LAPORAN KASUS Bayi Kurang Bulan (BKB)-Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) Sesuai Masa Kehamilan (SMK) + Respiratory Distress e.c Hialin Membrane Disease (HMD) + (SNAD) + Hipotermia + Suspect Sepsis Neonatus Awitan Dini + Riwayat Asfiksia Berat Oleh I Nyoman Ardi Widiatmika (H1A010042) Ida Ayu Arie Krisnayanti (H1A010038) Sumantara Raharja Wa’as ( H1A008021) Pembimbing dr.I Ketut Adi Wirawan, Sp.A
121
Embed
Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUSBayi Kurang Bulan (BKB)-Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Sesuai Masa Kehamilan (SMK) + Respiratory Distress e.c Hialin Membrane Disease (HMD) + (SNAD) + Hipotermia + Suspect Sepsis
• Tanggal Pemeriksaan : 7 September 2015 (18.00 WITA)
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Cara Persalinan : Spontan, Manual aid
• BBL : 1100 gram
• A – S : 1-3
• No. RM : 065003
• Diagnosis masuk: BBLSR dan Asfiksia berat
Identitas Keluarga
Ibu Ayah
Nama Ny.R Tn. S
Umur 25 Th 31 Th
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan IRT Swasta
Alamat Janapria Janapria
Keluhan Utama :
•BBLSR, asfiksia berat, dan hipotermia.
•Riwayat Penyakit SekarangBayi perempuan lahir di Poned IGD RSUD Praya
pada hari senin, 7 September 2015 pukul 07.00 WITA. Bayi dilahirkan secara manual aid indikasi sungsang dengan A-S 1-3. Bayi masuk NICU post resusitasi dengan terbungkus plastik keadaan umum lemah, merintih, tampak sesak, tubuh kemerahan ekstremitas biru dan teraba dingin serta tidak bergerak aktif.
Keluhan Utama :
• HPHT 18-02-2015, HTP 25-11-2015, UK 28-29 minggu.
• USG (-) • ANC 6x puskesmas/polindes. Tidak
ada masalah selama kehamilannya, tidak pernah mengalami sakit
• Minum pil penambah darah dan vitamin, karena anemia.
• 2 kali imunisasi TT.• Riw. keputihan serta nyeri BAK • Riw. Perdarahan sebelum
melahirkan• KPD (-)• Riw Trauma (-)
Riwayat Penyakit Ibu
• Riwayat Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), hepatitis B (-), TB (-), penyakit jantung (-), asma (-).
Riwayat Persalinan
• Ibu pasien mengalami perdarahan saat sedang mencuci, yaitu pada hari senin tanggal 7 September 2015 jam 10.00 WITA. Ibu mengaku perdarahan sedikit-sedikit sampai 1 kain, riwayat ketuban pecah (-). Kemudian ibu dibawa ke puskesmas, oleh bidan puskesmas ibu disarankan pulang beristirahat dan apabila perdarahan lagi atau dirasakan nyeri perut yang menjalar ke pinggang ibu segera kembali ke puskesmas. Pada pukul 14.30 ibu merasakan sakit perut menjalar ke pinggang semakin hebat kemudian ibu ke Puskesmas, dari puskesmas ibu dirujuk ke RSUD Praya. Bayi lahir pukul 17.00 secara manual aid, diikuti placenta langsung keluar tanpa melalui MAK III, air ketuban jernih. Bayi tidak langsung menangis, kebiruan, berat bayi ketika lahir 1100 gram, panjang badan 38 cm LK:26 , anus (+), Apgar skor 1-3 ; 3-5 riwayat pemberian dexametason (-)
Ke Puskesmas (KIE bila perdarahan/nyeri perut
kembali ke PKM
perdarahan saat sedang mencuci sedikit-sedikit sampai 1 kain (10.00)
(14.30) ibu merasakan sakit perut menjalar ke
pinggang semakin hebat
puskesmas ibu dirujuk ke RSUD
Bayi tidak langsung menangis, kebiruan,
BBL: 1100 gram, PB 38 cm LK:26cm , anus
(+),Apgar skor 1-3 ;3-5 riwayat pemberian
dexametason (-)
diikuti placenta langsung keluar tanpa
melalui MAK III, air ketuban jernih
Bayi lahir pukul 17.00 secara manual aid
Diagnosis Ibu
•G1P0A0H0 UK 28-29 Minggu T/H/IU dengan Antepartum Bleeding (APB) susp. Solutio Placenta
kiri tampak simetris, tidak ditemukan deformitas, konsistensi lunak, recoil kurang.
• Sekret: tidak ditemukan adanya sekret pada telinga kanan dan kiri
Leher • Massa (-), Pembesaran KGB superficial leher bagian servikal, mastoideal dan parotideal (-), pembesaran KGB Supraklavikula (-)
Mulut• Bibir: mukosa bibir
berwarna kemerahan, sianosis (-), stomatitis angularis (-)
• Lidah : atrofi papil lidah (-)
• Hidung • Bentuk : hidung
tampak simetris• Pernafasan cuping
hidung: (+)
ThoraxPulmo
• I: pergerakan simetris, tampak retraksi subcostal (+) retraksi intercosta (+), areola mama agak menonjol bantalan 1-2 mm
• Palpasi: pergerakan simetris, tidak ada ketertinggalan,
• Perkusi: Sulit di evaluasi• A : bronkovesikuler (+/+),
rhonki basah halus (+/+), wheezing (-/-)
Cor• Inspeksi: Pulsasi iktus kordis
tampak• Palpasi: Sulit di evaluasi• Perkusi: Sulit di evaluasi• Auskultasi Cor : S1 dan S2 tunggal,
Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
•Inspeksi: distensi (-), massa (-), hernia umbilikalis (-), omfalochele (-)
•Auskultasi: Bising usus normal•Perkusi: Timpani di semua kuadran•Palpasi: massa (-), turgor normal, hepar lien dan ren tidak teraba
Ekstremitas
Tungkai Atas Tungkai Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat - - - -
Edema - - - -
Pucat - - - -
Sianosis - - - -
Ikterus - - - -
Permukaan Plantar - - Garis kaki pada satu per tiga bagian anterior
Garis kaki pada satu per tiga bagian anterior
•Tali pusat : segar (+), tampak basah (+)•Kulit: Merah halus tampak gambaran vena, Pucat (-), pustula (-), ruam (-), kulit tampak kering (-), lanugo (+) halus minimal pada daerah punggung bagian atas
•Urogenitalia: labia minora belum ditutupi labia mayora.
UK 28-29minggu, riwayat perdarahan (+), lahir spontan manual aid, placenta langsung lahir tanpa MAK 3. Faktor risiko infeksi mayor (-), infeksi minor : asfiksia (+) (AS 1-3; 3-5), keputihan (+), dan suspek ISK (+), BBLSR (+), UK < 37 minggu
lahir tidak menangis, sianosis, A-S : 1-3;3-5 BBL; 1100 g, PB: 38 cm LK: 26 dan hipotermi, Riw. pemberian dexametason (-). Bayi masuk NICU post resusitasi dengan terbungkus plastik keadaan umum lemah, merintih, tampak sesak, tubuh kemerahan dan teraba dingin serta tidak bergerak aktif.
BKB-BBLSR-SMK dengan RDS + susp SNAD + Riw. Asfiksia Berat + ikterus kremer 2
P. Tatalaksana Benutrion 10 cc Sonde 1-2 cc @6jam D10% 5 ttsµ/m Ampicillin iv 2x50 mgGenta inj 1x5mgCek DL Bilirubin
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Daftar Masalah
• UK : 28-29 minggu, BBLSR 1100 gr• Sesak, riwayat lahir tidak langsung menangis, sianosis, (AS : 1-3;3-5)• Faktor risiko minor : keputihan, nyeri BAK susp. ISK, BBLSR, UK < 37 minggu• Pada pemeriksaan fisik : letargi, hipotermia, merintih, (terpasang CPAP), retraksi
subcostal dan intracostal (+), rhonki basah halus (+/+)• Berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah neonatus dengan berat badan
lahir pada saat kelahiran kurang dari 1500 gr tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Bayi baru lahir ditimbang segera setelah badannya dikeringkan dari air ketuban atau paling lambat sampai berumur 1 hari (Hassan, 1985). Pada kasus, berat lahir pasien adalah 1100 gram, dari pengertian diatas, pasien termasuk bayi BBLSR. Jika dilihat dari masa gestasinya, pasien termasuk kedalam bayi BBLSR tipe prematuritas murni hal ini dikarenakan usia kehamilan yaitu 28-29 minggu. Berdasarkan usia kehamilan dan berat lahir tersebut, dikonfirmasi dengan kurva Lubchenco, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien merupakan bayi kurang bulan berat badan lahir sangat rendah sesuai masa kehamilan (BKB- BBLSR-SMK).
