BAB I PENDAHULUAN Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Pada skenario kali ini kita akan membahas tentang salah satu bagian dari muskutoskeletal yaitu tentang tulang. Topik yang akan kita bahas yaitu tentang trauma dan osteomielitis. Selain itu kita juga kita juga akan membahas tentang struktur normal dan fungsional tulang. Pembahasan pada skenario ini sangat penting bagi mahasiswa kedokteran sebagai wawasan dasar tentang muskuloskeletas. Oleh karena itu, penulis berharap dengan penulisan laporan ini penulis bisa mencapai standart kompetensi pada blok muskuloskeletal. Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011). Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan
pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi
utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu,
jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu.
Pada skenario kali ini kita akan membahas tentang salah satu bagian dari muskutoskeletal yaitu
tentang tulang. Topik yang akan kita bahas yaitu tentang trauma dan osteomielitis. Selain itu kita
juga kita juga akan membahas tentang struktur normal dan fungsional tulang. Pembahasan pada
skenario ini sangat penting bagi mahasiswa kedokteran sebagai wawasan dasar tentang
muskuloskeletas. Oleh karena itu, penulis berharap dengan penulisan laporan ini penulis bisa
mencapai standart kompetensi pada blok muskuloskeletal.
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011).
Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut. (anonym, 2011).
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011)-Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in
c. Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Elektro Kardiografi (EKG)
- RBBB inkomplit
- LVH
d. Gambar 3. Hasil Pemeriksaan Echokardiografi
8
- LV dilatasi (56,3 mm)
- EF menurun
- Fungsi diastolik normal
- Hipokinetik anteroseptal
- Myxoma di anulus mitral (d: 30,5 mm x 46,3 mm)
e. Hasil CT. Scan Kepala Tanpa Kontras
Kesimpulan : Tak tampak kelainan
f. Gambar 4. Hasil USG
9
Hepatomegali dengan dilatasi V. Hepatica dan V. Cava inferior (Liver
congestive) disertai ascites minimal.
6. DIAGNOSIS KERJA
Heart Failure + Myxoma + TB aktif on treatment
7. PENATALAKSANAAN
- IVFD Tetrashes 12 tpm
- O2 2-3 Lpm (K/P)
- Nebulizer dengan combivent 2x/hari (K/P)
- Inj. Lasix 1 – 0 – 0 amp
10
- PO:
o Clopidogrel 25 mg 1 x 1 tab
o Etambutol 500 mg 1 x 1 tab
o INH 200 mg 1 x 1 tab
o HepaQ 2 x 1 tab
o Letonal 25 mg 1 x 1 tab
8. FOLLOW UP
Terlampir
11
BAB III
PEMBAHASAN
A. Osteomielitis
1. Pengertian
a. Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang
dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall,
2011). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang
tulang yang disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen
infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat
tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan
periosteum. (Dorland, 2002).
2. Patofisiologi
Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan percobaan; pada studi ini ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan terhadap infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan oleh inokulum, trauma, atau adanya benda asing. (Daniel, 1997).
Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara dibawah ini :
Melalui aliran darah.
Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang panjang pada lengan dan kaki.
Dari infeksi di dekatnya.
Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.
Kontaminasi langsung
12
Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti sendi atau memperbaiki fraktur. (anonym, 2011).
Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang dengan mengekspresikan reseptor (adhesins) untuk komponen tulang matriks (fibronektin, laminin, kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen- binding adhesin memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan. Fibronektin-binding adhesin dari S. Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan dimasukan dalam tulang, baru-baru ini telah dijelaskan (Gambar 1). (Daniel, 1997).
S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan hidup secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler (kadang-kadang merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka muncul sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat menunjukan adanya infeksi tulang persisten. Ketika mikroorganisme melekat pada tulang pertama kali, mereka akan mengekspresikan fenotip yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat menjelaskan tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek. (Daniel, 1997).
Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang baik antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel tulang merupakan factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada remodeling tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba menyerang sel yang mengandung mikroorganisme dan, dalam proses pembentukan radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factor-faktor yang memodulasi tulang (bone modulating factors). (Daniel,1997).
Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang merupakan agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap patah tulang, menurunkan jumlah dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk menghasilkan infeksi. (Daniel,1997).Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis pembuluh darah merupakan temuan histologis utama dalam osteomielitis akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak adanya osteosit yang hidup. (Daniel, 1997).
Daniel, Lew, et al. 2012. “Review Article Current Concepts OSTEOMYELITIS”
available from : “http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/nejm199704033361406”
3. Manifestasi Klinis
Berdasarkan presentasinya Gagal Jantung dibagi atas: 2
Sesak nafas hebat, dengan ronki basah kasar di hampir semua lapangan
paru, ortopnu, desaturasi O2 < 90 % sebelum dapat terapi O2.
4. Renjatan Kardiogenik :
Bukti adanya hipoperfusi jaringan walaupun sudah dikoreksi preload.
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, produksi urin 0,5 ml/kg bb/ jam, dengan laju
nadi > 60 x/ menit (tak ada blok jantung ) dengan atau tanpa kongesti organ /
paru. Low output syndrome merupakan keadaan pre shock.
5. High output failure :
Dicirikan dengan curah jantung tinggi dengan laju nadi cepat (dapat
disebabkan aritmia, tirotoksikosis, anemia, iatrogenik dsb). Akral hangat, kongesti
paru, kadang kadang tekanan darah rendah seperti pada syok septik.
6. Gagal jantung kanan :
Dengan gejala curah jantung rendah, peningkatan tekanan vena jugularis,
pembesaran hati dan hipotensi. Karena tidak semua pasien terlihat volume
overload pada saat awal datang atau pada pemeriksaan selanjutnya, maka istilah
Heart Failure lebih cocok dipakai daripada istilah lama CHF (congestive heart
failure). Pada Gagal jantung ada keluhan sesak; disfungsi ventrikel mungkin
terjadi tanpa keluhan sesak. Tak selalu ada hubungan antara beratnya sesak
dengan beratnya disfungsi jantung. Selain itu gagal jantung adalah penyakit
kronik progresif karena mekanisme apoptosis yang dipengaruhi oleh
hiperreaktifitas neurohormon, lalu menyebabkan remodeling.
15
Gambar 5. Algoritma diagnosis GJA (Fonarow et al.Clin Cardiol 2004;27) 2
Pasien pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan keluhan sesak sejak
kurang lebih 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh sesak nafas
disertai nyeri dada seperti diremas, namun tidak ada menjalar ke anggota tubuh
lain. Nyeri terjadi tanpa didahului aktifitas fisik, nyeri tidak hilang walaupun
pasien beristirahat. Nyeri dan sesak menyebabkan pasien susah tidur. Pasien juga
mengeluh perut kembung, ada batuk bercampur darah seperti bercak kehitaman di
dahak. Pasien juga mengeluh buang air kecilnya sangat kurang sekali. Selama
perawatan di RS, os masih merasakan sesak, nyeri dada, badan lemas serta nafsu
makan yang turun.
16
4. Pemeriksaan Penunjang3
Pada gagal jantug juga dilakukan pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium3
Pemeriksaan darah lengkap: hal ini diperlukan untuk mengetahui ada
tidaknya anemia pada pasien, karena keadaan anemia dapat menyebabkan
dan memperparah sesak pada pasien dengan gagal jantung.
Profil lemak darah: hal ini berguna untuk menentukan faktor resiko
penyakit jantung jantung koroner
Serum Elektrolit : untuk memantau penggunaan diuretik, karena
pemakaian yang terus menerus dapat menyebabkan hiponatremia,
hipokalemia dan hiperkalemia. Ketidakseimbangan elelktrolit dapat
menyebabkan aritmia. Hiponatremia dapat menjadi pertanda gagal jantung
berat.
