-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
1/40
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah
untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi
pada glomerulus, bukan
pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal
bilateral. Peradangan dimulai
dalam gromerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau
hematuria. Meskipun lesi
utama pada gromerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan,
sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada
tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit
dengan berbagai etiologi,
meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang
dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan
perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara
6-8 tahun (40,6%).
3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut)
atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa
mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum
berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai
hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat
fatal.3
1.2. Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui cara mendiagnosa dan penanganan kasus pasien
Glomerulonefritis Akut.
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
2/40
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI GINJAL
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara
vetebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat
diraba. Ginjal terdiri dari korteks
dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk
piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks
minor. Pada daerah korteks
terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal.
.4
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi
lahir cukup bulan,
sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram pada orang dewasa. Pada
janin permukaan ginjal tidak
rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan
bertambahnya umur.1
Gambar 1. Anatomi Ginjal
Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus
yang berhubungan
dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin
35 minggu. Nefron baru
tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya
adalah hipertrofi dan hiperplasia
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.1
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus
proksimal, anse henle
dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga
disebut badan maplphigi.
Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi
peranan tubulus dala pembentukan
urine tidak kalah pentingnya.1
http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-1.jpg
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
3/40
3
Gambar 2. Perdarahan pada ginjal
2.1.1 Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel
ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.3
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H
+
danmembentuk kembali HCO3
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam
urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan
darah.
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-2.jpg
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
4/40
4
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma
darah dan substansi
yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal.
Substansi yang paling penting untuk
dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain
itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung
untuk berakumulasi dalam
tubuh secara berlebihan.3
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang
tidak diperlukan dalam
tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus
yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi
yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam
plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak
diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak
diperlukan tubuh akan disekresi
dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi
tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa
substansi-substansi yang difiltrasi
dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.3
2.1.2. Sistem glomerulus normalGlomerulus terdiri atas suatu
anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula
(juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari
arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan
normal tidak nyata , dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk
dan keluarnya kedua arteriola
itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub
tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas
anyaman kapiler tersebut, ditunjang
oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks
dan sel mesangial. Kapiler-
kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah
dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang
berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler
terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran
basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes.
Maka itu sel epitel viseral
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
5/40
5
juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit
terdapat membrana basalis
glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana
basalis ini tidak mengelilingi
seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa
membrana basalis ini terdiri
atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina
rara interna, lamina densa dan
lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan
sel epitelparietal yang
gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman.
Membrana basalis ini berlanjut
dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan
dengan membrana basalis tubuler
pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel
parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit ( crescent). Bulan sabit bisa segmental
atau sirkumferensial, dan bisa
seluler, fibroseluler atau fibrosa.5
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1.
glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada
dibagian luar
korteks.
2. glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang
panjang sampai ke bagian
dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan
korteks dan medula dan
merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk
reabsoprsi air dan slut.1
Gambar 3. Bagian-bagian nefron6
Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang
berfungsi sebagai penyaring.
Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai
sitoplasma yang sangat tipis, yang
mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter
500-1000 A. Membran basal
glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara
sel endotel dengan
mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.1,2
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-3.jpg
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
6/40
6
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan
sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan
sel epitel1
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan
membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara
eksterna. Diantara tonjolan-
tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt
pore dengan lebar 200-300 A. Pori-
pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit
diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial
dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan
membentuk bagian medial dinding
kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler
glomerulus dan mungkin bereran
dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui
fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui
saluran-saluran intraseluler ke regio
jukstaglomerular.1
Gambar 4. Kapiler gomerulus normal
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada
filtrat gromerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai
suatu barier filtrasi. Sel
endotel,membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus
memiliki kandungan ion negatif
yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif
:proteoglikan (heparan-sulfat) dan
glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh
relatif memiliki isoelektrik
yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka
ditolak oleh dinding
kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi
filtrasi.1
http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-5.jpghttp://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-4.jpghttp://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-5.jpghttp://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-4.jpg
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
7/40
7
Gambar 5. anatomi sistem ginjal
6
2.2. FISIOLOGI
2.2.1. Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma
disaring melalui dinding
kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi
plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin,
peptida, protein-protein dengan berat
molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari
68.000 (seperto albumin dan
globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke
dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin.1,2
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate
(GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi
yang juga disebut single nefron
glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka
oleh faktor dinding kapiler
glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.1
SN GFR = Kf.(P-)
= Kf.P.uf
Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan
kapiler glomerulus yang
tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler
ditentukan oleh :
tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-6.jpg
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
8/40
8
tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus ( g)
tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena
ultra filtrat tidak
mengandung protein.1
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara
pengukuran klirens kreatinin
atau memakai rumus berikut:
Harga k pada: BBLR < 1 tahun = 0,33
LFG = k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1 tahun = 0,45
Kretinin serum (mg/dl) 112 tahun = 0,55
2.3. DEFINISI
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis
akut post sterptokokus
(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai
glomeruli, sebagai akibat
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe
nefritogenik di tempat lain. Penyakit
ini sering mengenai anak-anak.7
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada
ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat
infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis
akut) mencerminkan adanyakorelasi klinik selain menunjukkan adanya
gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit
dan prognosis.3
Sindrom nefritik akut (SNA) : suatu kumpulan gejala klinik
berupa proteinuria,
hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria & hipertensi
(PHAROH) yang terjadi secara
akut.2,5
Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA
antara lain :
Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
- Glomerulonefritis fokal
- Nefritis herediter (sindrom Alport)
- Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger)
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
9/40
9
- Benign recurrent hematuria
Glomerulonefritis progresif cepat
Penyakitpenyakit sistemik
- Purpura Henoch-Schenlein (HSP)
- Lupus erythematosus sistemik (SLE)
- Endokarditis bakterial subakut (SBE)
2.4. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut pada streptococcus
timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolitikus
grup A tipe 1,3,4,12,18,25,4,9 sedangkan tipe 2,49,55,56,57 dan
60 menyebabkan infeksi kulit 8-
14 hari setelah infeksi streptococcus, timbul gejala-gejala
klinis.Infeksi kuman streptococcus
beta hemolitikus ini mempunyai resikoterjadinya
glomerulonefritis akut pasca streptococcus
berkisar 10-15%.
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal
terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A tipe 12,
4,16,25,dan29.Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi
streptococcus dikemukakan
pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an
timbulnya glomerulonefritis akut
setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A, dan
meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut
terdapat masa laten selama kurang
10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25
lebih bersifat nefritogen daripada
yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.Kemungkinan
factor iklim, keadaan gizi, keadaan
umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis
akut setelah infeksi kumanstreptococcus.Glomerulonefritis akut
pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut
yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan
penurunan fungsi
ginjal.Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A
disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus
terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3
tahun.Sebagian besar pasien
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
10/40
10
(95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami
perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman
streptococcus beta hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit,
sehingga pencegahan dan
pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat
menurunkan kejadian penyakit
ini.Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian
penyakit ini dapat
dikurangi.Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh
sifilis, keracunan seperti keracunan
timah hitam tridion, penyakitb amiloid, thrombosis vena renalis,
purpura anafilaktoid dan lupus
eritematosus.
2.5. PATOFISIOLOGI
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada
ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen
khsus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara
mekanis terperangkap dalam
membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan
yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit
menuju tempat lesi. Fagositosis
dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran
basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap lesi yang
terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam
urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya
kompleks komplomen antigen-
antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada
mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi, pada pemeriksaan
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai
invasi PMN.2
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada
glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang
timbul dari infeksi) mengendap
di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang
menyebabkan destruksi pada
membran basalis glomerulus.11
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
11/40
11
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap
merupakan mediator
utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar
dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau
menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik
antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah
atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular
serupa, dan molekul antibodi seperti
IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang
dilawan oleh imunoglobulin ini
terkadang dapat diidentifikasi.12,13
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang
dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic.Akibatnya,
terbentuk autoantibodi terhadap
IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek
imun dalam sirkulasi darah
yang kemudian mengendap di ginjal.7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga
berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin
ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi
cascade dari sistem
komplemen.
7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah
kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal,
atau dapat terjadi perubahan
mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik
yang dapt meluas diantara sel-sel
endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi
simpai kapiler. Jika kompleks
terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon
cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus
penimbunan kronik komplek
imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi
kurang nyata, dan membran
basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam
membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi
deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun
demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama.
Kompleks-kompleks kecil
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
12/40
12
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan
berakumulasi sepanjang dinding
kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran
sedang tidak sedemikian
mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium.
Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun
terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu
atau dengan terapi spesifik.
Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam
glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada
glomerulonefritis akut post
steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa
penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus
mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis
ginjal.
4
2.6 EPIDEMIOLOGI
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering
pada golongan umur
5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain
menyebutkan paling sering ditemukan
pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki
laki dan perempuan, namun laki
laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan
antara laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan
umur dan jenis kelamin. Suku
atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi
kemungkinan prevalensi
meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga
lingkungan tempat tinggalnya
tidak sehat.3,6,7,8,11
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
13/40
13
2.7. GEJALA KLINIS
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan
jarang pada usia di
bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui
infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2
minggu pada ISPA atau 3 minggu
pada pioderma. Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan
bahwa infeksi melalui ISPA
terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar
31,6%.
