LAPORAN HASIL DISKUSI TUTORIAL KASUS II BLOK VIII SEMESTER III Dosen Tutor: dr Mery DISUSUN OLEH: KELOMPOK I Aditya Nugtaha H2A011003 Ani Suryani H2A011008 Bintang Tatius H2A011013 Dina Eva Arianti H2A011018 Harist Hamam H2A011023 Mahasih Ariani H2A011028 Refangga Lova N E H2A011038 Suwandhi H2A011043 Wendy Rachmadhany H2A011048
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN HASIL DISKUSI TUTORIALKASUS II BLOK VIII SEMESTER III
Dosen Tutor:dr Mery
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I
Aditya Nugtaha H2A011003
Ani Suryani H2A011008
Bintang Tatius H2A011013
Dina Eva Arianti H2A011018
Harist Hamam H2A011023
Mahasih Ariani H2A011028
Refangga Lova N E H2A011038
Suwandhi H2A011043
Wendy Rachmadhany H2A011048
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012-2013
KASUS II
Seorang pengendara motor terlibat kecelakaan tunggal setelah menabrak pembatas jalan.
Dia terpelanting beberapa meter dari motornya, sehingga helm yang di kenakannya juga terlepas
dan kepala membentur jalan. Korban menderita luka robek dan memar dikepala, memar dibagian
dada dan perut, dan tangan sebelah kanan tidak dapat digerakkan. Penderita juga mengeluh
apabila perutnya sakit dan dadanya sesak.
STEP I : KLARIFIKASI ISTILAH
1. Luka robek (vulnus laseratum) adalah rusaknya seluruh tebal kulit dan jaringan dibawah
kulit, biasanya karena benda tajam, dan pada penyembuhannya meninggalkan jaringan
parut.
2. Memar (kontusio, hematoma) adalah kerusakan jaringan subcutan dimana kapiler pecah
sehingga sel darah merembes kejaringan sekitar, berwarna kebiru-biruan akibat benturan
oleh suatu tekanan.
3. Dada sesak (dispneu) adalah suatu keadaan dimana dada tidak dapat melakukan respirasi
secara normal, yang disebabkan karena gangguan pada jantung, trauma pada paru,
ataupun fraktur costae.
4. Perut sakit adalah suatu keadaan dimana perut merasa tidak nyaman atau nyeri bisa
diakibatkan karena rupture organ, perdarahan, perforasi, dan retraksi.
STEP II IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa yang terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis seperti kasus?
2. Mengapa tangan sebelah kanan pasien tidak dapat digerakkan?
3. Tindakan pertama apa yang harus dilakukan pada kasus ini?
Step 3
1. Yang terjadi pada pasien
A. Trauma kepala
Cedera Kepala adalah gangguan traumatik dari fungsi otak, tanpa atau diikuti
terputusnya kontinuitas otak dan dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan pada
manusia.
Etiologi
Etiologi utama dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, trauma benda
tajam dan benda tumpul, kejatuhan benda berat, kecelakaan industri.
Patofisiologi
Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam. Cedera
yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau lokal dan cedera
yang disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan menyebar ke area sekitar
cedera sehingga kerusakan yang disebabkan benda tumpul lebih luas. Berat ringannya
cedera tergantung pada lokasi benturan, penyerta cedera, kekuatan benturan dan rotasi
saat cedera.
Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
• SKG 13 – 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
• SKG 9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
• SKG 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Manifestasi Klinis
• Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
• Kebungungan
• Iritabel
• Pucat
• Mual dan muntah
• Pusing kepala
• Terdapat hematoma
• Kecemasan
• Sukar untuk dibangunkan
• Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
B. Trauma Thorak
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorak ataupun isi dari cavum thorak yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul yang dapat menyababkan keadaan gawat
thorak akut.
Etiologi
• Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
• Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
• Cedera akibat kekerasan.
Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,
seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan
bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Ada 2 keadaan yang harus dikenal pada survey primer:
a. Open pneumo-thorax
Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa, sehingga ada hubungan udara
luar dengan rongga pleura, sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali hal ini terlihat
sebagai luka pada dinding dada yang mengisap pada setiap inspirasi (sucking chest
wound)
b. Tension Pneumothorax
Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru, maka udara akan semakin
banyak pada satu sisi rongga pleura, akibatnya adalah:
- Paru sebelahnya akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat
- Mediastinum akan terdorong, dengan akibat timbul syok
c. Hematothorax
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Tidak banyak yang
dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-satunya cara adalah membawa penderita
secepat mungkin ke RS dengan harapan masih dapat terselamatkan dengan tindakan
cepat di UGD.
d. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga, sehingga ada satu segmen
dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi, segmen akan menonjol
keluar, pada inspirasi justru akan masuk ke dalam, ini dikenal sebagai pernafasan
paradoksal. Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang lebih diwaspadai
adalah adanya kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu
dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan.
e. Tamorade Jantung
Terjadi paling sering karena luka tajam jantung, walaupun trauma tumpul juga
dapat menyebabkannya. Karena darah terkumpul dalam rongga perkardium, maka
kontraksi jantung terganggu sehingga timbul syok yang berat (syok kardiogenik).