Kadar gula darah : sirosis hati dapat menimbulkan keadaan hipoglikemia.
Tes fungsi hati : kerusakan jantung meningkatkan enzim hati dan
hipoalbumin
Tes fungsi ginjal : tingginya kadar ureum kretinin dapat menjadi pertanda
pemakaian obat ACEi, diuretik dosis tinggi, azotemia pre renal dan
stenosis arteri ginjal.
Pada pasien ini, dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan adanya anemia,
hiponatremia, serta peningkatan kadar LDH, bilirubin dan ureum. Namun
komponen lainnya masih dalam batas normal.
b. Pemeriksaan Elektrokardiogram
17
Pada hasil EKG ditemukan adanya RBBB yang inkomplit dan LVH.
c. Pemeriksaan Roentgen
Pada hasil rontgen pasien ini didapatkan kardiomegali dengan CTR 66%,
serta corakan paru yang meningkat.
d. Pemeriksaan Ekhokardiografi
Hasil Echocardiografi dari pasien ini didapatkan :
LV dilatasi (56,3 mm)
EF menurun
Fungsi diastolik normal
Hipokinetik anteroseptal
Myxoma di anulus mitral (d: 30,5 mm x 46,3 mm)
5. Penatalaksanaan
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. (Skinner,2003)
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih, 2012)
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan
18
kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. (Hidiyaningsih, 2012).
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan penting
untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah inflamasi) Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi perbaikan
sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat sesuai dengan waktu paruhnya.
Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi terapi antibiotika.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. (Hidiyaningsih, 2012)
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
1. Adanaya sequester.
2. Adanya abses.
3. Rasa sakit yang hebat.
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. (Canale, 2007)
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah;
19
perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. (Canale, 2007)
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih, 2012):
1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya2. Dosis yang tidak adekuat3. Lama pemberian tidak cukup4. Timbulnya resistensi5. Kesalahan hasil biakan6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk7. Kesalahan diagnostik8. Pada pasien yang imunokempremaise
Pada pasien ini diberikan infus Tetrahes untuk jalan masuk obat injeksi
dan juga cairan. Tetrahes mengandung Hydroxyethyl starch yang merupakan
nutrisi untuk pasien dengan penyakit jantung dengan rencana operasi serta dapat
digunakan sebagai pengganti komponen protein plasma. O2 diberikan 2-3 lpm dan
Combivent Nebulizer jika pasien merasa sesak. Terapi farmakologis pasien ini
mendapatkan : Lasix 1 – 0 – 0 amp sebagai diuretik, dan Letonal 25 mg 1 x 1 tab
sebagai diuretik hemat kalium. Clopidogrel 25 mg 1 x 1 tab yang merupakan
derivat thienopyridine, mempunyai potensi antiagregasi trombosit melalui efek
matabolit aktifnya yang secara spesifik dan ireversibel akan berikatan dengan
reseptor ADP √ P2Yac atau P2Y12 melalui penghambatan aktivasi kompleks
glikoprotein IIb/IIIa sehingga mencegah terjadinya agregasi trombosit. 4
Pada pasien ini juga diberikan antibiotik ceftriaxone yang kemudian
diganti dengan Ciprofloxacin dan kemudian diganti lagi dengan cefotaxim. Hal ini
bertujuan untuk mengatasi infeksi yang kemugkinan terjadi pada pasien akibat
luka di pantatnya, serta mencegah terjadinya infeksi sistemik.
20
Sementara, obat-obat lain seperti : Cillo – della, HepaQ, Hepatin,
Entrasol, Laxadin, Codein, Dulcolax supp dan Esilgan(Estazolam) hanya bersifat
simtomatis dan sebagai suplemen.
Alat monitoring jarak jauh untuk pasien gagal jantung dengan
Cardiothoracic Impedance yang dipasang di bawah kulit dada, akan memberi
tanda ke klinik gagal jantung bila pasien mengalami kongesti paru, sehingga dapat
cepat ditingkatkan dosis obatnya atau dirawat ulang, diusahakan One Day Care
( ODC ).