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik
sampai gejala
yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk
simtomatik baik sporadik maupun
epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan
sedimen urin terutama hematuria
mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS
simtomatik.
GNAPS simtomatik
1. Periode laten :
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode
antara infeksi
streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar
1-3 minggu; periode 1-2 minggu
umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan
periode 3 minggu
didahului oleh infeksi kulit/piodermi.
Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten
ini berlangsung kurang
dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain,
seperti eksaserbasi dari
glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schenlein atau Benign
recurrent haematuria.
2. Edema
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali
timbul, dan menghilang
pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah
periorbital (edemapalpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi
retensi cairan hebat, maka edema timbul di
daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema
skrotum/vulva) menyerupai sindrom
nefrotik.
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
14/40
14
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi
dan tahanan jaringan
lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu
bangun pagi,
karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan
menghilang atau berkurang pada
siang dan sore hari atau setelah melakukan kegiatan fisik. Hal
ini terjadi karena gaya
gravitasi. Kadang- kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang
tidak tampak dari luar dan baru
diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.
Edema bersifat pitting sebagai
akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan
interstisial yang dalam waktu
singkat akan kembali ke kedudukan semula.
3. Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,4,5
sedangkan hematuria
mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia
mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan
hematuria mikroskopik
berkisar 84-100%.1
Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air
cucian
daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik
biasanya timbul
dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat
pula berlangsung
sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung
lebih lama, umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan.
Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan
proteinuria walaupun
secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik
bisa menetap
lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang.
Keadaan terakhir
ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat
kemungkinan adanya
glomerulonefritis kronik.
4. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus
GNAPS. Albar
mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam
minggu pertama
dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang
lain. Pada
kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik
80-90 mmHg).
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
15/40
15
Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat
yang cukup dan diet yang
teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya
hipertensi berat menyebabkan
ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala
serebral, seperti sakit
kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-kejang.
Penelitian multisenter
di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar
4-50%.1
5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS
dengan produksi urin
kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi
ginjal menurun atau
timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya,
oliguria umumnya timbul
dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya
diuresis pada
akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang
menunjukkan
adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang
jelek.
6. Gejala Kardiovaskular
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan
sirkulasi yang
terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu
diduga terjadi
akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik
bendungan tetap terjadi
walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini
berarti bahwa bendungan terjadi bukan
karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi
Na dan air sehingga terjadi
hipervolemia.
a. Edema paru
Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat
bendungan
sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya
terlihat secara radiologik.
Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada
pemeriksaan fisik terdengar
ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute
pulmonary edema yang
umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat
fatal. Gambaran
klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama
ginjal tidak
diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu
anamnesis yang teliti
dan jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik
toraks berkisar antara 62,5-
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
16/40
16
85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam
minggu pertama
dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala
klinik lain. Kelainan
radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan
efusi pleura. Tingginya kelainan
radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan
dengan posisi Postero Anterior
(PA) dan Lateral Dekubitus Kanan (LDK).
Suatu penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan efusi
pleura 81,6%, sedangkan
Srinagar da Pondy Cherry mendapatkan masing- masing 0,3% dan
52%.1 Bentuk yang
tersering adalah bendungan paru. Kardiomegali disertai dengan
efusi pleura sering
disebut nephritic lung. Kelainan ini bisa berdiri sendiri atau
bersama-sama. Pada pengamatan 48
penderita GNAPS yang dirawat di departemen Anak RSU. Wahidin
Sudirohusodo dan RS.
Pelamonia di Makassar sejak April 1979 sampai Nopember 1983
didapatkan 56,4% kongesti
paru, 48,7% edema paru dan 43,6% efusi pleura. Kelainan
radiologik paru yang ditemukan
pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia,
pnemonia, atau
peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan edema
paru. Menurut
beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya
lebih cepat terjadi, yaitu
dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau
pneumonia diperlukan waktu
lebih lama, yaitu 2-3 minggu. Atas dasar inilah kelainan
radiologik paru dapat membantu
menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak patognomonik. Kelainan
radiologik paru
disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan oleh hipervolemia
akibat absorpsi
Na dan air.
7. Gejala-gejala lain
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat,
malaise, letargi dan anoreksia.
Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat
edema atau akibat hematuria
makroskopik yang berlangsung lama.14
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
17/40
17
Gambar 6. proses terjadinya proteinuria dan hematuria
2.8 Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik,
leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++),
albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-
lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen
hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi
C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen.1,4,7
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus
dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan
dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan
mencapai kadar normal
kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan
diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan
kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.2,12
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit.
Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba.
Beberapa uji serologis terhadap antigen
sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi,
antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh
karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen
sterptokokus. Titer anti sterptolisin
O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun
http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-8.jpg
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
18/40
18
beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin
O.sebaiknya serum diuji terhadap
lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat
pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
sterptokokus biasanya positif. Pada
awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat,
hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
infeksi.1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan
C3. kompleks
imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak
mempunyai nilai diagnostik dan tidak
perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1
2.9 Diagnosis
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS,
tetapi pada umumnya
kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala-gejala klinik :
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai
full blown case dengan
gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang
merupakan gejala-gejala khas
GNAPS.4,5
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan
laboratorium berupa ASTO
(meningkat) & C (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya
torak eritrosit, hematuria
& proteinuria.
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk
streptokokus hemolitikus
grup A.
Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan
sedimen urin (hematuria
mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan
penderita GNAPS.
14
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
19/40
19
2.10 Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya
adalah :
1.Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA
Nefropati)
Hematuria berulang yang asimptomatis, tanpa penurunan fungsi
ginjal
Timbunan IgA di gromeruli
2.Hematuria berulang ringan
3.Purpura Henoch-Schonlein
4.Gromerulonefritis progresif
5.Sindroma nefrotik1,5
2.11 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan
kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat
mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari
mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan
penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini
tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya
infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari,sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah
nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap.
Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain,
tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi
dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan
penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1
g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria
atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa
komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada
komplikasi seperti gagal
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
20/40
20
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada
hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus
dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah
vena pun dapat
dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut,
tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali)
dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus
(Repetto dkk, 1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa
dan oksigen.1,4,11
2.12 Komplikasi1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung
2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan
kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki
basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
21/40
21
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping
sintesis eritropoetik yang
menurun.1,3,4,7
2.13 Prognosis dan Pemantauan
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya
mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada
epitel glomerulus. Diuresis
akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit, dengan menghilangnya
sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali.
Fungsi ginjal (ureum,
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu
3-4 minggu. Komplemen
serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan
sedimen urin akan tetap terlihat
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar
pasien.1,12
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk
menjadi sembuh sempurna sangat
baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami
proteinuria ringan yang
persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
1,4,12
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap
(proteinuria dan hematuria)
pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di
Trinidad. Prevalensi hipertensi
tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis
jangka panjang glomerulonefritisakut pascastreptokok baik. Beberapa
penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis
penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa.
Selama komplemen C3 belum pulih
dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya
diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan
glomerulosklerosis kresentik ekstra-
kapiler dan gagal ginjal kronik.1,4,12
Pemantauan
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut
yang berlangsung
1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala- gejala
seperti edema, hematuria,
hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya
gejala-gejala laboratorium menghilang
dalam waktu 1-12 bulan.
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
22/40
22
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan bahwa
hematuria mikroskopik
terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5%, dan
hipokomplemenemia 60,4%. Kadar C3
yang menurun (hipokomplemenemia menjadi normal kembali sesudah 2
bulan. Proteinuria dan
hematuria dapat menetap selama 6 bln1 tahun. Pada keadaan ini
sebaiknya dilakukan biopsi
ginjal untuk melacak adanya proses penyakit ginjal kronik.
Proteinuria dapat menetap hingga 6
bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1
tahun.
Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau
proteinuria yang
berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan
dianjurkan untuk pengamatan
setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih
terdapat hematuria mikroskopik
dan atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1 tahun atau
sampai kelainan tersebut
menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu atau kedua
kelainan tersebut, perlu
dipertimbangkan biopsi ginjal.14
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
23/40
23
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
1.1Status Pasien
Identitas
Nama : An. G
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 12 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Lemah Kembar, Sumberasih Probolinggo
Nama ayah : Tn.U (40tahun)
Nama ibu : Ny.E (38tahun
Tanggal masuk : 9 Juni 2014 pukul 12.00wib
Tanggal keluar : 17 Juni 2014
Anamnesa
Keluhan utama : bengkak pada mata dan kaki setelah bangun
tidur
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan bengkak pada wajah dan kaki setiap
bangun pagi sejak 3
hari yang lalu. Pasien juga mengatakan perut kembung sejak 3
hari yang lalu. Panas
sejak hari 4 hari yang lalu, panas naik turun, dan panas tinggi
cenderung pada malam
hari. Batuk pilek sejak 3 hari yang lalu, batuknya berdahak dan
pasien sesak. Nafsu
makan berkurang, minum sedikit, dan tidak ada muntah. BAB
lancar, BAK sedikit dan
berwarna kemerahan seperti teh.
