesifik,
terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alergi
yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan.3
Ikatan antara sel dan IgE, mengawali reaksi biokimia serial yang
menghasilkan sekresi mediator-mediator seperti histamin,
proteolitik, enzim glikolitik, heparin, serta mediator seperti
prostaglandin, leukotrin, adenosin, dan oksigen reaktif. Bersama
dengan mediator yang sudah terbentuk sebelumnya, mediator ini
menginduksi kontrkasi otot polos saluran respiratori dan
menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi, dan
kebocoran mikrovaskular. 3
ANTIGENReaksi fase lambat
Sel Th-0
IL-12
Respon Th2
IL-3 IL-5GM-CSFIL-3IL-4IL-3IL-9IL-4
EosinofilBasofil Sel MastIgE
Mediator inflamasi (contoh: histamin, prostaglandin, leukotrin,
enzim)
Gejala-gejala AsmaHiperresponsifitas bronkus Obstruksi jalan
napas
Reaksi ini timbul beberapa jam lebih lambat dibandingkan fase
awal. Meliputi pengarahan dan aktivasi dari sel-sel eosinofi, sel
T, basofil, neutrofil dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif
sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan
pelepasan beberapa mediator. Sel T pada saluran respiratori yang
teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2.
Selanjutnya dalam 2-4 jam pertama fase lambat akan terjadi
transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator
proinflamasi, seperti IL-2, IL-5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan
aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus-menerus terjadi, sehingga
reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat. 1,2Efek dari proses
ini adalah terjadinya inflamasi alergi yang mengakibatkan
remodeling saluran napas. Proses remodeling saluran napas pada asma
merupakan hal yang abnormal karena inflamasi yang berlangsung
kronik dan menyebabkan perubahan struktur atau fungsi pada saluran
napas tersebut. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran
respiratori serta sel goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada
bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat. Secara
keseluruhan, saluran respiratori pasien asma memperlihatkan
perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat
menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori. 1,2
2.5. Klasifikasi Asma 2.4.1 Asma saat tanpa serangan1,2 Pedoman
Nasional Asma Anak (PNAA) mengklasifikasikan derajat asma menjadi:
1) Asma episodik jarang 2) Asma episodik sering 3) Asma persisten
Tabel 2.1 . Klasifikasi derajat asma pada anak 1,2Parameter klinis,
kebutuhan obat dan faal paru asma Asma episodik jarang Asma
episodik sering Asma persisten
1 Frekuensi serangan 1 kali/bulan Sering
2 Lama serangan 1minggu Hampir sepanjang tahun, tidak ada
periode bebas serangan
3 Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya
berat
4 Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang
dan malam
5 Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat
terganggu
6 Pemeriksaan fisik diluar serangan Normal (tidak ditemukan
kelainan) Mungkin terganggu (ditemukan kelainan) Tidak pernah
normal
7 Obat pengendali(anti inflamasi) Tidak perlu Perlu Perlu
8 Uji faal paru(diluar serangan) PEF atau FEV1 >80% PEF atau
FEV1 60-80% PEV atau FEV1 15% Variabilitas>30% Variabilitas
>50%
Keterangan : PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat
membuang napas puncak), FEV1=Forced expiratory volume in second
(volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)
2.4.2 Asma saat serangan 1,2,5 Eksaserbasi (serangan) asma
adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara progresif.
Gejala yang dimaksud adalah, sesak napas, batuk, mengi, dada rasa
tertekan, atau berbagai kombinasi gejala tersebut. Pada umumnya,
eksaserbasi disertai distres pernapasan. Serangan asma ditandai
oleh penurunan PEF atau FEV. Derajat serangan asma berfariasi mulai
dari yang ringan sampai yang mengancam jiwa. Perburukan dapat
terjadi dalam beberapa menit, jam atau hari. Serangan akut biasanya
timbul akibat pajanan terhadap faktor pencetus, sedangkan serangan
berupa perburukan yang bertahap mencerminkan kegagalan pengelolaan
jangka panjang penyakit. Penilaian derajat serangan asma dapat
dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.2 Klasifikasi asma menurut
derajat serangan. 1,2Parameter klinis, fungsi faal paru,
laboratoriumRinganSedangBerat
Tanpa ancaman henti napasAncaman henti napas
Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi : Menangis keras Bayi : -Tangis pendek dan lemah -Kesulitan
minum/makan Bayi : Tidak mau makan/minum
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel
Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Wheezing Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi Nyaring,
sepanjang ekspirasi inspirasi Sangat nyaring, terdengar tanpa
stetoskop Sulit/tidak terdengar
Penggunaan otot bantu respiratorik Biasanya tidak Biasanya ada
Ada Gerakan paradok torako-abdominal
Retraksi Dangkal, retraksi interkostal Sedang, ditambah retraksi
suprasternal Dalam, ditambah napas cuping hidung Dangkal /
hilang
Frekuensi napas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia 60 x/menit) atau sesak napas Harus dirawat dan diberikan
antibiotik Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui: 3,42.8.1
Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan laboratorium terdapat
peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang
mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. 2
2.8.2 Gambaran RadiologisUmumnya pemeriksaan yang dilakukan
hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks
AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala
klinis distres pernapasan, seperti takipnea, batuk, dan ronki,
dengan atau tanpa suara napas yang melemah. Secara umum gambaran
radiologis foto toraks dari: 3,4 Infiltrat interstisial, ditandai
dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing,
dan hiperaerasi. Infiltrat alveolar, konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia
lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup
besar menyerupai tumor paru, dikenal sebagau round pneumonia.
