BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. Kelainan pada lumen dapat disebabkan oleh sekret atau benda asing. Pada dinding saluran napas, kelainan bisa terjadi pada mukosanya akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan hiperplasi akibat iritasi kronik; dapat juga terjadi kelainan yang menimbulkan bronkokonstriksi otot polos. Berbagai kelainan di luar saluran napas yang dapat menimbulkan obstruksi adalah penekanan oleh tumor paru, pembesaran kelenjar dan tumor mediastinum. Dua penyakit paru obstruktif yang sering menjadi masalah dalam penatalaksanaannya adalah penyakit asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Asma bronkial didefinisikan sebagai suatu sindrom klinik yang ditandai oleh hipersensitivitas trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan. Penyakit paru obstruktif kronik adalah kelainan yang ditandai oleh uji arus ekspirasi yang abnormal dan tidak mengalami perubahan secara nyata pada observasi selama beberapa bulan. PPOK merupakan penyakit yang memburuk secara lambat, dan obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena itu perlu dilakukan usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini dapat 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang
terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. Kelainan pada lumen dapat
disebabkan oleh sekret atau benda asing. Pada dinding saluran napas, kelainan bisa terjadi
pada mukosanya akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan hiperplasi akibat iritasi kronik;
dapat juga terjadi kelainan yang menimbulkan bronkokonstriksi otot polos. Berbagai
kelainan di luar saluran napas yang dapat menimbulkan obstruksi adalah penekanan oleh
tumor paru, pembesaran kelenjar dan tumor mediastinum.
Dua penyakit paru obstruktif yang sering menjadi masalah dalam
penatalaksanaannya adalah penyakit asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Asma bronkial didefinisikan sebagai suatu sindrom klinik yang ditandai oleh
hipersensitivitas trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan. Penyakit paru obstruktif
kronik adalah kelainan yang ditandai oleh uji arus ekspirasi yang abnormal dan tidak
mengalami perubahan secara nyata pada observasi selama beberapa bulan. PPOK
merupakan penyakit yang memburuk secara lambat, dan obstruksi saluran napas yang
terjadi bersifat ireversibel oleh karena itu perlu dilakukan usaha diagnostik yang tepat,
agar diagnosis yang lebih dini dapat ditegakkan, bahkan sebelum gejaladan keluhan
muncul sehingga progresivitas penyakit dapat dicegah.
B. Tujuan
Makalah ini diselesaikan guna melengkapi tugas dalam menjalani Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Penyakit Dalam, selain itu untuk memberikan
pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK).
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Penyakit paru obstruksi kronis (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang belangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Bronchitis kronik, emfisema, dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut
COPD. Agaknya ada hubungan etiologi dan sekuensial antara bronchitis kronik dan
emfisema, tetapi tampaknya tak ada hubungan antara kedua penyakit itu dengan asma.
B. Epidemiologi
Insidensi PPOK penduduk negeri belanda adalah 10-15 % pria dewasa, 5% wanita
dewasa dan 5% anak-anak.faktor resiko yang utama adalah rokok, perokok mempunyai
resiko 4 kali lebih besar dari pada bukan perokok,dimana faal paru cepat menurun.
Penderita pria : wanita = 3-10 : 1
Pekerjaan penderita sering berhubungan erat dengan faktor alergi dan hiperaktifitas
bronkus. Didaerah perkotaan. Insidensi PPOK 1 ½ kali lebih banyak dari pada di
pedesaan. Bila seseorang pada saat anak-anak sering batuk, berdahak, sering sesak, kelak
pada masa tua sering timbul emfisema.
C. Etiologi
Terdapat beberapa faktor lingkungan dan endogen termasuk faktor genetik yang
berperan dalam berkembangnya penyakit paru obstruktif kronis. Defisiensi enzim alfa 1
antitripsin merupakan faktor predisposisi untuk berkembangnya PPOK secara dini.1 Alfa
1 antitripsin merupakan sejenis protein tubuh yang diproduksi oleh hati, berfungsi dalam
melindungi paru-paru dari kerusakan.2Enzim ini berfungsi untuk menetralkan tripsin yang
berasal dari rokok. Jika enzim ini rendah dan asupan rokok tinggi maka akan mengganggu
sistem kerja enzim tersebut yang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernafasan.
