LAPORAN KASUS BEDAH UROLOGIBenign Prostatic Hyperplasia dengan
Vesicolithiasis
Pembimbing:Dr. Isdiyanto, Sp.U
Disusun Oleh :KARTIKA HERMAWAN03010149
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHRUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR.
MINTOHARJOPERIODE 2 JUNI 16 AGUSTUS 2014FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTA2014LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS BEDAH UROLOGI BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN
VESICOLITHIASIS
Diajukan untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik Ilmu
Bedahperiode 2 Juni 16 Agustus 2014di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.
Mintoharjo
Disusun oleh:Kartika Hermawan030.10.149Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti
Jakarta, 4 Agustus 2014Pembimbing
dr. Isdiyanto, Sp.UDAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN2DAFTAR ISI3BAB I PENDAHULUAN4BAB II LAPORAN
KASUS2.1 Identitas Pasien52.2 Anamnesis52.3 Pemeriksaan Fisik72.4
Pemeriksaan PenunjangLaboratorium9USG Abdomen102.5 Diagnosis112.6
Penatalaksanaan112.7 Follow-Up12BAB III TINJAUAN PUSTAKA3.1
Hematuria153.2 Anatomi Kelenjar Prostat163.3 Benign Prostate
Hyperplasia183.4 Batu Buli-Buli30BAB IV PEMBAHASAN31BAB V
KESIMPULANDAFTAR PUSTAKA
BAB IPENDAHULUANSeorang pria berusia 75 tahun datang ke UGD RSAL
dr. Mintoharjo dengan keluhan buang air kecil berwarna merah yang
disertai sakit saat sedang berkemih. Setelah dilakukan anamnesis
lebih lanjut didapatkan pasien juga mengalami lower urinary tract
symptoms serta mengkonsumsi obat aspilet. Pada pemeriksaan fisik,
pasien memiliki hipertensi grade 2 menurut JNC 7, dan ditemukan
prostat yang membesar pada pemeriksaan rectal toucher. Setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu USG, terlihat adanya
perbesaran ukuran prostat dan batu pada buli-buli pasien. Diagnosis
pasien berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang adalah BPH, vesicolithiasis, dan hipertensi
grade 2. Karena memenuhi indikasi operasi maka tatalaksana pada
pasien ini adalah dengan melakukan transurethral resection of the
prostate (TURP) untuk mengurangi massa prostat dan open
vesicolithotomy untuk mengevakuasi batu pada buli-buli pasien. Dari
hasil follow-up post operasi, hal yang signifikan adalah terjadinya
prolonged hematuria. Namun, komplikasi tersebut akhirnya dapat
teratasi dengan baik.
BAB IILAPORAN KASUS2.1 IDENTITAS PASIENNama : Tn. MUmur : 75
tahunAlamat : Komp. AL Cakrawala II G/4 RT04/07. JakartaJenis
Kelamin : Laki-lakiStatus perkawinan : KawinPekerjaan :
Purnawirawan TNI-ALAgama : IslamTanggal masuk UGD : 6 Juni 2014
pukul 00.45
2.2 ANAMNESISDilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
dengan istri pasien pada hari Rabu tanggal 11 Juni 2014 jam
06.10Keluhan UtamaBuang air kecil berwarna merah sejak satu minggu
sebelum masuk rumah sakit.Keluhan TambahanSakit saat buang air
kecil.Riwayat Penyakit SekarangSeminggu yang lalu, pasien mengeluh
buang air kecil berwarna merah. Pasien ke apotek dan diberi obat
Enatin. Setelah minum obat tersebut, keluhan membaik dan urin
berwarna kekuningan. Seminggu kemudian, pasien kembali menemukan
urinnya berwarna merah selama berkemih dan mengeluh nyeri ketika
berkemih. Sudah beberapa tahun pasien sering terbangun 3-4 kali
pada malam hari untuk berkemih, pancaran urin lemah, sering sulit
memulai miksi, dan urin keluar sedikit-sedikit. Apabila didiamkan,
pasien mengaku melihat endapan berwarna kecoklatan pada urinnya.