Bronkopneumonia, ditandai gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru, disertai peningkatan corakan peribronkial. 2.8.4
Pemeriksaan BakteriologisBahan berasal dari sputum, darah, aspirasi
nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi.
Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang kemungkinan
penyebab infeksi.
2.9 PenatalaksanaanKriteria rawat inapBayi: Saturasi oksigen
< 92%, sianosis Frekuensi napas >60x/menit Distress
pernapasan, apnea intermiten, atau grunting Tidak mau minum/menetek
Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak: Saturasi oksigen 50x/menit Distres pernapasan Grunting
Terdapat tanda dehidrasi Kelurga tidak bisa merawat di rumah
Tatalaksana umum Pasien dengan saturasi oksigen 92%. Pada
pneumonia berat atau asupa per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balasn cairan ketat Fisioterapi dada tidak
bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk Nebulisasi dengan -agonis dan/atau NaCl
dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance Pasien yag
mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4
jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.
Pemberian antibiotik Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk
antibiotik oral pada anak 5 tahun. Diberikan juga pada C.
Pneumonia. Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
Pneumonia sangat mungkin sebagai penyebab. Jika S. Aureus dicurigai
sebagai penyebab, diberikan makrolid, atau kombinasi flucloxacillin
dengan amoksisilin. Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah:
ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxicla, ceftriaxone, cefuraxime,
cefotaxime. Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika
terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena.
Rekomendasi UKK RespirologiAntibiotik untuk community acquired
pneumonia: Neonatus 2 bulan: Ampisilin + gentamisin > 2 bulan:
Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfikel Lini kedua seftriaksonBila klinis membaik,
antibiotik IV dapat diganti dengan oral dengan golongan yang
sama.
Kriteria pulang Gejala dan tanda pneumonia menghilang Asupan per
oral adekuat Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana
kontrol Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan
ANEMIA DEFISIENSI BESI2.1. DefinisiAnemia defisiensi besi adalah
anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperluka untuk
sintesis hemoglobin. Ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer
dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong.
Menurut WHO dikatakan anemia bila :Pada orang dewasa Hb < 12,5
g/dl. Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah
ini hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh
berkisar 2-4 gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria dan 35 mg/Kgbb
pada wanita.5
2.3 EtiologiTerjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan
absrobsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang
meningkat dan jumlah yang hilang. Kekurangan besi dapat disebabkan
oleh:1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologisa.
PertumbuhanPada periode pertumbuhan cepat yaitu umur 1 tahun
pertama dan masa pubertas kebutuhan besi akan meningkat, sehingga
pada periode ini insiden ADB meningkat b. MenstruasiPenyebab kurang
besi yang serign terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan
darah lewat menstruasi2. Kurangnya besi yang diserapa. Masukan besi
dari makanan yang tidak adekuatSeorang bayi 1 tahun pertama
membutuhkan makanan yang banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan
akan menyerap lebih kurang 200 mg besi selama 1 tahun pertama (0,5
mg/hari) yang terutama digunakan untuk pertumbuhan. Bayi yang
mendapat ASI eksklusif jarang menderita kekurangan besi selama 6
bulan pertama dibanding yang tidak mengkonsumsi.b. Malabsorbsi
besiKeadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa
ususnya mengalami perubaha secara histologis dan fungsional.3.
PerdarahanKehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status
besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5
mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari dapat mengakibatkan
keseimbangan negatif besi. Perdarahan berasal dari saluran cerna,
ulkus peptikum, karena obat-obatan (kortikosteroid, obat anti
inflamasi non steroid) dan infeksi cacing. 4. Transfusi
feto-maternalKebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan
menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus5.
HemoglobinuriaBiasanya dijumpai pada anak yang memakai katup
jantung buatan yang kehilangan besi melalui urin rata-rat 1,8-7,8
mg/hari6. Iatrogenic blood lossPada anak yang banyak diambil darah
vena untuk pemeriksaan laboratorium beresiko menderita ADB7.
Idiopathic pulmonary hemosiderosisDitandai oleh perdarahan paru
yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat paru yang hilang
timbul. 8. Latihan yang berlebihanPada atlit yang berolahraga berat
seperti olahraga lintas alam, sekitr 40% remaja perempuan dan 17%
remaja laki-laki kadar feritin serumnya