BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI Apendisitis adalah radang yang timbul pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. 1 Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Apendisitis perforasi terjadi ketika sekresi mukus terus berlanjut, dan tekanan dalam ruang appendiks terus meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, bakteri menembus dinding apendiks, lalu arteri terganggu dann terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene dan pecahnya dinding apendiks yang telah rapuh. 1 II. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX Gambar 1. Letak anatomi Appendix vermicularis 8
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Apendisitis adalah radang yang timbul pada apendiks dan merupakan salah
satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.1 Infeksi menyebabkan
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi
trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Apendisitis perforasi
terjadi ketika sekresi mukus terus berlanjut, dan tekanan dalam ruang appendiks
terus meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, bakteri
menembus dinding apendiks, lalu arteri terganggu dann terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangrene dan pecahnya dinding apendiks yang telah
rapuh. 1
II. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX
Gambar 1. Letak anatomi Appendix vermicularis
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara
Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada
Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi
dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses
perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan
8
bawa h perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena
itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.2
Gambar 2. Appendix vermicularis
Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran
histologis Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada
submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul
limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa. 2
Gambar 3. Potongan transversa Appendix
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan
rata-rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia
caealis pada dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang
9
terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi
lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 2
Gambar 4. Variasi lokasi Appendix vermicularis
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix
merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu
predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya. 2
III. EPIDEMIOLOGI
Peradangan pada appendix ini dapat ditemukan pada masyarakat dari
berbagai usia, dan juga dari berbagai kalangan yang berbeda pula. Terdapat
sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6 – 10 tahun. Di Indonesia sendiri
belum ada data pasti yang menyatakan jumlah insiden appendicitis, namun insiden
terbanyak terjadi pada usia 10 – 30 tahun, dengan jumlah penderita pria lebih
banyak daripada wanita. Walaupun appendicitis ini dapat ditemukan pada
berbagai usia, namun angka komplikasi tertinggi ada pada penderita pada rentang
usia muda (anak – anak) dan usia tua, di mana angka komplikasi berupa perforasi
appendix diikuti dengan peritonitis generalisata cukup tinggi. 1
10
Insiden di negara maju lebih tinggi dibandingkan dengan di negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara
bermakna. Kejadian ini diduga karena meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menu sehari-hari. Insidensi pada laki-laki dan perempuan
umumnya sebanding. Kecuali pada umur 20-30 tahun insidensi pada laki-laki
lebih tinggi. 1
IV. ETIOLOGI
A. Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak
dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix.
Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa
Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian,
gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik,
baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba,
Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis
juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles,
chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada
pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar
yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor
carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200
tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis
adalah trauma, stress psikologis, dan herediter. 1,3
11
Gambar 5. Appendicitis (dengan fecalith)
B. Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix
normal. Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan
bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi
Appendix yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang
menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan
tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan
peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa
dan Appendicitis perforata. 1,3
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada
Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri
yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi
dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,3,4
C. Peranan lingkungan: diet dan higiene
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat
dengan kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan
berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit
Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di
atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan
serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada
12
perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai
kecenderungan untuk timbul fecalith. 1,3
V. PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. 1,3
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi
normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan
meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang
akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-
samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 1,3
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari
pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan
tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat
menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat.
Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata.
Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada
regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 1,3,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap
kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan
arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami
kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan
vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark
di batas antemesenterik. 1,2,6,7
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala
gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan
kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis Apendisitis, khususnya pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
13
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah
timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,
terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal
tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya,
peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi
Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark,
dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti
demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena
iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix
berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc
Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului
nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di
pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau
pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau
pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat
penyebaran infeksi Apendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau
nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah
perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut.
Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC,
leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat
tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48
jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi
14
tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak
yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess
tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat
pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat
iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya
abscess pelvis.6
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. 1,3
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 1,3
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang. 1,3
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 1,3
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
15
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. 1,3
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 1,3
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 1,3
VI. GAMBARAN KLINIS
Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah dan anoreksia.
Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat
bila berjalan atau batuk. Nyeri menetap dan terus menerus, tapi tidak begitu berat
dan diikuti dengan kejang ringan didaerah epigastrium, kadang diikuti pula dengan
muntah, kemudian beberapa saat nyeri pindah ke abdomen kanan bawah. Nyeri
menjadi terlokalisir, yang menyebabkan ketidakenakan waktu bergerak, jalan atau
batuk. Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix,
biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh
meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Apendisitis. Pada
75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja.
Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya
gejala Apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah
mendahului nyeri perut, maka diagnosis Apendisitis diragukan. Muntah yang
timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. Penderita
16
kadang juga mengalami konstipasi. Sebaliknya karena ada gangguan fungsi usus
bisa mengakibatkan diare, dan hal ini sering dikacaukan dengan gastroenteritis
acute. Penderita appendicitis acute biasanya ditemukan ditemukan terbaring di
tempat tidur serta memberkan penampilan kesakitan. Mudah tidaknya gerakan
penderita untuk menelentangkan diri merupakan tanda ada atau tidaknya rangsang
peritoneum ( somatic pain). 3,4
Pemeriksaan pada abdomen kanan bawah, menghasilkan nyeri terutama bila
penderita disuruh batuk.. Pada palpasi dengan satu jari di regio kanan bawah ini,
akan teraba defans musculer ringan . Tujuan palpasi adalah untuk menentukan
apakah penderita sudah mengalami iritasi peritoneum atau belum. Pada
pemeriksaan auskultasi, peristaltik usus masih dalam batas normal, atau kadang
sedikit menurun. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 7,8 derajat Celcius, pada kasus
appendix yang belum mengalami komplikasi. Nyeri di epigastrium kadang
merupakan awal dari appendicitis yang letaknya retrocaecal/ retroileal Untuk
appendix yang terletak retrocaecal tersebut, kadang lokasi nyeri sulit ditentukan
bahkan tak ada nyeri di abdomen kanan bawah. Karena letak appendix yang dekat
dengan uretra pada lokasi retrocaecal ini, sehingga menyebabkan frekuensi urinasi
bertambah dan bahkan hematuria. Sedang pada appendix yang letaknya pelvical,
kadang menimbulkan gejala seperti gastroenteritis akut. 3,4
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan: 3,4
A. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
B. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis;
C. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan: 3,4
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
17
Untuk appendisitis akut yang telah mengalami komplikasi, misal perforasi,
peritonitis dan infiltrat atau abses, gejala klinisnya seperti dibawah ini : 3,4
1. Perforasi :
Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah
dahsyat dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3oC). Jumlah
lekosit yang meninggi merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.
2. Peritonitis :
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang
telah mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak
lanjut daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans
musculer yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan
gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-gejala
sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.
3. Abses / infiltrat :
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan
bawah. Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah “walling off”
(pembentukan dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah
massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Massa mula-mula bisa
berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan
USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini,
beberapa ahli menganjurkan antibiotika dulu, setelah 6 minggu kemudian
dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi.
1. ANAMNESIS
Nyeri / Sakit perut
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut ( tidak
pin-point). Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa
bila telah terjadi inflamasi ( > 6 jam ) penderita dapat menunjukkan letak nyeri,
karena bersifat somatik. 3,4
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap pasien dengan
gejala nyeri abdomen yang belum pernah mengalami apendektomi seharusnya
18
dicurigai menderita apendisitis. Pasien dapat menerangkan dengan jelas permulaan
gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Pasien dapat
menunjuk dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang pernah nyeri
dan sekarang dimana yang nyeri. 3,4
Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis terpimpin seperti misalnya: 3,4
a. Bagaimana hebatnya nyeri ?
b. Apakah nyerinya sampai menyebabkan pasien tidak dapat beraktivitas?
c. Apakah pasien dapat tidur seperti biasa semalam ?
d. Apakah pagi ini makannya baik dan cukup seperti biasa ?
Beberapa pasien dapat menentukan dengan tepat waktu mulainya nyeri yang
dihubungkan dengan peristiwa tertentu, umpamanya nyeri sesudah makan malam,
sesudah berolah raga atau sesudah bangun tidur. Pasien dapat menunjukkan dan
menceritakan perjalanan rasa nyeri, kadang-kadang perlu juga bantuan informasi
dari orang lain. 3,4
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin
lama makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya
kontraksi apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding
apendiks yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu
nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus
dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks
dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan
dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri
di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan
menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri
somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan
sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk
ataupun berjalan kaki. 3,4
Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi N.Vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini
19
tidak ada maka diagnosis apendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75%
penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan
kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila
peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria. 3,4
Obstipasi karena penderita takut mengejan
Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada
letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rectum. 3,4
Demam(infeksi akut) bila timbul komplikasi
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 -
38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi. 3,4
Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik
yang beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang
mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah
tersebut, apendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung,
apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan apendiks
retroileal bisa menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri
spermatika dan ureter . 3,4
2. PEMERIKSAAN FISIS
Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada
tempat yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah.1
a. Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,
kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada
appendikuler abses. 3,4
b. Palpasi
Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang
mempunyai suhu yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup
dipanaskan dengan menggosok-gosok tangan dengan pakaian penderita. Tangan
yang dingin akan merangsang otot dinding abdomen untuk berkontraksi sehingga
sulit menilai keadaan intraperitoneal. Terkadang kita perlu melakukan palpasi
20
dengan tangan anak itu sendiri untuk mendapatkan otot abdomen yang tidak
tegang. Abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat
yang jauh dari lokasi nyeri. Umpamanya mulai dari kiri atas, kemudian secara
perlahan-lahan mendekati daerah kuadran kanan bawah. Palpasi dengan
permukaan dalam (volar) dari ujung-ujung jari tangan, dengan tekanan yang
ringan dapat ditentukan adanya nyeri tekan, ketegangan otot atau adanya tumor
yang superfisial. Waktu melakukan palpasi pada abdomen anak, diusahakan
mengalihkan perhatiannya dengan boneka atau usaha yang lain, sambil
memperhatikan ekspresi wajahnya. Hindari gerakan yang cepat dan kasar karena
hal ini akan menakuti anak dan membuat pemeriksaan nyeri tekan tidak mungkin
dilakukan. 3,4
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah : 3,4
Nyeri tekan (+) Mc.Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc
Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. 3,4
Nyeri lepas (+) rangsangan peritoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat
dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-
tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam
di titik Mc Burney. 3,4
Defans muskular (+) rangsangan m.Rektus abdominis
Defans muskular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. 3,4
Rovsing sign (+)
Penekanan perut sebelah kiri dan yang nyeri sebelah kanan, karena tekanan
merangsang peristaltik dan udara usus , sehingga menggerakan peritoneum sekitar
appendik yang meradang (somatik pain). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di
kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian
kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena
iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. 3,4
21
Psoas sign (+)
Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum: 3,4
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan