BAB I PENDAHULUAN Pemicu 3 Tn. S, usia 45 tahun datang berobat ke UGD dengan keluhan panas tinggi, sakit kepala dan menggigil sejak 4 hari yang lalu disertai kencing berwarna merah kehitaman. Sejak kemarin sore tidak buang air kecil dan merasa sesak nafas. Dua minggu sebelumnya tuan S pergi keperluan dinas di Papua selama 2 hari. 1.1. Kata Kunci - Tn. S, umur 45 tahun. - Panas tinggi. - Sakit kepala dan menggigil. - Kencing berwarna merah kehitaman. - Tidak BAK sejak kemarin. - Sesak napas. - Keperluan dinas ke Papua. 1.2. Rumusan Masalah Tn. S, 45 tahun dengan keluhan sakit kepala dan menggigil, panas tinggi dan kencing berwarna merah kehitaman.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Pemicu 3
Tn. S, usia 45 tahun datang berobat ke UGD dengan keluhan panas tinggi, sakit
kepala dan menggigil sejak 4 hari yang lalu disertai kencing berwarna merah
kehitaman. Sejak kemarin sore tidak buang air kecil dan merasa sesak nafas. Dua
minggu sebelumnya tuan S pergi keperluan dinas di Papua selama 2 hari.
1.1. Kata Kunci
- Tn. S, umur 45 tahun.
- Panas tinggi.
- Sakit kepala dan menggigil.
- Kencing berwarna merah kehitaman.
- Tidak BAK sejak kemarin.
- Sesak napas.
- Keperluan dinas ke Papua.
1.2. Rumusan Masalah
Tn. S, 45 tahun dengan keluhan sakit kepala dan menggigil, panas tinggi dan
kencing berwarna merah kehitaman.
1.3. Hipotesis
1.4. Analisis Masalah
1.5. Pertanyaan Diskusi
1. Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal?
2. Bagaimana epidemiologi gagal ginjal?
3. Apa penyebab gaga ginjal?
4. Apa klasifikasi gagal ginjal?
5. Bagaimana patofisiologi gagal ginjal?
6. Apa gejala klinis gagal ginjal?
7. Apa faktor resiko dan predisposisi gagal ginjal?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang gagal ginjal?
9. Bagaimana menegakkan diagnosis pada gagal ginjal?
10. Bagaimana tatalaksana gagal ginjal?
11. Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal akut?
12. Bagaimana klasifikasi gagal ginjal akut?
13. Apa yang dimaksud dengan sindrom nefrotik?
14. Apa yang dimaksud dengan glomerulonefritis?
15. Apa yang dimaksud dengan blackwater fever?
16. Apa itu malaria?
17. Jelaskan mengenai analisis gas darah!
18. Mengapa tn. S mengalami sesak nafas?
19. Mengapa air kencing tn. S berwarna merah kehitaman?
20. Mengapa tn. S tidak buang air kecil 1 hari sebelumnya?
21. Bagaimana perbedaan gagal ginjal akut dan kronis?
22. Bagaimana perbedaan gagal ginjal, glomerulonefritis dan blackwater
fever?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gagal Ginjal
a. Definisi
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung
reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa
metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit.
Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya
normal (AKI “klasik”) atau tidak normal (acute on chronic kidney
disease). Dahulu, hal di atas disebut sebagai gagal ginjal akut dan tidak
ada definisi operasional yang seragam, sehingga parameter dan batas
parameter gagal ginjalakut yang digunakan berbeda-beda pada
berbagai kepustakaan. Hal itu menyebabkan permasalahan antara lain
kesulitan membandingkan hasil penelitian untuk kepentingan meta-
analisis, penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat diagnosis dini
dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap penyakit yang diharapkan
dapat menggambarkan prognosis pasien.
Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)
yang beranggotakan para nefrolog dan intensivis di Amerika pada
tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian
istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu pemahaman
masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi
injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal.
Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal
antara lain (1) kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap
penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum
ternyata mempengaruhi prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis
mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan
urine output (UO) yang seringkali mendahului peningkatan Cr serum;
(4) penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan
LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker)
penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja.
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE
yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum
atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya
penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan
prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel.
