Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. 1 Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan. 1 Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia. 1 Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel darah merah dan kehilangan darah. Gejala anemia disebabkan karena 1
35

Lapsus Erna

Oct 19, 2015

Download

Documents

eyulida
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.1 Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan.1 Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia.1 Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel darah merah dan kehilangan darah. Gejala anemia disebabkan karena berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan atau adanya hipovolemia. Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan, karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.1Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan penyakit kelainan hematologi autoimun yang relatif jarang terjadi namun cukup sering dijumpai dalam praktek klinis, sering idiopatik penyebabnya atau berhubungan dengan kelainan limfoproliferatif dan penyakit jaringan ikat. Insidensi AIHA diperkirakan 1 sampai 3 kasus per 100.000 penduduk per tahun dan lebih sering dijumpai pada wanita dari pada laki dengan perbandingan 2:1. Pada penderita AIHA, sel darah merah dibentuk secara normal namun mengalami proses destruksi di dalam sirkulasi. Kerusakan sel darah merah ini terjadi akibat adanya autoantibodi yang melekat pada permukaan eritrosit sehingga menyebabkan pecahnya eritrosit (hemolitik).2 Walaupun jarang dijumpai, AIHA merupakan penyakit hematologi yang penting. Penyakit ini menyebabkan berbagai morbiditas mulai dari gejala ringan hingga sindroma yang fatal.3AIHA biasanya idiopatik (tidak ditemukan penyebabnya) atau merupakan manifestasi sekunder seperti keganasan, gangguan jaringan ikat, infeksi, pengobatan, vaksinasi, HIV, Sindrom Mielodisplasia, atau graft versus host disease.4 Empat puluh empat persen kasus AIHA pada dewasa merupakan manifestasi sekunder dari penyakit lain, seperti penyakit autoimun dan keganasan.5 Oleh karena itu, penentuan tipe autoantibodi sangat diperlukan untuk menentukan diagnosis,.4Diagnosis dan pengobatan AIHA menjadi sangat sulit pada praktek klinis. Ketepatan diagnosis tergantung dari analisis patofisiologi dan hasil tes laboratorium yang dilakukan.6 AIHA sebaiknya diterapi oleh seorang ahli hematologi. Kortikosteroid dan pengobatan penyakit yang mendasari adalah terapi dasar untuk pasien AIHA. Terapi tranfusi pada AIHA harus menggunakan darah yang paling kompatibel.7 Walaupun begitu, pemberian transfusi pada anemia hemolitik masih menjadi perdebatan di kalangan ahli. Pada pasien dengan penyakit kritis, keadaan anemia yang berat harus segera diatasi dengan tindakan transfusi. Namun apabila anemia yang terjadi disebabkan proses hemolitik, transfusi merupakan tindakan yang kontroversial.8 Berikut dilaporkan sebuah kasus pasien dengan anemia hemolitik autoimun + sindrom dispepsia yang dirawat selama 10 hari di Ruang Penyakit Dalam Wanita RSUD Ulin Banjarmasin.