Biasanya ada pelebaran pembuluh darah vena leher, disertai bunyi jantung yang jauh dan
nadi yang kecil.
Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survei sekunder
a. Fraktur Iga
Fraktur iga sering ditemukan, gejalanya adalah nyeri pada pernafasan, ketakutan
akan nyeri pada gejala ini menyebabkan pernafasan menjadi dangkal, serta takut batuk
keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi pada paru sehingga kadang-kadang
memerlukan blok pada n.interkostalis di Rumah Sakit.
b. Kontusi paru: Pemadatan paru karena trauma, timbulnya agak lambat
c. Keadaan lain seperti ruptur aorta, rupture diafragma, perforasi esophagus
C. Trauma Abdomen
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
Etiologi dan faktor resiko
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan
oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak
terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir
mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan
kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi
atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus
pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua , yaitu :
1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas
2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah :
1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan,
kehilangan darah dan shock.
2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,
mikroendokrin.
3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan
massif dan transfuse multiple
4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran
pencernaan dan bakteri ke peritoneum
5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas
rongga saluran pencernaan.
Limpa :
Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh
trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa yang
ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa.
Liver :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena
kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan oleh
trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol
perdarahan dan mendrainase cairan empedu.
Esofagus bawah dan lambung :
Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena
lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang
disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung.
Pankreas dan duodenum :
Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada
abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di
pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila
terjadi kerusakan.
Tanda dan gejala
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian
yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan : Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
3. Tindakan pertama
1. Tindakan pertama apa yang harus dilakukan pada kasus ini?
- Memindahkan pasien ketempat yang lebih aman.
- Bebaskan airway, breathing. Berikan pertanyaan kepada pasien. Bila pasien bisa
menjawab maka airway dan breathing tak perlu di bebaskan. Karena tidak terdapat
obstruksi.
- Beri cairan IV bila terjadi perdarahan massif, dan dehidrasi.
- Hentikan perdarahan
- tulang yang mengalami fraktur lakukan imobilisasi atau pembidaian.
STEP IV SKEMA
STEP V SASARAN BELAJAR
1. Trauma
2. Luka
3. Fraktur dan dislokasi
LUKA
- macam-macam luka
- penanganan luka robek
FRAKTUR
Macam-macam fraktur
DISLOKASI
Orang Kecelakaan
Trauma
dada abdomen extermitaskepala
Jenis-jenis trauma
STEP VI: BELAJAR MANDIRI
STEP VIII: HASIL BELAJAR
1. TRAUMA KEPALA (HEAD INJURY)
Definisi dan Epidemiologi
Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan yang
kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri.
Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Menurut David A Olson dalam artikelnya cedera kepala
didefenisikan sebagai beberapa perubahan pada mental dan fungsi fisik yang disebabkan oleh
suatu benturan keras pada kepala .
Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi (2).
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;
1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat
menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada protuberans
tulang tengkorak (2).
2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi;
1. Fraktur tengkorak; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak (3,17).
Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan membentuk
fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara
normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan
untuk memperbaiki tulang tengkorak.
2. Lesi intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan subdural,
kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara bersamaan.
Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera kepala digunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) . Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5)
dan buka mata (1-4), dengan interval GCS 3-15. Berdasarkan beratnya cedera kepala
dikelompokkam menjadi (2):
1. Cedera kepala ringan :
Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.
a) Tidak kehilangan kesadaran
b) Satu kali atau tidak ada muntah
c) Stabil dan sadar
d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
e) Pemeriksaan lainnya normal
2. Cedera kepala sedang :
Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat
disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
c) Dua atau lebih episode muntah
d) Sakit kepala persisten
e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
g) Pemeriksaan lainnya normal
3. Cedera kepala berat :
Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,
laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.
a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
b) Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
d)Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
a. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
b. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
c. Trauma kepala yang berpenetrasi
d. Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma) (1).
