Top Banner
1 Pengelompokan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2007 dengan Analisis Cluster Indah Tri Wulandari (1) dan Kurnia Dwi Inayati (2) (1)(2) Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail : (1) [email protected]; (2) [email protected] AbstrakProgram KB agaknya sudah terbilang sukses khususnya untuk kota-kota besar. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan keberhasilan KB. Nono Cahyono, data tugas akhirnya menyertakan enam variabel yang sekiranya menjadi tolok ukur berhasil atau tidaknya program KB di suatu daerah. Oleh karena itu terdorong keinginan untuk mengelompokkan provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan variabel penunjang program KB diantaranya rasio jumlah petugas lapangan KB, rasio klinik KB, jumlah dokter, persentase peserta baru, persentase peserta baru kontrasepsi jangka panjang dan angka kelahiran total. Pengelompokan menggunakan metode cluster baik hirarki maupun non-hirarki. Pada cluster hirarki digunakan metode single linkage, complete linkage, dan average linkage di mana jumlah cluster yang dibentuk minimal dua dan maksimal lima. Sementara itu, pada analisis cluster hirarki akan diawali dengan analisis diskriminan untuk mengetahui jenis metode hirarki dan jumlah cluster yang akan dipakai untuk k-means cluster. Namun, sebelumnya pengujian asumsi normal multivariat dan homogenitas matriks varian kovarian akan dilakukan pada masing-masing cluster pada setiap metode hirarki dan diperoleh hasil bahwa kedua asumsi tersebut tidak terpenuhi. Namun agar analisis lebih lanjut dapat dilakukan maka dianggap kedua asumsi tersebut telah terpenuhi. Dari analisis diskriminan diperoleh bahwa ketepatan klasifikasi dengan nilai chi- squared tertinggi terdapat pada metode average linkage dengan lima cluster sehingga pada k-means jumlah cluster yang terbentuk adalah lima. Kata Kunci--- pencapaian gerakan KB, cluster, hirarki dan non hirarki. I. PENDAHULUAN Program Keluarga Berencana (KB) telah lebih dari dua dasawarsa dicanangkan. Jumlah penduduk khususnya penduduk di Indonesia yang mencapai 259 juta jiwa (hasil sensus 2010) menuntut agar program Keluarga Berencana kembali digalakkan. Program KB selain bertujuan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, juga bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu saat melahirkan yang biasanya dipicu oleh usia yang terbilang belum cukup umur untuk hamil. Pada mulanya program KB agak sulit berkembang karena mitos “banyak anak banyak rejeki” yang masih menjadi mindset masyarakat dan adanya pertentangan dari beberapa ulama. Akan tetapi lambat laun seiring modernisasi yang menuntut seseorang untuk hidup praktis dan minimalis secara natural menyadarkan masyarakat bahwa rumah tangga yang kecil akan lebih terencana dan lebih sejahtera. KB merupakan program yang berfungsi untuk menunda kelahiran anak pertama (post poning ), menjarangkan anak (spacing) atau membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity). Dengan perencanaan yang matang dalam menentukan jumlah anak dan mengatur jarak antar anak, maka keluarga sejahtera tidak akan sulit untuk direalisasikan. Program KB ini agaknya sudah terbilang sukses khususnya untuk kota-kota besar. Tetapi masih terdapat beberapa daerah yang sosialisasi program KB-nya belum terlalu berhasil. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan keberhasilan KB. Nono Cahyono, data tugas akhirnya menyertakan enam variabel yang sekiranya menjadi tolok ukur berhasil atau tidaknya program KB di suatu daerah. Oleh karena itu terdorong keinginan untuk mengelompokkan provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan variabel penunjang program KB diantaranya rasio jumlah petugas lapangan KB, rasio klinik KB, jumlah dokter, persentase peserta baru, persentase peserta baru kontrasepsi jangka panjang dan angka kelahiran total. Pengelompokan ini berdasarkan pengelompokan secara clustering baik hirarki maupun non hirarki. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Program Keluarga Berencana Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga[1]. B. Uji Normal Multivariat
12

Lapres paper 5 nia indah

Jul 22, 2015

Download

Data & Analytics

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lapres paper 5 nia indah

1

Pengelompokan Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Barat Berdasarkan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) Tahun 2007 dengan Analisis

Cluster Indah Tri Wulandari(1) dan Kurnia Dwi Inayati(2)

(1)(2)Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail : (1)[email protected]; (2)[email protected]

Abstrak— Program KB agaknya sudah terbilang

sukses khususnya untuk kota-kota besar. Banyak faktor

yang menyebabkan perbedaan keberhasilan KB. Nono

Cahyono, data tugas akhirnya menyertakan enam

variabel yang sekiranya menjadi tolok ukur berhasil

atau tidaknya program KB di suatu daerah. Oleh

karena itu terdorong keinginan untuk mengelompokkan

provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan variabel

penunjang program KB diantaranya rasio jumlah

petugas lapangan KB, rasio klinik KB, jumlah dokter,

persentase peserta baru, persentase peserta baru

kontrasepsi jangka panjang dan angka kelahiran total. Pengelompokan menggunakan metode cluster baik

hirarki maupun non-hirarki. Pada cluster hirarki

digunakan metode single linkage, complete linkage, dan

average linkage di mana jumlah cluster yang dibentuk

minimal dua dan maksimal lima. Sementara itu, pada

analisis cluster hirarki akan diawali dengan analisis

diskriminan untuk mengetahui jenis metode hirarki dan jumlah cluster yang akan dipakai untuk k-means

cluster. Namun, sebelumnya pengujian asumsi normal

multivariat dan homogenitas matriks varian kovarian

akan dilakukan pada masing-masing cluster pada setiap

metode hirarki dan diperoleh hasil bahwa kedua asumsi

tersebut tidak terpenuhi. Namun agar analisis lebih

lanjut dapat dilakukan maka dianggap kedua asumsi

tersebut telah terpenuhi. Dari analisis diskriminan diperoleh bahwa ketepatan klasifikasi dengan nilai chi-

squared tertinggi terdapat pada metode average linkage

dengan lima cluster sehingga pada k-means jumlah

cluster yang terbentuk adalah lima.