BAB IILAPORAN KASUS

Seorang wanita berusia 40 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan sakit kepala sejak 5 bulan SMRS. Sakit kepala terjadi pada sisi kepala kiri, berdenyut dan menyebar dari bagian depan hingga ke belakang kepala. Nyeri terasa seperti dipukul. Nyeri memberat saat pasien bangun tidur atau beraktivitas. Nyeri terasa setiap hari, hilang timbul dengan durasi 4-5 jam. Nyeri biasanya diawali dengan rasa silau di mata. Pada saat sakit kepala, mata pasien menjadi merah. Nyeri berkurang bila pasien meminum obat mixagrip namun kembali muncul beberapa jam kemudian.Pasien juga mengeluhkan kencingnya berwarna kuning seperti teh sejak 5 bulan yang lalu. Tidak ada nyeri pinggang atau nyeri pada perut bawah. Kencing tidak terasa panas atau nyeri. Tidak ada kencing pasir atau batu, dengan jumlah dan banyak kencing yang seperti biasa. Pasien juga mengalami demam sejak 5 bulan lalu yang turun naik namun tidak ada menggigil. Demam turun jika mengonsumsi obat dari puskesmas. Selain itu, kulit pasien menjadi kuning sejak 2 bulan lalu.Pasien mengaku menjadi lemas dan mudah lelah sejak 2 bulan lalu. Tidak ada sesak nafas, jantung terkadang terasa berdebar. Pasien tidak pernah pingsan namun seringkali tidak dapat bekerja karena rasa lelah dan sakit kepalanya memberat.Pasien juga merasa mual sejak 2 bulan yang ini. Mual tidak disertai muntah namun perut bagian atas pasien terasa sakit. Nyeri memberat saat pasien terlambat makan.. Selain itu, BAB pasien menjadi hitam. Pasien menyangkal adanya muntah darah. 5 bulan lalu pasien dirawat di rumah sakit Pulang Pisau karena malaria. Menurut pasien, dirinya sering bepergian ke hutan untuk mengantarkan makanan bagi para pendulang emas. Pasien saat itu mengeluh panas dan menggigil. Di RS Pulang Pisau, pasien didiagnosis mengalami malaria dan dirawat selama 7 hari. Pasien sempat menjalani tranfusi darah merah sebanyak 2 kantong karena didiagnosis kurang darah.Pasien kemudian pulang, namun pasien menjadi sering merasa sakit kepala dan kencingnya tetap berwarna merah. Pasien kemudian dibawa ke RS Doris Silvanus Palangkaraya. Di sana pasien mendapatkan obat dan keluhan sakit kepalanya berkurang. Namun, pasien menjadi semakin pucat dan mudah lelah sehingga kembali perlu ditranfusi. Ternyata menurut dokter di sana, tidak ada darah yang dapat ditranfusikan karena darah tidak cocok. Keluarga pasien mencoba mendonorkan darahnya, namun tetap tidak dapat ditranfusikan. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD Ulin setelah 1 minggu dirawat di Palangkaraya. Keluarga memiliki tidak memiliki riwayat serupa, riwayat hipertensi, kencing manis dan asma.Pada pemeriksaan, keadaan umum pasien tampak lemas dengan tanda vital yang normal. Pada pemeriksaan kepala, ditemukan konjungtiva yang pucat dan sklera ikterik. Pemeriksaan pulmo dan cor normal. Pada pemeriksaan abdomen, ditemukan pembesaran hepar 4 jari di bawah arcus costa (BAC) dan 2 jari bawah processus xiphoideus (BPX) dengan tepi tumpul. Lien teraba schuffner 2. Ditemukan nyeri tekan pada epigastrium dan hipokondriaka kanan. Pemeriksaan laboratorium di IGD menunjukkan adanya penurunan kadar Hb yang signifikan (Hb=5,8 g/dl) dengan MCV, MCH dan MCHC mengarah pada anemia makrositer (MVC=119,8 fl, MCH=37,4 pg dan MCHC=31,3 pg. Kadar leukosit dan tromobosit normal (Leukosit=4,9 ribu/ul dan trombosit=161 ribu/ul). Pasien saat itu membawa hasil USG, dan beberapa pemeriksaan crossmatching. Hasil USG menunjukkan adanya splenomegali ringan, penebalan dinding antrum dan organ hepar, empedu, pankreas, dan kedua ginjal normal. Hasil pemeriksaan crossmatching menunjukkan adanya incompatible minor dan mayor pada banyak produk darah. Di IGD, pasien didiagnosis dengan anemia makrositer. Pasien kemudian diberi cairan ringer laktat dan ranitidin sebagai terapi awal. Pasien juga dijadwalkan untuk dilakukan tranfusi saat masuk ruangan. Namun, seperti halnya di rumah sakit sebelumnya, tidak ada darah yang dapat dtranfusikan. Pasien kemudian diperiksa coombs test dan hasilnya positif. Berdasarkan hasil tes ini, disimpulkan bahwa pasien mengalami Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA). Pasien diberi terapi tambahan berupa tranfusi washed PRC, Metil prednisolon 3x125 mg, Asam traneksamat 3 x 1 ampul, asam folat 3 x 1 tablet, lansoprazol 2 x 1 tablet, dan ulsidex 3 x 1 tablet. Pasien mengalami perbaikan secara klinis sejak hari ke-empat perawatan. Sakit kepala berkurang, tidak ada mual dan muntah, namun masih terlihat pucat, Pasien kemudian di cek laboratorium setelah pemberian 2 kolf washed PRC dan masih anemia (kadar Hb=8,7 g/dl). Rencana tranfusi dilanjutkan dengan target Hb di atas 10 g/dl. Sayangnya, pasien meminta pulang pada hari ke 7 perawatan.

BAB IIIPEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien dengan identitas Ny. K berusia 40 tahun dirujuk dari rumah sakit Doris Silvanus dengan diagnosis anemia dengan inkompatibilitas mayor dan minor pada crossmatching.Pasien dirawat dengan keluhan nyeri kepala mulai tanggal 30 November 2013 di ruang Tanjung RSUD Ulin Banjarmasin. Pada kasus ini, berdasarkan data yang ditemukan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien maka diagnosis awal mengarah pada Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA). Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa keluhan utama pada kasus ini adalah pasien mengalami nyeri kepala, terus menerus yang memberat bila penderita bangun tidur atau beraktivitas sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh badannya lemas dan mudah lelah. Keluhan berkurang setelah pasien berobat ke RS Doris Silvanus dan menjalani perawatan.Selain itu, pasien juga mengalami demam tetapi tidak sampai menggigil. Makan dan minum berkurang bila dibandingkan saat pasien sehat. Berdasarkan riwayat penyakit dahulu diketahui jika os mempunyai riwayat malaria dan anemia sehingga mendapatkan tranfusi darah 2 kantong.Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 kali/menit, temperature, 37,70 C, dan respirasi 19 x/menit. Selain itu, didapatkan adanya konjungtiva pucat dan sklera yang ikterik. Kulit pasien juga berwarna kuning serta telapak tangan dan kaki yang pucat. Terdapat hepatomegali 4 cm bawah arcus costae (BAC) dan 2 cm bawah processus xyphoideus (BPX), tepi tepi tumpul, nyeri tekan (+). lien teraba Schuffner II, massa (-), dan yang lainnya dalam batas normal.Berdasarkan data yang diperoleh pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut didapati gejala anemia, khususnya anemia hemolitik. Kecurigaan anemia didasarkan atas adanya gejala lemah, pucat, jantung berdebar dan nyeri kepala. Penderita juga mengalami ikterik, hepatomegali, dan splenomegali yang mengarah pada anemia hemolitik. Pada anamnesis, tidak didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan maupun riwayat keluarga yang memiliki penyakit yang sama.Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan, karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.9,10Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor3: Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif)Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/ atau infark miokard).3Untuk mengetahui penyebab anemia pada pasien, diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding dan mengetahui etiologi yang mendasari anemia. Terdapat dua pendekatan dalam menentukan penyebab anemia3: Pendekatan kinetikPendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb. Pendekatan morfologiPendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV) dan respons retikulosit.Pendekatan kinetikAnemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen3: Berkurangnya produksi sel darah merah Meningkatnya destruksi sel darah merah Kehilangan darah.Berkurangnya produksi sel darah merahAnemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah3:1. Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defisiensi Fe)2. Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia, infl itrasi tumor)3. Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)4. Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme])5. Anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari ma-krofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit berkurangnya masa hidup erirosit.Peningkatan destruksi sel darah merahAnemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110- 120 hari.2 Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari.3,11Pendekatan morfologiPenyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai volume 80-96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik.12 Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefi sien variasi volume sel darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel.3Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi3: Anemia makrositik Anemia mikrositik Anemia normositik Anemia makrositikAnemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia makrositik dapat disebabkan oleh5: Peningkatan retikulositPeningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkat-an MCV Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea) Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut) Penggunaan alkohol_ Penyakit hati_ Hipotiroidisme.Anemia mikrositikAnemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom3: Berkurangnya Fe: anemia defi siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defisiensi tembaga. Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dandidapat. Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.Anemia normositikAnemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini dapat disebabkan oleh3: Anemia pada penyakit ginjal kronik. Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik. Anemia hemolitik:_ Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell). _ Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroan-giopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).Dalam pemeriksaan laboratorium tanggal 30 November 2013, didapatkan kadar Hb yang rendah (5,8 g/dl) dengan penurunan jumlah eritrosit dan hematokrit (Eritrosit = 1,55 juta/ul dan Ht = 18,5%). Berdasarkan hasil MCV, MCH dan MCHC, pasien mengalami anemia makrositer (MCV=119,8 fl, MCH=37,4 pg dan MCHC=31,3 %). Namun, hasil ini tidak disertai dengan pemeriksaan morfologi darah tepi untuk memperkuat diagnosis ini. Padahal, pemeriksaan darah lengkap dengan automatic blood counter saja tidak dapat mendeteksi beberapa kelainan darah. Pada tanggal yang sama, pemeriksaan RDW-CV menunjukkan peningkatan (RDW-CV=21,6%). Beberapa hasil ini mempersempit penyebab anemia menjadi Defisiensi B12, folat, anemia hemolitik autoimun, cold aglutinin disease, penyakit tiroid, alkohol.

Gambar 3.1 Diagnosis Anemia berdasarkan MCV dan RDWUntuk menyingkirkan beberapa diagnosis banding di atas, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa hitung retikulosit. Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia.

Gambar 3.2 Algoritma Diagnosis Anemia Makrositik berdasarkan hasil RetikulositFaktor lain yang mempengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Sayangnya, pemeriksaan hitung retikulosit tidak dilakukan pada pasien ini.Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan uji Coombs. Coombs test dapat menunjukkan adanya antibodi atau komplemen pada permukaan sel darah merah dan merupakan tanda dari hemolisis autoimun.14 Ada 2 jenis Coombs test yang dapat digunakan, yaitu:1. Direct Antiglobulin Test (direct Coombs test) Sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau antibody monoclonal, terhadap berbagai immunoglobulin dan fraksi komponen, terutama IgG dan C3D. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3D maka akan terjadi aglutinasi. 2. Indirect Antiglobulin Test (indirect Coombs test) Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum passion direaksikan dengan sel-sel reagen. Immunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi.6

Gambar 3.3 Gambaran Mekanisme Coombs Test pada AIHASetelah diagnosis AIHA dapat ditegakkan, diperlukan analisis lanjutan untuk menentukan tipe AIHA yang diderita oleh pasien. Hal ini penting untuk menentukan pemberian terapi pada penderita. Pasien mengalami AIHA tipe hangat karena adanya gejala yang tersamar, gejala anemia perlahan, adanya ikterik, demam, urin berwarna gelap, splenomegali, hepatomegali dan anemia berat (Hb