e. Papilledema: Pembengkakan kepala saraf optik, tanda tekanan intrakranial
meningkat. Kepala saraf optik, juga disebut disk optik atau papilla, adalah area
dimana saraf optik (saraf yang membawa pesan dari mata ke otak) memasuki bola
mata. Kepala saraf optik tidak normal meningkat pada papilledema, hampir selalu
pada kedua mata.Penyebab papilledema termasuk cerebral edema (pembengkakan
otak, seperti dari ensefalitis atau trauma), tumor dan lesi lain yang menempati
ruang dalam tengkorak,meningkatkan produksi cairan cerebrospinal (CSF),
penurunan resorpsi dari CSF (karena trombosis sinus vena , meningitis, atau
perdarahan subarachnoid), obstruksi sistem ventrikel dalam otak, hydrocephalus,
craniosynostosis (penutupan dini jahitan tengkorak), dan kondisi yang disebut
cerebri pseudotumor.Temuan papilledema memerlukan evaluasi lebih lanjut
segera dan, jika perlu, intervensi. Juga dikenal sebagai disk tercekik.
Patofisiologi
Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan
luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah
tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan yaitu:
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur oleh benda
yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan oleh
beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak (4).
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup. Contre coup dan
coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang yang mengalami percepatan
pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada
sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah
benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan.;
1. Rear end Impact
Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil. Otak pertama kali akan
menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke
belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.
2. Backward/forward motion of head
Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat
dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada
keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat
ruang antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada
saat otak bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan
tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang
mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga
daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak.
Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala primer dan
cedera kepala skunder (5). Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau
bersamaan dengan kejadian cedera, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini
umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat
fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal (5).
Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik (4). Pada penderita cedera kepala berat, pencegahan cedera
kepala skunder dapat mempengaruhi tingkat kesembuhan/keluaran penderita (2).
Penyebab cedera kepala skunder antara lain; penyebab sistemik (hipotensi, hipoksemia,
hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan hiponatremia) dan penyebab intracranial (tekanan intrakranial
- full thickness (stadium III) : hilangnya lapisan epidermis, dermis,
fascia
- full thickness (stadium IV) : hilangnya lapisan kulit sampai otot dan
tendo.
e. Berdasarkan kekerasan tumpul :
- Luka memar(kontusio, hematoma)
- Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)
- Luka robek (vulnus laseratum)
- patah tulang (fraktur)
f. Berdasarkan kekerasan setengah tajam : luka gigitan (bite-mark)
g. Berdasarkan kekerasan tajam : luka tusuk, luka sayat dan luka,dan bacok
h. Berdasarkan senjata api : luka tembak
i. luka akibat trauma fisika : luka akibat suhu dingin, suhu panas, petir, trauma
listrik.
j. luka akibat trauma kimia : terkena asam kuat atau basa kuat.
Penanganan luka
- luka dibersihkan
- diberikan anestesi lokal
- diberikan antiseptic (povidon iodine)
- dilakukan penjahitan
- control nadi
- penutupan luka
1. Trauma dada:
Manifestasi klinis:
- terjadi nyeri tekan
- susah bernapas
- kembang kempis dada tidak simetris
- ada bantuan otot bantu pernafasan
- adanya kreptasi
- terjadi memar pada bagian dada, dan apabila diperkusi terjadi hipersonor
- hemothorak: perkusi pekak, auskultasi wheezing
Diagnosis Banding
- pneumothorak
- fraktur costa
- hematothorak
- emfisema
- rupture eosophagus
Pemeriksaan penunjang
- rontgen
-dekompresi thorak
- CT scan thorak
- Lab rutin
Penanganan trauma thorak
- dilakukan pungsi thorak (pneumothorak)
- imobilisasi
- diberi anti nyeri (analgetik)
- plester 3 sisi (pneumothorak)
- apabila terjadi infeksi diberi antibiotic
- dilakukan WSD (hemathorak)
2. Trauma kepala tanda yang tampak adalah kesadaran menurun
3. Trauma abdomen
Manifestasi Klinis
- nyeri perut (somatic dan viscera)
- trauma tumpul berongga : peritonitis
Padat : memar
- perdarahan masiv
- syok hipovolemik
Diagnosis Banding
- peritonitis
- akut abdomen (apendisitis, dll)
Pemeriksaan penunjang
- Lab darah rutin utk mengetahui pasien mengalami perdarahan, ataupun infeksi
- USG (Foto Polos Abdomen)
- rontgen
Penanganan
- pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi
- pemasangan kateter agar diketahui urin yg keluar terjadi perdarahan atau tidak
- pembedahan untuk melihat luka (laparotomi)
- pemberian analgetik, antibiotic, dan pemasangan infuse
3. Fraktur (patah tulang)
Macam-macam fraktur:
- Fraktur komplit
- Fraktur inkomplit
- Fraktur terbuka
- Fraktur tertutup
Berdasarkan garis patahnya:
- Fraktur melintang
- Fraktur oblig
- Fraktur avulse
- fraktur kompresi
- fraktur spiral
Berdasarkan jumlah garis patah:
- Fraktur kominutif
- Fraktur segmental
- Fraktur multiple
Faktor resiko:
- Olahragawan
- Penari
- Kecelakaan
- Trauma benda tumpul dan tajam
- Pria < 45 th; wanita >45 th (osteoporosis)
- Pasien yg mempunyai riwayat penyakit kanker tulang, osteomielitis.