Tabel 1
Kategori Peningkatan kada cr serum
Penurunan LFG Kriteria Output Urin
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasaratau >4 mg/dL
dengan kenaikan akut > 0,5 mg/dL
>75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam,>24 jam atau
anuria >12 jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 mingguEnd stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
b. Patofisiologi
Sebagian besar penyakit ginjal menyerang nefron, mengakibatkan
kehilangan kemampuannya untuk menyaring. Kerusakan pada nefron
dapat terjadi secara cepat, sering sebagai akibat pelukaan atau
keracunan. Tetapi kebanyakan penyakit ginjal menghancurkan nefron
secara perlahan dan diam-diam. Kerusakan hanya tertampak setelah
beberapa tahun atau bahkan dasawarsa. Sebagian besar penyakit ginjal
menyerang kedua buah ginjal sekaligus.
Gagal ginjal terminal terjadi bila fungsi ginjal sudah sangat buruk,
dan penderita mengalami gangguan metabolisme protein, lemak, dan
karbohidrat. Ginjal yang sakit tidak bisa menahan protein darah
(albumin) yang seharusnya tidak dilepaskan ke urin. Awalnya terdapat
dalam jumlah sedikit (mikro-albuminuria). Bila jumlahnya semakin
parah akan terdapat pula protein lain (proteinuria). Jadi, berkurangnya
fungsi ginjal menyebabkan terjadinya penumpukan hasil pemecahan
protein yang beracun bagi tubuh, yaitu ureum dan nitrogen.
Kemampuan ginjal menyaring darah dinilai dengan perhitungan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau juga dikenal dengan Glomerular
Filtration Rate (GFR). Kemampuan fungsi ginjal tersebut dihitung dari
kadar kreatinin (creatinine) dan kadar nitrogen urea (blood urea
nitrogen/BUN) di dalam darah. Kreatinin adalah hasil metabolisme sel
otot yang terdapat di dalam darah setelah melakukan kegiatan, ginjal
akan membuang kretinin dari darah ke urin. Bila fungsi ginjal
menurun, kadar kreatinin di dalam darah akan meningkat. Kadar
kreatinin normal dalam darah adalah 0,6-1,2 mg/dL. LFG dihitung dari
jumlah kreatinin yang menunjukkan kemampuan fungsi ginjal
menyaring darah dalam satuan ml/menit/1,73m.
Kemampuan ginjal membuang cairan berlebih sebagai urin
(creatinine clearence unit) di hitung dari jumlah urin yang dikeluarkan
tubuh dalam satuan waktu, dengan mengumpulkan jumlah urin
tersebut dalam 24 jam, yang disebut dengan C_crea (creatinine
clearence). C_cre normal untuk pria adalah 95-145 ml/menit dan
wanita 75-115 ml/menit.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges
(1999) adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau
urine tidak ada.
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb
biasanya kurang dari 7-8 gr .
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2)
terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam
amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering
sama dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung
kemih, dan adanya obstruksi (batu).
b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, masa
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung
kemih, refluks kedalam ureter dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa, kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan
pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif).
g) Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat
menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan
posisi ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti
penyebararn tumor).
k) Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur
ginjal, luasnya lesi invasif ginjal
d. Faktor Resiko
Faktor yang dapat meningkatkan risiko gagal ginjal kronis, antara lain:
diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, merokok, kegemukan,
kolesterol tinggi, ras Afrika-Amerika, penduduk asli Amerika atau ras
Asia-Amerika, Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, usia 65 tahun
atau lebih.
e. Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk
menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan
yang dapat dilakukan, antara lain:
a) Modifikasi gaya hidup
Pola hidup memegang peranan penting dalam menentukan
derajat kesehatan seseorang. Mengatur pola makan rendah
lemak dan mengurangi garam, minum air yang cukup
(disarankan 10 gelas atau dua liter per hari), berolahraga secara
teratur dan mengatur berat badan ideal, hidup dengan santai
merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga fungsi
organ tubuh untuk dapat bekerja maksimal. Bernafas dalam dan
perlahan selama beberapa menit perhari dapat menurunkan
hormon kortisol sampai 50%. Kortisol adalah hormon stress
yang apabila terdapat dalam jumlah berlebihan akan
mengganggu fungsi hampir semua sel di dalam tubuh.
Bersantai dan melakukakn latihan relaksasi serta
mendengarkan musik juga merupakan alternatif untuk
mengurangi stress.
b) Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat
nefrotoksik tanpa sepengetahuan dokter, misalnya obat pereda
nyeri yang dijual bebas dan mengandung ibuprofen maupun
obat-obatan herbal yang belum jelas kandungannya.
c) Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-
obat yang diketahui nefrotoksik.