Kata Kunci--- pencapaian gerakan KB, cluster, hirarki

dan non hirarki.

I. PENDAHULUAN

Program Keluarga Berencana (KB) telah lebih dari dua

dasawarsa dicanangkan. Jumlah penduduk khususnya

penduduk di Indonesia yang mencapai 259 juta jiwa (hasil

sensus 2010) menuntut agar program Keluarga Berencana

kembali digalakkan. Program KB selain bertujuan untuk

menekan laju pertumbuhan penduduk, juga bertujuan untuk

menurunkan angka kematian ibu saat melahirkan yang

biasanya dipicu oleh usia yang terbilang belum cukup umur

untuk hamil. Pada mulanya program KB agak sulit

berkembang karena mitos “banyak anak banyak rejeki” yang

masih menjadi mindset masyarakat dan adanya pertentangan

dari beberapa ulama. Akan tetapi lambat laun seiring

modernisasi yang menuntut seseorang untuk hidup praktis

dan minimalis secara natural menyadarkan masyarakat

bahwa rumah tangga yang kecil akan lebih terencana dan

lebih sejahtera. KB merupakan program yang berfungsi

untuk menunda kelahiran anak pertama (post poning),

menjarangkan anak (spacing) atau membatasi (limiting)

jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan

medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan

(ferundity). Dengan perencanaan yang matang dalam

menentukan jumlah anak dan mengatur jarak antar anak,

maka keluarga sejahtera tidak akan sulit untuk

direalisasikan.

Program KB ini agaknya sudah terbilang sukses

khususnya untuk kota-kota besar. Tetapi masih terdapat

beberapa daerah yang sosialisasi program KB-nya belum

terlalu berhasil. Banyak faktor yang menyebabkan

perbedaan keberhasilan KB. Nono Cahyono, data tugas

akhirnya menyertakan enam variabel yang sekiranya

menjadi tolok ukur berhasil atau tidaknya program KB di

suatu daerah. Oleh karena itu terdorong keinginan untuk

mengelompokkan provinsi-provinsi di Indonesia

berdasarkan variabel penunjang program KB diantaranya

rasio jumlah petugas lapangan KB, rasio klinik KB, jumlah

dokter, persentase peserta baru, persentase peserta baru

kontrasepsi jangka panjang dan angka kelahiran total.

Pengelompokan ini berdasarkan pengelompokan secara

clustering baik hirarki maupun non hirarki.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Program Keluarga Berencana

Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan

sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain

keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah

dan jarak anak yang diinginkan. Untuk dapat mencapai

hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif

untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara

tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan

dan perencanaan keluarga[1].

B. Uji Normal Multivariat

Page 2: Lapres paper 5 nia indah

2

Variabel random (x1, x2, ..., xp) berdistribusi normal

multivariat dengan parameter μ dan ∑ jika mempunyai

probability density function berikut.

𝑓(𝒙) =1

(2𝜋)2𝑝|𝚺|

12

𝑒𝑥𝑝−1

2[(𝒙−𝝁)′𝚺−𝟏(𝒙−𝝁)]

( 2.1 )

dimana

x = vektor variabel respon

μ = vektor rataan umum

p = banyaknya variabel respon

Pada p=2, pengujian normal multivariat dapat dilakukan

dengan menggunakan plot chi-squared. Square distance

dapat dihitung dengan rumus.

𝑑𝑗2 = (𝒙𝒋 − �̅�)

′𝑺−𝟏(𝒙𝑗 − �̅�), i = 1, 2, 3, ..., n

dimana𝑆−1 merupakan invers matriks kovarians.

Selanjutnya masing-masing nilai

𝑑𝑗2dibandingkandengan𝜒2;0,5

2 . Jika proporsi𝑑𝑗2 ≤ 𝜒𝑝;𝛼

2 tidak

kurang dari 0,5 maka dapat dikatakan bahwa variabel

random xj berdistribusi normal multivariat.

Hipotesis pengujian asumsi distribusi normal multivariat

adalah sebagai berikut.

H0: Data pengamatan berdistribusi normal multivariat

H1: Data pengamatan tidak berdistribusi normal multivariat

Statistik uji diberikan oleh.

𝑟𝑄 = ∑ (𝑑(𝑗)

2 −𝑑2̅̅̅̅ )(𝑞(𝑗)−𝑞𝑛𝑗=1 )

√∑ (𝑥(𝑗)−�̅�)2𝑛𝑗=1 √(𝑞(𝑗)−�̅�)2

dimana q( j) dapat dihitung dengan rumus.

q( j) = χ2p((n-j+0,5)/n)

Nilai koefisien korelasi tersebut dibandingkan dengan

nilai r(n,α). H0 akan ditolak apabila rQ<r(n,α)[3].

C. Uji Homogenitas Matriks Varian Kovarian

Pengujian homogenitas berfungsi untuk mengetahui

varians data bersifat homogen atau heterogen berdasarkan

faktor tertentu. Uji homogen data univariat dapat dilakukan

melalui uji Bartlet dan Lavene. Sedangkan untuk data

multivariat, pengujian homogenitas dilakukan dengan uji

Box’s M dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : Σ1 = Σ2 = ... = Σk

H1 : minimal satu Σi≠Σj untuk i ≠ j

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut. 𝐶 = (1 − 𝑢)𝑀

dimana

𝑀 = [∑ (𝑛𝑙 − 1)𝑙 ]𝑙𝑛|𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑| − ∑ [(𝑛𝑙 − 1)𝑙𝑛|𝑆𝑙|]𝑙

𝑢 = [∑1

(𝑛𝑙 − 1)−

1

∑ (𝑛𝑙 − 1)𝑙𝑙

][2𝑝2 + 3𝑝 − 1

6(𝑝 + 1)(𝑔 − 1)]

Hipotesis awal (H0) akan ditolak bila C> χ2p(p+1)(g-

1)/2(α)[3].

