-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) merupakan masalah
yang
sering terjadi pada semua kalangan terutama anak-anak. Saluran
napas atas
merupakan tempat infeksi tersering pada anak. Infeksi saluran
pernapasan atas ini
terkadang juga dapat menimbulkan keluhan lain seperti infeksi
pada telinga, salah
satunya otitis media.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.Otitis media
terbagi atas otitis
media supuratif dan otitis media non-supuratif, dimana
masing-masing golongan
mempunyai bentuk akut dan kronis.Otitis media supuratif akut
atau otitis media akut
(OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media supuratif, yang
dapat berkembang
menjadi OMSK bila tidak diterapi dengan baik.Otitis media akut
(OMA) terjadi
akibat faktor pertahanan tubuh yang terganggu.Sumbatan tuba
Eustachius merupakan
faktor penyebab terjadinya OMA.Fungsi tuba sebagai barrier
masuknya mikroba ke
telinga tengah menjadi terganggu akibat adanya sumbatan
tuba.Infeksi saluran napas
atas merupakan faktor pencetus terjadinya gangguan pada tuba.
Makin sering
seseorang terutama anak-anak mengalami infeksi saluran napas
atas, makin besar
kemungkinannya orang tersebut mengalami OMA.1
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi
pada saluran
pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35
bulan), didapatkan
30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi
seluruh dunia
terjadinya otitis media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan
anak-anak berusia 3 thn
sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami
minimal satu
episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah
dari mereka
mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25%
anak mengalami
minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.2
-
2
Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa faktor,
antara lain
usia
-
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga
tengah.Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan
pada telinga tengah
yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3
minggu) yang
disertai dengan gejala lokal dan sistemik.1
2.2. Anatomi
Gambar 1. Anatomi Telinga
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah dan telinga
dalam.Telinga tengah berbentuk kubus dengan1,3
:
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba Eustachius
- Batas bawah : vena jugularis
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars
vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
-
4
- Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis
fasialis, tingkap
lonjong, tingkap bundar dan promontorium
Peradangan pada telinga tengah dapat dilihat dari membran
timpani.
Membran timpani orang dewasa berdiameter sekitar 9 mm.3Membran
timpani
berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik
terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran Sharpnell)
sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propria).
Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian
dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran pernafasan. Pars
tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen
dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler di
bagian dalam. 1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of
light) ke arah
bawah, yaitu pada pukul 5 untuk membran timpani kanan, sementara
membran
timpani kiri pada arah jam 7. Refleks cahaya adalah cahaya dari
luar yang
dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat
dua serabut yaitu
sirkuler dan radier sehingga menyebabkan timbulnya refleks
cahaya.Membran
timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta
bawahbelakang,
untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani. Di dalam
telinga tengah
terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan
stapes.1,4
-
5
Gambar 2. Membran Timpani
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab
terjadinya
OMA.Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan
kavum timpani
dan nasofaring. Tuba eustachius meluas sekitar 35 mm dari sisi
anterior rongga
timpani ke sisi posterior nasofaring dan berfungsi untuk
ventilasi, membersihkan dan
melindungi telinga tengah. Lapisan mukosa tuba dipenuhi oleh sel
mukosiliar,
penting untuk fungsi pembersihannya. Bagian dua pertiga
antromedial dari tuba
Eustachius berisi fibrokartilaginosa, sedangkan sisanya adalah
tulang. Dalam
keadaan istirahat, tuba tertutup. Pembukaan tuba dilakukan oleh
otot tensor veli
palatini, dipersarafi oleh saraf trigeminal. Pada anak, tuba
lebih pendek, lebih lebar
dan lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba orang
dewasa 37,5 mm dan
pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm.3,4
2.3. Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media.Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius
terganggu,
sehingga pencegahaninvasi kuman ke dalam telinga tengah
terganggu juga.