Berdasarkan pemeriksaan penunjang ekhokardiografi didapatkan bahwa
penyebab gagal jantung pasien ini adalah karena adanya suatu massa (myxoma)
yang terletak pada anulus mitral yang menyebabkan bendungan obstuksi aliran
darah dari atrium kiri ke ventrikel kanan.
B. Myxoma
1. Pengertian
Pada pasien ini didapatkan adanya Tumor pada jantungnya. Tumor adalah
suatu pertumbuhan abnormal, bisa berupa kanker (maligna, ganas) ataupun
nonkanker (benigna, jinak).
Tumor pada jantung dibagi menjadi 2 kelompok:
- Tumor primer : berasal dari dalam jantung dan bisa terjadi pada bagian
manapun dari jaringan jantung. Tumor ini bisa berupa kanker atau nonkanker
dan biasanya jarang terjadi.
21
- Tumor sekunder : berasal dari bagian tubuh yang lain (biasanya paru-paru,
payudara, darah dan kulit), yang menyebar ke jantung dan selalu berupa
keganasan. Tumor sekunder 30-40 kali lebih sering ditemukan.
Miksoma adalah tumor jinak dari jantung, dimana bentuk jantung biasanya
tidak teratur dan kepadatannya seperti jeli (agar-agar). Di dunia, 50% dari tumor
primer adalah miksoma. Selain itu, 75% dari miksoma ditemukan di atrium kiri
(bilik jantung yang menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru-paru).
Pasien sering datang dengan keluhan trias klasik miksoma yaitu :gagal jantung
akibat obtruksi, stroke akibat emboli dan gejala rematik akibat sekresi sitokin oleh
tumor. 5,6
Pada pasien ini datang hanya dengan keluhan gagal jantungnya saja,
sehingga kemudian dilakukan pemeriksaan CT scan untuk melihat kemungkinan
ada/tidaknya stroke. Berdasarkan hasil CT scan tidak di dapatkan adanya
kelainan.
2. Patofisiologi
Miksoma di katup mitral biasanya muncul bersamaan dengan miksoma di
katup atrial. Saat katup mitral terkena, maka umumnya miksoma terletak di sisi
atrial dengan kondisi serupa antara sisi anterior dan posterior. Miksoma di atrium
kiri sering tumbuh bertangkai dan dapat berayun dengan bebas mengikuti aliran
darah seperti bola yang terikat oleh tali. Pada saat berayun, tumor bergerak keluar
masuk pada katup mitral di dekatnya. Ayunan ini bisa menyumbat dan membuka
katup secara berulang, sehingga darah berhenti dan mengalir secara bergantian.
Sumbatan ini dapat menimbulkan stenosis mitral. 7,8
22
Serangan kongesti paru atau pingsan dan sesak nafas dapat terjadi jika
penderita berdiri karena gaya gravitasi menarik tumor ke bawah dan menyumbat
katup; gejala ini bisa dikurangi dengan berbaring.
Tumor dapat merusak katup mitral, sehingga aliran darah yang
melewatinya bocor, menimbulkan bunyi murmur yang dapat didengar melalui
stetoskop. 9
Bagian dari miksoma atau bekuan darah yang berasal dari permukaan
miksoma bisa pecah, lalu mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah.
Gejalanya tergantung kepada pembuluh darah mana yang tersumbat. Bila
menyumbat pembuluh darah yang menuju ke otak akan menyebabkan stroke,
sedangkan penyumbatan pembuluh darah di paru-paru bisa menyebabkan nyeri
dan batuk darah. 9,10
Keluhan batuk darah pada pasien ini bisa disebabkan karena adanya
penyumbatan pembuluh darah di paru-paru oleh bekuan darah yang berasal dari
permukaan miksoma yang pecah.