Pendekatan distribusi χ2pada uji Box’s M tersebut akan

valid apabila setiap nltidak melebihi 20, serta jumlah p dan g

tidak melebihi lima. Ketika syarat-syarat tersebut tidak

terpenuhi maka statistik uji Box’s M didekati oleh distribusi

F[2].

D. Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan merupakan metode statistik yang

digunakan untuk mengelompokkan atau mengklasifikasi

sejumlah obyek ke dalam beberapa kelompok berdasarkan

beberapa variabel. Setiap objek yang diklasifikasikan tidak

akan menjadi anggota lebih dari satu kelomok. Proses

analisis diskriminan mengasumsikan data berdistribusi

normal multivariat dan matriks varians-kovarians

homogen[3].

Suatu kombinasi liner x menghasilkan nilai Y11, Y12,

…,Y1n1 untuk pengamatan dari populasi pertama dan nilai

Y21, Y22, ….Y2n2 untuk pengamatan dari populasi kedua.

Kombinasi linier dari variabel-variabel ini akan membentuk

suatu fungsi diskriminan sebagai berikut[3].

xSy pooledxx

1

21)'(ˆ

dimana :

𝑦 = nilai fungsi diskriminan

𝑥̅1 = rata-rata pengamatan kelompok 1

𝑥̅2 = rata-rata pengamatan kelompok 2

1 1 11 2

1 2 1 2

1 1

( 1) ( 1) ( 1) ( 1)pooled

n nS s s

n n n n

Klasifikasi atau pengelompokan obyek, misal π1 adalah

kelompok pertama dan π2 adalah kelompok kedua. Berikut

ini adalah titik tengah mean populasi univariat:

1

1 2 1 2

1ˆ ( ) ( )

2pooledm x x S x x

dimana :

0)()(2

21

1

2110 xxSxxmYE pooled

1

0 2 1 2 1 2

1ˆ ( ) ( ) 0

2pooledE Y m x x S x x

Y0 diharapkan lebih besar dari titik tengah dan bila

X0dari π2, Y0 diharapkan lebih kecil dari titik tengah. Bila

Y0>m maka masuk kelompok 1 dan Y0≤m maka masuk

kelompok 2[3].

E. Analisis Kelompok (Cluster Analysis)

Analisis kelompok (Cluster Analysis) adalah analisis

statistika yang bertujuan untuk mengelompokkan data.

Dilihat dari apa yang dikelompokkan, maka analisis

kelompok dibagi menjadi dua yaitu pengelompokan

observasi dan pengelompokan variabel.

Secara umum ada dua metode di dalam analisis kelompok

yaitu :

a. Metode hirarki, hasil pengelompokkannya disajikan

secara hirarki atau berjenjang dari n, (n-1) sampai 1

kelompok. yang termasuk dalam metode ini adalah

single linkage, complete linkage, average linkage.

b. Metode non hirarki. Metode ini dipakai jika banyaknya

kelompok sudah diketahui dan biasanya metode ini

dipakai untuk mengelompokkan data yang berukuran

besar, yang termasuk dalam metode ini adalah metode

K-means.

Untuk menyatakan suatu observasi atau variabel menpunyai

sifat yang lebih dekat dengan observasi tertentu daripada

dengan observasi yang lain digunakan fungsi yang disebut

jarak (distance). Suatu fungsi disebut jarak jika bersifat.

a. Tak negatif 0ijd dan 0ijd jika i=j

b. Simetri jiij dd

c. jkikij ddd panjang salah satu sisi segitiga selalu

lebih kecil atau sama-dengan jumlah dua sisi yang lain

Beberapa macam jarak yang biasa dipakai di dalam

analisis kelompok[3].

Tabel 1 Formula Untuk Menghitung Jarak Dalam Analisis Kelompok

Nomor Jarak Formula

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(7)

(6)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

Page 3: Lapres paper 5 nia indah

3

1 Euclidean 2

1

p

k

jkikij xxd

2 Manhattan

p

k

jkikij xxd1

3 Pearson

k

jkikp

k

ijx

xxd

var

2

1

4 Korelasi ijij rd 1

5 Mutlak

korelasi

ijij rd 1

Metode pengelompokan hirarki dibedakan berdasarkan

konsep jarak antar kelompok, penentuan jarak antar

kelompok untuk metode tersebut adalah :

Tabel 2 Metode Penentuan Jarak Antar Kelompok

Nomor Metode Jarak antara kelompok (i,j) dengan k

1 Single

linkage ),min(),( jkikkji ddd

2 Complete

linkage ),max(),( jkikkji ddd

3 Average

linkage ),(),( jkikkji ddaveraged

4 Median linkage

),(),( jkikkji ddmediand

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Sumber Data

Data yang digunakan dalam laporan ini merupakan data

sekunder yang diperoleh dari Tugas Akhir dengan judul

“Studi Pengelompokan Provinsi di Indonesia Berdasarkan

Pencapaian Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera Tahun

1997-1998” oleh Nono Cahyono (1395030039).

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai

berikut.

Tabel 3 Variabel Penelitian

Variabel Deskripsi

X1 Rasio jumlah petugas lapangan KB (PLKB) terhadap

100 pasangan usia subur

X2 Rasio klinik KB terhadap 100 pasangan usia subur

X3 Rasio jumlah dokter terhadap 100 pasangan usia subur

X4 Prosentase peserta baru KB terhadap perkiraan

permintaan masyarakat (PPM)

X5 Prosentase peserta baru KB pengguna metode

kontrasepsi efektif jangka panjang terhadap PPM

X6 Angka kelahiran total (AKT) / Total Fertility Rate

C. Metode Analisa Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut.

1. Melakukan analisis cluster hirarki metode single linkage,

complete linkage, dan average linkage pada data kasus

pengelompokan provinsi di Indonesia berdasarkan

pencapaian gerakan reproduksi keluarga sejahtera.

2. Melakukan uji normal multivariat.

3. Melakukan uji homogenitas matriks varian kovarian.

4. Melakukan analisis diskriminan pada data kasus

pengelompokan provinsi di Indonesia berdasarkan

pencapaian gerakan reproduksi keluarga sejahtera.

5. Melakukan analisis non hirarki metode cluster k-means

pada data kasus pengelompokan provinsi di Indonesia

berdasarkan pencapaian gerakan reproduksi keluarga

sejahtera.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Normal Multivariat

Pengujian normal multivariat pada seluruh variable

penelitian yang meliputi Persentase penduduk yang tinggal

di perkotaan (X1), Persentase penduduk yang berpendidikan

di atas SLTP (X2), Rata-rata pendapatan per kapita (X3),

Rasio ketergantungan penduduk (X4), Peranan sektor

industri dalam PDRB (X5), dan Persentase penduduk miskin

(X6) bertujuan untuk mengetahui apakah asumsi normal

multivariat telah terpenuhi. Pengujian ini menggunakan

statistik uji nilai korelasi (rQ) yang kemudian dibandingkan

dengan rtabel.

Dari hasil penghitungan korelasi antara d j dan q(c,p)

didapatkan nilai korelasi (rQ) sebesar 0,989. Nilai tersebut

lebih besar dari nilai r(26;0,05) = 0,9612 sehingga hipotesis

awal (H0) gagal ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa

dengan tingkat keyakinan 95%, data respon berdistribusi

normal multivariat.

B. Uji Homogenitas Varian

Hasil pengujian homogenitas varian adalah sebagai

berikut.

Tabel 1 Nilai Levene dan P-value

Levene df1 df2 P-value

0,133 5 150 0, 984

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa p-value yang

dihasilkan sebesar 0,984 sehingga gagal tolak H0 maka

dengan taraf signifikansi 5% dapat disimpulkan bahwa

varian dari variabel penelitian sudah homogen.

B. Cluster Metode Hirarki

Analisis cluster dengan metode hirarki dibedakan

menjadi tiga, diantaranya single linkage, complete linkage

dan Ward’s Methode. Berikut merupakan analisis dari

masing-masing metode.

1. Metode Single Linkage

Metode Single Linkage merupakan metode yang

didasarkan pada jarak minimum antar kedua titik.

Berdasarkan output agglomeration schedule (Lampiran 2A),

dapat dilakukan pengelompokan secara bertahap. Pada stage

1, cluster yang terbentuk adalah kabupaten/kota pada

nomor 3 dan 8 yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten

Kuningan karena kedua kabupaten tersebut memiliki

kemiripan atau jarak yang paling dekat yaitu 0,402 maka

kedua provinsi tersebut dikelompokkan terlebih dahulu.

Kemudian pada kolom next stage pada baris pertama,

kelanjutan stage untuk cluster berikutnya adalah stage 4.

Pada stage 12, cluster yang terbentuk adalah provinsi pada

nomor 3 dan 7, yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten

Ciamis dengan jarak 0,608. Pada Stage Cluster First

Appears kolom cluster 1, kabupaten pada nomor 2 yaitu

Cianjur telah muncul satu kali pada stage sebelumnya.

Page 4: Lapres paper 5 nia indah

4

Demikian selanjutnya proses pembentukan cluster hingga

seluruh cluster terbentuk.

Berikut merupakan dendogram yang terbentuk

berdasarkan metode single linkage.

Gambar 1 Dendrogram Single Linkage

Berdasarkan dendogram di atas, dapat diketahui bahwa

dari 26 kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat dapat

dikelompokkan menjadi 2 cluster dengan masing-masing

anggota cluster sebagai berikut. Tabel 4 Pengelompokkan 2 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut,

Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon,

Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang,

Purwakarta, Karawang, Bekasi, Kab.Bandung

Barat, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar.

2 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota

Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota

Cimahi.

Berikut merupakan pengelompokkan 26 kabupaten/kota

di provinsi Jawa Barat menjadi 3 cluster berdasarkan

dendogram di atas dengan masing-masing anggota cluster

sebagai berikut.

Tabel 5 Pengelompokkan 3 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut,

Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon,

Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang,

Purwakarta, Karawang, Kab.Bandung Barat, Kota

Tasikmalaya dan Kota Banjar.

2 Bekasi

3 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota

Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota

Cimahi.

Berikut merupakan pengelompokkan 26 kabupaten/kota

di provinsi Jawa Barat menjadi 4 cluster berdasarkan

dendogram di atas dengan masing-masing anggota cluster

sebagai berikut.

Tabel 6 Pengelompokkan 4 Cluster Cluster Provinsi

1 Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut,

Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon,

Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang,

Purwakarta, Karawang, Kab.Bandung Barat, Kota

dan Kota Banjar.

2 Bekasi

3 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota

Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota

Cimahi.

4 Kota Tasikmalaya

Berikut merupakan pengelompokkan 26 kabupaten/kota

di provinsi Jawa Barat menjadi 5 cluster berdasarkan

dendogram di atas dengan masing-masing anggota cluster

sebagai berikut.

Tabel 7 Pengelompokkan 5 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Tasikmalaya,

Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka,

Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta,

Karawang, Kab.Bandung Barat dan Kota Banjar.

2 Garut

3 Bekasi

4 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota

Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota

Cimahi.

5 Kota Tasikmalaya

Selanjutnya, untuk mengetahui apakah variabel-variabel

yang telah membentuk cluster tersebut merupakan variabel

pembeda dalam pengelompokan, maka dilakukan analisis

variansi sebagai berikut.

Tabel Hasil Analysis of Variance (ANOVA)

Jumlah

Cluster

P-Value

X1 X2 X3 X4 X5 X6

5 0,00 0,161 0,00 0,00 0,00 0,119

4 0,00 0,093 0,00 0,00 0,087 0,00

3 0,00 0,154 0,00 0,00 0,040 0,00

2 0,00 0,063 0,00 0,00 0,607 0,00

Berdasarkan Tabel dapat dilihat bahwa pada

pengelompokan 5 cluster terdapat 4 variabel yang

signifikan yaitu X1, X3, X4 dan X5. Pada pengelompokan 4

dan 2 cluster juga terdapat 4 variabel yang signifikan yaitu

X1, X3, X4 dan X6. Sedangkan pada pengelompokan 3

cluster terdapat 5 variabel yang signifikan yaitu X1, X3, X4,

X5 dan X6. Variabel-variabel yang signifikan ini mempunyai

arti bahwa variabel tersebut merupakan variabel pembeda

dalam pengelompokan. Dari analisis varinsi ini didapatkan

hasil bahwa pengelompokan 3 cluster dengan metode single

linkage merupakan hasil yang optimum karena terdapat 5

variabel yang signifikan.

2. Metode Complete Linkage

Metode Complete Linkage merupakan metode yang

didasarkan pada jarak maksimum antar kedua titik.

Berdasarkan output agglomeration schedule (Lampiran 2B),

dapat dilakukan pengelompokan secara bertahap. Pada stage

1, cluster yang terbentuk adalah provinsi pada nomor 3 dan

8 yaitu Kabupaten Cianjur dan Kuningan karena kedua

Page 5: Lapres paper 5 nia indah

5

kabupaten memiliki kemiripan atau jarak yang paling dekat

yaitu 0,634 maka kedua provinsi tersebut dikelompokkan

terlebih dahulu. Kemudian pada kolom next stage pada baris

pertama, kelanjutan stage untuk cluster berikutnya adalah

stage 7. Pada stage 7, cluster yang terbentuk adalah

kabupaten pada nomor 2 dan 3, yaitu Kabupaten Sukabumi

dan Ciajur dengan jarak 1,176. Pada Stage Cluster First

Appears kolom cluster 2, kabupaten pada nomor 3 yaitu

kabupaten Cianjur telah muncul satu kali pada stage

sebelumnya. Demikian selanjutnya proses pembentukan

cluster hingga seluruh cluster terbentuk.

Berikut merupakan dendogram yang terbentuk

berdasarkan metode complete linkage.

Gambar 2 Dendrogram Complete Linkage

Berdasarkan dendogram di atas, dapat diketahui bahwa

dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat dapat dikelompokkan

menjadi 2 cluster dengan masing-masing anggota cluster

sebagai berikut.

Tabel 8 Pengelompokkan 2 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Bandung, Bekasi, Kota Bogor, Kota

Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota

Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota

Tasikmalaya dan Kota Banjar.

2 Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,

Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang,

Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang dan

Kab.Bandung Barat.

Berikut merupakan pengelompokkan 26 kabupaten/kota

di Jawa Barat menjadi 3 cluster berdasarkan dendogram di

atas dengan masing-masing anggota cluster sebagai berikut.

Tabel 9 Pengelompokkan 3 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Bandung dan Bekasi

2 Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,

Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang,

Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang dan

Kab.Bandung Barat.

3 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota

Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi,

Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar.

Berikut merupakan pengelompokkan 26 kabupaten/kota

di Jawa Barat menjadi 4 cluster berdasarkan dendogram di

atas dengan masing-masing anggota cluster sebagai berikut.

Tabel 10 Pengelompokkan 4 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Bandung dan Bekasi

2 Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,

Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang,

Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang dan

Kab.Bandung Barat.

3 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota

Tasikmalaya dan Kota Banjar.

4 Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota

Cimahi.

Berikut merupakan pengelompokkan 26 kabupaten/kota

di provinsi Jawa Barat menjadi 5 cluster berdasarkan

dendogram di atas dengan masing-masing anggota cluster

sebagai berikut.

Tabel 11 Pengelompokkan 5 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Bandung dan Bekasi.

2 Sukabumi, Cianjur, Ciamis, Kuningan, Cirebon,

Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang,

Purwakarta, Karawang dan Kab.Bandung Barat.

3 Garut dan Tasikmalaya,

4 Kota Bogor, Kota Sukabumi dan Kota Cirebon.

5 Kota Bandung, Kota Bekasi dan Kota Depok.

Selanjutnya, untuk mengetahui apakah variabel-variabel

yang telah membentuk cluster tersebut merupakan variabel

pembeda dalam pengelompokan, maka dilakukan analisis

variansi sebagai berikut.

Tabel Hasil Analysis of Variance (ANOVA)

Jumlah

Cluster

P-Value

X1 X2 X3 X4 X5 X6

5 0,00 0,002 0,00 0,00 0,001 0,00

4 0,00 0,003 0,00 0,00 0,00 0,00

3 0,00 0,011 0,00 0,00 0,001 0,00

2 0,00 0,145 0,00 0,00 0,046 0,00

Berdasarkan Tabel dapat dilihat bahwa pada

pengelompokan 5, 4 dan 3 cluster seluruh variabel

signifikan artinya seluruh variabel tersebut merupakan

variabel pembeda pada pengelompokan 5, 4, dan 3 cluster

dengan metode complete linkage, sehingga ke tiga cluster ini

baik digunakan untuk pengelompokan. Sedangkan pada

pengelompokan 2 cluster terdapat 1 variabel yang tidak

signifikan yaitu X5.

3. Metode Ward

Berdasarkan output agglomeration schedule (Lampiran

2C), dapat dilakukan pengelompokan secara bertahap. Pada

stage 1, cluster yang terbentuk adalah kabupaten pada

nomor 3 dan 8 yaitu Kabupaten Cianjur dan Kuningan

karena kedua provinsi memiliki kemiripan atau jarak yang

paling dekat yaitu 0,317 maka kedua provinsi tersebut

dikelompokkan terlebih dahulu. Kemudian pada kolom next

stage pada baris pertama, kelanjutan stage untuk cluster

berikutnya adalah stage 8. Pada stage 8, cluster yang

terbentuk adalah kabupaten pada nomor 2 dan 3, yaitu

Kabupaten Sukabumi dan Cianjur dengan jarak 3,685. Pada

Page 6: Lapres paper 5 nia indah

6

Stage Cluster First Appears kolom cluster 2, kabupaten

pada nomor 3 yaitu kabupaten Cianjur telah muncul satu

kali pada stage sebelumnya. Demikian selanjutnya proses

pembentukan cluster hingga seluruh cluster terbentuk.