Selain itu, ISPA juga merupakansalahsatu faktor penyebab
yangpalingsering.1,3
-
6
Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcushemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%),
Staphylococcus aureus
(2%), StreptococcusPneumoniae(38%), Pneumococcus.3,4
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa
karena
beberapa hal, yaitu4:
- Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan
- Saluran eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan
lebih pendek
sehinggaISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
- Adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang
berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relative lebih besar dibanding orang
dewasa. Posisi
adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga
adenoid yang
besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain
itu, adenoid
sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi tersebut kemudian
menyebar ke telinga
tengah lewat saluran Eustachius.
2.4. Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat
saluran
Eustachius.Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat
menyebabkan
infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di
sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk
melawan bakteri. Sel-
sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri
mereka sendiri.
Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah.Selain
itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di
telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.3,4
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang
telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun
cairan yang lebih
-
7
banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel
(kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.
Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek
gendang telinga karena
tekanannya.3,4
2.5. Klasifikasi
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,
bergantung
pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi
tuba Eustachius,
stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi,
stadium perforasi dan
stadium resolusi.1
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang
ditandai
oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan
intratimpani negatif
di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara.Retraksi
membran
timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal,
refleks cahaya
juga berkurang.Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga
menyebabkannya tersumbat.Selain retraksi, membran timpani
kadang- kadang
tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh
pucat.Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.Stadium ini
sulit dibedakan
dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus
dan alergi.
Tidak terjadi demam pada stadium ini.1,4
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di
membran
timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis,
edema
mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit
terlihat.Hiperemis
disebabkan oleh oklusi tuba yang berkepanjangan sehingga
terjadinya invasi
oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di
telinga tengah dan
-
8
membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda
infeksi
bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga
rasa penuh
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan
ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini
terjadi karena
terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.
Gejala-gejala
berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.1,4
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat
purulen
atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel
mastoid.Selain itu edema
pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel
superfisial
terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani
menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang
telinga
luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi
dan suhu
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien
selalu gelisah
dan tidak dapat tidur nyenyak.Dapat disertai dengan gangguan
pendengaran
konduktif.Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan
kejang. Stadium
supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan
iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa
membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung
di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil,
sehingga tekanan
kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis.Daerah
nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau
yellow
spot.Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan
melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan
insisi pada
membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah
menuju
liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan
menutup kembali,
sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih
sulit menutup
kembali.1,4
-
9
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani
sehingga
sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari
telinga tengah
ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat
pulsasi
(berdenyut).Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian
antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar,
penderita
berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat
tertidur
nyenyak.1,4
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau
nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut
otitis media
supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung
selama lebih
satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut
otitis media
supuratif kronik.1
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai
oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani
menutup
kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering.
Pendengaran
kembali normal.Stadium ini berlangsung walaupun tanpa
pengobatan, jika
membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi
kuman
rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan
berlanjut menjadi
otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa
perforasi
membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara
terus-menerus
atau hilang timbul.1,4
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa
berupa
otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret
menetap di kavum
timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.1,4
-
10
2.6. Gejala dan Tanda
Terdapat beberapa gejala dan tanda dari otitis media1:
1. Nyeri pada telinga dalam yang berat dan biasanya berkembang
dengan cepat.
2. Terkadang dapat terasa nyeri pada daun telinga.
3. Demam
4. Gangguan pendengaran
5. Pada anak-anak biasanya rewel
6. Dapat keluar cairan dari telinga yang biasanya berwarna putih
atau kekuningan
dan berbau.
7. Pada anak biasanya diikuti dengan infeksi saluran nafas atas
atau setelah
mengalami infeksi saluran nafas atas.
2.7. Diagnosis
Penegakan diagnosis terhadap OMA tidak sulit, cukup dengan
melihat gejala
klinis dan keadaan membran timpani biasanya diagnosis sudah
dapat
ditegakkan.Penilaian membran timpani dapat dilihat melalui
pemeriksaan lampu
kepala dan otoskopi.Menurut Kerschner, kriteria diagnosis OMA
harus memenuhi
tiga hal berikut, yaitu:1,3
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan
cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda
berikut:
a. Mengembangnya gendang telinga
b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. Cairan yang keluar dari telinga
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang
dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan
atau eritema pada
membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu
tidur dan
aktivitas normal.
