Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, Dokter Muda Cyntia mendapatkan 2 pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus. Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu meskipun sudah memakai kacamata. Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan kondisi: VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, dilakukan uji pinhoe visus membaik. Setelah dilakukan koreksi OD dengan S-5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS dengan S -0.75 D C – 0.50 D axis 90 derajat visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S +1.50 D. Dengan koreksi tersebut pasien merasa nayaman. Kemudian cyntia menulikskan resep kacamata. Setelah disetujui oleh staf resep diberikan kepada pasien dan pasien diperbolehkan pulang. Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan: visus 6/6 E mata tenang. Adapun kondisi mata kiri; visus 1/300, mata tenang, tetapi sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan koreksi tidak mengalami kemajuan. Keemudian staff meminta untuk dilakukan pemeriksaan; tekanan bola mata, konfrontasi dan reflex fundus.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 SEMESTER V
BLOK XVIII MATA
Kelompok A10
1. Adityo Kumoro Jati G0013005
2. Alifis Sayandri Meiasyifa G0013019
3. Andika Pratama G0013027
4. Deonika Ariescieka Putri G0013071
5. Devita Yunieke Putri G0013073
6. Karina Fadhilah G0013127
7. Nailatul Arifah G0013171
8. Ridhani Rahma V G0013201
9. Taranida Hanifah G0013223
10. Vincentius Novian Romilio G0013231
11. Yani Dwi Pratiwi G0013237
12. Zaka Jauhar Firdaus G0013245
Tutor : Endang Ediningsih, dr, M.Kes
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Kenapa Mata Saya Kabur ?
Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, Dokter Muda
Cyntia mendapatkan 2 pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.
Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan
penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu meskipun sudah memakai kacamata.
Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan
kondisi: VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, dilakukan uji pinhoe visus membaik.
Setelah dilakukan koreksi OD dengan S-5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS
dengan S -0.75 D C – 0.50 D axis 90 derajat visus mencapai 6/6. Untuk membaca
dekat dikoreksi dengan S +1.50 D. Dengan koreksi tersebut pasien merasa
nayaman. Kemudian cyntia menulikskan resep kacamata. Setelah disetujui oleh
staf resep diberikan kepada pasien dan pasien diperbolehkan pulang.
Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan:
visus 6/6 E mata tenang. Adapun kondisi mata kiri; visus 1/300, mata tenang,
tetapi sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan koreksi tidak
mengalami kemajuan. Keemudian staff meminta untuk dilakukan pemeriksaan;
tekanan bola mata, konfrontasi dan reflex fundus.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario.
1. Visus : ketajaman atau kejernihan penglihatan. Visus bergantung dari
ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitivitas dari interpretasi di
otak. Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer.
Visus sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis
dekat. Visus sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk
melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak
melakukan akomodasi. Visus sentralis dekat yang merupakan ketajaman
penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis
dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan
benda tepat jatuh di retina. Visus perifer menggambarkan luasnya medan
penglihatan dan diperiksa dengan perimeter.
2. Refleks fundus : Untuk pemeriksaan katarak, untuk membedakan katarak
mature dan katarak immature, apabila katarak mature, reflex fundus
negatif. Menggunakan oftalmoskop langsung. Melihat pupil dari jarak 30
cm.
3. VOD 4/60 : (Visus Oculi Dextra) hasil pemeriksaan visus mata kanan
dengan menggunakan hitung jari, penderita dapat menyebutkan jumlah jari
pemeriksa dengan benar pada jarak 4 meter, yang oleh normal dapat
dilihat pada jarak 60 meter.
4. VOS 6/15 : (Visus Oculi Sinistra) hasil pemeriksaan visus mata kiri
dengan menggunakan snellen card pada jarak 6 meter penderita dapat
membaca huruf pada snellen card sampai baris ke-15.
5. Uji pinhole : pemeriksaan visus dengan menggunakan alat kerucut
berlubang dengan diameter 0.75 mm yang dilakukan pada visus kurang
dari normal yang tidak dapat dikoreksi lagi dengan lensa spheris. Uji
pinhole membaik merupakan indikasi adanya kelainan refraksi yang belum
terkoreksi (astigmatisme) yang perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan
astigmat dial. Uji pinhole tidak membaik merupakan indikasi adanya
kelainan organik di media refrakta (kornea, aqueous humour, lensa,
vitreous humour), retina, dan lintasan visual.
6. Mata tenang : mata tidak merah, mata dari penampakan luarnya tidak
terdapat kelainan
7. Konfrontasi : Pemeriksaan lapang pandang dengan melakukan
perbandingan lapang pandangan pasien dengan pemeriksa untuk
mengetahui secara kasar adanya defek pada lapang pandangan.