Riwayat penyakit dahulu :
Dahulu tidak pernah sakit seperti ini. Sewaktu umur 7bulan
pernah MRS karena kejang
demam.
Riwayat penyakit keluarga :
Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini, riwayat asma (+),
riwayat allergi (-)
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
24/40
24
Riwayat psikososial:
Pasien suka makan mie instan mentah dan makan masako
Riwayat alergi dan pengobatan :
Alergi makanan (-) & obat (-).
Riwayat imunisasi :
Imunisasi lengkap
Riwayat kelahiran dan perkembangan
Lahir di bidan, umur kehamilan 9bulan, berat badan lahir
3500gram
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : kompos mentis
Antropometri :
BB : 27 kg
TB : 138 cm
BBI : 32 kg
Status gizi : 83% mild malnutrion
Vital sign :TD : 140/100mmhg
N : 100x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 37,70C
Akral : hangat
Status generalis :
Kepala-leher
a/i/c/d : -/-/-/+
odema preorbital : +
PCH : +
Pembesaran KGB : -
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
25/40
25
Thorax
Dada : simetris
Retraksi : + (subcosta)
Jantung
Paru : suara nafas vesikuler
Rhonki : +/+ wheezing : -/-
Abdomen
Distended (+)
Bising usus menurun
Asites (+)
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Genetalia : normal
Ekatremitas
Akral : hangat
Odema
CRT
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
26/40
26
- Odema paru
- Pneumonia
- Infeksi saluran kemih
Diagnosis : Glomerulonefritis Akut dengan Odema Paru
Laboratorium :
Darah lengkap
Cek kadar kolesterol
Urine lengkap
Renal Function Test
Albumin
ASTO
Radiologi :
Foto thorax AP
Terapi :
O2 via nasal 2 Lpm
Bedrest
Diet rendah garam
Furosemid 1amp iv
Hasil Lab tanggal 09-06-2014
Lab :
Albumin : 2,2 mg/dl
ASTO : negative
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
27/40
27
Darah lengkap
- Diff count : 2/-/10/80/5/3
- Hb : 11,0 g/dl
- Leukosit : 17.340/cmm
- HCT : 34%
- Trombosit : 253.000/cmm
Fungsi hati (LFT)
- Alkali fosfatase : 153 U/I
- Billirubin direct : 0,20 mg/dl
- Billirubin total : 0,60 mg/dl
- SGOT : 46 U/I
-
SGPT : 26 U/I
RFT
- BUN : 40,0 mg/dl
- Creatinin : 1,5 mg/dl
- UA : 10,8
Urine Lengkap
- Albumin : +2
-
Reduksi : -- Urobilin : -
- Bilirubin : -
- Leukosit : Banyak (0-1)
- Eritrosit : Banyak (0-1)
- Epithel : banyak (0-1/LP)
- Kristal : -
- Silinder : -
-
Lain-lain : leko (+)2
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
28/40
28
Foto thorax AP
10/6 /14
Foto thorax AP
Cor : ukuran normal
Pulmo : infiltrat (-)
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Kesimpulan : normal
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
29/40
29
12/06/14
Foto thorax AP
Cor : ukuran normal
Pulmo : konsolidasi pada suprahillus sampai pericardia kanan
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Kesimpulan intersisial lung odem
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
30/40
30
Follow up
Tgl 10/6/2014 (Ruang Mawar) 11/6/2014(Ruang Mawar) 12/6/2014
(Ruang Mawar)
S Perut masih kembung
Muka pasien masih bengkak
tangan dan kaki pasien masih bengkak Batuk berdahak
Pilek
Panas -
masih sesak,
Makan mau sedikit
minum sedikit
Tidak muntah
Kencing tidak lancar berwarna
kemerahan,
BAB lancer
UP 350cc
Perut masih kembung
Muka pasien masih bengkak ,
tangan dan kaki pasien masihbengkak
Batuk berdahak, masih sesak
Pilek
panas
Makan sedikt
Minum sedikit
Tidak muntah
Kencing lancar sedikitberwarna kemerahan
UP 7000cc
BAB lancar
Perut masih kembung
Muka pasien masih bengkak , tangan
pasien masih bengkak tapi sudah berkur
Batuk berdahak, masih sesak
panas
Makan mau
Minum sedikit
Tidak muntah
Kencing berwarna kemerahan
UP: 700 cc
BAB lancar
O KU: lemah
Kesadaran : Composmentis Tanda vital :
TD : 120/90mmHg
N : 74x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 36,6C
Kepala Leher
a/i/c/d-/-/-/+
PCH (+)
Edema wajah
KGB(N)
Faring (N)
Thorax
Simetris kanan/kiri,Retraksi (+) subcostal
Jantung : Bising jantung +
Paru: suara nafas vesikuler +/+
Ronchi (+/+)Wheezing (-/-)
Abdomen-Distensi (+)-Bising usus +
menurun, pembesaran hepar (-)
Splenomegali (-)
Ekstremitas Akral hangat CRT 380C, sakit kepala,
gelisah malaise, penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare,
batuk, sesak. Pada
pemeriksaan fisiknya didapatkan retraksi dada, takipneu,
pernafasan cuping hidung, sianosis,
rhonki basah halus. Sedangkan pada pasien ini selain ada batuk,
pilek, panas yang cenderung
pada malam hari, sesak, nafsu makan menurun, pernafasan cuping
hidung, retraksi dada
subcosta, dan rhonki juga di dapatkan odema preorbital, asistes,
odema tungkai, frekuensi
buang air kecil yang berkurang dan air kencing berwarna
kemerahan maka dari itu diagnose
banding pneumonia dapat di singkirkan.