Riwayat Penyakit DahuluPasien pernah mengalami serangan jantung
pada tahun 2003 dan stroke pada tahun 2012Riwayat KebiasaanPasien
mengaku kurang minum ( 40 tahun menurut guidelines dari European
Association of Urology tahun 20144 :
Algoritma penanatalaksanaan LUTS dengan medikamentosa/terapi
konservatif menurut guidelines dari European Association of Urology
tahun 20144:
Watchful waitingPasien hanya dberi penjelasan mengenai sesuatu
hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangen
mengkonsumsi kopi/alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi
makanan/minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), batasi
penggunaan obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan kencing terlalu
lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan
ditanya keluhannya yang mungkin menjadi lebih baik (sebaiknya
menggunakan skor baku), di samping itu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk
memilih terapi yang lain.
MedikamentosaTujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk:
(1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik , dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/DHT
melalui penghambat 5-reduktase. Selain kedua cara di atas, sekarang
masih banyak dipakai obat golongan fitofarmaka yang mekanisme
kerjanya masih belum jelas.Algoritma penatalaksanaan LUTS yang
refrakter terhadap terapi konservatif atau pada kasus-kasus dengan
indikasi operasi absolut menurut guidelines dari European
Association of Urology tahun 2014. Skema ini diatur berdasarkan
kemampuan pasien untuk mendapatkan anestesia, risiko
kardiovaskular, dan besar prostat.4:
OperasiPembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang: (1)
tidak menunjukan perbaikan setelah terapi medikamentosa, (2)
mengalami retensi urin, (3) infeksi saluran kemih berulang, (4)
hematuria, (5) gagal ginjal, (6) dan timbulnya batu saluran kemih
atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah.
Pembedahan terbukaBeberapa macam teknik operasi prostatektomi
terbuka adalah metode dari Millin, yaitu melakukan enukleasi
kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika., Freyer
melalui pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal.
Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar
(>100 gram), keberadaan divertikel buli-buli yang akan dilakukan
divertikulektomi, batu buli-buli besar yang tidak dapat dilakukan
fragmentasi transuretra dengan mudah, memiliki kondisi ortopedik
yang mencegah posisi yang layak untuk TURP, pasien dengan kondisi
uretra tertentu (striktur uretra, riwayat koreksi hipospadia), dan
keberadaan hernia inguinalis yang disebabkan BPH. Kontraindikasi
dari pembedahan terbuka adalah small fibrous gland, keberadaan
kanker prostat, dan riwayat prostatektomi atau pembedahan di daerah
pelvis yang mungkin menutup akses ke kelenjar prostat. Penyulit
yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah
inkontinensia urin (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd
(60-80%), dan kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan
dengan TURP dan BNI, penyulit yang terjadi berupa striktura uretra
dan ejakulasi retrograd lebih banyak dijumpai pada prostatektomi
terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100% dan angka
mortalitas sebanyak 2%. Pembedahan endourologi TURP (Transurethral
resection of the prostate)Reseksi kelenjar prostat dilakukan
transuretra dengan mempergunakan cairan irigan agar daerah yang
akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
yang dipergunakan adalah berupa larutan non-ionik agar tidak
terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering
dipakai adalah H2O steril (aquades). Salah satu kerugian aquades
adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke
sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada
saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal
dengan nama sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang
mulai gelisah, somnolen, tekanan darah meningkat, dan bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang
akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma
TURP adalah sebesar 0,99%.Untuk mengurangi resiko terjadinya
sindroma TURP, operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan
reseksi lebih dari 1 jam. Di samping itu beberapa operator memasang
sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan
dapat mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan
cairan non ionik lain selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi
resiko hiponatremia pada TURP, tetapi karena harganya cukup mahal
beberapa klinik urologi di Indonesia lebih memilih pemakaian
aquades sebagai cairan irigasi. Selain sindroma TURP beberapa
penyulit bisa terjadi pada saat operasi (perdarahan, perforasi
kapsul prostat, perforasi sinus venosus prostat), pasca bedah dini
(perdarahan, infeksi lokal/sistemik), maupun pasca bedah lanjut
(inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, striktura
uretra). Pada BPH yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran
lobus medius, dan pada pasien yang umurnya masih muda hanya
diperlukan insisi kelenjar prostat atau TUIP (transurethral
incision of the prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI
(bladder neck incision). Sebelum melakukan tindakan ini harus
disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat dengan melakukan
colok dubur, melakukan pemeriksaan ultrasonografi transrektal, dan
pengukuran kadar PSA. Elektrovaporasi prostatCara elektrovaporasi
prostat adalah sama dengan TURP hanya saja teknik ini memakai
roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup
kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik
ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat
operasi, dan masa mondok di rumah sakit lebih singkat. Namun teknik
ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (