VI.HASIL PENGAMATANTabel 6.1. Hasil Proses Pembuatan
CitosanParameterPerlakuan
Penambahan 3 tetes HClPenambahan 3 tetes NaOH
Warna hasil penyaaringanBerwarna bening
kekuning-kuninganBerwarna kemerah-merahan
Warna citosanBerwarna coklat kemerahmerahan Berwarna coklat muda
kemerah-merahan
pH8 14
Foto
Tabel 6.2. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Pembuatan
CitosanParameterSebelum Setelah
Berat5 gram2,5 gram
WarnaKuning kemerah-merahanBerwarna kuning orange
Foto
Perhitungan % hasil akhir citosan:
VII. PEMBAHASANProses pembuatan citosan dari kulit udang
dilakukan dalam beberapa tahap. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
kandungan protein dan mineral yang tinggi dari kulit udang serta
menghilangkan kandungan gugus asetil yang terdapat pada kulit
udang. Sebagaimana kita ketauhi, ada tiga rangkaian proses dalam
pembuatan citosan dari kitin, yaitu demineralisasi, deproteinasi
dan terakhir adalah deasetilasi. Kulit udang sebanyak 5 gram
ditambahkan aquadest hingga jumlah totalnya menjadi 300 ml dan
ditetesi dengan HCl. Meskipun dicampurkan, kedua bahan ini tidak
saling melarut. Pelarutan kitin sebenarnya tergantung dari
konsentrasi asam mineral dan temperatur. Karena itulah, pada saat
proses pemanasan temperaturnya tidak terlalu tinggi dan campuran
tidak boleh diaduk terlalu sering karena dikhawatirkan akan membuat
kandungan kitin terlarut dalam aquadest. Pemanasan pun hanya
dilakukan selama 2 menit. Proses selanjutnya yaitu kulit udang
dihilangkan mineralnya (demineralisasi) dengan cara dimasak pada pH
asam. Untuk itulah pada praktikum ini kita tambahkan senyawa asam
pekat berupa Asam Klorida (HCl). Setelah dipanaskan, larutan ini
disaring. Setelah itu, larutan ini diukur pH-nya dan didapatkan
sebesar 8. Proses selanjutnya ialah dihilangkan proteinnya
(deproteinasi) dengan dimasak pada tempat yang sama pada pH basa
(9-10). Untuk itulah pada praktikum ini kita tambahkan senyawa basa
kuat berupa Natrium Hidroksida (NaOH). Slurry dari proses
demineralisasi ditambah aqudest hingga mencapai 300 ml, dan
dipanaskan lagi kemudian diukur pH-nya agar menjadi basa dengan
ditambah NaOH hingga pH-nya menjadi 14. Lalu perlakuan selanjutnya
sama dengan perlakuan sebelumnya. Hasilnya, diperoleh bahan yang
disebut dengan kitin murni yang nanti akan dimanfaatkan untuk
proses selanjutnya.Proses berikutnya adalah deasetilasi. Proses ini
diperlukan karena di dalam struktur kitin, terdapat gugus asetil.
Gugus ini harus dibuang dan digantikan dengan gugus NH2, juga pada
proses basa, tapi jauh lebih kuat dari basa pada proses
penghilangan protein. Setelah de-asetilasi, jadilah citosan dalam
bentuk bubur. Bubur ini tinggal dicuci dan dikeringkan,
tahapantahapan seperti inilah yang bisanya dilakukan dalam proses
pengolahan citosan. Terakhir, setelah disaring citosan yang
diperoleh dikeringkan dalam oven. Citosan dalam bentuk powder telah
diperoleh, namun apakah bubuk kering itu murni citosan atau masih
terkandung zat lainnya selain citosan, hal itu masih diragukan.
Karena dalam percobaan pembuatan citosan ini tidak diketahui
parameter kimia zat citosan. Citosan kering yang kami peroleh yaitu
sebanyak 2,5 gram. Padahal bahan baku yang kami gunakan sebanyak 5
gram. Artinya, terdapat sebanyak 2,5 gram sampel awal yang telah
hilang atau terbuang. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh
beberapa faktor seperti adanya kulit udang yang larut dalam
aquadest dan proses pencucian yang tidak bersih. Bisa juga
dikarenakan banyak serbuk powder kulit udang yang terbawa pada saat
pencucian maupun penyaringan menggunakan kertas saring. Hal ini
bisa dilihat pada kertas saring dimana masih begitu banyak slurry
udang yang tak bisa diambil dan masih tertinggal.Pengeringan dengan
menggunakan oven untuk memperoleh citosan yang siap dipakai sebagai
bahan pengawet. Maka dengan tujuan sebagai bahan pengawet citosan
diharapkan bersifat non-alergik dan juga menunjukkan penyembuhan
yang signifikan terhadap luka. Dimana, diharapkan dalam tahap ini
citosan bersifat steril akibat dari pemanasan lebih lanjut dalam
keadaan konstan. Citosan tidak mudah larut dalam air sehingga
dengan penambahan yang memiliki perbandingan besar tidak
berpengaruh kepada jumlah citosan sendiri, yang berpengaruh
hanyalah komposisi didalamnya yang berkurang dalam sisi protein dan
logam-logam berat yang terdapat didalamnya. Digunakannya larutan
HCl karena diharapkan dengan asam yang pekat akan mempercepat
proses penurunan pH dari sebelumnya yang bereaksi dengan basah kuat
sehingga menjadi netral dan penghematan pelarut, di samping waktu
praktikum yang relatif pendek. Tahap demineralisasi-deproteinasi
menghasilkan rendemen kitin dan derajat deasetilasi yang lebih baik
dibandingkan dengan proses deproteinasi-demineralisasi. Ini
dikarenakan mineral membentuk pelindung yang keras pada kulit
udang, sehingga dengan menghilangkan mineral terlebih dahulu, pada
tahap deproteinasi basa dapat lebih optimal menghilangkan protein,
karena pelindung yang terbuat dari mineral telah hilang.VIII.
KESIMPULAN DAN SARAN8.1. Kesimpulan1. Proses pembuatan citosan
melalui 3 tahapan yaitu deproteinisasi, demineralisasi, dan
deasetilasi. 2. Deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan
kandungan protein yang berlebihan dari kulit udang.3.
Demineralisasi merupakan proses pembuangan mineralisasi yang
berfungsi untuk menjaga kestabilan citosan dalam jangka waktu lama
dan pembuangan logam-logam berat yang berada dalam citosan
sendiri.4. Deasetilasi berfungsi menghilangkan gugus asetil pada
kulit udang, terlebih menetralkan senyawa asam dari proses
demineralisasi.5. Tahap demineralisasi-deproteinasi menghasilkan
rendemen kitin dan derajat deasetilasi yang lebih baik dibandingkan
dengan proses deproteinasi-demineralisasi.8.2. Saran1. Butiran
sampel citosan (kulit udang) harus didapatkan dalam bentuk yang
halus, agar mempermudah dan memperluas kontak antara kulit udang
dan dengan bahan proses pembuatan citosan.1. Pengawasan terhadap
temperatur dan waktu pemanasan dapat mempengaruhi kandungan
citosan.1. Penyaringan dilakukan dengan mesh yang halus, agar
proses penyaringan tidak terlalu lama.
11