• Bayi lahir prematur yang sesuai dengan umur kehamilan pretermnya biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat ketidakmampuan uterus untuk mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan (Winkjosastro, 2008). Pada kasus ini, faktor resiko yang kemungkinan menyebabkan yaitu dari faktor ibu dimana pada ibu mengalami APB oleh karena kecurigaan solusio plasenta, hal ini didukung dengan lahirnya plasenta tanpa management aktif kala III .
• Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain: hipotermia, hipoglikemia, gangguan cairan dan elektrolit, hiperbilirubinemia, asfiksia, paten duktus arteriosus, infeksi, perdarahan intraventrikuler, Apnea of Prematurity, dan anemia. Pada kasus diatas, komplikasi yang menyertai BKB SMK BBLSR yaitu asfiksia berat dimana pasien ketika lahir memiliki A-S 1-3 pada 5 menit pertama. Hal ini masuk dalam salah satu kriteria asfiksia perinatal menurut AAG dan ACOG sebagai berikut :
• Asidemia metabolik atau campuran ( metabolik dan respiratorik) pH < 7 pada sampel darah yang diambil dari vena umbilikus
• Nilai apgar score 0-3 pada menit ke 5• Manifestsi neurologi pada BBL segera termasuk kejang, hipotonia, koma
atau ensefalopati hipoksik iskemik• Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode BBL
Asfiksia perinatal dapat disebabkan oleh :
•Faktor Ibu •Faktor Plasenta•Faktor Fetus•Faktor Neonatus
• Faktor risiko yang paling besar dapat menyebabkan asfiksia perinatal pada kasus ini yaitu factor neonatus pada bayi ini lahir preterm. Hal ini mengarah pada keadaan Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang Dimana organ-organ tubuh bayi belum siap untuk melakukan fungsinya secara mandiri, salah satunya yang paling dapat menyebabkan asfiksia yairu pengembangan paru akibat belum terbentuknya surfaktan oleh pneumosit alveolar tipe II pada usia kehamilan 28-29 minggu. Akibat defisiensi sintesis atau pelepasan surfaktan akan terjadi atelektasis, mengakibatkan adanya perfusi pada alveolus tetapi tidak ada ventilasi dan menyebabkan hipoksia. Pengurangan kelenturan paru, volume tidal yang kecil, kenaikan kerja pernafasan dan ventilasi alveoler yang tidak cukup akhirnya mengakibatkan hiperkarbia. Kombinasi antara hiperkrbia, hipoksia dan asidosis menghasilkan vasokonstriksi arteri pulmonalis dengan peningkatan shunt dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, duktur arteriosus, dan dalam paru-paru itu sendiri. Hal ini sesuai dengan Skor Down 7 yang didapatkan pada bayi termasuk dalam keadaan gawat napas. Dimana pada bayi juga didapatkan tonus otot buruk, sianosis berat,hipotermi dan refleks iritabilitas tidak ada.
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap walaupun diberi O2
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi beratAir Entry Udara masuk
bilateral baikPenurunan ringan udara
masukTidak ada udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop
Dapat didengar tanpa alat bantu
Keterangan:
0-4 : Distress Napas Ringan; membutuhkan O2 nasal atau headbox
4-7 : Gawat napas; membutuhkan Nasal CPAP>7 : Ancaman Gagal Napas; membutuhkan Intubasi (perlu diperiksa Analisa Gas Darah/AGD
• Apgar score 1-3 pada 5 menit pertama menunjukkan bayi memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian O2 terkendali. Langkah awal resusitasi yang telah dilakukan pada pasien ini yaitu memberikan kehangatan (normotermia 36,5°-37,5°C), memposisikan bayi dan membuka/membersihkan jalan napas, mengeringkan, dan stimulasi. Kemudian dilakukan penilaian dan didapatkan adanya kesulitan nafas dan sianosis sehingga pasien dipertimbangkan untuk dilakukan monitoring saturasi oksigen dan pemasangan CPAP.
• Penyulit lain BBLSR pada pasien ini yaitu hipotermi. Hipotermi adalah keadaan dimana suhu tubuh kurang dari 36,50C ( pengukuran melalui axila selama 3-5 menit). Pada pasien ini (BBLR) disebabkan karena pusat pengaturan suhu tubuh belum sempurna, permukaan tubuh bayi relatif luas, kemampuan memproduksi dan menyimpan panas terbatas, kegagalan untuk menghasilkan panas yang adekuat karena tidak adanya brown fat & ketidakmampuan untuk menggigil, suhu tubuh rendah disebabkan oleh karena terpapar dengan suhu lingkungan yang dingin.
• Didapatkannya beberapa faktor risiko minor infeksi pada bayi yaitu : keputihan (+), nyeri BAK susp. ISK (+), BBLSR (+), UK < 37 minggu (+). Serta pada pemeriksaan fisik didapatkan : letargi, hipotermia, merintih, DS 7, retraksi subcostal (+) minimal, rhonki basah halus (+/+), sianosis perifer,setelah pemasangan CPAP. Dengan adanya faktor resiko dan manifestasi klinis tersebut dicurigai bayi mengarah pada keadaan Sepsis Neonatal Awitan Dini (SNAD) dimana timbul dalam 3 hari pertama, dengang gejala pernapasan yang menonjol. Terapi yang diberikan yaitu antibiotik dengan ampisilin dan gentamisin. Bila organisme penyebab tidak dapat dibuktikan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin dan beri sefotaksim, sedangkan gentamisin tetap dilanjutkan. Dosis ampisilin 50 mg/kgBB/12 jam (iv/im), sedangkan gentamisin BB < 2 kg 3 mg/kgBB/hari, BB > 2 kg yaitu 5 mg/kgBB/hari (iv/im). Lama pemberian antibiotika pada sepsis ialah 10-14 hari.
TINJAUAN PUSTAKA
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)
•Definisi• Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan
berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction/IUGR) (Hassan,1985).
Epidemiologi
• Sampai saat ini BBLR masih merupakan masalah di seluruh dunia, karena menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada masa neonatal. Prevalens BBLR masih cukup tinggi terutama di Negara-negara dengan sosio-ekonomi rendah. Secara statistik di seluruh dunia, 15,5% dari seluruh kelahiran adalah BBLR, 90% kejadian BBLR didapatkan di Negara berkembang dan angka kematiannya 20-35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir > 2500 gram. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu dengan daerah yang lain, yang berkisar 9-30% (Rohsiswatmo, 2010).
Klasifikasi
• Berat badan lahir• Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR), dengan
berat lahir <1000 gram. • Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), dengan berat
lahir 1001-1500 gram. • Bayi berat lahir rendah (BBLR), dengan berat badan
1501-2499 gram.• Prematuritas murni• Dismaturitas
Klasifikasi
• Usia kehamilan • Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan belum
mencapai 38 minggu (BKB).• Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan 38-42
minggu (BCB).• Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan lebih
dari 42 minggu (BLB). • Usia kehamilan dan berat badan lahir
• Masa kehamilan kurang dari 38 minggu dengan berat yang sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan (sesuai untuk masa kehamilan=SMK)
• Bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan=KMK)
eritroblastosis umumnya akan mengakibatkan BBLR.• Dismaturitas
Patogenesis
• Terdapat banyak penyebab gangguan pertumbuhan intrauterin, efek gangguan pertumbuhan pada tiap organ tidak sama. Jika gangguan pertumbuhan terjadi pada akhir kehamilan, pertumbuhan jantung, otak, dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh, sedangkan ukuran hati, limpa, dan timus sangat berkurang. Hal ini disebut gangguan pertumbuhan asimetri. Sebaliknya, jika gangguan terjadi pada awal kehamilan tampak pertumbuhan otak dan tulang rangka terganggu disebut sebagai gangguan pertumbuhan simetri(Winkjosastro, 2008).
• Bayi lahir prematur yang BBLR-nya sesuai dengan umur kehamilan pretermnya biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat ketidakmampuan uterus untuk mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan (Winkjosastro, 2008).
• Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan efisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi ibu. Dismaturitas mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan nutrisi atau oksigen. Sehingga masalahnya bukan pada dismaturitasnya, tetapi agaknya pada resiko malnutrisi dan hipoksia yang terus menerus. Serupa halnya dengan beberapa kelahiran preterm yang menandakan perlunya persalinan cepat karena lingkungan intrauteri berpotensi merugikan (Kosim, 2010 & Winkjosastro, 2008).
Gejala Klinis Pramaturitas Murni
• Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari atau sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, masa gestasi kurang dari 37 minggu.
• Kepala relatif lebih besar daripada badannya, kulitnya tipis, transparan, lenugo banyak, lemak subkutan kurang, osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, rambut tipis, rambut halus.
• Genetalia imatur, desensus testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minor belum tertutup labia mayor.