Defisiensi enzim ini menyebabkan emfisema pada usia muda yaitu pada mereka yang
2
tidak merokok, onsetnya sekitar usia 53 tahun manakala bagi mereka yang merokok
sekitar 40 tahun.
Hiperresponsivitas dari saluran napas ditambah dengan faktor merokok akan
meningkatkan resiko untuk menderita Penyakit paru obstruktif kronis disertai dengan
penurunan fungsi dari paru-paru yang drastis. Selain itu, hiperaktivitas dari bronkus dapat
terjadi akibat dari peradangan pada saluran napas yang dapat diamati pada bronkitis kronis
yang berhubungan dengan merokok. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya ‘remodelling’
pada saluran napas yang memperparahkan lagi obstruksi pada saluran napas pada
penderita penyakit paru obstruktif kronis.
Faktor lingkungan seperti merokok merupakan penyebab utama disertai resiko
tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian pasien
mengalami asma kronis yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.1 Faktor resiko lainnya
yang berimplikasi klinis termasuk selain hiperresponsif bronchial, bayi berat lahir rendah,
gangguan pertumbuhan paru pada janin, dan status sosioekonomi rendah.
D. Patofisiologi
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap
rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan
faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian,
makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-
paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak
berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang
sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah
diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini
dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.
Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial,
hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi
silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan.
Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh
batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang
3
dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan
berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat
rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini
mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis
lainnya yang karakteristik untuk PPOK.
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang
terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2
rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi
dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd),
menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi
untuk mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang
dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya
proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan
PPOK berat.
E. Gambaran klinis
Gejala cardinal dari PPOK adalah batuk dan ekspektorasi, dimana cenderung meningkat
dan maksimal pada pagi hari dan menandakan adanya pengumpulan sekresi semalam sebelumnya.
Batuk produktif, pada awalnya intermitten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu.
Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan kadang
ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik.
Sesak napas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya penyakit.
Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada
saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara. Pada penyakit yang
moderat hingga berat , pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan penurunan suara napas, ekspirasi
yang memanjang, rhonchi, dan hiperresonansi pada perkusi. Karena penyakit yang berat kadang
berkomplikasi menjadi hipertensi pulmoner dan cor pulmonale, tanda gagal jantung kanan
(termasuk distensi vena sentralis, hepatomegali, dan edema tungkai) dapat pula ditemukan.
Clubbing pada jari bukan ciri khas PPOK dan ketika ditemukan, kecurigaan diarahkan pada
ganguan lainnya, terutama karsinoma bronkogenik
Tanda obstruksi komplet saluran nafas atas yang mendadak sangat jelas. Pasien
tidak dapat bernafas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memengang
kerongkongannya seperti mencekik, agitasi, panic dan napas yang tersengal-sengal dan 4
diikuti sianosis. Dan apabila ada sumbatan tidak segera ditangani akan menyebabkan
kematian dalam waktu 2-5 hari.
Kondisi klinis yang berhubungan dengan obstruksi saluran napas akut adalah
a. Penyebab obstruksi oleh karena gangguan fungsional: depresi sistem saraf pusat
Trauma kepala, kecelakaan serebrovaskular, gagalnya system kardiorespiratori, syok,
hipoksia, overdosis obat, enselopati oleh karena proses metabolik
b. Abnormalitas neuromuscular dan system saraf tepi: Recurrent laryngeal nerve palsy
(pasca operasi, inflamasi atau infiltrasi tumor), obstrukstive sleep apnoe, spasme
laring, miatenia gravis, gullain bare polyneuritis, spasme pita suara oleh karena
hipokalasemia
c. Penyebab obstruksi oleh karena gangguan mekanis aspirasi benda asing
d. Infeksi: Epiglottis,selulitis retropharangeal atau abses, angina ludwig’s, difteri dan