Berikut merupakan dendogram yang terbentuk

berdasarkan metode Ward.

Gambar 3 Dendrogram Metode Ward

Berdasarkan dendogram pada Gambar 3, dapat diketahui

bahwa dari 26 kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat dapat

dikelompokkan menjadi 2 cluster dengan masing-masing

anggota cluster sebagai berikut. Tabel 12 Pengelompokkan 2 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut,

Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon,

Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang,

Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Kab.Bandung

Barat.

2 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota

Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi,

Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar.

Berikut merupakan pengelompokkan 26 kabupaten/kota

di provinsi Jawa Barat menjadi 3 cluster berdasarkan

dendogram di atas dengan masing-masing anggota cluster

sebagai berikut.

Tabel 13 Pengelompokkan 3 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Bandung, Sumedang, Indramayu,

Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Kab.Bandung

Barat

2 Sukabumi, Cianjur Garut, Tasikmalaya, Ciamis,

Kuningan, Cirebon, Majalengka dan Subang

3 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota

Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi,

Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar.

Berikut merupakan pengelompokkan 26 kabupaten/kota

di provinsi Jawa Barat menjadi 4 cluster berdasarkan

dendogram di atas dengan masing-masing anggota cluster

sebagai berikut.

Tabel 14 Pengelompokkan 4 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Bandung

2 Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,

Kuningan, Cirebon, Majalengka dan Subang.

3 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota

Tasikmalaya dan Kota Banjar.

4 Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota

Cimahi.

Berikut merupakan pengelompokkan 26 kabupaten/kota

di provinsi Jawa Barat menjadi 5 cluster berdasarkan

dendogram di atas dengan masing-masing anggota cluster

sebagai berikut.

Tabel 15 Pengelompokkan 5 Cluster

Cluster Provinsi

1 Bogor, Bandung

2 Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,

Kuningan, Cirebon, Majalengka dan Subang.

3 Sumedang, Indramayu, Karawang dan

Kab.Bandung Barat

4 Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota

Tasikmalaya dan Kota Banjar.

5 Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota

Cimahi.

Selanjutnya, untuk mengetahui apakah variabel-variabel

yang telah membentuk cluster tersebut merupakan variabel

pembeda dalam pengelompokan, maka dilakukan analisis

variansi sebagai berikut.

Tabel Hasil Analysis of Variance (ANOVA)

Jumlah

Cluster

P-Value

X1 X2 X3 X4 X5 X6

5 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

4 0,00 0,007 0,00 0,00 0,00 0,00

3 0,00 0,021 0,00 0,00 0,00 0,00

2 0,00 0,005 0,00 0,00 0,923 0,00

Berdasarkan Tabel dapat dilihat bahwa pada

pengelompokan 5, 4 dan 3 cluster seluruh variabel

signifikan artinya seluruh variabel tersebut merupakan

variabel pembeda pada pengelompokan 5, 4, dan 3 cluster

dengan metode complete linkage, sehingga ke tiga cluster ini

baik digunakan untuk pengelompokan. Sedangkan pada

pengelompokan 2 cluster terdapat 1 variabel yang tidak

signifikan yaitu X5.

C. Cluster Metode Non Hirarki

Berdasarkan hasil Analysis of Variance (ANOVA) pada

metode single linkage pengelompokan 3 cluster merupakan

hasil yang optimum, sedangkan pada metode complete

linkage dan metode ward diperoleh 5, 4 dan 3 cluster

sebagai pengelompokan yang optimum, sehingga pada

metode non hirarki yaitu k-means cluster akan dibentuk 3

cluster. Hasil dari k-means cluster adalah sebagai berikut.

Tabel 18 Nilai Awal T itik Tengah Cluster

Cluster

1 2 3

X1 -0,37458 -0,72975 1,53729

X2 -0,77869 0,19926 1,33438

X3 -0,19746 2,58957 -0,49083

X4 0,83867 -1,18396 -0,40162

Page 7: Lapres paper 5 nia indah

7

X5 2,28650 -1,01064 -0,66239

X6 -1,13358 1,18677 -0,64933

Tabel 18 merupakan tampilan pertama proses clustering

data sebelum dilakukan iterasi. Nilai-nilai dalam tabel

tersebut merupakan nilai awal dari pusat cluster untuk

proses iterasi. Misalkan untuk variabel X1 pada cluster 1

yang memiliki nilai awal pusat cluster sebesar -0,37458

sampai dengan variabel X6 pada cluster 3 yang memiliki

nilai awal pusat cluster sebesar -0,64933.

Untuk mendeteksi berapa kali proses iterasi yang

dilakukan dalam proses clustering dari 26 obyek yang

diteliti, dapat dilihat tampilan output berikut ini.

Tabel 19 Iteration History

Iterasi Perubahan pada Pusat Cluster

1 2 3

1 1,838 2,032 1,705

2 0,000 0,286 0,610

3 0,000 0,000 0,000

Nampak pada Tabel 19 proses clustering yang dilakukan

membutuhkan tiga tahapan iterasi untuk mendapatkan

cluster yang tepat dengan jarak minimum antar pusat cluster

adalah 4,321. Pada iterasi pertama, cluster 1 mengalami

perubahan pusat cluster sebesar 1,838. Kemudian iterasi

berhenti pada tahap dua karena perubahan pada pusat cluster

sangat kecil atau mendekati nol.

Adapun hasil akhir dari proses clustering adalah sebagai

berikut.