2) Pencegahan Sekunder
a) Penegakan diagnosa secara tepat
Pengelolaan terhadap penyakit ginjal yang efektif hanya
dapat dimungkinkan apabila diagnosisnya benar. Pemeriksaan
fisis yang diteliti dan pemilahan maupun interpretasi
pemeriksaan laboratorium yang tepat amat membantu
penegakan diagnosis dan pengelolaannya. Ginjal mempunyai
kaitan yang erat dengan fungsi organ-organ lain dan demikian
pula sebaliknya, oleh karena itu haruslah penderita dihadapi
secara utuh bukan hanya ginjalnya saja, baik pada pengambilan
anamnesis maupun pada pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan
lainnya.
b) Penatalaksanaan medik yang adekuat
Pada penderita gagal ginjal, penatalaksanaan medik
bergantung pada proses penyakit. Tujuannya untuk memelihara
keseimbangan kadar normal kimia dalam tubuh, mencegah
komplikasi, memperbaiki jaringan, serta meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif. Tindakan
yang dilakukan diantaranya:
- Penyuluhan pasien/keluarga
Pasien lebih mampu menerima pendidikan setelah
tahap akut. Materi yang dapat dimasukkan dalam
pendidikan kesehatan meliputi: penyebab kegagalan
ginjal, obat yang dipakai (nama obat, dosis, rasional, serta
efek dan efek samping), terapi diet termasuk pembatasan
cairan (pembatasan kalium, fosfor dan protein, makan
sedikit tetapi sering), perawatan lanjutan untuk
gejala/tanda yang memerlukan bantuan medis segera
(perubahan haluaran urine, edema, berat badan bertambah
tibatiba, infeksi, meningkatnya gejala uremia).
- Pengaturan diet protein, kalium, natrium.
Pengaturan makanan dan minuman menjadi sangat
penting bagi penderita gagal ginjal. Bila ginjal mengalami
gangguan, zat-zat sisa metabolisme dan cairan tubuh yang
berlebihan akan menumpuk dalam darah karena tidak bisa
dikeluarkan oleh ginjal. Konsumsi protein terlalu banyak
dapat memperburuk kondisi kerusakan ginjal karena hasil
metabolismenya yang paling berbahaya, urea, menumpuk
didalam darah sehingga terjadi peningkatan Blood Urea
Nitrogen (BUN). Diet gagal ginjal juga didukung dengan
pembatasan asupan natrium (garam) untuk mengatur
keseimbangan cairan-elektrolit, pemberian makanan yang
kaya kalsium untuk mencegah osteotrofi ginjal (penurunan
masa jaringan, kelemahan otot) dan memperbaiki
gangguan irama jantung yang tidak seimbang (aritmia).
- Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit.
Perubahan kemampuan untuk mengatur air dan
mengekskresi natrium merupakan tanda awal gagal ginjal.
Tujuan Dari pengendalian cairan adalah memepertahankan
status normotensif (tekanan darah dalam batas normal)
dan status normovolemik (volume cairan dalam batas
normal). Dapat dilakukan dengan pengendalian elektrolit,
seperti: Hiperkalemia dikendalikan dengan mengurangi
asupan makanan yang kaya dengan kalium (pisang, jeruk,
kentang, kismis, dan sayuran berdaun hijau).
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan langkah yang bisa dilakukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan
dan kematian. Pengobatan penyakit yang mendasari, sebagai
contoh: masalah obstruksi saluran kemih dapat diatasi dengan
meniadakan obstruksinya, nefropati karena diabetes dengan
mengontrol gula darah, dan hipertensi dengan mengontrol tekanan
darah.
a) Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori
dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya.
Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik utama yang
digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu
sama, difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisis
sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan
tertentu.
- Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal
di Indonesia adalah dengan menggunakan mesin cuci
darah (dialiser) yang berfungsi sebagai ginjal buatan.
- Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan
bantuan membran selaput rongga perut (peritoneum),
sehingga darah tidak perlu lagi dikeluarkan dari tubuh
untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin dialisis.
CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan
efisiensi rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi
pasien terhadap kerentanan perubahan cairan (seperti
pasien diabetes dan kardiovaskular).
b) Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal
mengatasi gagal ginjal karena menghasilkan rehabilitasi yang
lebih baik disbanding dialysis kronik dan menimbulkan
perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal
merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal
dari orang lain kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang
baru mengambil alih fungsi kedua ginjal yang telah mengalami
kegagalan dalam menjalankan fungsinya. Seorang ahli bedah
menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi abdomen
bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan
ginjal yang baru. Darah mengalir melalui ginjal yang baru
yang akan membuat urin seperti ginjal saat masih sehat atau
berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua sumber,
yaitu donor hidup atau donor yang baru saja meninggal (donor
kadaver).
f. Komplikasi
Gagal ginjal kronis dapat mempengaruhi hampir setiap bagian dari
tubuh Anda. Potensi komplikasi dapat mencakup:
1) Retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada
lengan dan kaki, tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru
(edema paru).