-
11
Diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan
fisik yang cermat. Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada
stadium
dan usia pasien. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang
telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan
atau
agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.Untuk
pemeriksaan
penunjangnya dapat dilakukan pemeriksaan kultur. Dalam
melakukan
pemeriksaan kultur jaringan maka perlu diperhatikan jenis cairan
yang keluar,
ini akan mebantu membedakan dari tingkat keparahan pada
auricular media.
Pengambilan cairan bersifat seros/ purulen/ mukopurulen yang
diambil untuk
dilakukan kultur, percobaan ini dilakukan selain untuk
membedakan bakteri
atau virus yang menyebabkan infeksi, juga dapat untuk
mendapatkan
diagnosis pasti pada jenis bakteri yang menyebabkan peradangan
sehingga
pemberian antibiotic bisa adekuat dan tepat sasaran. Tetapi
kultur cairan ini
memiliki kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang lama untuk
melakukannya.3
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan OMA adalah mengurangi gejala dan
rekurensi.Pada
fase inisial penatalaksanaan ditujukan pada penyembuhan gejala
yang berhubungan
dengan nyeri dan demam dan mencegah komplikasi supuratif seperti
mastoiditis atau
meningitis.Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium
penyakitnya.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka
kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.
Diberikan obat
tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk
anak kurang
dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis
untuk anak yang
berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus
diobati
dengan pemberian antibiotik.1,4
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes
hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin
atau
-
12
eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam
klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah
sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai
gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila
pasien alergi
tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan
ampisilin 50-
100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin
atau
eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3
dosis.1,4
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus
dirujuk untuk
melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga
gejala
cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.1,4
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar,
kadang secara
berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet)
H2O2 3%
selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat
sampai 3
minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup
kembali
dalam 7 sampai dengan 10 hari.1,4
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali,
sekret
tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya
sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani.
Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini
berterusan,
mungkin telah terjadi mastoiditis.1,4
OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan
sendirinya.
Seikitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotic.Penggunaan
antibiotic tidak
mengurangi komplikasi yang terjadi, termasuk berkurangnya
pendengaran.Jika gejala
tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala,
American Academy of
Pediatric (APP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan
yang harus
segera diberikan terapi antibiotik. Pilihan observasi selama
48-72 jam hanya dapat
dilakukan pada anak usia 6 bulan-2 tahun dengan gejala ringan
saat pemeriksaan atau
diagnosis meragukan pada anak di atas 2 tahun.
-
13
Setelah pengobatan adekuat, perforasi pada membran timpani dapat
menutup
kembali. Sekitar 80% pasien dengan perforasi, didapatkan membran
timpani kembali
intak dalam 14 hari setelah terjadinya perforasi. Penyembuhan
membran timpani ini
akibat migrasi dari sel-sel epitel membran timpani pada tepi
perforasi. Namun
penyembuhan ini tidak disertai pemulihan pada pars tensa lapisan
fibrosa dan kolagen
yang berada ditengahnya. Sehingga lapisan neomembran tersebut
cenderung lebih
tipis dan lebih rentan terjadi perforasi.
Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan
OMA
termasuk timpanosintesis,miringotomi, dan adenoidektomi.