Pemeriksaan penunjang:
- Rontgen.
Penanganan:
- Imobilisasi, misalnya pembidaian
- Traksi, untuk pengembalian posisi tulang semula (reposisi)
- Gips
- Pemberian analgetik dan antibiotic (ATS)
- Debridement
Macam – Macam Dislokasi
- Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena:
- Menguap atau terlalu lebar.
- Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
Tindakan Pertolongan : Rahang ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan tadi. Ibu jari tersebut diletakkan di graham yang paling belakang. Tekanan itu harus mantap tapi pelan – pelan. Bersamaan dengan penekanan itu jari – jari yang lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil rahang itu akan menutup dengan cepat dan keras.
Setelah selesai untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan terlalu sering membuka mulutnya.
- Dislokasi Sendi Jari.
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
Tindakan Pertolongan : Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah melingkar seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari.
- Dislokasi Sendi Bahu
Dislokasi yang sering ke depan. Yaitu kepala lengan atas terpeleset ke arah dada. tetapi kemampuan arah dislokasi tersebut ia akan menyebabkan gerakan yang terbatas dan rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan.
Tanda – tanda lainnya :Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh. Ujung tulang bahu akan nampak menonjol ke luar. Sedang di bagian depan tulang bahu nampak ada cekungan ke dalam.
Tindakan Pertolongan :Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus dikerjakan secepat mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati – hati. Jangan sampai itu justru merusak jaringan – jaringan penting lainnya. Apabila usaha itu tidak berhasil, sebaiknya jangan diulang lagi. Kirim saja klien ke Rumah sakit segera.
Apabila tidak ada patah tulang, dislokasi sendi bahu dapat diperbaiki dengan cara sebagai berikut :Ketiak yang cedera ditekan dengan telapak kaki (tanpa sepatu) sementara itu lengan penderita ditarik sesuai dengan arah letak kedudukannya ketiak itu.Tarikan itu harus dilakukan dengan pelan dan semakin lama semakin kuat, hal itu untuk menghidarkan rasa nyeri yang hebat yang dapat mengakibatkan terjadinya shock. Selain tarikan yang mendadak merusak jaringan – jaringan yang ada di sekitar sendi. Setelah ditarik dengan kekuatan yang tetap beberapa menit, dengan hati – hati lengan atas diputar ke luar (arah menjauhi tubuh). Hal ini sebaiknya dilakukan dengan siku terlipat dengan cara ini diharapkan ujung tulang lengan atas menggeser kembali ke tempat semula.
- Dislokasi Sendi Siku Jatuh
pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau gips selama tiga minggu untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi.
- Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal Dan Inter PhalangealDislokasi
Disebabkan oleh hiperekstensi – ekstensi persendian direposisi secara hati – hati dengan tindakan manipulasi tetapi pembedahan terbuka mungkin diperlukan untuk mengeluarkan jaringan lunak yang terjepit di antara permukaan sendi.
Dislokasi Sendi Pangkal PahaDiperlukan gaya yang kuat untuk menimbulkan dislokasi sendi ini dan umumnya dislokasi ini terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (tabrakan mobil). Dalam posisi duduk benturan dash board pada lutut pengemudi diteruskan sepanjang tulang femur dan mendorong caput femuris ke arah poterior ke luar dati acetabulum yaitu bagian yang paling pangkal.
Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum dan pemasangan gips selama enam minggu atau tirah baring dengan traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan memberikan kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut dan eksremitas bawah sangat jarang terjadi kecuali peda pergelangan kaki di mana dislokasi disertai fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
1. R.Sjamsuhidayat, Wim de Jong.2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.-Ed.2-.Jakarta : EGC.
2. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced
Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7.
Komisi trauma IKABI, 2004; 168-193.
3. Apley. A. Graham.1995. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sist Apley. Jakarta : Widya Medika
4. Markam S, Atmadja DS, Budijanto A. Cedera Kepala Tertutup. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1999; 4-112
5. Al Fauzi A. Penanganan Cedera Kepala di Puskesmas. Juli 2002 [4 September 2007].