2) Kenaikan mendadak pada kadar kalium dalam darah
(hiperkalemia), yang dapat mengganggu kemampuan jantung
untuk berfungsi dan dapat mengancam jiwa.
3) Jantung dan penyakit pembuluh darah (penyakit kardiovaskular)
4) Lemah tulang dan peningkatan risiko patah tulang
5) Anemia.
6) Penurunan dorongan seksual atau impotensi
7) Kerusakan sistem saraf pusat Anda, yang dapat menyebabkan
perubahan kepribadian kesulitan berkonsentrasi, atau kejang
8) Penurunan respon kekebalan, yang membuat Anda lebih rentan
terhadap infeksi.
9) Perikarditis, peradangan pada pembungkus kantung-seperti yang
menyelubungi jantung Anda (perikardium)
10) Komplikasi Kehamilan yang membawa risiko bagi ibu dan janin
yang sedang berkembang.
11) Kerusakan permanen pada ginjal (stadium akhir penyakit ginjal),
akhirnya ginjal membutuhkan dialysis atau transplantasi ginjal
untuk bertahan hidup
2.2. Gagal Ginjal Akut
a. Definisi
Gagal ginjal akut merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai
dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam
beberapa hari) yang menyebabkan azotemia berkembang cepat.
b. Etiologi Ginjal
GGA renal intrinsic akut dapat terjadi akibat paparan berbagai agen
farmakologik. Paling banyak yaitu nephrotoxins, insiden GGA
meningkat pada lanjut usia dan pasien dengan insufisiensi ginjal
kronis, hypovolemia nyata atau papararan terhadap toxin yang lain
Vasokonstriksi intrarenal merupakan kejadian awal pada GGA
yang dipicu oleh radiocontrast, siklosporin, dan tacrolimus.
Sehubungan dengan patofisiologi ini, agen tersebut memicu GGA
yang memiliki kemiripan dengan GGA prerenal: yaitu penurunan akut
dari aliran darah ginjal dan GFR2, sedimen urin yang relatif ringan, dan
eksresi natrium yang rendah. Kasus berat dapat memperlihatkan bukti
klinis atau patologik dari adanya ATN. Nefropati toksik akibat zat
kontras umumnya memperlihatkan peningkatan akut (onset 24-48 jam)
dari BUN dan kreatinin namun reversibel (resolusi dalam 1 minggu)
dan paling umum terjadi pada individu dengan insufisensi renal kronik,
DM, CHF, hipovolemik, atau myeloma multipel. Sindrom ini
sepertinya terkait dengan dosis dan insidennya sedikit berkurang pada
individu resiko tinggi dengan memakai agen kontras yang lebih mahal,
nonionik kontras
Toksisitas langsung terhadap sel epitel tubuler dan atau obstruksi
intratubuler adalah kejadian patofisiologis utama pada GGA yang
disebabkan oleh antibiotik dan antikanker. Zat yang sering merusak
adalah agen antimicrobial seperti acyclovir, foscarnet, aminoglikosida,
amphotericin B, dan pentamidini, dan agen kemoterapi seperti
cisplatin, carboplatin, dan ifosfamide. GGA terjadi pada 10 sampai
30% penggunaan aminoglikosida walaupun dengan kadar terapeutik.
Amfoterisin B menyebabkan GGA- terkait dosis melalui
vasokonstriksi intrarenal dan toksisitas langsung pada epitel tubulus.
Cisplatin dan carboplatin seperti aminoglikosida terkumpul oleh sel
tubulus proksimalis dan memprovokasi GGA setelah 7 hingga 10 hari
dari paparan dengan cara merusak mitokondria, inhibisi dari aktivitas
ATPase, transpor larutan, trauma yang dimediasi radikal bebas
terhadap membran sel, apoptosis, dan nekrosis
Nephrotoxin endogen yang paling umum adalah kalsium,
myoglobin, hemoglobin, urat, oxalate, dan myeloma rantai ringan.
Hyperkalsemia dapat menurunkan GFR, kebanyakan dengan memicu
vasokonstriksi intrarenal. Deposisi kalsium fosfat didalam ginjal juga
berkontribusi. Rhabdomyolisis dan hemolisis dapat memicu GGA,
umumnya pada pasien dengan hipovolemik atau asidosis.
Myoglobinuric GGA terjadi kurang lebih 30% kasus dari
rhabdomyolisis. Kasus umum ini termasuk cedera trauma