• Pembuluh darah kulit terlihat• Motilitas usus dapat terlihat• Tulang rawan dan daun telinga belum cukup sehingga elastisitas daun telinga kurang• Jaringan mamae belum sempurna, puting susu belum terbentuk dengan baik.• Posisinya biasanya posisi fetal (dekubitus lateral), pergerakan kurang dan lemah,bayi lebih banyak
tidur daripada bangun, tangis lemah dan pernapasan belum teratur, otot masih hipotonik sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki dalam fleksi, kepala menghadap ke satu jurusan (Kosim, 2010)
Penilaian
• Teknik penilaian umur kehamilan antenatal• Yang pertama dengan menggunakan teknik Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT),
gerakan janin, munculnya suara jantung janin, tinggi fundus. HPHT biasanya tidak jelas, dan kejadian-kejadian selama kehamilan biasanya tidak tercatat bila pasien tidak melakukan perawatan antenatal. Metode yang paling banyak digunakan adalah ukuran McDonald yaitu menggunakan tinggi fundus dalam sentimeter dari simfisis pubis. Selain itu dapat pula menggunakan pemeriksaan USG
• Teknik penilaian umur kehamilan pasca persalinan• Penilaian umur kehamilan berdasarkan ciri fisik luar• Evaluasi neurologis• Sistem nilai yang menggabungkan ciri fisik luar dan evaluasi neurologis
(Winkjosastro, 2008).
Diagnosis
• Bayi berat lahir rendah didiagnosis bila termasuk dalam golongan:
• Prematuritas murni• Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannnya
sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut Bayi Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan (BKB-SMK).
• Dismaturitas• Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) (Hassan,1985).
Penatalaksanaan
•Medikamentosa• Pemberian vitamin K1
• Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau• Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali
pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)
•Pengaturan Suhu•Diatetik
• Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut:• a. Berat lahir 1750 – 2500 gram
• Bayi Sehat• Bayi Sakit
• b. Berat lahir 1500-1749 gram• Bayi Sehat• Bayi Sakit
• c. Berat lahir 1250-1499 gram• Bayi Sehat• Bayi Sakit
• d. Berat lahir < 1250 gram (tidak tergantung kondisi)• menyusui langsung
Suportif
• Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal:• Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti
kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
• Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin• Ukur suhu tubuh dengan berkala• Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :• Jaga dan pantau patensi jalan nafas• Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit• Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan
nafas, hiperbilirubinemia)• Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya• Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung
setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.
Pemantauan (Monitoring)
• Pemantauan saat dirawat• Terapi• Tumbuh kembang
• Pemantauan setelah pulang• Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui
perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut :
• Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.• Hitung umur koreksi.• Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.• Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).• Awasi adanya kelainan bawaan.
kriteria Pemulangan
• Ada empat kriteria BBLR sudah bisa dirawat di rumahsetelah keluar dari incubator yaitu:
• berat sudah kembali ke berat lahir dan lebih dari 1500 gram
• berat bayi cenderung naik dan suhu tubuh stabil selama tiga hari berturut-turut
• bayi sudah mampu mengisap dan menelan• ibu sudah di KIE cara merawat dan memberi minum bai
simptomatik• Asfiksia neonatorum• Penyakit membran
hialin• Hiperbilirubinemia
Prognosis
• Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masa perinatal, misalnya masa gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah berat badan, makin tingggi angka kematian), asfiksia atau iskemia otak, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler, fibroplasias retrolental, infeksi, gangguan metabolik. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, pencegahan infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain)(Kosim, 2010 & Winkjosastro, 2008)
ASFIKSIA
• Definisi• Menurut AAG dan ACOG (2004), asfiksia perinatal pada
seorang bayi menunjukkan karakteristik sebagai berikut : • Asidemia metabolik atau campuran ( metabolik dan
respiratorik) pH < 7 pada sampel darah yang diambil dari vena umbilikus
• Nilai apgar score 0-3 pada menit ke 5• Manifestsi neurologi pada BBL segera termasuk kejang,
hipotonia, koma atau ensefalopati hipoksik iskemik• Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode BBL
Epidemiologi
• Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus diseluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran premature (Kosim, 2010)
Etiologi
•• Faktor Ibu
• Faktor Plasenta
• Faktor Fetus
• Faktor Neonatus
Faktor RisikoAntepatum Intrapartum
- Diabetes pada ibu- Hipertensi dalam kehamilan- Hipertensi kronik- Anemia janin atau isoimunisasi- Riwayat kematian janin atau neonatus- Perdarahan pada trimester dua dan tiga- Infeksi ibu- Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid atau
kelainan neurologi- Polihodramnion- Oligohidramnion- Ketuban pecah dini- Hidrops fetalis- Kehamilan lewat waktu- Kehamilan ganda- Berat janin tidak sesuai masa kehamilan- Terapi obat seperti kalsium bikarbonat dan beta blocker- Ibu pengguna obat bius- Malformasi atau anomali janin- Berkurangnya gerakan janin- Tanpa pemeriksaan antenatal- Usia ibu <16 atau >35 tahun
- Seksio sesaria darurat- Kelahiran dengan ekstraksi vakum atau forcep- Letak sungsang atau presentasi abnormal- Kelahiran kurang bulan- Partus presipitatus- Korioamnitis- Ketuban pecah lama > 18 jam sebelum persalinan- Partus lama >24 jam- Kala 2 lama lebih dari 2 jam- Makrosomia- Bradikardi janin persisten- Frekuensi jantung janin yang tidak berarturan- Penggunaan anestesi umum- Hiperstimulus uterus- Penggunaan obat narkotika pada ibu 4 jam sebelum persalinan- Air ketuban bercampur mekonium- Prolaps tali pusat- Solutio plasenta- Plasenta previa Perdarahan intrapartum
Patofisiologi
• Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta (Hasan, 1985).
• Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli (Kosim, 2010).
• Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang (Hasan, 1985).
• Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah divena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh (Hasan, 1985).
• Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dantarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayiakan berubah dari abu-abu atau biru menjadi kemerahan (Hasan, 1985).
• Bila terdapat gangguaan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selamakehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akanmempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkankematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel atau tidak tergantungkepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatuperiode apnu (primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantungselanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas initidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah (Kosim, 2010).
• Pada tingkat pertama hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila berlanjut maka dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupaglikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung danhati akan berkuang.Asamorganik terjadi akibat metabolisme ini akanmenyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akanterjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaandiantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung danpengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginyaresistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistemtubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuleryang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayiselanjutnya (Kosim, 2010).
Manifestasi Klinis
• Bayi baru lahir kurang bulan yang menunjukkan kesukaran bernafas yang terjadi beberapa saat setelah lahir (4-6 jam post natal), yakni pernapasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea (40-60x/menit) atau takipnea (>60x/menit), retraksi dinding dada (interkostal, subkostal, suprasternal), retraksi epigastrik, grunting ekspirasi (merintih) disertai sianosis pada udara kamar yang menetap atau menjadi progresif setelah 48-96 jam pertama kehidupan.
• Pada perjalanan klinis neonatus mengalami hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru. Pada auskultasi terdengar ronkhi halus inspiratoir. Dalam perjalanan klinis dapat timbul infeksi dan pirau PDA.
Pemeriksaan Penunjang
• Foto thoraks : gambaran khas adanya retikulogranular yang uniform dan air bronkhogram
• Laboratorium • Tes Pematangan Paru• Pemeriksaan darah
• Darah tepi : kadar hemoglobin, hematokrit, gambaran darah tepi tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
• Analisis gas darah (AGD) : Menunjukkan adanya hipoksemia (PaO2 < 50 mmHg), asidemia (pH < 7,25), ketoasidosis metabolik, respiratorik atau kombinasi.
• Kultur darah : streptokokus negatif.
Diagnosis
•Anamnesis• Pada anamnesis didapatkan gangguan atau kesulitan bernapas waktu lahir dan lahir tidak bernafas atau menangis. Pada anamnesis juga diarahkan untuk mencari faktor resiko5.
Pemeriksaan Fisis
Klinis 0 1 2Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah,
ekstremitas biruMerah seluruh tubuh
Frekuensi jantung Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Rangsangan refleks Tidak ada Gerakan sedikit Batuk atau bersinTonus otot Lunglai Fleksi ekstremitas Gerakan aktifPernafasan Tidak ada Menangis lemah
atau merintih atau mendengkur
Menangis kuat
Pada pemeriksaan fisis, skor apgar dipakai untuk menentukan derajat berat ringannya asfiksia(Kosim, 2010)
• Berdasarkan penilaian apgar dapat diketahui derajat vitalitas bayi adalahkemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah danrefleks-refleks primitif seperti mengisap dan mencari puting susu, salah satu caramenetapkan vitalitas bayi yaitu dengan nilai apgar
• Skor apgar 7-10 (Vigorous Baby)• Dalam hal ini bayi di anggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
• Skor apgar 4-6 ( Mild-moderate asphyxia)• Asfiksia sedang. Padapemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit,tonus otot kurang
baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.• Skor apgar 0-3 (Severeasphyxia)
• Pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat,dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada. Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari10 menit sebelum lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang postpartum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.
• Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bilanilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampaiskor menjadi 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi barulahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasidimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis(Kosim, 2010).
Pemeriksaan Penunjang
• Foto Polos dada•Laboratorium : Darah rutin, analisa gas darah• Pada pemeriksaan analisa gas darah,
menunjukkan hasil :• Pa O2 < 50 mm H2O• PaCO2> 55 mm H2O• pH < 7,30 (Kosim, 2010).
Penatalaksanaan
• Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi bayi baru lahir. Algoritma resusitasi pada bayi baru lahir dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Penilaian Awal
• Penilaian pada bayi yang terkait dengan penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal harus dilakukan pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian tersebut. Penilaian berkala setelah setelah setiap langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik. Penatalaksanaan dilakukan terus menerus berkesinambungan menurut siklus menilai, menentukan tindakan, melakukan tindakan, kemudian menilai kembali. Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan resusitasi perlu segera dilakukan, dengan cara bertanya dan menjawab dalam waktu singkat :• Apakah bayi lahir cukup bulan?• Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis?• Apakah tonus otot baik?
• Bila semua jawaban diatas “ya” berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan asuhan bayi normal. Bila salah satu pertanyaan jawabannya “tidak” bayi memerlukan resusitasi segera dimulai dengan langkah awal resusitasi.
•
Bayi yang memerlukan resusitasi
• Bila salah satu atau lebih dari 3 penilaian awal dijawab “tidak”, bayi memerlukan tindakan resusitasi
• Bayi yang lahir kurang bulan mempunyai kecenderungan untuk lebih memerlukan resusitasi karena beberapa hal berikut. Bayi kurang bulan mudah mengalami hipotermia karena rasio luas permukaan dan masa tubuhnya relatif besar, lemak subkutan sedikit, dan imaturitas pusat pengatur suhu.
• Bayi yang lahir dengan air ketuban bercampur mekoneum dan tidak bugar ( ditandai dengan depresi pernapasan, frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, dan tonus ototnya buruk), mungkin memerlukan penghisapan trakea setelah seluruh tubuh lahir. Pengisapan intrapartum saat kepala lahir sebelum bahu dilahirkan, tidak direkomendasikan sebagai tindakan rutin.
• Setelah penilaian awal dan tindakan yang perlu sudah dilakukan, penilaian bayi dilakukan secara berkala selama proses resusitasi. Penilaian berkala selama proses resusitasi didasarkan pada pernapasan, frekuensi denyut jantung, tonus otot, dan warna.
•
Langkah awal resusitasi
• Memberikan kehangatan• Memberikan kehangatan untuk menghindari hipotermia dilakukan dengan cara meletakkan bayi diatas meja resusitasi di bawah pemancar panas. Tempat ini
harus sudah dihangatkan sebelumnya. Setelah membuka jalan napas dengan menghisap lendir, upaya mencegah kehilangan panas dilanjutkan dengan mengeringkan bayi lalu menyingkirkan kain yang basah dan membungkus bayi dengan kain/selimut yang hangat. Dalam melaksanakan pencegahan terhadap hipotermia, harus dihindari agar bayi tidak menjadi hipertermia. Bayi harus dalam keadaan normotermia 36,5°-37,5°C.
• Memposisikan bayi dan membuka/membersihkan jalan napas• BBL harus diletakkan terlentang dengan kepala pada posisi menghidu atau sedikit ekstensi. Bila usaha pernapasan ada tetapi tidak menghasilkan ventilasi
efektif (frekuensi denyut jantung tidak meningkat lebih dari 100x/menit), jalan napas mungkin tersumbat dan posisi kepala harus diperbaiki. Bila terdapat sekresi yang menyumbat jalan napas, sekret dapat dibersihkan dengan kateter penghisap dengan lubang besar (no 10-12F). Walaupun demikian, penghisapan faring dapat menyebabkan spasme faring, trauma pada jaringan lunak, bradikardia dan tertundanya pernapasan spontan. Oleh karena itu setiap penghisapan faring harus dilakukan secara hati-hati. Bila penghisapan dilakukan pada BCB, lama penghisapan harus dibatasi dalam 5 detik dan tidak lebih dari 5cm dalamnya dari bibir bayi.
• Mengeringkan sambil merangsang • Pengeringan dan perangsangan sekaligus merupakan intervensi penilaian dan resusitasi. Bila bayi gagal mempertahankan napas spontan dan efektif dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung lebih dari 100x/menit, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan. Rangsangan taktil dapat pula dilakukan dengan menepuk/menjentikkan telapak kaki dengan hati-hati, menggosok punggung atau perut. Merangsang taktil pada bayi apnea terus-menerus adalah berbahaya dan tidak boleh dilakukan. Bila bayi tetap tidak bernapas, bantuan ventilasi harus segera dimulai.
• Memposisikan kembali • Menilai bayi
• Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi sudah diposisikan kembali, dilakukan penilaian apakah bayi bugar atau tidak bugar. Tidak bugar ditandai dengan depresi pernapasan dan atau tonus otot kurang baik dan atau frekuensi jantung < 100 kali/menit. Jika bayi bugar, tindakan bersihkan jalan napas sama sepertidi atas, tetapi jika bayi tidak bugar lakukan pengisapan dari mulut dan trakea terlebih dahulu. Jika ketuban tercampur mekonium, diperlukan tindakan tambahan dalam membersihkan jalan napas. Bila pernapasan dan frekuensi jantung bayi memadai tetapi bayi masih sianosis sentral, berikan oksigen aliran bebas. Oksigen aliran bebas dapat diberikan dengan cara meletakkan sungkup oksigen melekat pada wajah bayi dengan pipa oksigen diletakkan didekat wajah bayi, atau dengan sungkup balon tidak mengembang sendiri diletakkan di dekat wajah
Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
• VTP dilakukan apabila pada penilaian pasca langkah awal didapatkan salah satu keadaan berikut:• Apnu• Frekuensi jantung < 100 kali/menit• Tetap sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen aliran bebas.• Posisi kepala yang benar untuk membuka saluran napas• Sebelum VTP diberikan pastikan posisi kepala dalam keadaan setengah tengadah. Pilihlah
ukuran sungkup. Ukuran 1 untuk bayi berat normal, ukuran 0 untuk bayi berat lahir rendah (BBLR). Sungkup harus menutupi hidung dan mulut, tidak menekan mata dan tidak menggantung di dagu.
• Tekan sungkup dengan jari tangan. Jika terdengar udara keluar dari sungkup, perbaiki perlekatan sungkup.Kebocoran yang paling umum adalah antara hidung dan pipi (lihat gambar).
• VTP menggunakan balon sungkup diberikan selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali/menit ~ 20-30 kali/30 detik.
• Pastikanlah bahwa dada bergerak naik turun tidak terlalu tinggi secara simetris.• Lakukan penilaian setelah VTP 30 detik
VTP dan Kompresi Dada
• Apabila setelah tindakan VTP selama 30 detik, frekuensi jantung < 60 detik maka lakukan kompresi dada yang terkoordinasi dengan ventilasi selama 30 detik dengankecepatan kompresi : 1 ventilasi selama 2 detik. Kompresi dilakukan dengan dua ibu jari atau jari tengah telunjuk/tengamanis. Lokasi kompresi ditentukan dengan menggerakkan jari sepanjang tepi iga terbawah menyusuri ke atas sampai mendapatkan sifoid, letakkan ibu jari atau jari-jari pada tulang dada sedikit di atas sifoid. Berikan topangan pada bagian belakang bayi. Tekan sedalam 1/3 diameter anteroposterior dada (WHO, 2009)
Pemberian obat-obatan
• Epinefrin • Pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30
detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung.Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03mg/kgBB) intravena. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.
• Volume Ekspander• Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respondengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kgBB IV perlahan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
• Bikarbonat • Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan
sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2%. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4% maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit1.
• Nalokson hidroklorida • Diberikan dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan.
Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml(Hasan, 1985).
Komplikasi
• Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan berbagai macam gangguan organ. Pada sistem saraf dapat menyebabkan ensefalopati hipoksik-iskemik, infark,perdarahan intrakranial, kejang-kejang, edema otak, hipotonia, hipertonia. Pada kardiovaskular dapat menyebabkan iskemia miokardium, kontraktilitas jelek, bising jantung, insufisiensi trikuspidalis, hipotensi pulmonal, sirkulasi janin persisten, perdarahan paru, sindrom kegawatan pernapasan. Ginjal dapat meneyebabkan nekrosis tubular akut atau korteks adrenal, perdarahan adrenal. Saluran cerna dapat berakibat perforasi, ulserasi, nekrosis(Hasan, 1985).