Tabel 20 Hasil Akhir Pusat Cluster

Cluster

1 2 3

X1 -0,31826 -0,75329 1,36864

X2 -0,73616 -0,09196 0,69006

X3 0,36483 0,58486 -1,15092

X4 -0,08132 -0,74887 1,18430

X5 1,32766 -0,70833 0,06675

X6 0,00275 0,75663 -10,13702

Nampak pada Tabel 20 jumlah cluster yang terbentuk

adalah sebanyak lima. Misalkan untuk variabel X1, centroid

pada cluster 1 sampai dengan 3 berturut-turut adalah -

0,31826; -0,75329; dan 1,36864. Sementara untuk variabel X2,

centroid untuk cluster 1 adalah -0,73616 dan begitu

seterusnya untuk variabel X3 sampai dengan X6.

Tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan yaitu melihat

signifikansi variabel pada cluster yang terbentuk. Dalam hal

ini dapat dilihat dari nilai F dan p-value masig-masing

variabel, seperti nampak dalam tabel berikut.

Tabel 21 ANOVA

Variabel CLuster Error

F P-value Mean Sq df1 Mean Sq df2

X1 11.201 2 0.113 23 99.18 0,000

X2 3.581 2 0.776 23 4.618 0.021

X3 7.75 2 0.413 23 18.76 0,000

X4 8.995 2 0.305 23 29.51 0,000

X5 8.316 2 0.364 23 22.86 0,000

X6 8.606 2 0.339 23 25.42 0,000

Berdasarkan Tabel dapat dilihat bahwa seluruh variabel

memiliki nilai p-value lebih kecil dari pada α (0,05) ,

sehingga keputusannya adalah tolak H0. Hal ini berarti

hanya seluruh variabel merupakan variabel pembeda dalam

pengelompokan 3 cluster.

Selanjutnya, untuk mengetahui jumlah anggota masing-

masing cluster yang terbentuk dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Tabel 22 Jumlah Anggota Masing-Masing Cluster

Cluster Anggota

1 Bogor, Bandung, Purwakarta, Karawang,

Bekasi dan Kab.Bandung Barat

2

Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya,

Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka,

Sumedang, Indramayu, Subang dan Kota

Banjar.

3

Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung,

Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota

Cimahi dan Kota Tasikmalaya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka

kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut.

1. Pengujian asumsi normal multivariat diperoleh hasil

bahwa data ke-26 kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat

dengan total enam varibel berdistribusi normal

multivariat.

2. Hasil pengujian homogenitas varians dengan uji Levene

didapatkan hasil bahwa variabel penelitian telah

homogen.

3. Pada metode single linkage diperoleh pengelompokkan

pada 2 cluster terbagi atas 19 provinsi (kelompok 1) dan

7 provinsi (kelompok 2), sedangkan untuk 3 cluster

terbagi atas 18 provinsi (kelompok 1), 1 provinsi

(kelompok 2) dan 7 provinsi (kelompok 3). Untuk 4

cluster terbagi atas 17 provinsi (kelompok 1), 1 provinsi

(kelompok 2), 7 provinsi (kelompok 3) dan 1 provinsi

(kelompok 4) dan untuk 5 cluster terbagi atas 16

provinsi (kelompok 1), 1 provinsi (kelompok 2 dan 3), 7

provinsi (kelompok 4), dan 1 provinsi (kelompok 5).

4. Pada metode complete linkage diperoleh

pengelompokkan 2 cluster yang terbagi atas 12 provinsi

(kelompok 1) dan 14 provinsi (kelompok 2), sedangkan

untuk 3 cluster terbagi atas 3 provinsi (kelompok 1), 14

provinsi (kelompok 2) dan 9 provinsi (kelompok 3).

Untuk 4 cluster terbagi atas 3 provinsi (kelompok 1), 14

provinsi (kelompok 2), 6 provinsi (kelompok 3) dan 4

provinsi (kelompok 4) dan untuk 5 cluster terbagi atas 3

provinsi (kelompok 1), 12 provinsi (kelompok 2), 2

provinsi (kelompok 3), 3 provinsi (kelompok 4), dan 3

provinsi (kelompok 5).

5. Pada metode ward diperoleh pengelompokkan 2 cluster

yang terbagi atas 17 provinsi (kelompok 1) dan 9

provinsi (kelompok 2), sedangkan untuk 3 cluster terbagi

atas 8 provinsi (kelompok 1), 8 provinsi (kelompok 2)

dan 10 provinsi (kelompok 3). Untuk 4 cluster terbagi

atas 2 provinsi (kelompok 1), 9 provinsi (kelompok 2), 5

provinsi (kelompok 3) dan 4 provinsi (kelompok 4) dan

untuk 5 cluster terbagi atas 2 provinsi (kelompok 1), 9

provinsi (kelompok 2), 4 provinsi (kelompok 3), 5

provinsi (kelompok 4), dan 4 provinsi (kelompok 5).

6. Berdasarkan metode hirarki, jumlah cluster yang

terbentuk pada k-means cluster adalah sebanyak 3.

7. Hasil k-means cluster diperoleh bahwa cluster 1 terdiri

atas 6 provinsi, cluster 2 sebanyak 12 provinsi, dan

cluster 3 sebanyak 8 provinsi.

Page 8: Lapres paper 5 nia indah

8

B. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya peneliti

lebih teliti dalam pencarian data agar sesuai dengan analisis

yang akan digunakan, lebih memahami metode analisis yang

akan digunakan serta cara penyusunan kata atau penggunaan

kata-kata dalam pembuatan interpretasi, sehingga mudah

dipahami ketika oleh pembaca dan cukup menjelaskan

output hasil analisis yang disajikan dalam laporan.

DAFTAR PUSTAKA [1] Cahyono, Nono. 1999. Studi Pengelompokan Provinsi di Indonesia

Berdasarkan Pencapaian Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera Tahun 1997-1998. Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-

ITS. Surabaya: ITS. [2] Box, G. E. P. (1950). Problems in the Analysis of Growth and Wear

Curves. Biometrics, 6, 362-389. [3] Johnson, Richard A., Wichern, Dean W. (2007).Applied Multivariate

Statistical Analysis (6 th ed.). USA:Pearson Prentice Hall. [4] Sharma, S. (1996). Applied Multivariat Techniques. New York : John

Wiley & Sons, Inc.

Page 9: Lapres paper 5 nia indah

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Output Minitab

MTB > %E:\multi1.txt c1-c6

Executing from file: E:\multi1.txt

Answer = 5.8357

Answer = 3.2262

Answer = 2.2763

Answer = 5.2535

Answer = 13.9537

Answer = 4.2691

Answer = 4.1851

Answer = 2.7643

Answer = 4.2098

Answer = 2.9048

Answer = 2.4633

Answer = 7.2690

Answer = 3.9083

Answer = 7.4235

Answer = 4.1219

Answer = 9.1766

Answer = 3.9463

Answer = 5.9150

Answer = 7.0814

Answer = 3.7754

Answer = 6.0696

Answer = 6.6984

Answer = 5.5537

Answer = 5.6325

Answer = 10.9851

Answer = 11.1014

Data Display t 0.500000

Row dd q

1 2.2763 1.1174

2 2.4633 1.7360

3 2.7643 2.1657

4 2.9048 2.5274

5 3.2262 2.8541

6 3.7754 3.1604

7 3.9083 3.4546

8 3.9463 3.7420

9 4.1219 4.0266

10 4.1851 4.3114

11 4.2098 4.5991

12 4.2691 4.8924

13 5.2535 5.1936

14 5.5537 5.5057

15 5.6325 5.8317

16 5.8357 6.1753

17 5.9150 6.5410

18 6.0696 6.9348

19 6.6984 7.3644

20 7.0814 7.8408

21 7.2690 8.3804

22 7.4235 9.0089

23 9.1766 9.7714

24 10.9851 10.7579

25 11.1014 12.1981

26 13.9537 15.1352

MTB > Correlation 'dd' 'q'.

Correlations: dd, q Pearson correlation of dd and q =

0.989

P-Value = 0.000

Page 10: Lapres paper 5 nia indah

Lampiran 2 : Output SPSS

A. Single Linkage

Agglomeration Schedule

Stage

Cluster Combined

Coefficients

Stage Cluster First Appears

Next Stage Cluster 1 Cluster 2 Cluster 1 Cluster 2

1 3 8 .402 0 0 4

2 7 13 .563 0 0 4

3 18 21 .576 0 0 18

4 3 7 .608 1 2 5

5 3 10 .652 4 0 7

6 20 23 .668 0 0 10

7 3 9 .759 5 0 8

8 2 3 .949 0 7 14

9 22 24 1.203 0 0 10

10 20 22 1.323 6 9 21

11 1 4 1.486 0 0 15

12 11 12 1.655 0 0 14

13 15 17 1.672 0 0 15

14 2 11 1.760 8 12 17

15 1 15 1.880 11 13 16

16 1 14 2.003 15 0 17

17 1 2 2.026 16 14 19

18 18 19 2.160 3 0 21

19 1 6 2.380 17 0 20

20 1 26 3.103 19 0 22

21 18 20 3.230 18 10 25

22 1 5 3.300 20 0 23

23 1 25 4.068 22 0 24

24 1 16 4.110 23 0 25

25 1 18 4.720 24 21 0

Page 11: Lapres paper 5 nia indah

B. Complete Linkage

Agglomeration Schedule

Stage

Cluster Combined

Coefficients

Stage Cluster First Appears

Next Stage Cluster 1 Cluster 2 Cluster 1 Cluster 2

1 3 8 .634 0 0 7

2 7 13 .750 0 0 11

3 18 21 .759 0 0 14

4 20 23 .818 0 0 16

5 9 10 .871 0 0 13

6 22 24 1.097 0 0 16

7 2 3 1.176 0 1 11

8 1 4 1.219 0 0 18

9 11 12 1.287 0 0 12

10 15 17 1.293 0 0 12

11 2 7 1.314 7 2 13

12 11 15 1.570 9 10 20

13 2 9 1.733 11 5 19

14 18 19 1.766 3 0 21

15 5 6 1.998 0 0 22

16 20 22 2.000 4 6 23

17 25 26 2.017 0 0 21

18 1 16 2.103 8 0 24

19 2 14 2.785 13 0 20

20 2 11 3.270 19 12 22

21 18 25 3.435 14 17 23

22 2 5 3.999 20 15 25

23 18 20 4.102 21 16 24

24 1 18 4.873 18 23 25

25 1 2 6.769 24 22 0

Page 12: Lapres paper 5 nia indah

C. Ward’s Methode

Agglomeration Schedule

Stage

Cluster Combined

Coefficients

Stage Cluster First Appears

Next Stage Cluster 1 Cluster 2 Cluster 1 Cluster 2

1 3 8 .317 0 0 8

2 7 13 .692 0 0 11

3 18 21 1.072 0 0 13

4 20 23 1.480 0 0 18

5 9 10 1.916 0 0 15

6 22 24 2.464 0 0 18

7 1 4 3.074 0 0 14

8 2 3 3.685 0 1 11

9 11 12 4.328 0 0 12

10 15 17 4.975 0 0 12

11 2 7 5.666 8 2 15

12 11 15 6.505 9 10 22

13 18 19 7.457 3 0 21

14 1 14 8.449 7 0 19

15 2 9 9.442 11 5 20

16 5 6 10.441 0 0 20

17 25 26 11.450 0 0 21

18 20 22 12.561 4 6 23

19 1 16 13.961 14 0 22

20 2 5 15.822 15 16 24

21 18 25 18.074 13 17 23

22 1 11 20.808 19 12 24

23 18 20 24.109 21 18 25

24 1 2 28.875 22 20 25

25 1 18 40.187 24 23 0