3. Manifestasi Klinis
Gejala lain dari miksoma adalah: 9,11,12
- demam
- anemia
- penurunan berat badan
- nyeri pada jari-jari tangan dan kaki karena cuaca dingin (fenomena Raynaud)
- jumlah trombosit darah yang rendah.
- Gangguan pigmentasi kulit 5
23
Gambar 6. Histologi sel miksoma 6
Gambar 7. Miksoma atrium kiri 13
24
Gambar 8. Miksoma atrium kanan 13
Tumor jantung bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan
kelainan fungsi jantung seperti pada penyakit jantung lainnya, yang dapat
berakibat fatal. 6
Kelainan fungsi jantung yang bisa terjadi adalah:
- gagal jantung yang terjadi secara tiba-tiba
- ketidakteraturan irama jantung yang terjadi secara tiba-tiba
- penurunan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba akibat perdarahan ke
dalam perikardium (kantung jantung).
4. Diagnosis
Tumor jantung sulit didiagnosis karena kejadiannya sangat jarang dan
karena gejala-gejalanya mirip dengan penyakit lainnya. Biasanya dokter memiliki
alasan tertentu untuk menduga adanya tumor jantung. Misalnya jika seseorang
25
menderita kanker di tempat lain, tetapi mengeluhkan gejala-gejala kelainan fungsi
jantung, maka diduga suatu tumor jantung. 6
Beberapa pemeriksaan yang juga digunakan untuk mendiagnosis tumor
jantung:
1. Ekokardiografi (pemeriksaan jantung dengan menggunakan gelombang suara
yang dipantulkan melalui dinding dada)
Gambar 9. Ekokardiografi pada Miksoma
2. Ekokardiografi transesofageal (pemeriksaan jantung dengan menggunakan
gelombang suara yang dipantulkan melalui kerongkongan)
3. Foto rontgen yang dilakukan setelah penyuntikkan bahan radioaktif
4. CT scan dan MRI scan.
Jika tumor telah ditemukan, diambil contoh jaringan dengan menggunakan
selang khusus, untuk menentukan jenis tumor dan jenis pengobatan yang akan
dilakukan.
Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan USG hepar, untuk melihat
sejauh mana bendungan akibat bekuan darah dari permukaan miksoma yang
26
pecah tersebut. Dari hasil USG didapatkan dilatasi pada vena cava inferior dan
vena hepatica, ini bisa menunjukan bahwa bendungan telah sampai pada hepar.
5. Penatalaksanaan
Tumor jantung primer nonkanker tunggal biasanya dapat diangkat melalui
pembedahan dan bisa menyembuhkan penderita. Pembedahan tidak dilakukan
pada tumor yang lebih dari satu atau pada tumor yang sangat besar. Tumor primer
dan sekunder yang ganas tidak dapat disembuhkan, hanya gejalanya saja yang
dapat diatasi. 6
Semua miksoma katup mitral memerlukan tindakan operasi karena
memiliki potensi untuk terjadinya sumbatan pada bagian orificium katup, dilatasi
anulus, embolisasi, atau aritmia. Teknik operasinya adalah dengan mengeksisi
tumor tanpa reseksi katup jika memungkinkan. Keungkinan rekurensi mencapai 2
– 3 % sehingga perlu adanya kontrol dengan ekhokardiografi. 7
C. Tuberkulosis
1. Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit yang terjadi akibat infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex yaitu kuman M. tuberkulosis, M. bovis, atau
M. africanum. Penyakit ini diketahui mengenai hampir semua organ tubuh dalam
bentuk TB Paru dan TB Ekstraparu. 14
2. Manifestasi Klinis
a. TB Paru
27
Evaluasi keadaan klinik didasarkan keluhan dan gejala utama TB Paru
dapat berupa: batuk +1- sputum, pnemonia yang lambat sembuh, demam dan
berkeringat, hemoptisis, penurunan berat badan, nyeri dada, ronkhi di puncak