8. S -0.75 D C -0.50 D axis 90º : lensa spheris negatif dengan kekuatan 0.75
dioptri dan lensa silindris negatif dengan kekuatan 0.50 dioptri dengan
axis 90º (vertikal).
9. Tekanan bola mata : untuk mengetahui tekanan intraokuler. Lewat 2 cara
subjektif dan objektif.
10. Visus 6/6 E : ketajaman penglihatan penderita 6/6 mata emetrop (mata
normal)
11. Visus 1/300 : Pasien dapat melihat dengan uji lambaian tangan pada jarak
1 meter, yang oleh orang normal dapat dilihat dari jarak 300 meter.
B. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:
1. Jelaskan anatomi, fisiologi dan histologi mata ?
2. Apakah hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan ?
3. Mengapa penglihatan tetap kabur walaupun sudah memakai kacamata dan
tidak ada mata merah ?
4. Mengapa pada pasien 2, hanya mata kiri yang bermasalah ?
5. Mengapa pasien-2 merasakan nyeri pada bola mata ?
6. Mengapa setelah dilakukan koreksi mata tidak mengalami kemajuan ?
7. Menagapa perlu dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata, konfrontasi
dan reflex fundus? Bagaimana tata cara melakukan pemeriksaan tekanan
bola mata, konfrontasi dan reflex fundus ?
8. Bagaimana cara menuliskan resep kacamata ?
9. Bagaimana mekanisme penurunan visus dan penyebabnya ?
10. Apakah hasil interpretasi pemeriksaan fisik pasien 1 dan 2 ?
11. Apakah differential diagnosis, diagnosis kerja, tatalaksana, dan komplikasi
pada kasus pasien 1 dan 2 ?
12. Bagaimana langkah menentukan koreksi pada gangguan penglihatan ?
C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan
sementara mengenai permasalahan.
1. Anatomi dan Fisiologi Mata
Anatomi mata
Mata tertanam di dalam corpus adiposum orbitae, tetapi dipisahkan
dari corpus adiposum ini oleh selubung fascial bola mata. Bola mata terdiri
dari 3 lapisan.
Lapisan bola mata :
a. Tunica fibrosa
Terdiri atas :
1.) Sclera : terdiri atas jaringan fibrosa padat dan berwarna
putih. Di posterior ditembus oleh nervus opticus dan
menyatu dengan duramater.
2.) Cornea : lapisan yang transparan, mempunyai fungsi
memantulkan cahaya yang masuk ke mata. Di posterior,
cornea berhubungan dengan humor aquous.
b. Tunica vaskulosa pigmentosa
Terdiri atas :
1.) Choroidea : lapisan luar berpigmendan lapisan dalam yang
sangat vascular.
2.) Corpus ciliare
Tediri atas:
a.) Corona ciliaris adalah bagian posterior corpus ciliare,
dan permukaannya mempunyai alur-alur dangkal
disebut striae ciliare.
b.) Processus ciliaris adalah lipatan-lipatan yang tersusun
secara radial, posterior melekat pada ligamentum
suspensorium iridis.
c.) M.ciliaris terdiri atas serabut otot polos meridianal dan
sirkuler.
3.) Iris dan pupil : Iris adalah diapragma berpigmen yang tipis
dan kontraktil dengan lubang ditengahnya, yaitu papila.
c. Tunica nervosa
Terdiri atas :
Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar melekat
dengan choroidea dan pars nervosa di sebelah dalam
berhubungan dengan corpus vitreum.
Isi bola mata :
a. Humor aquous
Humor aquous merupakan cairan bening yang mengisi
camera anterior dan camera posterior bulbi. Diduga cairan ini
merupakan sekret dari processus ciliaris camera posterior
camera anterior (pupil) celah angulus iridocornealis
canalis schlemmi. Hambatan aliran keluar humor aquous
mengakibatkan meningkatnya tekanan intraocular disebut
glaukoma.
b. Corpus vitreum
Mengisi bola mata di belakang lensa dan merupakan gel
yang transparan.
c. Lensa
Struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh
capsul transparan. Terletak di belakang iris dan di depan corpus
vitreum, serta dikelilingi processus ciliaris.
Lensa terdiri dari :
i. Capsula lentis, yang membungkus struktur
ii. Epithelium cuboideum, yang terbatas pada permukaan
anterior lensa
Fibrae lentis, yang dibentuk dari epithelium cuboideum
pada equator lentis. Fibrae lentis menyusun bagian terbesar
lensa (Snell et al, 2006)
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di
depan kornea. Kelopak merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola
mata.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan
sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtivita tarsal.
Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya
permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak
terdapat bagian-bagian:
- Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll, atau kelenjar
keringat, kelenjar Zeiz pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom
pada tarsus.
- Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di
dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak.
Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang
disebut sebagai M. Rioland, M. Orbikularis berfungsi menutup
bola mata yang dipersarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang
berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas
dengan sebagian menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit
kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. Levator
palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini
dipersarafi oleh N III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak
mata atau membuka mata.
- Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat
dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara
pada margo palpebra.
- Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima
orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
- Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita
pada seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri
atas jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak
dengan kelenjar Meibom 40 di kelopak atas dan 20 di kelopak
bawah)
- Pembuluh darah yang mempersarafinya adalah a. Palpebra
- Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus
frontal N. V, sedang kelopak bawah oleh caang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat
dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui
forniks menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa
yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan musin.
Cavum orbita terdiri dari 7 tulang yaitu :
Os. Sphenoidale
Os. Ethmoidale
Os. Frontalis
Os.Maxillaris
Os. Lacrima
Os. Palatina
Os. Zygomatik
Cavum orbita merupakan rumah bagi bulbus okuli. Pada cavum
orbita, terdapat tiga struktur khas, yaitu :
1. Canalis Opticus : berisi Nervus Opticus dan Arteria
Ophthalmica
2. Fissura Orbitalis Superior : berisi Nervus Cranialies III, IV, VI,
V cabang 1, dan Vena Ophthalmica Superior.
3. Fissura Orbitalis Inferior : berisi Nervus Craniales V cabang 2
dan Vena Ophthalmica Inferior (Drake RL et al, 2010).
Fisiologi Mata : Proses Visual Mata
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada
retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika
dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih
banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil
ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary
constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang
terdiri dari sel-sel epithelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel
tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin K, 2006).
Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan
melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.
Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya
berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau
objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya
memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada
kemampuan refraksi mata (Saladin K, 2006).
Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous
humor (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih
banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan
bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan
jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai
retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya
menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses
perubahan ini terjadi pada retina (Saladin K, 2006).
Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan
sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi
pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada choroid
membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan
mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor
yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan
fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini
dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan
bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan
ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan
sel bipolar dan ganglionic (Seeley et al, 2006).
Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal
yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic
tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks
serebri (Seeley et al, 2006). Gambaran jaras penglihatan yang telah
dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut.
2. Hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan
Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ras, dan lingkungannya. Oleh
Hammond CJ, dkk dalam penelitiannya mengenai pengaruh genetik dan
lingkungan terhadap pasangan-pasangan kembar yang tinggal di
lingkungan yang berbeda menyatakan, genetik memegang peranan besar
pada myopia dan hypermetropia. Pada anak usia sekolah di Malaysia,
didapatkan prevalensi myopia lebih tinggi pada anak usia lebih tua, jenis
kelamin perempuan, anak dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih
tinggi, dan ras Tionghoa. Hypermetropia lebih banyak ditemukan pada
anak usia lebih muda dan pada etnik lainnya. Sementara anak sekolah di
Mesir mendapatkan tingkat pendidikan, aktivitas (kegiatan membaca
dekat), status ekonomi, dan riwayat keluarga memiliki hubungan terhadap
terjadinya kelainan refraksi.
Prevalensi kelainan refraksi diberbagai negara yakni di Amerika
Serikat, sekitar 25% dari penduduk dewasa menderita myopia. Di Jepang,
Singapura, dan Taiwan, persentasenya jauh lebih besar, yakni mencapai
sekitar 44%. Di Australia, secara keseluruhan prevalensi myopia telah
diperkirakan 17%, di Brazil pada tahun 2005 diperkirakan sebanyak 6,4%
antara usia 12- 59 tahun (Nurrobbi K, 2010).
Sekitar 148 juta atau 51 penduduk di Amerika Serikat memakai
alat pengkoreksi refraksi.
Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan
usia. Jumlah penderita rabun jaun di Amerika Serikat berkisar 3% antara
usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahuan
dan 25% antara usia 12-17 tahun. Cina memiliki insiden rabun jauh lebih
tinggi pada seluruh usia 16-18 tahun (Patu HI, 2010).
Sedangkan prevalensi penderita kelainan refraksi selama periode 7
Juli 2008 – 7 Juli 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan 6,19% yaitu 283
pasien denganpersentase terbanyak terdapat pada miopia 70.31% yaitu 199
orang, pada jeniskelamin perempuan 58,30% yaitu 165 penderita dan pada
kelompok umur 45tahun – 64 tahun dengan jumlah 97 pasien (34,28%).