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah
dengan
denggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Timpanosintesis dapat
mengidentifikasi patogen pada 70-80% kasus. Walaupun
timpanosintesis
dapat memperbaiki kepastian diagnostik untuk OMA, tapi tidak
memberikan
keuntungan terapi dibanding antibiotik sendiri. Timpanosintesis
merupakan
prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan
berpotensi
menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.1,3
Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk
drainase
cairan dari telinga tengah. Pada miringotomi dilakukan
pembedahan kecil di
kuadran posterior-inferior membran timpani. Miringotomi hanya
dilakukan
pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya. Disebabkan
insisi
biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini
sering diikuti
dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang
telinga
tengah. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi
supuratif,
otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien
imunokompromis,
neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif.1,3
-
14
2.9. Prognosis Komplikasi
Prognosis dari penyakit ini adalah dubia et bonam. Komplikasi
dari OMA
dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui erosi
tulang, invasi
langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi
komplikasi intratemporal
dan intrakranial.Komplikasi intratemporal terdiri dari:
mastoiditis akut, petrositis,
labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah,
paresis fasialis, dan
gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi
antara lain yaitu
meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses
epidural, empiema
subdural, dan trombosis sinus lateralis.1,3
-
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : IKAWA
Umur : 26 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Ketewel, Gianyar
Tanggal Pemeriksaan : 3 November 2014
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT-KL RSUD Gianyar dengan keluhan
keluar
cairan dari telinga kiri, kurang lebih 5 jam sebelum datang ke
poliklinik. Cairan yang
keluar dikatakan bening dengan jumlah sekitar satu sendok teh.
Keluhan dikatakan
terus menetap dan tidak membaik.
Pasien juga mengeluhkan pilek dan batuk sejak 7 hari yang lalu.
Batuk
dikatakan berdahak dengan warna putih kekuningan. Batuk hilang
timbul dan
memberat pada malam hari. Pilek dikeluhan encer, dan berwarna
putih ke kuningan.
Pilek terus menetap dan tidak membaik. Pasien mengeluhkan sejak
2 hari yang lalu
mengalami nyeri pada telinga sebelah kiri dan sudah membaik
sejak pagi ini. Riwayat
-
16
demam juga didapatkan sejak 2 hari yang lalu dan sudah membaik.
Riwayat telinga
mendenging, berenang, naik pesawat, mengkorek telinga
disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien mengatakan tidak pernah memiliki keluhan yang sama
sebelumnya.
Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, DM, ginjal, hati,
jantung disangkal.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, sinusitis, atau
alergi. Pasien tidak
memiliki riwayat trauma, riwayat operasi telinga, atau
berpergian menggunakan
pesawat terbang sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya tidak pergi ke dokter ataupun minum
obat-obatan untuk
mengatasi keluhannya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit yang sama dengan
pasien.
Riwayat pada keluarga menderita alergi dan penyakit sistemik
seperti kencing manis,
tekanan darah tinggi, kelainan metabolik lainnya disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pegawai swasta yang bekerja pada sebuah
toko bangunan.
Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Vital Sign
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Denyut Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 16 kali/menit
Temperatur Axila : 36,3oC
-
17
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva Anemi - / - , Sklera Ikterus - / -, isokor
3mm/3mm
THT : Sesuai status THT
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening -/-
Thorak : Cor : S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur -
Pulmo: Vesikuler + / +, Rhonchi - / -, Wheezing - / -
Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) N,Hepar/Lien tidak
teraba
Ekstremitas : Hangat
Status Lokalis THT
Telinga Kanan Kiri
Daun telinga Normal Normal
Liang telinga Lapang Lapang
Discharge Tidak ada + mukopurulen
Membran Timpani intak Perforasi
Tumor Tidak ada Tidak ada
Mastoid Normal Normal
Tes pendengaran Tidak dievaluasi
Berbisik Tidak dievaluasi
Weber Lateralisasi ke sisi kiri
Rinne +/+
Schwabach Sama dengan pemeriksa / memanjang
BOA Tidak dievaluasi
Tympanometri Tidak dievaluasi
Audiometri Tidak dievaluasi
Nada Murni Tidak dievaluasi
BERA Tidak dievaluasi
+ +
+ +
-
18
OAE Tidak dievaluasi
Tes Alat Keseimbangan Tidak dievaluasi
Hidung Kanan Kiri
Hidung Luar Normal Normal
Kavum Nasi Sempit Sempit
Septum Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Discharge Ada, mukoid Ada, mukoid
Mukosa Merah muda Merah muda
Tumor Tidak ada Tidak ada
Konka Kongesti Kongesti
Sinus Normal Normal
Koana Normal Normal
Tenggorok
Dispneu Tidak ada
Sianosis Tidak ada
Mucosa Hiperemi
Dinding belakang faring Granulasi (-), post nasal drip (-)
Stridor Tidak ada
Suara Normal
Tonsil T1/ T1 hiperemi
3.4 Resume
Pasien laki-laki, usia 6 tahun, mengeluh keluar cairan dari
telinga kiri sejak
tadi pagi. Terdapat pilek dan batuk pada pasien yang muncul
sejak 7 hari yang lalu.
Riwayat alergi dan penyakit sistemik disangkal oleh pasien.
Pasien belum pernah
berobat untuk keluhannya.
-
19
Pemeriksaan Fisik :
1. Status Present : Dalam batas normal
2. Status General : Dalam batas normal
3. Status Lokalis THT
- Liang telinga : lapang/lapang
- Discharge : mukopurulen (- / +)
- Membran timpani : intak / perforasi
4. Hidung
- Discharge :+/+ (mukoid)
- Konka nasi : kongesti/kongesti
- Mukosa :merah muda/ merah muda
5. Tenggorok
- Mukosa : hiperemi/hiperemi
- Tonsil : T1/T1 hiperemi
3.5. Diagnosis Banding
OMA stadium perforasi sinistras
OMA eksterna sinistra
OMSK sinistra
3.6. Pemeriksaan Penunjang
Kultur mikroba
3.7. Diagnosis Kerja
OMA stadium perforasi sinistra
3.8. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
- Ear toillet
- Amoxicilin 3x500mg (PO)
- Pseudoephedrine HCl 3x60 mg (PO)
- Ambroxol tab 3X 30mg (PO)
-
20
KIE:
- Hindari faktor pencetus yang dapat menyebabkan ISPA
- Selalu menjaga kebersihan telinga
- Lindungi telinga dari suara- suara keras
- Antibiotik harus digunakan hingga habis walaupun gejala sudah
hilang agar
penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi
- Untuk sementara telinga kiri jangan sampai terkena air. Bila
mandi sebauknya
tutup telinga kiri dengan kapas.
- Kontrol kembali ke poliklinik TKT-KL setelah 3 hari untuk
melihat
perkembangan pengobatan dan evaluasi pengobatan.
3.9. Prognosis
Dubius et bonam
-
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Otitis media merupakan suatu peradangan pada telingah tengah.
Otitis
dapatdisebabkan oleh beberapa factor diantaranya yang paling
sering ialah sumbatan
tubaeustachius akibat infeksi. Selain itu,otitis media dapat
juga merupakan suatu
komplikasi akibat penyakit lain misalnya rhinitis, sinusitis,
faringitis, otitis eksterna,
dan lain-lain. Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media
biasanya ialah
rasa nyeri, pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang
disertai mendengar
suaradengung (tinitus).
Pada kasus didapatkan keluhan pasien yaitu keluarnya cairan dari
telinga kiri.
Keluhan ini dirasakan sejak tadi pagi. Pasien juga mengalami
pilek dan batuk sejak 7
hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengatakan tidak pernah
mengalami keluhan
yang sama. Dari munculnya keluhan saat ini, pasien belum pernah
memeriksakan diri
ke dokter. Riwayat penyakit lain seperti alergi dan penyakit
sistemik disangkal.
Diagnosis Otitis Media Akut Stasium Perforasi didapatkan melalui
hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan.Pada
anamnesis, tergambar
jelas mengenai etiologi dan perjalanan penyakit pasien.Anamnesis
adanya riwayat
pilek dengan sekret bening kental menunjukkan penyebab
terjadinya infeksi pada
telinga tengah.Infeksi pada hidung dan tenggorokan dapat
menyebabkan gangguan
tuba auditiva yang selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada
telinga tengah,
bermanifestasi sebagai rasa penuh pada telinga yang dirasakan
pasien.Sumbatan tuba
yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada
mukosa telinga
tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik,
sehingga kemudian
timbul proses infeksi pada telinga tengah. Rasa nyeri pada
telinga akibat proses
inflamasi.
