i LAPORAN KASUS OSTEOARTRITIS Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Lab/SMF Ilmu Penyakit Bedah RSD dr. Soebandi Jember Disusun oleh: Ika Niswatul Chamidah 102011101086 i
i
LAPORAN KASUS
OSTEOARTRITIS
Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik
Lab/SMF Ilmu Penyakit Bedah
RSD dr. Soebandi Jember
Disusun oleh:
Ika Niswatul Chamidah
102011101086
SMF/LAB ILMU PENYAKIT BEDAH
RSD DR. SOEBANDI JEMBER
2015
i
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3
2.1 Anatomi dan fisiologi........................................................................ 3
2.2 Definisi Osteoarthritis ....................................................................... 5
2.3 Etiologi............................................................................................... 5
2.4 Klasifikasi.......................................................................................... 6
2.5 Epidemiologi...................................................................................... 6
2.6 Faktor resiko...................................................................................... 7
2.7 Patogenesis......................................................................................... 8
2.8 Tanda dan Gejala Klinis..................................................................... 9
2.9 Diagnosis............................................................................................ 12
2.10 Pemeriksaan Penunjang................................................................... 14
2.11 Penatalaksanaan............................................................................... 18
BAB 3. LAPORAN KASUS........................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 33
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit
sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang
melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA
merupakan bentuk yang paling umum dari artritis. Penyakit ini memiliki
prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu,
osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang
tua. Faktor resiko utama penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin
tinggi prevalensi obesitas pada suatu populasi akan meningkatkan angka
kejadian penyakit osteoarthritis. 1
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena
meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut,
dan sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi
interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-send
yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan, siku, dan pergelangan
kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah disebutkan di atas
dimungkinkan karena sendi- sendi tersebut mendapat beban yang cukup berat
dari aktivitas sehari-hari seperti memegang/menggenggam benda yang cukup
berat (memungkinkan OA terjadi di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA
di lutut dan pinggul), dan lain sebagainya.1
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis
dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studi kadaver pada
tahun-tahun terdahulu, perubahan struktural OA hampir universal, antara lain
hilangnya tulang rawan (dilihat sebagai berkurangnya/menyempitnya ruang
sendi pada pemeriksaan radiologis sinar-x) dan osteofit. Banyak orang yang
didiagnosis mengalami OA berdasarkan temuan radiologis tidak menunjukkan
gejala pada sendi.1
Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung
gambaran radiologis OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60 di
2
Amerika Serikat dan 6% dari seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul
simptomatik kira-kira sepertiga dari penyakit OA pada lutut. Sementara OA
asimtomatik (tidak menimbulkan gejala namun sudah dibuktikan dari
gambaran radiologis) pada tangan seringkali terjadi pada pasien usia lanjut.
Meski begitu, OA simptomatik di tangan juga terjadi pada 10% orang tua dan
sering menghasilkan keterbatasan fungsi gerak sendi.2,4
Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal
tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat
lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyekit ini juga jauh lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.2,
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-
tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu
sama lain. Pada sendi sinovial dilapisi oleh suatu kartilago yang terbagi atas dua
bagian yaitu kondrosit dan matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler yang
mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta proteoglikan (terutama
agregat). Agregat adalah hubungan antara terminal sentral protein dengan asam
hialuronat membentuk agrerat yang dapat menghisap air. Sesudah kekuatan
kompresi hilang maka air akan kembali pada matriks dan kartilago kembali seperti
semula. Jaringan kolagen merupakan molekul protein yang kuat. Kolagen ini
berfungsi sebagai kerangka dan mencegah pengembangan berlebihan dari agregat
proteoglikan.3
Rawan sendi hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk penyembuhan
(reparasi). Agar tetap berfungsi dengan baik, rawan sendi hanya dapat menanggung
perubahan sebab fisis sedikit yaitu sebesar 25kg/cm3. Fungsi utama rawan sendi
yaitu disamping memungkinkan gesekan pada gerakan, juga menyerap energi beban
dengan mengubah bentuk dan dengan efektif menyebarkan beban tersebut pada
suatu daerah yang luas.1,3
Gambar 2.1 Sendi normal
Sumber : www.emedicine.com
4
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula
dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan
ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion)
sendi. 1
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan
sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang
disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan
peradangan pada sendi. 1
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang
dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan
yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak. Otot-otot dan tendon yang
menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi
ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota
gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres
yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan
(impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi
sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki
fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.7
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap
tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat
terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kartilago. 1
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe
dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul –
molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul
proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan
pada kartilago. Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis
seluruh elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim
pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan
5
faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang
kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang
baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor
pertumbuhan, dan faktor lingkungan. 1
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah
kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang
dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM
menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago. 1
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses
degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin
(PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis
dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan
tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan
proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal
timbulnya OA. 3
2.2 Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal
tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang
bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan
kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang
menghubungkan persendian. 1
2.3 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme
protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya
faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat komplikasi
6
dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya. 1
2.4 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi5 :
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada
sendi tanpa adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering
menyerang sendi penahan beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan
yang normal pada sendi dan kerusakkan akibatproses penuaan. Paling sering
terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada
sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi
akibat dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan
adanya penyakit sistem sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi
pada umur yang lebih awal daripada osteoarthritis primer.
2.5 Epidemiologi
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat,
prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80%
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. 1,2 OA terjadi pada 13,9%
orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia lebih
dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis adalah
pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut
gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa
berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45 – 60 tahun, dan
panggul 4,4%. 1
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,3
kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari
semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA
dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2,4
7
2.6 Faktor resiko
a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago
pada sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis
matriks kartilago yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada
sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki kartilago yang lebih
tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih
tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan
resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi
menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap
impuls. Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa
mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan
meningkatkan kerentanan sendi terhadap OA.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi.
OA pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko
ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca
menopause.
3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat
kerusakan pada sendi.
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan
berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang
membantu pergerakan sendi.5,6,7
8
2.7 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain
sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.7
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan
sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan
dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-
sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi
dari kartilago artikular menghasilkan suatu substansi atau zat yang dapat
menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menhasilkan
IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks
ekstraseluler.5
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah : 8
1. Dektruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang
rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang
rawan disertai degradasi kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut
saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan
mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan
matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. 6,7,8
Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis.
Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi
sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan
osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk
memperbaiki dan membentuk kembali persendian. 6,7,8
9
Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban,
osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan
sendi pada Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis
permukaan sendi. Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang
dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan usaha
untuk melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral
merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi vaskular,akibatnya tulang
menjadi tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak
dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan
deformitas.6,7,8
Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami
fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan
aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral
yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan
interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang
diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit.6
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat
kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta
proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan
terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan
rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa
penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat
dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab
itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena
itu bengkak.5,7
10
Gambar 2.2 Osteoarthritis
Sumber: www.emedicine.com
2.8 Tanda dan Gejala Klinis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ).
Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya
bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh
arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).7
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada
sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri
yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.7
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan
11
edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago
dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.6
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band.7,8
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.7
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.7
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu.7
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.7
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah.7
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.7
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
12
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan
terutama pada OA lutut.7
2.9 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
13
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku
dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
Kriteria Diagnosa
Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American
College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini
14
Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan gambaran radiologis
Grade Classification Description
0 Normal No features of OA
1 Doubtfull Mungkin ada osteopit, Penyempitan
diragukan.
2 Mild Osteopit nyata. Normal joint space, tapi mulai
ada penyempitan
3 Moderate Osteopit terbentuk moderate, multiple,
penyempitan nyata, Subchondral sclerosis,
kemungkinan ada deformitas.
4 Severe Deformitas nyata, Subchondral sclerosis berat.
The epidemiology of chronic rheumatism, Kellgren ,vol. 2. Atlas of standard
radiographs. Oxford: Blackwell Scientific; 1963.
2.10 Pemeriksaan penunjang
2.10.1Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. 10
15
Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukka
menyempitnya celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis
yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah
putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral
(tanda panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah
Gambar 2.3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
16
Gambar 2.4 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of
Arthritis :Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan
menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan
pembentukan osteofit (panah).9
17
Gambar 2.5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of
Arthritis : Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3)
: 737-747.
Keterangan : Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan
penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).10
Gambar 2.6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang
superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit
(panah).10
18
2.10.2 Pemeriksaan Laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi
masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat
dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai
protein. 10
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai
penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran
penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.
2.11 Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh
letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta
kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan
pasiennya secara keseluruhan, agar pengelolaannya aman, sederhana,
memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin atau
holistic.11
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:11
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:
2.11.1 Nonfarmakologis: 11
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
19
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,
dan menambah luas pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu.
2.10.2 Farmakologis
1. Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan
yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi
pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut
dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease
Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat,
kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan
sebagainya.
a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja
enzime MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini
baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase,
protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang
20
sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi. Pada penelitian pemakaian GAG selama 5 tahun dapat
memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga,
kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik bermakna.
c. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler
sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas
kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme
utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan
enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.
d. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas
enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
e. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak
asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde
dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi
keluhan-keluhan pada pasien OA.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada
umumnya bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan
campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat
digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama
dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam
penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan bersifat lokal maupun
21
sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan
simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk
modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan
tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan dalam bidang
reumatologi.
a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir
NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian
NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari
penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan
dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali
terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut
40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10
mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai
2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak
dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses
steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan
misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. Ada 3 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif
22
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah
sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang
sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau
meniscus repair (Thomas, 2000).
2. . Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-
density polyethylene (Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella &condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan
sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang
hilang&severe instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,
deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan
kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction,
Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.11
23
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Tn Mashudi
Umur : 51 tahun
• Alamat : Babatan Sidomekar RT 3/13
Agama : Islam
Pekerjaan : pegawai swasta
Suku : Jawa
No RM : 57519
Tanggal MRS : 24 Februari 2015
Tanggal Pemeriksaan : 24 Februari 2015
Tanggal KRS : Februari 2015
2. Anamnesa
Keluhan Utama :
Nyeri pada lutut kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh nyeri pada lutu kiri sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri
dirasakan terutama saat lutut digerakkan atau saat berjalan. Nyeri juga
dirasakan saat udara dingin. Pasien juga mengeluh lutut terasa kaku. Lutut
juga dirasakan semakin bengkak sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Trauma pada lutut kiri 20 tahun yang lalu
Diabetes (-)
Hipertensi (+)
Riwayat Pengobatan : -
Riwayat Penyakit Keluarga :
keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan yang serupa
dengan pasien.
23
24
Gambar 6. Foto pre operasi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum: cukup
Kesadaran : alert
b. Vital Sign
Tensi : 160/100 mmHg
Nadi : 96 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0 C
c. Pemeriksaan Khusus
24
25
1) Kulit : cyanosis (-), ikterik (-), anemis (-), turgor baik
2) Kepala
Mata : anemis (-), ikterik (-)
Telinga : sekret (-), darah (-)
Hidung : sekret (-), darah (-), deformity (-)
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB colli (-), KGB
periauricular (-)
3) Thorax
o Cor: I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak teraba
P: redup di ICS IV PSL dextra – ICS V MCL sinistra
A: S1S2 tunggal, tidak didapatkan ekstrasistole, gallop
ataupun murmur
o Pulmo:
Ventral Dorsal
I: Simetris, retraksi -/-
P: Fremitus raba +/+
P: Sonor +/+
A: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
I: Simetris, retraksi -/-
P: Fremitus raba +/+
P: Sonor +/+
A:Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
4) Abdomen: I: Flat
A: BU(+) normal
P: Timpani
P: Soepel
5) Extrimitas
Akral hangat Akral hangat
Edema
25
+ +
+ +
- -
- +
26
26
27
Status lokalis regio genu dextra :
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Hemoglobin 15,4 L 13,4 -17,7 ; P 11,4 -15,1 gr/dl
LED 10/24 L 0 -15; L 0-25 mm/jam
Lekosit 6,3 L 4,3-10,3 ; P 4,3 – 11,3
Hitung Jenis 2/-/-/58/36/6
Hematokrit 45,0 L 36-42% ; P 40 – 47%
Trombosit 275 150-450
PPT Penderita 9,9
Kontrol 10,2
APTT Penderita 28,8
Kontrol 25,7
Faal Hati
SGOT 21 L 10-35 ; P 10-31 u/l
SGPT 14 L 9-43 ; P 9-36 u/l
Faal Ginjal
27
L = deformitas (+), edema (+)
F = nyeri tekan (+) krepitasi (-)
M = ROM terbatas
28
Kreatinin Serum 1,0 L <1,4 ; P , 1,1 mg/dl
Urea 11 10-50
BUN 24 6-20
Kadar Gula Darah
Sewaktu 89 < 200 mg/dl
5. Diagnosis
Osteoartritis regio genu (S)
6. Penatalaksanaan
Pro TKR hari Rabu 25/2/2014 ronde ke 3
Obat hipertensi =
amlodipin 5 mg 1-0-0
Candesartan 16 mg 0-0-1
28
29
LAPORAN OPERASI tanggal 25 Februari 2015
Diagnosa post op = osteoartritis genu sinistra
Instruksi post op =
1. Injeksi ceftriaksom 2x1 gr
2. Injeksi gentamicin 2x 80 mg
3. Injeksi ketorolac 3x1 ampul
4. Injeksi ranitidin 2x1 ampul
(obat injeksi diberikan selama 5 hari)
29
L = elastic bandage (+), edema (+)
F = nyeri tekan (+)
M = ROM terbatas
Drain = 700 cc kualitas darah
30
SOAP Kamis, 26 Februari 2014 (H1 post op)
S) Ku = nyeri di tempat bekas operasi (lutut kiri)
O)
KU : Baik Kesadaran: alert
Vital Sign : Tensi : 160/100 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,1oC
Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-
Thoraks :
Cor = S1S2 tunggal, e/g/m=-/-/-
Pulmo = Vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen : flat, Bu + normal, timpani, soepel
Status Lokalis :
A) Osteoartritis genu sinistra grade III-IV post TKR H1
30
31
P)
1. Injeksi ceftriaksom 2x1 gr
2. Injeksi gentamicin 2x 80 mg
3. Injeksi ketorolac 3x1 ampul
4. Injeksi ranitidin 2x1 ampul
5. amlodipin 5 mg 1-0-0
6. Candesartan 16 mg 0-0-1
SOAP Jumat, 27 Februari 2014 (H1 post op)
S) Ku = nyeri di tempat bekas operasi (lutut kiri)
O)
KU : Baik Kesadaran: alert
Vital Sign : Tensi : 150/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,1oC
Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-
Thoraks :
Cor = S1S2 tunggal, e/g/m=-/-/-
Pulmo = Vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen : flat, Bu + normal, timpani, soepel
Status Lokalis :
31
L = elastic bandage (+), edema (+)
F = nyeri tekan (+)
M = ROM terbatas
Drain = 100 cc kualitas darah
32
A) Osteoartritis genu sinistra post TKR H2
P)
1. Injeksi ceftriaksom 2x1 gr
2. Injeksi gentamicin 2x 80 mg
3. Injeksi ketorolac 3x1 ampul
4. Injeksi ranitidin 2x1 ampul
5. amlodipin 5 mg 1-0-0
6. Candesartan 16 mg 0-0-1
SOAP Senin, 2 Maret 2015 (H4 post op)
32
33
S) Ku = nyeri di tempat bekas operasi (lutut kiri)
O)
KU : Baik Kesadaran: alert
Vital Sign : Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,1oC
Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-
Thoraks :
Cor = S1S2 tunggal, e/g/m=-/-/-
Pulmo = Vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen : flat, Bu + normal, timpani, soepel
A) Osteoartritis genu sinistra post TKR H5
P) pasien KRS
Terapi oral =
Asam mefenamat 500 mg 3x1
Cefixim 100 mg 2x1
amlodipin 5 mg 1-0-0
Candesartan 16 mg 0-0-1
DAFTAR PUSTAKA
33
34
1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s
Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill
Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States.
Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition,
Tokyo, Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com.
Diakses tanggal 15 maret 2013.
7. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364–372.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi,
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
34