Kelainan refraksi banyak dijumpai pada kelompok umur 31-40 tahun
(102orang/24,58%), diikuti kelompok umur 41-50 tahun (96
orang/23,13%) dankelompok umur 11-20 tahun (74 orang/17,83%).
Myopia paling banyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 45
orang (10,84%), astigmatisme pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu
38orang (9,12%), hipermetropia pada kelompok umur 41-50 tahun, yaitu
57orang (13,37%) dan anisometropia pada kelompok umur 31-40 tahun,
yaitu 7orang (1,69%). Kelainan refraksi yang terbanyak adalah miopia
yaitu 160 orang atau38,55% dari seluruh kelainan refraksi atau 8,82% dari
seluruh penderita baru.Kasus miopia ditemukan lebih banyak pada
perempuan (97 orang atau60,62%) daripada penderita laki-laki (63 orang
atau 39,38%).
Presbiopia
Dengan meningkatnya usia, lensa semakin besar dan menebal serta
menjadi kurang elastik, sebagian disebabkan oleh denaturasi protein lensa
yang progresif.
Untuk berubah bentuk akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Daya akomodasi akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Daya akomdasi berkurang dari 14 dioptri pada usia
anak-anak menjadi kurang dari 2 dioptri pada saat kita mencapai usia 45
sampai 50 tahi; kemudian daya akomodasi berkurang menjadi 0 dioptri
pada usia 70 tahun. Sesudah itu, dapat dikatakan lensa hampir sama sekali
tidak dapat berakomodasi, dan keadaan itu disebut presbiopia (Guyton et
al, 2008).
Sekali orang mengalami presbiopia, matanya akan terfokus secara
permanen pada suatu jarak yang hampir tidak berubah-ubah; jarak ini
bergantung pada keadaan fisik mata orang tersebut. Matanya tidak akan
dapat berakomodasi lagi dengan baik untuk melihat jauh maupun dekat.
Agar dapat melihat jauh dan dekat dengan jelas, orang itu harus memakai
kacamata bifokus, bagian atas untuk penglihatan jauh, bagian bawah untuk
pengllihatan dekat (misal untuk membaca) (Guyton et al, 2008).
3. Nyeri pada bola mata
Tekanan intraokular tetap konstan pada mata yang normal.
Biasanya kurang lebih 2 mmHg dari nilai normalnya, yang rata-rata sekitar
15 mmHg. Besarnya tekanan ini ditentukan terutama oleh tahanan
terhadap aliran keluar aquos humor dari kamera okuli anterior kedalam
kanalis Schlemm. Tahanan aliran keluar ini dihasilkan dari reticulum
trabekula yang dilewati, tempat penyaringan cairan yang mengalir dari
sudut lateral ruang anterior kedalam dinding kanalis Schlemm. Trabekula
ini mempunyai celah terbuka yang sangat kecil, yaitu antara 2 sampai 3
mikrometer. Kecepatan aliran cairan ke dalam kanalis meningkat.secara
nyata karena tekanan yang meningkat. Dengan tekanan kurang lebih 15
mmHg pada mata normal, biasanya jumlah cairan yang meninggalkan
mata melalui kanalis Schlemm rata-rata 2,5 mikroliter/menit. Sehingga
keadaan pada tekanan intraokuler meningkat yang bisa disebabkan
berlebihnya humor aquos atau aliran yang tidak baik dapat menyebabkan
penekanan pada bola mata, dan bermanifestasi nyeri pada bola mata
(Guyton et al, 2011).
D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III.
Kelainan organik
Visus turun, mata tenang
Uji pinhole
Maju Tidak Maju
Media refrakta (kornea, lensa, aquos, vitrous)Retina, pupil, N.opticus, lintasan visual
Pemeriksaan
Konfrontasi
Tekanan bola mata
Refleks fundus
E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran.
1. Bagaimanakah struktur histologi mata ?
2. Mengapa penglihatan kabur tetapi tidak terdapat mata merah ?
3. Mengapa pasien 1 merasa nyaman setelah uji pinhole ?
4. Mengapa pada pasien 2 yang bermasalah hanya mata kiri ?
5. Mengapa setelah dilakukan koreksi mata tidak mengalami kemajuan ?
6. Bagaimana penjelasan pemeriksaan tekanan bola mata, tes konfrontasi,
refleks fundus ?
7. Apa penyebab dan bagaimanakah mekanisme turunnya visus ?