-
22
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi
pemeriksaan tanda
vital, status general dan THT. Pada pemeriksaan fisik tanda
vital dan general pasien,
tidak ditemukan hasil yang diluar normal. Pada status THT, dari
pemeriksaan telinga
didapatkan membran timpani kiri mengalami perforasi sentral
disertai adanya
pengeluaran cairan. Pada pemeriksaan hidung didapatkan sekret
pada kavum nasi
kanan dan kiri, terdapat kongesti pada konka nasi. Pada
pemeriksaan tenggorok,
terdapat hiperemi pada mukosa faring. Dilakukan juga tes tajam
dengar dengan garpu
tala pada pasien. Hasil yang didapatkan adalah Rinne +/+, Weber
lateralisasi ke kiri
(sisi yang sakit), Schwabach sama/memanjang. Dari hasil ini
diperoleh kesimpulan
pasien mengalami gangguan pendengaran tuli konduksi sebagai
gejala dari otitis
media akut. Namun tes ini perlu dilakukan tes ulang untuk
mengkonfirmasi hasil tes
pada ruangan kedap suara agar diperoleh hasil tes yang
akurat.
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan sudah dapat
ditentukan
diagnosis ke arah otitis media akut. Untuk diagnosis OMA
sebenarnya diperlukan 3
kriteria yaitu kejadian yang mendadak atau akut, tanda-tanda
efusi dan tanda
peradangan telinga tengah. Penyebab yang mungkin sebagai
pencetus otitis media
pada pasien di atas ialah rhinitis alergi yang sedang dialami.
Pasien mengalami pilek
bersamaan dengan timbulnya keluhan. Dari pemeriksaan rinoskopi
anterior
didapatkan konka nasalis inferior mengalami hiperemi yang
disertai adanya cairan
mukus.Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab dari otitis
medianya
ialah komplikasi dari rhinitis alergi.
Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan stadiumnya. Pada kasus
ini,
diberikan antibiotik untuk mengatasi patogen yang menyebabkan
infeksi,
pseudoephedrine HCl untuk mengurangi kongesti pada saluran napas
dan tuba
Eustachius. KIE yang diberikan adalah untuk menghindari faktor
pencetus terjadinya
ISPA sebagai tindakan pencegahan. Pasien sebaiknya mengikuti
pengobatan yang
diberikan dengan baik, agar gejala tidak bertambah parah hingga
stadium yang lebih
berat.
-
23
BAB V
KESIMPULAN
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga
tengahyang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang
dari 3 minggu)
yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media.Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik,
seperti
Streptococcushemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%),
Staphylococcus aureus
(2%), StreptococcusPneumoniae(38%), Pneumococcus.Anak lebih
mudah terserang
otitis media dibanding orang dewasa.
Untuk mendiagnosis Otitis media akut atau OMA diperlukan
kriteria yang
meliputi gejala yang timbul mendadak, tanda-tanda efusi cairan
dari telinga tengah
dan tanda-tanda inflamasi telinga tengah. Berdasarkan perjalanan
penyakitnya OMA
dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada
mukosa telinga
tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis
atau stadium pre-
supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium
resolusi. Penanganan yang
diberikan harus disesuaikan dengan stadium-stadium tersebut agar
memberikan hasil
yang optimal dan tidak berkembang ke stadium yang lebih
parah.
-
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti R D. Kelainan Telinga Tengah.
Dalam : Soepardi
EA, Iskandar HN editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung
Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2012,
hal 58-62.
2. Revai, Krystal et al. Incidence of AcuteOtitisMedia and
Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. PEDIATRICS
Vol. 119
No. 6 June 2007, pp. e1408-e1412. Accessed: 20 Oktober 2014.
3. Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis
Media Akut.
Padang; Bagian THT-KL FK Universitas Andalas. 2012.
4. Abla Ghanie. Penatalaksanaan Otitis Media Akut Pada Anak.
Palembang;
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNSRI. 2010.