•
Prognosis
• Hasil akhir asfiksia perinatal bergantung pada apakah komplikasimetabolik dan kardiopulmonalnya (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat diobati,pada umur kehamilan bayi (hasil akhir paling jelek jika bayi preterm), dan padatingkat keparahan ensefalopati hipoksik-iskemik. Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalamotak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkankemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan penurunan prestasi belajar pada masamendatang(Rohsiswatmo, 2010).
SEPSIS NEONATORUM
• Definisi• Sepsis Neonatorum adalah sindrom klinis yang timbul akibat
invasi mikroorganisme ke dalam aliran darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan. Sepsis pada neonatus dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun protozoa (Kosim, 2010).
Epidemiologi
• Insidens sepsis di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu 1,8 – 18 / 1000 dibandingkan denga negara maju yaitu 1 – 5 pasien / 1000 kelahiran. Asia Tenggara berkisar 2,4 -16 per 1000 kelahiran hidup, di Amerika Serikat 1-8 per 1000 kelahiran hidup. Kejadian sepsis meningkat pada BKB (bayi kurang bulan) dan BBLR (berat badan lahir rendah). Pada bayi berat lahir amat rendah (<1000 gr) kejadian sepsis terjadi pada 26 per seribu kelahiran, sedangkan pada berat lahir 1000 – 2000 gr angka kejadiannya antara 8 – 9 per seribu kelahiran. Di Amerika serikat, kejadian sepsis terutama meningkat menjadi 13 – 27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat <1500 gram. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat dini (Kosim, 2010).
Klasifikasi
• Sepsis neonatorum umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu :• Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD)
• Terjadi pada usia ≤ 72 jam berupa gangguan multisystem dengan gejala pernapasan yang menonjol. Gejala ditandai dengan awitan yang tiba-tiba dan cepat berkembang menjadi syok septik. SNAD biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan
• Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL)• Terjadi pada usia > 72 jam, lebih sering diatas 1 minggu. Pada sepsis tipe awitan
lambat biasanya ditemukan fokus infeksi dan disertai dengan meningitis. SNAL Dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat selama proses persalinan tetapi manisfestasinya lambat (setelah 3 hari) atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Perjalanan penyakit SNAD biasanya lebih berat, dan cenderung menjadi fulminan yang dapat berakhir dengan kematian (Kosim, 2010).
Etiologi
• Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari traktus genitalia maternal. Berbagai jenis bakteri dapat ditemukan di dalam traktus genitalia maternal, namun hanya beberapa yang sering menyebabkan infeksi pada neonatus, sedangkan pada ibu tidak menyebabkan penyakit. Bakteri penyebab SNAL umumnya merupakan bakteri yang berasal dari rumah sakit (nosokomial) seperti Staphylococcus coagulase-negatif, Enterococcus dan Staphylococcus aureus. Namun demikian Streptococcus grup B, E.coli dan Listeria monocytogenes juga dapat menyebabkan SNAL.
Penelitian mengenai kuman penyebab sepsis di beberapa rumah sakit di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut (Kosim, 2010) :
• Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu: • Pada masa antenatal atau sebelum lahir
• Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma
• Pada masa intranatal atau saat persalinan • Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan
korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea)
• Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan • Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui
alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus.Demikian pula bila ibu mengalami infeksi segera setelah melahirkan dengan suhu > 37,80C, maka sekitar 9,2 – 38,2% di antara bayi yang dilahirkan akan menderita sepsis neonatorum
• Bila bakteremia tidak mampu diatasi oleh kekebalan tubuh maka akan terjadi respons sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome/SIRS). SIRS dapat disebabkan oleh infeksi maupun noninfeksi, dan bila disebabkan oleh infeksi maka SIRS dianggap identik dengan sepsis. Endotoksin bakteri maupun komponen-komponen dinding sel bakteri yang dilepaskan ke sirkulasi akan mengaktivasi berbagai sitokin yang berperan sebagai mediator proinflamasi, sehingga timbul respon fisiologis tubuh yaitu : (1) aktivasi sistem komplemen, (2) aktivasi sistem koagulasi, (3)sekresi ACTH dan -endorfin, (4) stimulasi neutrofil polimorfonuklear dan (5) stimulasi sistem kinin-kalikrein.Akibat aktivasi berbagai sistem tersebut permeabilitas vaskular akan meningkat, tonus vaskular menurun dan terjadi ketidakseimbangan perfusi dengan kebutuhan jaringan yang meningkat.
• Mediator-mediator proinflamasi yang dihasilkan pada keadaan ini akan mencetuskan lepasnya mediator-mediator antiinflamasi sebagai upaya tubuh untuk menghambat reaksi inflamasi yang terjadi, sehingga tercapai keseimbangan atau homeostasis (Compensatory Anti-inflammatory Respons Syndrome/CARS). Bila terdapat dominasi salah satu reaksi inflamasi atau antiinflamasi, homeostasis tidak dapat tercapai. Bila reaksi inflamasi lebih dominan akan terjadi renjatan dan disfungsi organ. Sebaliknya bila reaksi antiinflamasi berlebihan akan terjadi supresi terhadap sistem imun. Bila keadaan makin berat akan terjadi renjatan akibat menurunnya perfusi dan transport oksigen ke jaringan dan berakhir dengan kematian (Hagedorn, 2002).
Perjalanan penyakit infeksi pada neonatus secara bertahap adalah (Kosim, 2010) :
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan: Laju nafas >60x/m dengan/tanpa retraksi dan desaturasi oksigen(O2) Suhu tubuh tidak stabil (<36ºC atau >37.5ºC) Waktu pengisian kapiler > 3 detik Hitung leukosit <4000x109/L atau >34000x109/L CRP >10mg/dl IL-6 atau IL-8 >70pg/ml
SIRS
Terdapat satu atau lebih kriteria SIRS disertai dengan gejala klinis infeksi antara lain hipertermi atau hipotermi, aktivitas lemah, malas menyusu, berat badan menurun, takipneu, merintih, mengorok, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan iritabilitas.
SEPSIS
Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal SEPSIS BERATSepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan resusitasi cairan dan obat-obat inotropik
SYOK SEPSIS
Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan pengobatan optimal
SINDROM DISFUNGSI MULTIORGAN
Disfungsi multi organ yang berkelanjutan KEMATIAN
Sepsis neonatorum ditegakkan bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi(Kosim, 2010).
Usia neonatus
Suhu Laju nadi / menit
Laju napas/menit
Jumlah leukosit 103/mm
Usia 0-7 hari
>38,5ºC atau <36ºC
>180 atau <100
>50 >34
Usia 7-30 hari
>38,5ºC atau <36ºC
>180 atau <100
>40 >19,5 atau <5
Gambaran Klinis
• Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik dan berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman, seperti(Kosim, 2010 & Hagedorn, 2002) :
• Pemeriksaan umum: • Iregularitas tempratur dapat berupa hipertermi atau hipotermi, namun lebih sering hipotermi.• Perubahan prilaku seperti letargi, iritabel. Malas minum setelah sebelumnya minum dengan baik
Faktor risiko mayor Faktor risiko minor Ketuban pecah > 24 jam Ibu demam saat intrapartum
suhu > 38 C Korioamnionitis Denyut jantung janin menetap
> 160x/menit Ketuban berbau
Ketuban pecah > 12 jam Ibu demam saat intrapartum suhu
> 37,5 C Nilai Apgar rendah ( menit ke-1 < 5
, menit ke-5 < 7 ) Bayi berat lahir sangat rendah
( BBLSR ) < 1500 gram Usia gestasi < 37 minggu Kehamilan ganda Keputihan yang tidak diobati Infeksi Saluran Kemih (ISK) /
tersangka ISK yang tidak diobati
Pada tabel berikut terlihat berbagai gambaran klinis dan laboratoris yang bisa terlihat pada disfungsi multiorgan pada bayi :
Gangguan Organ Gambaran KlinisKardiovaskular Tekanan darah sistolik < 40 mmHg
Denyut jantung < 50 atau >220/menit Terjadi henti jantung pH darah <7,2 pada PaCO2 nomal kebutuhan akan ionotropik untuk mempertahankan tekanan darah normal
Saluran nafas frekuensi nafas >90 x/menit PaCO2 > 65 mmHG PaO2 < 40 mmHg Memerlukan ventilasi mekanik FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung sianotik
Sistem hematologik Hb < 5 g/dl WBC <3000 sel/mmkubic Trombosit < 20.000 D-dimer > 0,5 ug/ml pada PTT >20 detik atau waktu tromboplastin > 60 detik
Creatinin > 20 mg/dLGastoenterologi Perdarahan gastrointestinal disertai dengan penurunan Hb>2 g%, hipotensi, perlu diberikan tranfusi darah
Hepar Bilirubin total > 3 mg%
Pemeriksaan Penunjang
• Septic Marker• Hitung leukosit (N 5000/uL - 30.000/uL). Adanya leukositosis atau leukopenia• IT rasio (rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total) : (N < 0,2)
• Hitung trombosit (N > 150.000/uL). Trombositopenia ditemukan pada 10-60%. Jumlah trombosit biasanya kurang dari 100.000 dan terjadi pada 1-3 minggu setelah diagnosis sepsis ditegakkan
• CRP (N 1,0 mg/dL atau 10 mg/L). CRP timbul pada fase akut kerusakan jaringan, menigkat pada 50-90% pasien sepsis neonatal.peningkatan kadar CRP terjadi pada 24 jam setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi sampai infeksi teratasi (Hansen, 1998).
Usia 1 hari 3 hari 7 hari 14 hari 1 bulanIT Ratio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12
• Pemeriksaan Urin• Urine dikumpulkan secara pungsi buli-buli. Dicurigai adanya infeksi bila(Hansen, 1998):• didapatkan > 2 lekosit pada LPK• didapatkan > 1 bakteri pada pemeriksaan dengan oil emersion
• Cairan serebrospinal• Diduga adanya meningitis bila terdapat (Hansen, 1998) :• sel darah putih > 20/mm3 (usia <7 hari) atau > 10/mm3 (usia >7 hari)• peningkatan kadar protein• kadar glukosa < 20 mg% • adanya kuman pada pengecatan gram
• Foto thorax• Dikerjakan jika terdapat tanda distres pernapasan. Pada foto thoraks mungkin didapatkan(Hansen, 1998) : • Pneumonia kongenital berupa konsolidasi bilateral atau efusi pleura• Pneumonia karena infeksi intrapartum berupa infiltrasi dan destruksi jaringan bronkopulmoner, atelektasis, segmental
atau lobaris, gambaran retikuloglanural difus, dan efusi pleura.• Pada pneumonia karena infeksi pascanatal gambarannya sesuai dengan kuman setempat.
• Kultur• Darah, cairan serebrospinal, urine dan feses
Pemeriksaan penunjang lain
• Pemeriksaan IL-6• Interleukin-6 adalah sitokin yang diproduksi oleh berbagai sel dalam tubuh dan
berperan dalam respons imunologik terhadap infeksi. Satu penelitian menunjukkan pada SNAD kadar interleukin-6 meningkat > 100 pg/mL bila diperiksa pada usia 0-12 jam pertama, dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 89%. Namun demikian teknik pemeriksaan sulit dan perlu biaya tinggi sehingga masih memerlukan penelitian lebih lanjut
• Latex Particle Agglutination (LPA) dan Countercurrent immunoelectrophoresis (CIE)
• Metode ini dilakukan untuk pemeriksaan terhadap Streptococcus grup B dan E. coli. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bila hasil kultur negatif atau dikhawatirkan negatif karena pemberian antibiotika maternal intrapartum (Hansen, 1998 & Barnett, 2001).
Tatalaksana
• Pemilihan antibiotika untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab tersering dan pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Antibiotik awal yang sering digunakan adalah ampicilin dan gentamisin. Bila mikroorganisme tidak dapat ditemukan dan bayi tidak menunjukkan perbaikan dalam waktu 48 jam maka ampicilin diganti dengan cefotaxime dan gentamisin tetap dilanjutkan. Dosis antibiotik yang digunakan dalam pengobatan sepsis dapat dilihat pada tabel
Tabel dosis antibiotik untuk sepsis dan meningitis (WHO, 2009)whoAntibiotik Cara
pemberianDosis
Ampisilin IV, IM 50 mg/kgBB/12 jam
Ampisilin (menigitis) IV 100 mg/kgBB/12 jam
Sefotaksim IV < 7 hari 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis> 7 hari 150 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis
Sefotaksim (meningitis)
IV 50 mg/kgBB/6 jam
Gentamisin IV, IM < 2 kg 3 mg/kgBB/hari> 2 kg 5 mg/kgBB/hari
• segera setelah didapatkan hasil kultur darah maka jenis antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya(Hansen, 1998).
• Lama pemberian antibiotika :• sepsis adalah 10-14 hari• meningitis adalah 21 hari• Untuk infeksi jamur dapat dipakai :• Amphotericin B ( Liposomal )• Dosis = 1 mg/kg/hari, dapat ditingkatkan 1 mg/kg perharinya sampai dengan maksimal 3mg/kg/hari• Bila no. 1 sulit didapat, dapat diganti amphotericin B dosis 0,25mg/kg/hari sampai dengan maksimal
1mg/kg/hari.• Pilihan lain adalah Fluconazole dosis inisial 6mg/kg; lalu 3mg/kg. • Usia < 1 minggu setiap 72 jam• Usia 2 – 4 minggu = 48 jam• Usia > 4 minggu = 24 jam
Tatalaksana non-konvensional
• Imunoglobulin intravena• Pemberian Imunoglobulin intravena untuk profilaksis maupun terapi SNAD diharapkan dapat meningkatkan antiodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih.
Namun saat ini belum dianjurkan untuk diberikan secara rutin. Beberapa efek samping dan komplikasi telah dilaporkan seperti infeksi, hemolisis dan supresi kekebalan tubuh pada pemberian imunoglobulin hiperimun. Pada kondisi-kondisi tertentu seperti sepsis yang berat atau infeksi berulang pada neonatus kurang bulan, dosis immunoglobulin intravena yang dianjurkan adalah dosis 500-1000 mg/kg/kali setiap dua minggu.
• Transfusi FFP ( Fresh Frozen Plasma )• FFP mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C-reactive protein dan fibronectin. Antibodi bayi baru lahir terbatas pada spesifikasi yang dihasilkan oleh ibunya, tidak
termasuk antibodi protektif terhadap patogen tertentu. FFP mengandung antibodi protektif, namun dalam dosis 10 mL/kg, jumlah antibodi tidak adekuat untuk mencapai kadar proteksi pada tubuh bayi.
• Transfusi sel darah putih.• Transfusi sel darah putih sebagai terapi ajuvan pada SNAD dan infeksi neonatal umumnya masih dalam tahap uji coba dan belum dianjurkan penggunaannya.Hanya beberapa pusat
kesehatan di Amerika Serikat yang mampu mengisolasi granulosit untuk sediaan transfusi. Transfusi granulosit juga potensial mempunyai komplikasi seperti infeksi dan reaksi transfusi, di samping biaya tinggi dan teknik pembuatan yang sulit.
• Transfusi tukar• Secara teoritis, transfusi tukar dengan menggunakan whole blood segar pada sepsis neonatorum bertujuan untuk:
• mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-mediator penyebab sepsis
• memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah
• memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor.
• Transfusi tukar juga mempunyai beberapa kelemahan seperti kesulitan teknik pelaksanaan, potensial infeksi dan reaksi transfusi. Belum ada penelitian berskala besar untuk menguji efikasi dan keamanannya sehingga transfusi tukar tidak dianjurkan sebagai terapi sepsis secara umum maupun SNAD.
• Pemberian G-CSF dan GM-CSF• Colony-stimulating factor adalah protein spesifik yang penting untuk proliferasi dan differensiasi sel progenitor granulosit serta mempengaruhi fungsi granulosit matang. Saat ini terdapat 2 jenis protein tersebut yang banyak diteliti berkaitan dengan infeksi pada neonatus, yakni granulocyte
stimulating factor (G-CSF) dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Suatu penelitian melaporkan peningkatan jumlah neutrofil absolut, eosinofil, monosit,limfosit dan trombosit dengan pemberian GM-CSF rekombinan pada neonatus yang sepsis. Namun demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji efektivitas terapi ini.
• Kortikosteroid • kortikosteroid intravena terhadap sepsis masih kontroversial. Walaupun kortikosteroid pernah digunakan untuk terapi sepsis tetapi kemanjurannya masih diragukan, mungkin karena pemberiannya terlambat yaitu setelah kaskade mediator inflamasi dimulai(Hansen, 1998 & Smith, 1993).
Prognosis
• Dengan diagnosis dan pengobatan dini, bayi dapat terhindar dari sepsis yang berkepanjangan; namun bila tanda klinis dan/atau adanya faktor risiko yang berpotensial menimbulkan infeksi tidak terdeteksi, maka angka kesakitan dan kematian dapat meningkat. Gejala sisa neurologis timbul pada 15-30% neonatus dengan meningitis. Komplikasi yang biasanya terjadi adalah gangguan tumbuh kembang berupa gejala sisa neurologis seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, dan kelainan tigkah laku
HIPOTERMIA
• Definisi• Hipotermi pada BBL adalah suhu dibawah 35,50C yang terbagi
atas : hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5 0C hipotermia sedang yaitu suhu antara 32-36 0C dan hipotermia berat yaitu suhu tubuh < 32 0C (Kosim, 2010)
Etiologi• Bayi baru lahir dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan
kehilangan panas (Kosim, 2010) :
• a. Penurunan produksi panas
• Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam system endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehungga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria
• b. Peningkatan panas yang hilang
• Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkunan sekitar, dan tubuh kehilangan panas, adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara :
•
• Konduksi
• Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara kulit bayi baru lahir dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada bayi baru lahir yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan.