Sedangkan diagnosa banding urinary tract infection juga dapat
disingkirkan. Dalam
teori urinary tract infection dikatakan beberapa gejala yaitu
nyeri perut/pinggang, panas tanpa
diketahui sebabnya, tak dapat menahan kencing, polakisuria,
disuria, enuresis, air kemih
berbau dan berubah warna. Pada pemeriksaan urine yang dilakukan
yaitu dengan biakan
urine porsi tengah ditemukan. Pada pasien ini tidak ada keluhan
nyeri perut/pinggang, panas
tanpa tau sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polakisuria,
air kemih berbau, pada pasien
ini hanya terjadi frekuensi buang air kecil yang berkurang dan
air kencing yang berubah
warna. Pada pemeriksaan urin lengkap didapatkan hasil Albumin
+2, Reduksi Urobilin
negative, Bilirubin negative, Leukosit Banyak (0-1) Eritrosit
Banyak (0-1) Epithel banyak (0-
1/LP), Kristal, Silinder -.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan pada pasien ini Hb 11g/dl
Hb pada pasien ini
sedikit menurun, Leukosit 17.340/cmm kadar leukosit pada pasien
ini terjadi peningkatan
yang menunjukkan adanya infeksi pada pasien, HCT 34% terjadi
penurunan kadar HCT,
Trombosit 253.000/cmm masih dalam batas normal, Cholesterol 155
mg/dl kadar kolesterol
pada pasien ini, RFT (BUN) 40 BUN naik pada fase akut, lalu
normal kembali, creatinin
1,5mg/dl, UA 10,8. Dari pemeriksaan darah ditemukan keadaan
pasien yang sedang
mengalami infeksi.
Pada pemeriksaan urine lengkap pasien ini terdapat Albumin +2,
Reduksi Urobilin
negative, Bilirubin negative, Leukosit Banyak (0-1) Eritrosit
Banyak (0-1) Epithel banyak (0-
1/LP), Kristal, Silinder -. Dapat disimpulkan dalam pemeriksaan
urine lengkap pada pasien
ini masuk dalam kriteria glomerulonefritis akut. Pada
pemeriksaan kadar ASTO pasien ini
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
35/40
35
ditemukan kadar ASTO negatif, sedangkan pada teori dikatakan
bahwa diagnose
glomerulonefritis akut ditemukan pemeriksaan kadar ASTO ASTO
> 100 kesatuan Todd.
Pada teori Glomerulonefritis dikatakan pemeriksaan urinalisis
menunjukkan adanya
proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan
hampir pada 50% penderita,
kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria
serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain.
Kadang-kadang kadar ureum dan
kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti
hiperkalemia, asidosis,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia.Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan
gejala sindroma nefrotik
Pada pemeriksaan radiologi pada pasien ini ditemukan adanya
odema paru, terjadinya
edema paru pada pasien ini disebabkan oleh gangguan sirkulasi
berupa dispnea,ortopnea
terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung dan meningginya
tekanan darah yang bukan
saja disebabkan spasme tekanan darah , melainkan juga disebabkan
oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung
akibat hipertensi yang
menetap dan kelainan miokardium. Penatalaksanaannya adalah
diberikan golongan diuretik,
diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan
hipertensi. Diuretik yang diberikan
pada pasien ini adalah Furosemide 2 x1 amp/hari. Diuretikum dulu
tidak diberikan pada
glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian
furosemide (lasix) secara intravena
(1mg/kgBB/kali).
Diagnosis pada pasien ini adalah glomerolonefritis akut dengan
odema paru,
penatalaksanaan pada kasus ini dengan bedrest, diet rendah
garam, memberikan terapi
suportif seperti furosemid untuk mengurangi odema, ambroxol
untuk mengurangi batuk,
terapi kausatif diberikan antibiotika yang sesuai dengan
penyebabnya.
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
36/40
36
BAB III
KESIMPULAN
Telah dirawat anak G, 12 tahun, masuk dengan keluhan utama
bengkak pada wajah saat
bangun pagi dan di diagnosis glomerulonefritis akut dengan odema
paru. Terapi pada pasien ini
di berikan terapi suportif dan kausatif. Terapi suportif
diberikan yaitu Furosemide 1x1g, terapi
antibiotika yang sesuai Ceftriaxone 2 x 1 g ,memberikan edukasi
pada pasien untuk diet rendah
garam serta menjaga kebersihan dari pasien sehingga terhindar
dari infeksi. Pasien pulang pada
tanggal 17 Juni 2014 dalam keadaan baik.
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
37/40
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis
proses-proses penyakit, ed 4, EGC,
Jakarta.2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985,
Glomerulonefritis akut, 835-839,
Infomedika, Jakarta.
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed
15, Glomerulonefritis akut
pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. http://www/.5mcc.com/Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed
April 8th
, 2009.
5.
http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g
lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th
, 2009.
6.
Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu
Penyakit Dalam II,
274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
7. Donna J. Lager,
M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.
Accessed April 8th
, 2009.
8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp.
Accessed April 8th
, 2009.
9.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klarifika
siHistopatologik.html.Accessed April 8th
, 2009.
10.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak
.html.Accessed April 8th
, 2009.
11.http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html.Accessed
April 8th
, 2009.
12.http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html.Accessed
April 8th
,
2009.
13.http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG.Accessed
April 8th
,
2009.
14.Rauf, Syarifuddin, et all, 2012. Konsesus Glomerulonefritis
Akut Pasca Streptokokus.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
http://www/.5mcc.com/http://www/.5mcc.com/http://www/http://www/http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.htmlhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.htmlhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.htmlhttp://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPGhttp://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPGhttp://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPGhttp://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPGhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.htmlhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www/http://www/.5mcc.com/
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
38/40
38
DISKUSI
1. Mengapa kadar ASTO pada pasien ini negative sedangkan pada
teorinya kadar ASTO
pada pasien glomerulonefritis akut kadar ASTOnya >100
kesatuan Tood?
Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis
terhadap produk-produk
ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang
titernya dapat diukur, seperti
antistreptolisin O (ASTO), antihialuronidase (AH ase) dan
antideoksiribonuklease (AD
Nase-B). Titer ASTO merupakan reaksi serologis yang paling
sering diperiksa, karena
mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS.
Sedangkan kombinasi titer
ASTO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100%
menunjukkan adanya
infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada
hari ke-10 hingga 14
sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu
ke- 3 hingga 5 dan
mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASTO jelas
meningkat pada GNAPS
setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASTO
bisa normal atau tidak
meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid
atau pemeriksaan dini
titer ASO. Sebaliknya titer ASTO jarang meningkat setelah
piodermi. Hal ini diduga
karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi
pembentukan antibodyterhadap streptokokus sehingg infeksi
streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus
menyebabkan titer ASTO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase
jelas meningkat
setelah infeksi melalui kulit.
2. Bagaimana bisa terjadi komplikasi odema paru pada pasien
glomerulo nefritis akut?
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan
sirkulasi yang terjadi pada20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi
dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau
miokarditis, tetapi ternyata dala klinik bendungan tetap terjadi
walaupun tidak ada
hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan
terjadi bukan karena
hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan
air sehingga terjadi
hipervolemia. Edema paru merupakan gejala yang paling sering
terjadi akibat bendungan
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
39/40
39
sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya
terlihat secara radiologic.
Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas,sianosis. Pada
pemeriksaan fisik terdengar
ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute
pulmonary edema yang
umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat
fatal. Gambaran
klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama
ginjal tidak
diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu
anamnesis yang teliti dan
jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik
toraks berkisar antara 62,5-
85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam
minggu pertama
dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala
klinik lain. Kelainan
radiologik paru yang ditemukan pada GNAPS ini sering sukar
dibedakan dari
bronkopnemonia, pnemonia, atau peradangan pleura, oleh karena
adanya ronki basah dan
edema paru. Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru
pada GNAPS biasanya
lebih cepat terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada
bronkopnemonia atau
pneumonia diperlukan waktu lebih lama, yaitu 2-3 minggu. Atas
dasar inilah kelainan
radiologik paru dapat membantu menegakkan diagnosis GNAPS
walaupun tidak
patognomonik. Kelainan radiologik paru disebabkan oleh kongesti
paru yang disebabkan
oleh hipervolemia akibat absorpsi Na dan air.
3.
Bagaimana mekanisme terjadinya hipertensi encefalopati?
Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi
yaitu hipertensi yang
disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah,
kesadaran menurun dan
kejang-kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan
ensefalopati hipertensi
berkisar 4-50%. Gejala dini hipertensi ensefalopati yang
merupakan gejala prodromal,
terjadi 12-48 jam sebelumnya adalah keluhan sakit kepala yang
makin lama makin hebat,
mual, muntah, dan gangguan penglihatan seperti kabur dan
diplopia bahkan sampai buta
sementara. Selanjutnya terjadi mental confusion, penurunan
kesadaran yang makin berat,
kejang umum atau fokal.Defisit neurologik fokal dapat dijumpai
misalnya hemiparesis,
afasia, refleks asimetri, dan nistagmus. Gejala neurologik fokal
tersebut bersifat
sementara. Bila kelainan tersebut menetap, maka diagnosis
hipertensi ensefalopati
dipertanyakan. Timbulnya hipertensi ensefalopati tidak hanya
ditentukan oleh derajat
-
5/20/2018 Lapsus Gna Ayu
40/40
40
hipertensi tapi juga oleh kecepatan peningkatan tekanan darah.
Pada penderita hipertensi
kronk, hipertensi ensefalopati (HE) timbul pada tingkat
hipertensi ang lebih tinggi karena
telah ada pergeseran autoregulasi pembuluh darah otak sedangkan
pada anak yang
normotensif gejala HE dapat timbul pada tingkat yang lebih
rendah. Pemeriksaan
funduskopi pada anak jarang memperlihatkan gambaran perdarahan
maupun edema papil.
Pemeriksaan punksi lumbal menunjukkan peninggian tekanan
intrakranial tetapi
komposisi cairan serebrospinal normal. Punksi lumbal tidak perlu
dilakukan pada
penderita HE kecuali bila dicurigai adanya perdarahan
intrakranial. Pemeriksaan EEG
dan foto kepala tidak membantu dalam menegakkan diagnosis HE
tetapi bisa untuk
menyingkirkan kelainan intrakranial yang lain. Dalam keadaan
meragukan, pemeriksaan
CT-Scan dan MRI dapat membantu diagnosis HE walaupun
penggunaannya masih sangat
terbatas. Pasien dengan gejala hipertensi ensefalopati
memerlukan terapi anti hipertensi
yang agresif. Anak yang datang dengan krisis hipertensi dimana
tekanan darah meningkat
tinggi secara tiba-tiba (>160/120 mmHg), diberi Calsium
Channel Blocker (Nifedipin
Sublingual) yang diberikan dengan dosis 0,1 mg/kgBB, dinaikkan
0,1 mg/kgBB/kali
setiap 5 menit pada 30 menit pertama. Lalu setiap 15 menit pada
1 jam pertama,
selanjutnya setiap 30 menit sampai tekanan darah stabil. Bila
sudah stabil, diberikan
Nifedipin rumat 0,2- 1 mg/kgBB/hari 3-4 x. Pengobatan lini kedua
adalah pemberian drip
Klonidin 0,002 mg/kgbb/8 jam dalam 100 ml Glukosa 5% (maksimal
0,006 mg/kgbb/8jam), ditambah Lasix 1 mg/kgbb/kali intravena dan
Captopril oral 0,3 mg/kgbb/kali
(maksimal 2 mg/kgbb/kali) 2-3 kali/hari. Bila tekanan darah
sudah stabil, drip Klonidin
dihentikan, Captopril tetap dilanjutkan. Dalam melakukan
evaluasi penderita hipertensi
ensefalopati perlu diingat bahwa yang terpenting adalah
secepatnya menurunkan tekanan
darah penderita. Tahapan penanggulangan hipertensi ensefalopati
adalah menurunkan
tekanan darah secepatnya dengan obat anti hipertensi parenteral
atau oral dan bila
hipertensi telah dapat diatasi dan telah stabil, pemberian obat
parenteral segera diteruskan
dengan obat per oral, mencari dan menanggulangi kelainan organ
target yang lain
misalnya kelainan jantung kongestif, dan menanggulangi etiologi
hipertensi.