•
• Konveksi
• Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa : incubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi bayi baru lahirke rumah sakit.
• . Radiasi
• Yaitu perpindahan suhu dari suatu obyek panas ke obyek yang dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkunagan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu incubator yang dingin.
• Evaporasi
• Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa bayi baru lahir yang basah setelah lahir. Atau pada waktu dimandikan.
•
• 3. Kegagalan Termoregulasi
• Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterine/saat persalianan/post partum, defek neurologic bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.
•
• 3. Patofisiologi• Suhu tubuh diatur dengan menimbangi produksi panas terhadap kehilangan panas. Bila kehilangan panas dalam
tubuh lebih besar dari pada laju pembentukan panas maka akan terjadi penurunan suhu tubuh. Gangguan salah satu atau lebih unsure-unsur termoregulasi akan mengakibatkan suhu tubuh berubah, menjadi tidak normal. Apabila terjadi paparan dingin secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa (Kosim, 2010) :
• Shivering Thermoregulation/ST• Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk
menghasilkan panas• • Non-shivering Thermoregulation/NST• Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi system saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolic
dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
• • Vasokonstriksi Perifer• Mekanisme ini juga distimulasi oleh system saraf simpatis, kemudian system saraf perifer akan memicu otot sekitas
arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokonstriksi. Keadaan nin efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit untuk mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
• Diagnosis• Tanda dan gejala• Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis
marmorata, pucat, takipnue atau takikardia. Sedangkan hipotermia yang berkepanjangan akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distress respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.
• Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila, rectal atau kulit. Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan oleh kaena mudah, sederhana dan aman (Kosim, 2010).
Klasifikasi dan Manajemen hipotermiaTemuan
Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi
Bayi terpapar suhu lingkungan
Waktu timbulnya kurang dari 2 hari
Suhu tubuh 32-36,4 0C Gangguan napas Denyut jantung kurang dari 100 kali/menit Malas minum Letargi
Hipotermia sedang
Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
Waktu timbulnya kurang dari 2 hari
Suhu tubuh < 32 0C Tanda hipotermia sedang Kulit teraba keras Napas pelan dan dalam
Hipotermia berat
Hipotermia Berat
• Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila mungkin. Gunakan incubator atau ruangan hangat, bila perlu
• Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan selimut dengan selimut hangat• Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah• Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi),
lakukan manajemen gangguan napas• Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infuse tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk
menghangatkan cairan• Periksa kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2,6 mmol/L) tangani hipoglikemia• Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan napas, kejang atau tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum
setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal• Ambil sample darah dan beri antibiotic sesuai dengan yang disebutkan dalam penanganan kemungkinan besar sepsis• Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap:
• Bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum• Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai 35 C
• Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,4 C/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil. Kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
• Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam setelah suhu tubuh bayi normal:• Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi• Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam
• Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah (Kosim, 2010).
Hipotermia sedang
• Ganti pakaian yang dingin dengan pakaina ynag hangat, memakai topi dan selimuti dengan selimut hangat• Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak kulit dengan kulit
atau perawatan bayi lekat (PMK : perawatan Metode Kangguru• Bila ibu tidak ada :
• Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan incubator dan ruangan hangat bila perlu• Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu• Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah
• Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatifcara pemberian minum
• Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan nafasnya)• Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5 C/jam, berarti uaha menghangatkan
berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2 jam• Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5C/jam. Cari tanda sepsis• Setelah suhu tubuh normal:
• Lakukan perawatan lanjutan• Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam
• bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah (Kosim, 2010).
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
• Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ), frekuensi napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.Sedangkan menurut Murray et.al (1988) disebut RDS bila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non pulmonar.Definisi menurut Bernard et.al (1994) bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal = 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu RDS .
• Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
• Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan• sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul
yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
• Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Patofisiologi Respiratory Distress Syndrome
• Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik..
• Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
• Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karena atelektasis,dan airbronchogram. Gejala klinis yang progresif dari RDS adalah :
• - Takipnea diatas 60x/menit• - Grunting ekspiratoar• - Subcostal dan interkostal retraksi• - Cyanosis• - Nasal flaring• Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat
berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.
Komplikasi
•Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
• Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
• Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.
• Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
• PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
CONTINUOUS POSITIVE AIRWAY PRESSURE (CPAP)
• Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) merupakan suatu alat untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama pernafasan spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk tatalaksana respiratory distress pada neonatus. Penggunaan CPAP yang benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi ketergantungan terhadap oksigen, membantu memperbaiki dan mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps paru, mengurangi apneu, bradikardia, dan episode sianotik, serta mengurangi kebutuhan untuk dirawat di Ruangan intensif. Beberapa efek fisiologis dari CPAP antara lain :
• Mencegah kolapsnya alveoli paru dan atelektasis• Mendapatkan volume yang lebih baik dengan meningkatkan kapasitas residu fungsional• Memberikan kesesuaian perfusi, ventilasi yang lebih baik dengan menurunkan pirau intra pulmonar
• Mempertahankan surfaktan• Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan diameternya• Mempertahankan diafragma.
• Indikasi Dan Kontra Indikasi• Ada beberapa kriteria terjadinya respiratory distress pada neonatus yang merupakan indikasi penggunaan CPAP. Kriteria tersebut meliputi :• Frekuansi nafas > 60 kali permenit• Merintih ( Grunting) dalam derajat sedang sampai parah• Retraksi nafas• Saturasi oksigen < 93% (preduktal)• Kebutuhan oksigen > 60%• Sering mengalami apneu• Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu kriteria tersebut diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan
CPAP. Pada penggunaan CPAP, pernapasan spontan dengan tekanan positif dipertahankan selama siklus respirasi, hal ini yang disebut disebut dengan continuous positive airway pressure. Pada mode ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas yang diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka bila tekanan udara di atas tekanan atmosfer. Keistimewaan CPAP adalah dapat digunakan pada pasien-pasien yang tidak terintubasi. Beberapa gangguan nafas atau respiratory distress yang dapat diatasi dengan mempergunakan CPAP antara lain :
• Bayi kurang bulan dengan Respiratory Distress Syndrom• Bayi dengan Transient Takipneu of the Newborn (TTN)• Bayi dengan sindroma aspirasi mekoneum• Bayi yang sering mengalami apneu dan bradikardia karena kelahiran kurang bulan• Bayi yang sedang dalam proses dilepaskan dari ventilator mekanis• Bayi dengan penyakit jalan nafas seperti trakeo malasia, dan bronkitis• Bayi pasca operasi abdomen
• Adapun beberapa kondisi respiratory distress pada neonatus, tetapi merupakan kontraindikasi pemasangan CPAP antara lain :• Bayi dengan gagal nafas, dan memenuhi kriteria untuk mendapatkan support ventilator• Respirasi yang irreguler• Adanya anomali kongenital• Hernia diafragmatika• Atresia choana• Fistula tracheo-oeshophageal• Gastroschisis• Pneumothorax tanpa chest drain• Trauma pada nasal, yang kemungkinan dapat memburuk dengan pemasangan nasal prong• Instabilitas cardiovaskuler, yang akan lebih baik apabila memdapatkan support ventilator• Bayi yang lahir besar, yang biasanya tidak dapat mentoleransi penggunaan CPAP, sehingga menimbulkan kelelahan bernafas, dan
meningkatkan kebutuhan oksigen (Kosim, 2010)
•
Komplikasi Pemasangan CPAP
• Pemasangan nasal CPAP pada beberapa kasus dapat mengakibatkan komplikasi. Komplikasi• pemasangan CPAP antara lain :• Cedera pada hidung, misalnya erosi pada septal nasi, dan nasal snubbing. Penggunaan• nasal prong atau masker CPAP dapat mengakibatkan erosi pasa septal nasi, sedangkan• penggunaan CPAP dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan snubbing• hidung• Pneumothorak. Kejadian Pneumothorak dapat terjadi karena proses penyakit dari• Respiratory Distress Syndrom ( karena alveolar yang over distensi) , dan angka• kejadian tersebut meningkat dengan penggunaan CPAP.• Impedasi aliran darah paru. Terjadi karena peningkatan resistensi vaskularisasi paru,• dan penurunan cardiac output, yang disebabkan oleh peningkatan tekanan inthorakal• karena penggunaan CPAP yang tidak sesuai.• Distensi abdomen. Pada kebanyakan neonatus tekanan spingkter oeshiphagus bagian• bawah cukup baik untuk dapat menahan distensi abdomen karena tekanan CPAP.• Tetapi distensi abdomen dapat terjadi sebagai komplikasi dari pemaangan CPAP.• Resiko terjadinya distensi abdomen dapat berkurang dengan pemasangan orogastric• tube (OGT)• Nasal prong atau masker pada CPAP dapat menyebabkan ketidaknyamanan bayi,• yang dapat menyebabkan agitasi dan kesulitan tidur pada bayi.
Perlengkapan CPAP
• Sistem CPAP sendiri terdiri dari 3 komponen yaitu (Kosim, 2010) :• Sebuah sirkuit yang mengalirkan gas terus menerus, untuk diisap. Sunber
oksigen dan udara bertekanan yang menghasilkan gas untuk dihirup. Pencampur oksigen yang memungkinkan gas dapat diberikan sesuai FiO2 yang sesuai. Sebuah flow meter yang mengkontrol kecepatan aliran terus menerus dari gas yang dihirup ( biasanya dipertahankan pada kecepatan 5-7 liter ). Sebuah humidifier yang melembabkan dan menghangatkan gas yang dihirup.
• Sebuah alat untuk menghubungkan sirkuit ke saluran nafas neonatus. Dalam prosedur ini, nasal prong merupakan metode yang paling banyak digunakan.
• Sebuah alat untuk menghasilkan tekanan positif pada alat sirkuit. Tekanan positif dalam sirkuit dapat dicapai dengan memasukkan pipa ekspirasi bagian distal dalam larutan asam asetat 0,25% sampai kedalaman yang diharapkan ( 5cm) atau katup CPAP
Gambar bagian-bagian CPAP
• Suatu sistem CPAP yang baik mempunyai karakteristik sebagai berikut :• Pipanya fleksibel dan ringan sehingga pasien bisa mengubah posisi dengan mudah• Mudah dilepas dan ditempel• Resistensinya rendah, sehingga pasien bisa bernafas dengan spontan• Relatif tidak invasif• Sederhana dan mudah dipahami, oleh semua pemakai• Aman dan efektif dari segi biaya.• Sirkuit CPAP lengkap harus dirangkai dan siap digunakan setiap saat. Jika
memerlukan CPAP, seharusnya kita hanya tinggal memnyambungkan CPAP ke nasal prong yang sesuai dan tepat ukurannya, menyalakan alat pengatur kehangatan dan mengisi tabung botol outlet
• dengan air steril
Penggunaan CPAP
• CPAP adalah salah satu alat yang digunakan sebagai tatalaksana respiratory distres nafas pada neonatus. Seperti penggunaan alat kesehatan lainnya penggunaan CPAP juga harus memperhatikan standard kebersihan dan keamanan. Menjaga kebersiha jalan nafas bayimerupakan kunci keberhasilan tatalaksana paru yang baik. Mencuci tangan yang benar sebelum menyantuh prong atau pipa CPAP, adalah suatu keharusan. Ujung selalng yang lain yang tidak digunakan juga harus bersih., dan harus dijauhkan dari lantai atau tempat yang tidak bersih lainnya.
• Cara pemasangan CPAP adalah sebagai berikut :• Tempelkan selang oksigen dan udara ke pencampur dan flow meter, lalu hubungkan ke alat pengatur kelembapan. Pasang floe meter antara 5-10
liter• Tempelkan satu selang ringan , lemas dan berkerut ke alat pengatur kelembapan. Hubungkan probe kelembapan, dan suhu ke selang kerut yang
masuk ke bayi. Pastikan probe suhu tetap diluar inkubator atau tidak di dekat sumber panas dari penghangat.• Siapkan satu botol air steril di dekat alat pengatur kelembapan• Jaga kebersihan ujung selang • Untuk menghubungkan sistem ini ke bayi, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :• Posisikan bayi dan naikkan kepala tempat tidur 30• Hisap lendir dari mulut, hidung, dan faring. Pastikan bayi tidak mengalami atresia choana• Letakkan gulungan kain dibawah bahu bayi, sehingga leher bayi dalam posisi ekstensi untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka.• Lembabkan prong dengan air steril atau Nacl 0,9% sebelum memasukkannya kedalam hidung bayi. Masukkan dengan posisi lengkungan kebawah.
Sesuaikan sudut prong dan kemudian sesuaikan selang kerut dengan posisi yang sesuai.• Masukkan pipa Orogastrik (OGT) dan lakukan aspirasi isi perut, kita boleh membiarkan pipa lambung tetap ditempatnya untuk mencegah distensi
lambung• Pergunakan topi untuk menjaga kehangatan bayi• Setelah bayi nyaman dan stabil dengan CPAP, barulah kita melakukan fiksasi agar nasal prong tidak bergeser dari tempatnya.
• Selama penggunaan CPAP hendaknya kita mengevaluasi tanda vital bayi , sistem kardiovaskuler ( perfusi sentral, perifer, tekanan darah), respon neurologis ( tonus otot, kesadaran dan respon terhadap stimulasi), gastrointestinal ( distensi abdomen, visible loops dan bising usus). Hisap lendir harus selalu dilakukan dari rongga hidung, mulut, faring dan perut setiap 2-4 jam, sesuai dengan kebutuhan. Meningkatnya upaya nafas, kebutuhan oksigen, dan insiden apneu atau bradikardi, dapat disebabkan karena adanya lendir berlebih. Untuk melunakkan konsistemsi lendir dapat digunakan NaCl 0,9%. Selama penggunaan CPAP kita harus selalu memantau apakah alat selalu berfungsi dengan baik, dan tidak terjadi perburukan pada kondisi bayi yang mengharuskan kita menghentikan penggunaan CPAP. Berikut adalah kondisi-kondisi yang mengindikasikan kegagalan penggunaan CPAP dan memerlukan ventilasi mekanis :• FiO2 > 60 %• PaCO2 > 60mmHG• Asidosis metabolik menetap dengan defisit basa > -8• Terlihat retraksi yang semakin lama semakin meningkat dan menunjukkan kelelahan pada bayi• Sering mengalami apneu dan bradikardia• Pernafasan yang irreguler• Apabila terjadi kondisi tersebut, maka kita harus mempertimbangkan untuk melakukan intubasi dan support
ventilasi mekanik (Kosim, 2010).
Pemberian Minum Selama Penggunaan CPAP• Pemberian minum dapat diberikan selama penggunaan CPAP nasal. Sebelum memberikan makanan harus
dilakukan aspirasi terlebih dahulu untuk menghindari udara yang berlebihan di lambung akibat penggunaan CPAP. Jika kondisinya stabil, bayi dapat minum personde.
Menghentikan pemakaian CPAP• Setelah bayi bernapas dengan mudah dan terlihat penurunan frekuensi napas dan retraksi. FiO2 diturunkan
secara bertahap 2-5% sampai menjadi 25% atau udara ruangan dengan dipandu “pulse oxymetry” atau hasil analisa gas darah
• Jika bayi sudah nyaman bernapas dengan CPAP dan FiO2 21%, dicoba melepas CPAP. Prong nasal harus dilepas dari corrugate tubing saat selang masih di tempatnya. Bayi dinilai selama percobaan ini apakah mengalami takipnea, retraksi, desaturasi oksigen, atau apnea. Jika tanda tersebut timbul, percobaan dianggap gagal. CPAP harus segera dipasang lagi pada bayi paling sedikit satu hari sebelum dicoba lagi di hari berikutnya.
• Jika bayi terus menggunakan CPAP dengan FiO2 > 21%, ulangi percobaan dengan menggunakan tambahan oksigen melalui kanula nasal
• Tidak perlu mengubah tekanan saat proses penyapihan. Bayi menggunakan CPAP 5 cm atau sama sekali lepas dari CPAP
• Jika ada keraguan terganggunya pernapasan selama proses penyapihan, jangan disapih. Lebih baik diantisipasi sebelumnya dan mencegah kolaps paru daripada menatalaksana paru yang kolaps (Kosim, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
• Barnett ED, Klein JO. Bacterial ionfections of the respiratory tract. Dalam: Remington JS, Klein JO, ed. Infectious diseases of the fetus and newborn infant, edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Company, 2001.h.999-1018.
• Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In : Nelson Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-8..
• Hagedorn MIE, Gardner SL, Abman SH. Respiratory diseases. Dalam: Merenstein GB, Gardner SL, Ed. Handbook of neonatal intensive care, edisi ke-5. St Louis: Mosby, 2002.h.485-575.
• Hansen T, Corbet A. Neonatal pnemonias. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, ed. Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke-7. Philadelphia: WB Saunders Company, 1998.h.648-660.
• Hassan R, et al. 1985. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Info Medika Jakarta: Jakarta. • KemenKes. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.• Kosim MS, et al. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Badan Penerbit IDAI: Jakarta.• Richard E, et al. 2003. Nelson Textbook of Paediatrics 17th edition. WB Saunders Company: Philadelpia. • Smith JB. Bacterial and fungal infection of the neonate. Dalam : Pomerance JJ, Richardson CJ, penyunting. Neonatology for
the clinician. Connecticut : Appleton & Lange, 1993.h.185-200• Suraatmaja, Sudrajat, dr,SpA(K). Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. RSUP Sanglah, Denpasar. • WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. • Winkjosastro H. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo: Jakarta.